Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Aliran Air
Tanah”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Rekayasa Sumber
Daya Air.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih memiliki kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang kami
buat bermanfat bagi kita semua dan bagi pembaca pada umumnya.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air Tanah merupakan komponen penting dalam siklus hidrologi dari sumber daya air di

daerah aliran sungai. Air permukaan tidak mempunyai kapasitas penyimpanan karena mengalir

dengan cepat. Hal ini berbeda dengan Air Tanah yang mengalir lambat dan mempunyai kapasitas

penyimpanan yang sangat besar. Infiltrasi Air Tanah terjadi di daerah resapan air dan muncul di

daerah-daerah pengeluaran sebagai mata air dan aliran dasar sungai. Tanpa adanya hal-hal

tersebut sumur-sumur atau sungai-sungai akan mngering di musim kemarau.

Air Tanah adalah salah satu sumber daya air yang kurang diperhatikan keterdapatannya.

Padahal di bumi ini, 97% air tawar, di luar tudung es kutub, adalah berupa Air Tanah. Sampai

saat ini masyarakat Indonesia pada umumnya yang tertarik untuk mempelajari air bawah tanah

masih sangat minim sehingga ahli Air Tanah pun masih sangat terbatas. Untuk tenaga-tenaga

ahli dalam bidang ini masih menangani proyek-proyek pusat akibatnya untuk kawasan di daerah-

daerah sendiri tenaga ahlinya belum ada. Keuntungan dari proyek Air Tanah adalah biaya

pelaksanaannya relatif murah, waktu pelaksanaannya relatif lebih cepat dibanding proyek-proyek

gedung, jembatan maupun waduk, serta tidah membutuhkan proses pengolahan karena sudah

memenuhi standar air bersih, dan kaya akan mineral-mineral yang terkandung di dalamnya.
1.2. Maksud

Kajian dalam Tugas ini dimaksudkan sebagai bahan acuan dalam proses pembelajaran

mengenai Aliran Air Tanah.

1.3. Tujuan

Secara umum disebutkan bahwa tujuan dari Tugas ini adalah:

Menemukan gambaran serta dapat memahami proses terjadinya aliran air dalam tanah.

1.4. Lingkup Pembahasan .

Ruang lingkup yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini mencakup :

1. Pengertian air tanah

2. Aliran dan Rembesan Air Tanah

3. Pengelolaan Air Tanah

4. Konservasi dan Pengolaan Air Sungai


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Air Tanah

Proses Terjadinya Air Tanah


Air hujan sebagian besar akan mengalir ke permukaan sebagai air permukaan seperti danau,
sungai atau rawa. Sebagian kecil air huijan akan meresap ke dalam tanah yang apabila meresap terus
hingga zona jenuh maka akan menjadi air tanah.

Secara umum dapat dikatakan bahwa air tanah (groundwater) merupakan air dibawah muka
air tanah dan berada pada zona jenuh air dan didefinisikan sebagai air yang masuk secara bebas
kedalam sumur, baik dalam keadaan bebas (unconfined) maupun tertekan (confined). Bagian air dari
zona air tanah hampir tidak mungkin digambarkan. Air pada bukaan ini tidak dapat mengalir ke
sumur karena masing-masing pori tidak berhubungan.
Selanjutnya aliran air tanah didefinisikan sebagai bagian dari aliran sungai yang sudah
meresap (infiltrasi) ke dalam tanah (ground) dan masuk pada zona jenuh air atau phreatic zone dan
sudah dialirkan (discharged) kedalam sungai (stream channel) melalui pancaran air (springs) atau
rembesan air (seepage water).

Secara umum fenomena keberadaan air tanah dibagi dalam dua tipe, yaitu air pada vadose
zone dan air pada phreatic zone. Pada vadose zone, dibagi menjadi tiga tipe air yaitu air tanah (soil
water), intermediate vadose water dan air kapiler. Pada phreatic zoneatau saturated zone (zona jenuh
air) terdapat air tanah (groundwater). Pembagian zona ini dapat dilihat pada gambar 1.a yang
menunjukan potongan irisan bumi keberadaan air tanah baik groundwater maupun soil water.
Daerah air tanah (soil water) sebagian besar digunakan untuk keperluan pertanian. Daerah ini juga
merupakan sumber air untuk tanaman. Air akan hilang dari zona ini karena adanya transpirasi dari
tanaman, evaporasi, dan perkolasi ketika air terlalu jenuh. Kedalaman air tanah antara 1-10 meter,
tergantung tipe tanah dan vegetasinya.
Pada zona ini air terjadi karena adanya gerakan antara molekul-molekul, daya kapilaritas
yang melawan gaya gravitasi. Gerakan molekul cenderung mengisi air tanah pada lapisan permukaan
dari masing-masing partikel tanah. Daya kapilaritas mengisi air pada ruang-ruang kecil diantara
partikel-partikel tanah. Ketika kapasitas air tanah karena adanya kapilaritas sudah penuh, maka air
mulai mengalami perkolasi karena adanya gaya gravitasi.
Zona dibawah zona soil water adalah zona tengah (intermediate vadose water). Meskipun
sebagian besar pada zona ini bergerak ke bawah, namun sebagian ada yang tertahan tetapi tidak dapat
diambil. Pada daerah lembah (daerah basah), zona ini sangat sedikit atau bahkan tidak ada.
Kemungkinan kecil air mengalir semuanya melewati zona tengah pada daerah kering dan sebagian
kecil air mencapai muka air tanah (groundwater) karena perkolasi aliran dari soil water.
Gambar 1.a Formasi air di bawah muka tanah
Macam Macam Air Tanah

Ada bermacam-macam jenis air tanah.


1. Menurut letaknya, air tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu air tanah permukaan
(Freatik) dan air tanah dalam.
• Air tanah permukaan (Freatik) adalah air tanah yang terdapat di atas lapisan tanah / batuan
yang tidak tembus air (impermeable). Air yang ada di sumur-sumur, sungai, danau dan rawa
termasuk jenis ini.
• Air tanah dalam, adalah air tanah yang terdapat di bawah lapisan tanah/ batuan yang tidak
tembus air (impermeable). Untuk memperoleh air tanah jenis ini harus dilakukan pengeboran.
Sumur bor atau artesis merupakan salah satu contoh sumur yang airnya berasal dari air tanah
dalam.
2. Menurut asalnya air tanah dapat dibedakan menjadi air tanah yang berasal dari atmosfer
(angkasa) dan air tanah yang berasal dari dalam perut bumi.
• Air tanah yang berasal dari atmosfer disebut meteoric water, yaitu air tanah ber asal dari
hujan dan pencairan salju.
• Air tanah yang berasal dari dalam bumi misalnya air tanah turbir (yaitu air tanah yang
tersimpan di dalam batuan sedimen) dan air tanah juvenil yaitu air tanah yang naik dari magma
bila gas-gasnya dibebaskan melalui mata air panas.

Studi mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan karena hal ini sangat
berguna dalam :
- memperkirakan jumlah rembesan air dalam tanah
- menyelidiki masalah-masalah yang menyangkut pemompaan air untuk
konstruksi di bawah tanah
- menganalisis kestabilan suatu bendungan tanah dan konstruksi dinding penahan tanah yang
terkena gaya rembesan.
2.1.1 Infiltrasi dan Perkolasi

Infiltrasi adalah meresapkanya air permukaan ke dalam tanah. Kecepatan infiltrasi yang

tinggi terjadi pada waktu tanah belum jenuh air (saturated), terutama setelah musim kemarau

yang panjang. Penutup lahan yang berupa vegetasi akan menghambat aliran permukaan sehingga

memungkinkan air untuk berinfiltrasi dan juga sistem akar tanaman membuat air lebih mudah

meresap ke dalam tanah. Kecepatan infiltrasi cenderung menurun secara eksponensial pada saat

hujan meningkat, yaitu apabila hujan melebihi kapasitas infiltrasinya.

Pada proses terjadinya infiltrasi pada dasarnya terdapat tiga hal yang terjadi pada air,
yaitu :
- Air yang meresap tertarik kembali ke permukaan oleh gaya kapilaritas pori tanah kemudian
mengalami penguapan,

- air yang meresap dihisap oleh akar tanaman dalam tanah untuk proses pertumbuhan kemudaian
menguap ke atmosfir akibat evapotranspirasi

- air yang mereap dalam dan cukup, mengalami gaya tarik gravitasi menuju zone of saturation
yang kemudian mengisi groundwater reservoirs (aquifer)

Perhitungan infiltrasi dengan Metode Horton


Metode ini tidak menganalisis secara fisik bagaimana infiltrasi itu terjadi, bentuk kurva
tergantung pada sifat tanahnya (tanah kering → infiltrasi besar)
f = K + (fo - K) e-kt
dimana :
f = kapasitas infiltrasi
k = konstanta
K = permeabilitas / hydraulic conductivity
fo = kapasitas infiltrasi awal
t = waktu
Kumulatif infiltrasi adalah:
w = Kt + 1/k (fo-K)(1-ekt)
2.2 Aliran dan Rembesan Air Tanah

2.2.1 Gradien Hidrolik


Menurut persamaan Bernoulli, tinggi energi total pada suatu titik di dalam air yang mengalir
dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari tinggi tekan, tinggi kecepatan, dan tinggi elevasi,
yaitu :

dimana :
h = tinggi energi total
p = tekanan
v = kecepatan
g = percepatan disebabkan oleh gravitasi
γw = berat volume air
Apabila persamaan Bernoulli tersebut dipakai untuk air yang mengalir melalui pori-pori
tanah, bagian pearsamaan yang mengandung tinggi kecepatan dapat diabaikan.
Hal ini disebabkan karena kecepatan rembesan air di dalam tanah adalah sangat kecil. Sehingga
tinggi energi total pada suatu titik dapat dinyatakan sbb :

Tabung piezometer dipasang pada titik A dan titik B. Ketinggian air di dalam tabung
piezometer A dan B disebut sebagai muka piezometer dari titik A dan tabung piezometer pada
titik tersebut. Tinggi elevasi dari suatu titik merupakan jarak vertikal yang diukur dari suatu
bidang datum yang diambil sembarang ke titik yang bersangkutan.

Gambar 2.a Tekanan, elevasi, tinggi energi total untuk aliran di dalam tanah
Kehilangan energi antara dua titik A dan B, dapat ditulis dengan persamaan di bawah ini:
Kehilangan energi h tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan tanpa
dimensi seperti di bawah ini :

dimana :
i = gradien hidrolik
L = jarak titik A dan B; panjang aliran air dimana kehilangan tekanan terjadi

2.2.2 Hukum Darcy


Pada tahun 1856, Darcy memperkenalkan suatu persamaan sederhana yang digunakan
untuk menghitung kecepatan aliran air yang mengalir dalam tanah jenuh, dinyatakan sebagai
berikut :
v = ki
dimana :
v = kecepatan aliran,
k = koefisien rembesan
i = gradien hidrolik
5. Koefisien Rembesan

Koefisien rembesan (coefficient of permeability) tergantung pada beberapa faktor yaitu


kekentalan cairan, distribusi ukuran butir pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran
permukaan butiran tanah, dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah berlempung struktur tanah
memegang peranan penting dalam dalam menentukan koefisien rembesan. Faktor-faktor lain
yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrsi ion dan ketebalan lapisan
air yang menempel pada butiran lempung.
Selanjutnya, debit rembesan (q) dapat ditulis dengan :

dengan A = luas penampang tanah


Koefisien permeabilitas/koefisien rembesan, (k) mempunyai satuan yang sama dengan
satuan kecepatan yaitu cm/detik atau mm/det, dan menunjukkan ukuran tahanan tanah terhadap
aliran air.
Bila pengaruh sifat-sifat air dimasukkan, maka :
dengan :

K = koefisien absolut (cm2), tergantung dari sifat butirannya.


ρw = kerapatan air (gr/cm3)
μ = koefisien kekentalan air (gr/cm det)
Karena air hanya dapat mengalir lewat ruang pori, maka kecepatan nyata rembesan lewat tanah
(vs) adalah, sbb :

dengan n = porositas tanah


Beberapa nilai koefisien permeabilitas (k) dari berbagai jenis tanah diperlihatkan pada tabel
berikut, dimana nilai k tersebut biasanya dinyatakan pada temperatur 20 0C

Tabel 1 harga-harga koefisien rembesan


2.2.3 Penentuan Koefisisen Rembesan di Laboratorium
Terdapat empat macam cara pengujian untuk menentukan koefisien permeabilitas di
laboratorium, yaitu :
- Pengujian tinggi energi tetap (Constan-head)
- Pengujian tinggi energi turun (falling-head)
- Penentuan secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi.
- Penentuan secara tidak langsung dari pengujian kapiler horizontal.
1. Pengujian tinggi energi tetap (Constan-head)
Pengujian constant-head ini cocok untuk jenis tanah granular (berbutir).

Prinsip pengujiannya, tanah benda uji diletakkan di dalam silinder.


Pemberian air dari pipa masuk dijaga sedemikian rupa sehingga perbedaan tinggi air pada pipa
masuk dan pipa keluar (h) selalu konstan selama percobaan. Pada kedudukan ini tinggi energi
hilang adalah h.
Setelah kecepatan aliran air yang melalui contoh tanah menjadi konstan, banyaknya air
yang keluar ditampung dalam gelas ukur (Q) dan waktu pengumpulan air dicatat (t).
Volume air yang terkumpul adalah

Setelah kecepatan aliran air yang melalui contoh tanah menjadi konstan, banyaknya air yang
keluar ditampung dalam gelas ukur (Q) dan waktu pengumpulan air dicatat (t).
Dengan A adalah luas penampang benda uji, dan L adalah panjangnya.
Karena i = h/L, maka :
Q = k (h/L) i A t
sehingga :
2.3 Pengelolaan Air Tanah

2.3.1 Parameter Fisik


Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa parameter fisik yang digunakan untuk
menentukan kualitas air meliputi suhu, kekeruhan, warna, Daya hantar listrik, jumlah zat padat
terlarut, rasa, bau.
1. Bau
Air minum yang berbau dapat memberikan petunjuk terhadap kualitas air, misalnya bau amis
dapat disebabkan oleh adanya algae dalam air tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa syarat air minum yang dapat
dikonsumsi manusia adalah tidak berbau.

2. Jumlah Zat Padat Terlarut


Zat padat merupakan materi residu setelah pemanasan dan pengeringan pada suhu 103oC –
105oC. Residu atau zat padat yang tertinggal selama proses pemanasan pada temperatur tersebut
adalah materi yang ada dalam contoh air dan tidak hilang atau menguap pada 105oC. Dimensi
zat padat dinyatakan dalam mg/l atau g/l, % berat (kg zat padat/kg larutan), atau % volume (dm3
Zat padat/liter larutan).

3. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang
diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan
adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir
halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisne lain
(APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991dalam Effendi 2003).

4. Rasa
Air minum biasanya tidak memberikan rasa (tawar). Air yang berasa menunjukkan kehadiran
berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Efek yang dapat ditimbulkan terhadap
kesehatan manusia tergantung pada penyebab timbulnya rasa. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa syarat air minum yang dapat
dikonsumsi manusia adalah tidak berasa.
5. Suhu
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas, agar tidak terjadi pelarutan zat kimia pada
saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksireaksi biokimia di dalam
saluran/pipa, mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum dapat
menghilangkan dahaga. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),
ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta
kedalaman.

6. Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetika dan untuk mencegah keracunan dari
berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat menghambat penetrasi
cahaya ke dalam air. Warna pada air disebabkan oleh adanya partikel hasil pembusukan bahan
organik, ion-ion metal alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman
air.

7. Daya Hantar Listrik (DHL)


Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan arus listrik
(disebut juga konduktivitas). DHL pada air merupakan ekspresi numerik yang menunjukkan
kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak
garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL
bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun
relatifnya.

2.3.2 Parameter Kimia


1. Besi
Besi atau Ferrum (Fe) merupakan metal berwarna putih keperakan, liat, dan dapat dibentuk. Pada
umumnya, besi di dalam air dapat bersifat :
- Terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+ (feri)

- Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 μm) atau lebih besar, seperti Fe2O3, FeO,
FeOOH, Fe(OH)3, dan sebagainya
- Tergabung dengan zat organis atau zat padat inorganis (seperti tanah liat)

2. Fluorida (F)
Fluor (F) merupakan salah satu unsur yang melimpah pada kerak bumi. Fluor adalah halogen
yang sangat reaktif sehingga selalu terdapat dalam bentuk senyawa. Unsur ini ditemukan dalam
bentuk ion fluorida (F-). Fluor yang berikatan dengan kation monovalen, misalnya NaF, AgF,
dan KF bersifat mudah larut; sedangkan fluor yang berikatan dengan kation divalen, misalnya
CaF2 dan PbF2 bersifat tidak larut dalam air.

3. Kesadahan
Kesadahan (hardness) disebabkan adanya kandungan ion-ion logam bervalensi banyak (terutama
ion-ion bervalensi dua, seperti Ca, Mg, Fe, Mn, Sr). Kation-kation logam ini dapat bereaksi
dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air
membentuk endapan/karat pada peralatan logam.

4. Mangan
Mangan (Mn), metal kelabu-kemerahan, merupakan kation logam yang memiliki karakteristik
kimia serupa dengan besi. Mangan berada dalam bentuk manganous (Mn2+) dan manganik
(Mn4+). Di dalam tanah, Mn4+ berada dalam bentuk senyawa mangan dioksida yang sangat tak
terlarut di dalam air dan mengandung karbondioksida. Pada kondisi reduksi (anaerob) akibat
dekomposisi bahan organik dengan kadar yang tinggi, Mn4+pada senyawa mangan dioksida
mengalami reduksi menjadi Mn2+yang bersifat larut.
2.4 Konservasi dan Pengelolaan Sungai

2.4.1 Konservasi daerah pengaliran sungai


Konservasi ini dilakukan karena maraknya eksploitasi sumberdaya alam tanah, hutan, dan air.
Dampaknya akan mengubah tata air seperti banjir, kekeringan, serta meningkatnya laju erosi dan
sedimentasi. Teknologi yang dilakukan dalam konservasi ini yaitu metode Vegetatif dan metode
Teknik Sipil.
Metode vegetatif yaitu menggunakan tanaman untuk mengurangi daya perusak hujan yang jatuh,
sehingga mengurangi aliran permukaan dan erosi. Yang termasuk dalam metode ini yaitu
reboisasi yaitu penanaman pohon di kawasan hutan dan luar hutang dengMetode sipil yaitu
pembuatan bangunan sipil untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan
kegunaan tanah, serta memperbesar infiltrasi air kedalam tanah. Yang termasuk dalam metode
ini yaitu : bendungan pengendali, waduk, tanggul, teras, pembuatan irigasi pada daerah
pertanian, guludan, dll.
2.4.2 Teknologi pengendalian banjir
Banjir yang terjadi secara rutin setiap tahun merusak dataran daerah sekitar sungai, yaitu
kapasitas sungai sangat menurun akibat adanya sedimentasi di dasar sungai. Untuk
menanggulangi banjir maka upaya yang perlu ditingkatkan antara lain :
• Meningkatkan fungsi waduk
• Meningkatkan kapasitas sungai dengan kanalisasi antar sungai
• Memperbaiki kondisi muara sekaligus menggali potensinya.
• Mengendalikan aliran sungai hilir
• Pemeliharaan tanggul an menggunakan tanaman tahunan
2.4.3. Teknologi penangulangan kerusakan sungai
Bahan galian golongan C, yaitu pasir, kerikil, batu bongkah, batu pecah, tras, kapur dan tanah
merupakan bahan bangunan yang sangat vital dalam pembangunan prasarana fisik dalam
peyiapan lahan maupun bangunan. Mengingat pasir yang baik untuk konstruksi dalah pasir
sungai, maka beberapa sungai disekitar daerah yang sedang membangun sarana fisik banyak
menderita kerusakan. Badan sungai yang rusak karena proses degradasi akibat penggalian pasir
tersebut memerlukan beberapa upaya pengendalian yaitu :
• Penyusunan pedoman teknis penambangan golongan C pada sungai
• Penyusunan peta pada bagian atau ruas sungai yang dapat atau bolehditambang dengan
persyaratannya.
• Pengembangan aplikasi bottom controller untuk bangunan air dan bangunan bawah jembatan.
2.4.4. Teknologi konservasi air tanah
Salah satu tekniknya yaitu :
Recharge air tanah dengan cara penampungan dan peresapan air hujan pada perumahan sehingga
selain mengubah air tanah juga mencegah banjir local. Teknologi waduk recharge yang dapat
menyerap air hujan dan air permukaan untuk imbuhan air tanah. Selain upaya konservasi
ketersediaan air tanah, diperlukan pula konservasi kualitanya karena bukti pada beberapa daerah
urban dan industri terjadi pencemaran air tanah.
2.5. Irigasi Mikro

Irigasi miicro adalah salah satu terobosan yang bisa dilakukan. Teknologi ini adalah suatu
istilah bagi sistem irigasi yang mengaplikasikan air hanya di sekitar zona penakaran tanaman.
Irigasi rnikro ini meliputi irigasi tetes (drip irrigation), microspray dan mini-sprinkler (Wiyono,
2006). Menurut Kompas (2013), dalam Litbang PU(2015) .
Hingga saat ini, penerapan irigasi miicro di seluruh Indonesia baru mencapai 9.067,015
hektar. Dari total keseluruhan laban kering di Indonesia sejumlah 143.945.000 ha, berarti masih
ada 99,993 persen potensi yang dapac dikembangkan. Bila seluruh daerah tersebut menerapkan
irigasi mikro, maka penghematan air dapat dilakukan hingga sebanyak 63,8 persen dari
penggunaan air untuk irigasi saat ini. lnilah peluang mempopulerkan teknologi irigasi mikro di
kalangan petani keeil yang ada pada lahan kering, sekaligus mendukung ketahanan air dalam
rangka penanggulangan kelangkaan air di Indonesia. Irigasi mikro memiliki kemampuan
penghematan air yang tinggi. Terutama bila diberikan dibawah pennukaan tanah (subirrigation).
Beberapa irigasi bawah tanah skala mikro yang sudah dikembangkan diantaranya adalah irigasi
kendi yang merniliki tingkat efisiensi 100%.
Namun irigasi ini masih memi1iki kelemahan karena kemampuan pengaliran sering tidak
sesuai dengan keterhantaran hidroulik tanah. Inovasi selanjutnya adalah dengan irigasi kapiler.
Sistem ini memanfaatkan media forous dalam mengalirkan air secara kapiler dari sumber air.
Selanjutnya perlujuga dikembangkan irigasi bawah tanah sekala mikro yang sejauh ini belum
berkembang di Indonesia. Irigasi ini mencoba memanfaatkan media untuk mengalirkan air
1angsung dibawah pennukaan tanah dan berada dekat pennukaan tanah. Irigasi iui akan 1ebih
efisien karena kehi1angan air karena perko1asi dan aliran pennukaan tida ada.
Aplikasi dilakan irigasi bawah tanah bisa juga dilakukan dengan media kapiler yaitu air
dialirkan melalui bahan media dari bawah menuju media tanah di zona akar tanaman. Untuk itu
pada makalah ini akan menyajikan hasil penelitian bagaimana metode kapilaritas bisa dijadikan
sebagai metode penyediaan air bagi tanaman.
2.5.1 Irigasi Tetes

Hal yang perlu diketahui dalam merancang irigasitetes adalah sifat tanah, jenis tanah,
sumber air, jenis tanaman, dan keadaan iklim.Sifat dan jenis tanahyang diperhatikan adalah
kedalaman tanah, tekstur tanah,permeabilitas tanah dan kapasitas penyimpanan air (James,
1993).
Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) on-lineemitter,
dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung ataudisambung dengan pipa
kecil; (b) in-line emitter, dipasang pada pipa lateraldengan cara memotongpipa lateral (Gambar
1). Penetes juga dapat dibedakanberdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) point source
emitter, dipasangdengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b)
linesource emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debityang kecil. Pipa
porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini(Prastowo, 2003).
Pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkantanah diseluruh
daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika airdiberikan berlebihan mengakibatkan
penggenangan di tempat-tempat tertentuyang memburukkan aerasi tanah. Pedoman yang umum
tentang waktu pemberianair adalah sekitar 60 % air yang tersedia di tanah (Hakim dkk, 2005).
Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpaharus
membasahi keseluruhan lahan, sehingga dapat mereduksi kehilangan airakibat penguapan yang
berlebihan, pemakaian air lebih efisien, mengurangilimpasan, serta menekan atau mengurangi
pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).
Sistem irigasi tetes memiliki kelebihan dibandingkan sistem irigasi lainnya antaralain
(Keller dan Bliesner, 1990) :
1.Efisiensi irigasi tetes relative lebih tinggi dibandingkan dengan system irigasi lain.
Pemberian air dilakukan dengan kecepatan yang telahditentukan, dan hanya dilakukan di daerah
perakaran tanaman sehinggamengurangi penetrasi air yang berlebihan, evaporasi dan
limpasanpermukaan.
2.Mencegah timbulnya penyakit leaf burn (daun terbakar) pada tanamantertentu, karena
hanya daerah perakaran yang dibasahi sedangkan bagiantanaman lain dibiarkan dalam kondisi
kering.
3.Mengurangi terjadinya hama penyakit tanaman dan timbulnya gulma yangdisebabkan
kondisi tanah yang terlalu basah karena sistem irigasi teteshanya membasahi daerah perakaran
tanaman.
4.Pemberian pupuk ataupun pestisida dapat dilakukan secara efektif danefisien karena
pemberian pupuk dan pestisida dapat dilakukan bersamaandengan pemberian air irigasi.
Kekurangan sistem irigasi tetes dalam penerapannya adalah :
1.Terjadinyapenyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia danbiologi yang dapat
mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes.
2.Terjadinya penumpukan garam di daerah yang tidak terbasahi.
3.Pemberian air yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman karenakurangnya kontrol
terhadap pengoperasian jaringan irigasi menyebabkanterhambatnya pertumbuhan tanaman.
Komponen sistem irigasi tetes terdiri dari sumber air, sumber tenaga, pompa,
danpengatur tekanan, katup kendali dan perangkat Back-flow (antisiphon), saringan,jaringan
lateral (distribution lines), emitter, peralatan kontrol dan monitoring.
1.Sumber air
Air yang bersih sangat diperlukan untuk keberhasilan irigasi tetes, terutamapenggunaan
emitter yang kecil. Penyumbatan oleh bahan fisik atau kontaminasikimia merupakan masalah
utama dalam irigasi tetes. Sumber air bisa berasal dariair sumur, kolam, atau sungai. Air tanah
umumnya mempunyai kualitas yangbaik dan sebaiknya digunakan, sedangkan air permukaan
bisa terkontaminasi olehbakteri, algae, dan organisme lainnya yang hidup di dalam air.
2.Sumber tenaga, pompa, dan pengatur tekanan
Sebagian besar sistem irigasi tetes dirancang untuk kebun pekarangan (homegarden) dan
memerlukan tekanan sebesar 8 sampai 12 N/m2. Jika sumber airberasal dari air pam, diperlukan
satu atau duapengatur tekanan yang dipasang pada jaringan distribusi utama (Purser, 1999).
3.Katup kendali dan perangkat back-flow (antisiphon)
Dianjurkan untuk memasang katup kendali pada jaringan distribusi untuk sumberair yang
berasal dari air pam atau sumur. Perangkat ini akan mencegah terkontaminasinya sumber air dari
arus balik air irigasi (Purser, 1999). Lebih baiklagi apabila disertai dengan alat pengukur.
4.Saringan
Saringan adalah komponen paling penting dari sistem irigasi tetes, kelemahansaringan
adalah penyumbatan pada saringan. Kebanyakan air yang digunakanharus lebih bersih dari air
minum.
Sistem irigasi tetes biasanya memerlukansaringan kerikil, atau saringan pasir bertingkat.
Rekomendasi dari pabrikpembuat emitter harus diikuti dalam memilih sistem saringan. Bila tidak
terdapatrekomendasi seperti di atas, diameter pembukaan netto dari saringan harus lebihkecil
dari 1/10 sampai 1/4 dari diameter pembukaan emitter. Untuk air tanahyang bersih, suatu
saringan ukuran 80 sampai 200 mesh sudah mencukupi(Schwab, 1992).
Saringan diperlukan pada sistem irigasi tetes dan berfungsiuntuk membuang pasir dan
partikel bahan organik yang terlarut. Saringan ini akan membuang tanah, pasir dan partikel
bahan organik yang terlarut, tetapisaringan tidak bisa membuang mineral terlarut, algae atau
bakteri.Untuk air dengan kandungan debu dan algae yang tinggi, diperlukan suatusaringan pasir
yang didukung dengan saringan kain. Alat pemisah pasir yang terletak dibagian muka saringan
mungkin diperlukan jika air mengandung cukupbanyak pasir. Strainer pada jaringan dengan
saringan yang bisa dipindah sertaulir pembersih sudah mencukupi bagi air dengan kandungan
pasir yang kecil.Saringan sekunder bisa dipasang pada bagian pemasukan untuk tiap manifold.
Halini dianjurkan sebagai tindakan pencegahan keamanan bila terjadi kecelakaanselama
pembersihan atau kerusakan saringan memungkinkan partikel atau airtidak tersaring melewati
bagian dalam sistem (Schwab, 1992).
5.Jaringan lateral (distribution lines)
Jaringan lateral bisa berupa selang atau pipa air dari karet, tapi untuk systemirigasi
permanen, pipa PVC merupakan alternatif terbaik (Purser, 1999). Jaringanlateral bisa diletakkan
sepanjang baris pohon, dan diperlukan beberapa emitteruntuk tiap pohon. Kebanyakan lateral
memiliki emitter majemuk, seperti tabung spaghetti atau jaringan pigtail. Jumlah emitter
majemuk dapat disediakan satu atau dua lateral per baris tergantung pada ukuran pohon. Satu
jaringan lateral sudah mencukupi untuk pohon kecil (Schwab, 1992).
6.Emitter
Tersedia beberapa tipe dan rancangan emitter secara komersial. Emittermengendalikan
aliran dari jaringan lateral. Tekanan sangat berkurang olehemitter, kehilangan ini dilaksanakan
oleh bukaan kecil, lintasan aliran panjang,ruang vortex, pengaturan secara manual, atau peralatan
mekanis lainnya.Beberapa emitter diatur oleh tekanan dengan merubah panjang dan
penampangmelintang lintasan aliran atau ukuran lubang (orifice). Emitter memberikan debityang
relatif tetap pada berbagai kisaran tekanan. Beberapa emitter dapatmembersihkan dirinya sendiri
dan mencuci secara otomatis. Pipa sarang atautabung mempunyai banyak lubang-lubang kecil.
Kebanyakan emitter diletakkanpada permukaan tanah, tetapi bisa juga ditanam pada kedalaman
yang dangkaluntuk proteksi (Schwab, 1992).
7.Peralatan kontrol dan monitoring
Peralatan yang diperlukan untuk mengontrol dan memonitoring sistem irigasitetes
(Purser, 1999):
Pengukur tekanan sebaiknya dipasang untuk memonitor tekanan padasistem irigasi
tetes.
Katup pengendali sebaiknya diletakkan antara sumber air dan jaringanlateral. Jika
sumber air dari sumur, sungai, atau kolam, sebaiknyadipasang perangkat back-flow untuk
mencegah kemungkinan kontaminasiarus balik dari air irigasi ke sumber air.
Tensiometer atau peralatan lain yang bisa mengukur kelembaban tanah sangat
membantu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Pengembangan Irigasi Bawah Tanah Ulltuk Irigasi Mikro Melalui Metoda Kapilaritas Tanah
Momon Sodik Imanudin, dan Prayitno

Iqrima, Hana S and Juliyanti, Neng Sri and Muhamad P, Ivan and Imbarwati, Sisca Metode irigasi curah
dan irigasi tetes

Anda mungkin juga menyukai

  • Inter Vens I
    Inter Vens I
    Dokumen3 halaman
    Inter Vens I
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Makalah Air Tanah
    Makalah Air Tanah
    Dokumen16 halaman
    Makalah Air Tanah
    Amiir
    Belum ada peringkat
  • Aliran Air Tanah
    Aliran Air Tanah
    Dokumen17 halaman
    Aliran Air Tanah
    deborah
    Belum ada peringkat
  • Inter Vens I
    Inter Vens I
    Dokumen7 halaman
    Inter Vens I
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen1 halaman
    Pathway
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Christian Billy
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Dokumen2 halaman
    Analisa Data
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI
    PATOFISIOLOGI
    Dokumen1 halaman
    PATOFISIOLOGI
    Endang Pertiwi
    Belum ada peringkat
  • Bab I-3
    Bab I-3
    Dokumen19 halaman
    Bab I-3
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Inter Vens I
    Inter Vens I
    Dokumen7 halaman
    Inter Vens I
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Woc Fraktur
    Woc Fraktur
    Dokumen1 halaman
    Woc Fraktur
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Pat Whay
    Pat Whay
    Dokumen1 halaman
    Pat Whay
    Endang Pertiwi
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Dokumen3 halaman
    Analisa Data
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Woc Fraktur
    Woc Fraktur
    Dokumen1 halaman
    Woc Fraktur
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • CHF B1 - B6
    CHF B1 - B6
    Dokumen48 halaman
    CHF B1 - B6
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • NCP CHF
    NCP CHF
    Dokumen13 halaman
    NCP CHF
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Inter Vens I
    Inter Vens I
    Dokumen3 halaman
    Inter Vens I
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • NCP CHF
    NCP CHF
    Dokumen13 halaman
    NCP CHF
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen1 halaman
    Pathway
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • PATHWAY
    PATHWAY
    Dokumen1 halaman
    PATHWAY
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • CHF B1 - B6
    CHF B1 - B6
    Dokumen48 halaman
    CHF B1 - B6
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Inter Vens I
    Inter Vens I
    Dokumen3 halaman
    Inter Vens I
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Intervensi Teoritis DM
    Intervensi Teoritis DM
    Dokumen8 halaman
    Intervensi Teoritis DM
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • SAP Senam Kaki DM
    SAP Senam Kaki DM
    Dokumen8 halaman
    SAP Senam Kaki DM
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Senam Kaki DM
    Leaflet Senam Kaki DM
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Senam Kaki DM
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa
    Diagnosa
    Dokumen4 halaman
    Diagnosa
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • SAP Senam Kaki DM
    SAP Senam Kaki DM
    Dokumen8 halaman
    SAP Senam Kaki DM
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa
    Diagnosa
    Dokumen4 halaman
    Diagnosa
    ChindyGabriella
    Belum ada peringkat