Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh
SUHARDI MARDIYANTO
NIM : 044 SYE 10
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG DIPLOMA III
MATARAM
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut,
yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Namun beberapa
definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu
sistem organ melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai
dengan suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping
itu, gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau
hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin
Arif, 2012).
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir- akhir ini
insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh
penyakit jantung dan merupakan masalah kesehatan dunia. Di Asia, terjadi perkembangan
ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup, peningkatan
konsumsi kalori, lemak dan garam, peningkatan konsumsi rokok, dan penurunan aktivitas.
Akibatnya terjadi peningkatan insiden obesitas, hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit
vaskular yang berujung pada peningkatan insiden gagal jantung. Dari beberapa faktor eksternal
tersebut, secara kesehatan dapat dijelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mengganggu
pengisian ventrikel seperti stenosis katup atrioventrikularis yang dapat menyebabkan gagal
gagal jantung melalui gabungan beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan
ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologis
atau gabungan beberapa mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung.
Efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penurunan sirkulasi yang
mendadak dapat berupa (1) aritmia, (2) infeksi sistemis dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli
Gagal jantung adalah penyakit klinis yang sering terjadi. Hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga kontribusi penyakit jantung terhadap kematian 19,8% pada tahun 1993 menjadi 24,4%
pada tahun 1998. Sementara hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986 dan 2001 terlihat
(Rilantono, 2003).
Berdasarkan perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung
dan setiap tahunnya bertambah dengan 400.000 orang. Walaupun angka-angka pasti belum ada
untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan
dapat di perkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah tiap tahunnya (Sitompul &
Sugeng, 2003).
Tabel 1.1 : Data Penderita CHF Tahun 2010 s/d 2012 di RSU Provinsi NTB.
Jenis Kelamin
No Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Kasus Meninggal
(%) (%)
1. 2010 41 59 168 orang 7 orang
2. 2011 46 54 149 orang 13 orang
3. 2013 56 44 224 orang 23 orang
Berdasarkan data rekam medis RSU Provinsi NTB, pada tahun 2010 jumlah penderita
gagal jantung sebanyak 168 orang, yaitu jumlah penderita laki-laki sebanyak 69 orang dan
perempuan 99 orang sedangkan yang meninggal sebanyak 7 orang. Pada tahun 2011 angka
mortalitas gagal jantung mencapai 149 orang, laki-laki sebanyak 68 orang dan perempuan
sebanyak 81 orang sedangkan yang meninggal sebanyak 13 orang. Dan pada tahun 2012 jumlah
penderita gagal jantung naik drastis yaitu sebanyak 224 orang, dimana pada laki-laki sebanyak
126 orang dan perempuan 98 orang dan angka morbiditasnya mencapai 23 orang (RSU Provinsi
NTB, 2013).
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa jumlah penderita mengalami peningkatan, oleh
karena itu semua usaha yang dapat dilakukan dengan membantu upaya promotif tentang
cara/pola hidup sehat, serta menerapkan ilmu pengetahuan yang meningkat tentang
kardiovaskuler dan faktor-faktor resiko sehingga mampu menunjang para pemberi pelayanan
kesehatan dalam meraih dan melestarikan kesehatan yang optimal. Tujuan perawatan gagal
jantung kongestif adalah mengurangi beban kerja jantung (istirahat : jasmani dan emosional,
obesitas di turunkan). Pengendalian retensi garam dan cairan (diet rendah garam, diuretik,
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik mengangkat kasus CHF dengan
judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Pada Kasus
Congestive Heart Failure (CHF) Di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.
masalah Bagaimana Melaksanakan Asuhan Keperawatan Yang Baik Dan Benar Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Pada Kasus CHF (Congestive Heart Failure) Di
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan benar.
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler
pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan benar.
2. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler
pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan benar.
3. Mampu menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler
pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan benar.
4. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler
pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan benar.
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler
pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan benar.
6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperarawatan yang dilakukan pada klien dengan gangguan
sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan benar.
khususnya tentang pemberian asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler
pada CHF.
1. Memberikan manfaat melalui pengalaman bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah
2. Merupakan pengalaman yang sangat berguna untuk dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada
kasus berikutnya.
kelangsungan hidup dan mencegah komplikasi lanjut pada kasus CHF dengan penanganan atau
Mengumpulkan data dengan cara melakukan anamnesa langsung kepada klien (secara
langsung) dan wawancara dengan keluarga atau orang lain yang mengetahui informasi tentang
1.5.2 Observasi
Observasi ini dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pengamatan langsung pada
keadaan umum klien, pemeriksaan fisik dilakukan melalui semua panca indera yaitu : inspeksi,
Dilakukan dengan cara mempelajari status klien, dokumen perawat medik atau dokumen
Dalam studi kepustakaan ini penulis menggunakan literatur atau sumber buku yang ada
1.5.5 Editing
Untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah lengkap atau kurang.
BAB 1 PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat
komplikasi.
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut,
yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Namun beberapa
definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu
sistem organ melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai
dengan suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping
itu, gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau
hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin
Arif, 2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
1. Anatomi Kardiovaskuler
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan
istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi
cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan
saraf otonom). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal
jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks
kordis. Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan pangkalnya terdapat di
belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba
adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman
tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung ini terdapat
lender sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara pericardium pleura tidak
Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh dari
seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan berelaksasi, maka timbul
bersifat Kontraktif (pegas) dan terdapat di dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki
kemampuan meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian otot-
otot jantung. Tiap sel otot jantung di pisahkan satu sama lain oleh intercalated discs dan
cabang-cabangnya membentuk suatu anyaman di dalam jantung. intercalated discs inilah yang
dapat mempercepat hantaran rangsang listrik potensial di antara serabut-serabut sel otot-otot
jantung. Proses demikian itu terjadi karena intercalated discs memiliki tahanan aliran listrik
potensial yang lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan keadaan inilah yang
jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk ruang-ruang jantung dan menjadikan
jantung sebagai a globular muscular organ. Jaringan serabut elastisnya membentuk suatu
lingkaran yang mengelilingi katup-katup jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri
dari dua lapisan yang berasal dari sudut sebelah kanan jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih
tebal dan terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam.
Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal daripada dinding ventrikel kanan dan
mendominasi bangunan dasar otot jnatung dalam membentuk ruang-ruangnya. Ketiga lapisan
otot jantung tersebut berkesinambungan satu dengan lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut
menjadi lapisan tengah dan lapisan dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot jantung
2. Fisiologi Kardiovaskuler
Darah yang terdapat di dalam jantung selalu dipompa keluar secara terus-menerus dan
umum. Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut terdiri dari 1) pembuluh darah nadi (arteri)
yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan sel-sel tubuh dan 2) pembuluh darah balik
Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava, kemudian akan
dipompa ke sistem sirkulasi paru. Dan setelah mengalami oksigenasi di dalam jaringan sel-sel
paru, kemudian darah kembali ke jantung melalui pembuluh darah balik (vena pulmonalis).
Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui bilik kiri ke sistem sirkulasi umum
Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai dengan
jumlah darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per menitnya dan dapat meningkat
pada olahraga yang berat sampai dengan 25-35 liter per menit.
kembali ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi, maka ia mampu mengalirkan
dalamnya.
Dan darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara jantung kiri
dengan antrium kanan, dengan tekanan atrium kanan mendekati nol, sedangkan tekanan kapiler
di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan darah dari jaringan sel tubuh melalui vena
kembali ke jantung.
Darah dipompa dari jantung kanan menuju jaringan paru untuk mengambil oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida, kemudian kembali ke jnatung melalui atrium kiri. Darah yang
telah mengalami oksigenasi tersebut, selanjutnya dipompa jantung ke sistem sirkulasi umum
melalui aorta. Kemudian aorta membagi aliran darah menuju ke cabang-cabang arteri dan
subarteri yang terdapat di dalam jaringan sel dan organ, yang arteriolanya kemudian bercabang
membentuk anyaman kapiler. Di bagian inilah terjadi pertukaran gas O2 dan CO2, serta
berdifusinya makanan, vitamin dan mineral serta di lain pihak darah akan mengangkut kembali
produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke tempat pembuangan. Dari kapiler, darah
menuju ke venula dan selanjutnya darah mengalir didalam sistem vena menuju ke jantung.
Aliran darah balik ini akan dipercepat kembali ke jantung oleh adanya aktivitas pengisap jnatung
2.1.3 Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung menurut (Ruhyanudin Faqih, 2007)
tamponade jantung.
5. Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang memulai respon
mekanis.
6. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
kanan.
2.1.4 Klasifikasi
Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan Juni, 2011), yaitu
sebagai berikut :
a. Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa volume darah
keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium dan
sistem vena balik untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.
b. Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung, yang
kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung merupakan sistem tertutup, maka
backward failure dan forward failure selalu berhubungan satu sama lain.
Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah jantung tetap
normal atau di atas normal namun kebutuhan metabolic tubuh tidak mencukupi, maka high-
output syndrome terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik,
seperti tampak pada hipertiroidisme, demam dan kehamilan atau mungkin dipicu oleh kondisi
Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada seberapa cepat
sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri mungkin
karena infark miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian
cepat di mana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan biasanya
merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan mekanisme kompensasi yang
efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau
jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secara tipikal disebabkan oleh
penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan penyakit katup jantung sisi kiri (mitral
dan aorta). Kongesti pulmoner dan edema paru biasanya merupakan gejala segera (onset) dari
Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup
jantung kanan, peningkatan kongesti atau bendungan vena sistemik dan edema perifer.
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti klasifikasi
1. Gagal jantung kiri : dispnoe, fatigue, ortopnea, dispnoe noktural paroksismal, batuk, pembesaran
jantung, gallop ritme, bunyi jantung tambahan S3/S4, pernafasan chines stoke, takikardi, ronchi,
2. Gagal jantung kanan : Fatigue, edema, liver angorgement, anoreksia, kembung, pembesaran
jantung kanan, gallop ritme pada atrium kanan, murmur, peningkatan tekanan vena jugularis,
asites, hydrothorax, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting oedema (Ruhyanudin
Faqih, 2007).
2.1.6 Patofisiologi
Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai
pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi
komponen pompa secara nyata dapat mnegakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung
normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan cucrah
jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan
perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal
jantung meliputi :
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis
katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan
kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga
melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke orgab-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan
ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokontriksi
akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah
aktivitas simpatis pada jantung, ginjal dan pembuluh darah perifer. Angiotensin II dapat
noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokontriksi, takikardia, serta retensi
garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot
jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan bahwa
penyimpanan norepinefrin pada miokardium mnejadi berkurang pada gagal jantung kronis.
Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan
air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal
ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hokum starling. Mekanisme pasti
yang mengakibatkna aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA
bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta mempertahankan
tekanan darah.
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak
berbatasan dengan arteriol renal eferen dan bersebalahan dengan macula densa pada tubulus
distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari
hati) angiotensin I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel endotel
akan memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin
II memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang
konstriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi sistemis, serta mereabsorbsi natrium pada bagian
proksimal nefron.
Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk menskresi akdosteron, yang akan
merangsang reabsorbsi natrium (dalam pertukaran dengan kalium) pada bagina distal dari nefron,
serta di usus besar, kelenjar saliva dan kelenjar keringat. Renin diskresikan pada keadaan
menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal.
Angiotensin I sebagina besar kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin II, suatu
zat presor yang poten, oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE juga dapat memecah
bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptide lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh
enzim non-spesifik yang disebut angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran utama dalam
sistem RAA karena meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti vasokontriksi,
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam sirkulasi.
Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding atrium atau ventrikel,
biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi
dari arteri yang mengalami konstriksi akibat neurohormon lain serta meningkatkan ekskresi
3. Hipertrofi ventrikel
Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertembahnya
miokardium, bergantung pada jenis bebasn hemodinamika yang mengakibatkna gagal jantung.
Sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang
ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa
penambahan ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti
pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi
ini diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial.
Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar.
Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan
volume sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah sarkomer seri, yang akan menyebabkan
peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar
agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan
jumlah myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding ventrikel
kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran runag hipertrofi eksentrik.
Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-
mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal
atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada
kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif (Muttaqin
Arif, 2012).
2.1.8 Penatalaksanaan
Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti cepat
capek atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali, peningkatan
tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas, maka dengan diagnosis
gagal jantung mudah di buat. Tetapi bila syndrome tersebut belum terlihat jelas seperti pada
tahap disfungsi ventrikel kiri/LV disfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan
keluhan di atas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal jantung
sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta
dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretic dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT lainnya)
atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi sangat mudah
terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang
Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien
hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian
(Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac Resychronization
Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat
mencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi
degenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat
ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut
2.1.9 Komplikasi
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut :
1. Efusi pleura
Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk
ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
2. Aritmia
Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia,
mendadak.
Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan
kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus pada ventrikel kiri. Ketika
thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen
dan lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat
4. Hepatomegali
Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan
perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.
perubahan massa otot ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas ventrikel. Meningginya
gelombang R karena peningkatan massa otot jantung yang dilalui potensial listrik. Adanya massa
otot yang semakin menebal maka kesempatan repolarisasi akan diberikan pada endocardium
terlebih dahulu. Keadaan ini akan mengakibatkan gambaran RS T mengalami depresi dan
gelombang T terbalik pada sadapan 5 dan 6. Pada sadapan 1 dan 2 tampak adanya gambaran
gelombang S yang sangat dalam dan didapatkan R yang meninggi melebihi 20 mm.
3. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan maupun kiri dan stenosis katup maupun insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri
koroner. Zat kontras yang disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan
4. X-ray Thoraks : ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya pembendungan
cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya infiltrate precordial kedua paru dan
efusi pleura.
5. Laboratorium secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit karena adanya
hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat meninggi mungkin disebabkan oleh adanya
infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung. Keadaan asam basa tergantung pada
keadaan metabolism, masukan kalori, keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar natrium darah
sedikit menurun walaupun kadar natrium total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim
hepar mungkin meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN dan kreatinin menunjukkan
penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin menurun sebagai akibat penurunan
masukan protein atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
gambaran pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien kadang sulit diperiksa secara
pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian
1. Identitas
a. Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
b. Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien, pendidikan, pekerjaan
dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan saat
beraktivitas.
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian
1) P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat,
2) Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan
atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak nafas.
3) R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan sistem otot
4) S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi
5) T : Time, sifat mula timbulnya, keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan.
Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien
pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan
hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan
masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretic, nitrat, penghambat
beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Alergi obat dan
reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota
keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama
a. Aktivitas/ istirahat
insomnia, nyeri dada pada saat beraktivitas dan dispnea pada saat istirahat.
b. Sirkulasi
Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.
c. Integritas ego
Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan
d. Eliminasi
Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna gelap, suka berkemih pada
Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah, bertambahnya berat
f. Hygiene
Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu selama aktivitas
perawatan diri.
g. Neurosensori
Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan terkadang mengalami pingsan.
h. Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada
otot.
i. Pernapasan
Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal,
pernapasan.
j. Keamanan
Klien menyatakan mengalami perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan, tonus otot,
kulit lecet.
k. Interaksi sosial
Klien menyatakan sudah jarang mengikuti kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
l. Pembelajaran/pengajaran
Klein menyatakan menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misal : penyekat saluran
kalsium
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau
composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.
b. Tanda-Tanda Vital : TD :
Nadi :
Respirasi :
Suhu :
c. P
1) B1 (breathing)
pasroksismal, batuk dan edema pulmonal akut, takipnea. Adanya sputum mungkin bersemu
darah.
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik dan adanya edema
c) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila gagal jantung adalah
kelainan katup. Irama jantung disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
(kardiomegali).
3) B3 (Brain)
terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis,
4) B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguruia karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah. Penurunan berkemih, urine berwarna
5) B5 ( Bowel)
a) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma
b) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena
a) Ektremitas
Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat dan sianosis.
b) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan
tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan
c) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung
yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan
menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy yang
digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan.
Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Ekokardiografi,
c. Elektrokardiografi
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah
diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan (Deswani, 2009).
1. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan
konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
Transudasi cairan
Edema
DS:
4 Klien mengeluh tangan dan Curah jantung menurun Resiko tinggi
kaki lemas, sulit untuk gangguan perfusi
menelan, nyeri perut jaringan
DO: Hipertrofi ventrikel
Klien tampak berbaring di
tempat tidur, oliguri, tampak
edema, perubahan suhu kulit, Pemendekan miokard
Nekrosis Sel
Nyeri
DS:
8 Klien menyatakan klien Kurangnya informasi/ Kurang
bingung dengan keadaan kesalahan persepsi tentang pengetahuan
penyakitnya, klien bertanya penyakit gagal jantung mengenai kondisi
tentang kondisi dan dan program
pengobatan pengobatan
DO:
-
2. Rumusan Diagnosa
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal yang ditandai dengan klien
mengeluh mudah lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak nafas, sering terbangun pada malam
hari saat tidur, tekanan darah bisa meningkat (hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara
gallop ventrikel dan gallop atrium (S3 clan S4), keringat dingin, ronchi +/+, sianosis nyeri dada,
edema tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S V1, V6 urine sedikit 300 500 cc
b. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti
paru akibat sekunderdari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial yang
ditandai dengan klien mengeluh nafasnya sesak dan sering terbangun pada malam hari karena
sesak nafas dan batuk-batuk serta dispnea saat beraktivitas, ujung jari dan kuku tampak
kebiruan, ronchi(+/+), nafas cepat tampak tarikan dinding dada, Ht: 34,6, Albumin: 2,6.
c. Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan
sistemis, perembesan cairan interstial di sistemis akibat sekunder dari penurunan curah jantung,
gagal jantung kanan yang ditandai dengan klien menyatakan bila berjalan terasa berat, sesak
nafas, lebih enak tidur dengan posisi setengah duduk, kencing sedikit, tungkai tampak bengkak/
edema, jumlah kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena jugularis, ronchi (+)
respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah, Ht: 34,6, Albumin: 2,6.
d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya curah jantung
yang ditandai dengan klien mengeluh tangan dan kaki lemas, sulit untuk menelan, nyeri perut,
klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak edema, perubahan suhu kulit.
e. Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien mnegeluh nyeri dada
kiri pada saat beraktivitas, klien tampak meringis kesakitan, wajah tampak tegang dan gelisah,
tangan mengepal.
jaringan dengan kebutuhan dengan akibat sekunder dari penurunan curah jantung yang ditandai
dengan klien mengeluh tenaganya lemah, cepat lelah, sesak nafas, nafsu makan menurun, klien
tampak berbaring di tempat tidur, tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari dan kuku, tungkai
g. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, situasi
kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan yang ditandai dengan klien menyatakan klien takut
dengan keadaannya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan, klien tampak cemas.
kegagalan yang ditandai dengan adanya pertanyaan, pernyataan masalah, kesalahan persepsi,
terulangnya episode GJK yang dapat dicegah yang ditandai dengan klien mengatakan klien
bingung dengan keadaan penyakitnya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan.
Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang
d. Manajemen lingkungan,
lingkungan tenang dan batasi
intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respon klien (Deswani, 2009).
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan secara umum pada klien dengan gagal
jantung kongestif :
1. Pemberian oksigen.
6. Pencegahan komplikasi.
7. Pemberian informasi.
adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.
d. Tidak sesak.
e. Edema ekstremitas tidak terjadi.
Tambahkan komentar
Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.