OLEH:
MANOAH ALMIN YOHANNIS
(2019.NS.A.07.052)
PEMBIMBING
Pembimbing I Pembimbing II
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Congestive Hearth Failure (CHF)
2.1.1 Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.
Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding
otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,
kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti,
2015:434).
Gagal jantung mengacu pada kumpulan tanda dan geajala yang
diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Tambayong, 2001:86).
2.1.2 Klasifikasi
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam
4 kelainan fungsional:
I. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
II. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
III.Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
IV. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat
2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2.1.3.2 Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
2.1.3.3 Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
2.1.3.4 Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
2.1.3.5 Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
2.1.3.6 Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
2.1.4 Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya
untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam
keadaan istirahat maupun saat mengalami stress fisiologis (Kasron, 2015:58).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-
keadaan :
2.1.4.1 Prelood (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan
yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2.1.4.2 Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan
serabut jantung.
2.1.4.3 Afterlood (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri (Kasron, 2015:59).
Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu/lebih dari keadaan di atas
terganggu, menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang
menyebabkan prelood meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel.
Menyebabkan afterlood meningkat yaitu pada keadaan stenosis aorta dan
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kelainan otot jantung (Kasron, 2015:59).
Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya
kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang di pompa pada setiap
kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila
suplai darah kurang ke ginjal akan mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-
angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II mengakibatkan terangsangnya
sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut
meningkatkan cairan ektra-intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan
volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat
penimbunan cairan dalam ruang interstial. Proses ini timbul masalah seperti
nokturia dimana berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan juga
redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu berbaring. Gagal jantung berlanjut
dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia
(Kasron, 2015:59).
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk
kejantung), menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat
menurunkan pertukaran O₂ dan Co₂ antara udara dan darah di paru-paru, sehingga
oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO₂, yang akan membentuk
asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu gejala sesak napas
(dyspnea), artopnea (dypsnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari
ektrimitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru (Kasron,
2015:59).
2.1.5 Manifestasi Klinis
2.1.5.1 Tanda Dominan:
1) Meningkatnya volume intravaskuler
2) Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat
penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
2.1.5.2 Gagal Jantung Kiri:
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi
yaitu:
1) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat
mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND)
2) Batuk
Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk
3) Kegelisahan atau kecemasan
Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik
2.1.5.3 Gagal Jantung Kanan:
1) Kongestif jaringan perifer dan visceral
2) Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema
pitting, penambahan BB.
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena hepar
4) Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen
5) Nokturia
6) Kelemahan
2.1.6 Komplikasi
1) Syok kardiogenik
2) Episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena karena
stasis darah.
3) Efusi dan temponade perikardium
4) Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat digitalis.
2.1.8 Penatalaksanaan
2.1.8.1 Kelas I: Non Farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan,
menurunkan BB, menghindari alcohol, rokok, aktivitas fisik, dan manajemen
stress.
2.1.8.2 Kelas II, III: terapi pengobatan meliputi: diuretik, vasodilator, ace
inhibitor, digitalis, dopamineroik, dan oksigen.
2.1.8.3 Kelas IV: kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor.
2.1.9 Cardio Thoracic Rasio ( CTR )
Cardio Thoracic Rasio ( CTR ) atau Cardio Thoracic Index ( CTI )
merupakan salah satu pengukuran jantung secara kasar dan mendekati jantung
yang sebenarnya.
2.1.9.1 Syarat-Syarat Pengukuran Jantung
2.2 Posisi penderita tidak boleh miring (scoliosis)
2.3 Foto tidak dalam keadaan ekspirasi.
2.4 Tidak ada kelainan columna vertebralis (kyposis scoliosis)\
2.4.1.1 Teknik Perhitungan CTR
Setelah foto thorax PA sudah jadi, maka untuk membuat perhitungan CTR
nya kita harus membuat garis-garis yang akan membantu kita dalam perhitungan
CTR ini.
C
Keterangan :
2.4.1.2 Garis A: Diameter Transversal Dextra
Jarak terpanjang antara batas jantung kanan dengan garis tengah yang
melalui tengah- tengah columna vertebralis thoracalis.
2.4.1.3 Garis B: Diameter Transversal Sinistra
Jarak terpanjang antara batas jantung kiri dengan garis tengah yang
melalui tengah- tengah columna vertebralis thoracalis.
2.4.1.4 Garis C: Diameter Interna
Garis yang ditarik dengan diameter transversal yang melalui puncak
tertinggi dari hemiodiafragma kanan dan merupakan diameter dari cavum
thoracic.
Jika CTR > 0.5 ( 50%) maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
BAB 3
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Tujuan dari evaluasi adalah:
1) Mengevaluasi status kesehatan pasien
2) Menentukan perkembangan tujuan perawatan
3) Menentukan efektivitas dari rencana keperawatan yang telah
ditetapkan.
4) Sebagai dasar menentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau
tidak, atau adanya perubahan diagnosis.
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan
keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut:
1) Daftar tujuan-tujuan pasien
2) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
3) Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4) Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
5) Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,
dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta
apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
3.1.6. Dokumentasi
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian dari proses asuhan
keperawatan yang dilakukan secara sistematis dengan cara mencatat tahap-tahap
proses perawatan yang diberikan kepada pasien. Dokumentasi asuhan
keperawatan merupakan catatan penting yang dibuat oleh perawat baik dalam
bentuk elektronik maupun manual berupa rangkaian kegiatan yang dikerjakan
oleh perawat meliputi lima tahap yaitu: 1) pengkajian, 2) penentuan diagnosa
keperawatan, 3) perencanaan tindakan keperawatan, 4) pelaksanaan/implementasi
rencana keperawatan, dan 5) evaluasi perawatan.
Tujuan pendokumentasian keperawatan, antara lain sebagai berikut:
3.1.6.1. Sebagai media untuk mendefinisikan fokus keperawatan bagi klien
dan kelompok.
3.1.6.2. Untuk membedakan tanggung gugat perawat dengan anggota tim
kesehatan lainnya.
3.1.6.3. Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang
telah diberikan kepada klien.
3.1.6.4. Sebagai data yang dibutuhkan secara administratif dan legal
formal.
3.1.6.5. Memenuhi persyaratan hukum, akreditasi dan professional.
3.1.6.6. Untuk memberikan data yang berguna dalam bidang pendidikan
dan penelitian.
Komponen dokumentasi asuhan keperawatan yang konsisten harus
meliputi beberapa hal berikut ini:
1. Riwayat keperawatan yang terdiri dari masalah-masalah yang sedang
terjadi maupun yang diperkirakan akan terjadi.
2. Masalah-masalah yang aktual maupun potensial,.
3. Perencanaan serta tujuan saat ini dan yang akan datang.
4. Pemeriksaan, pengobatan dan promosi kesehatan untuk membantu
pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Evaluasi dari tujuan keperawatan serta modifikasi rencana tindakan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara spesifik lingkup dokumentasi asuhan keperawatan secara spesifik
antara lain:
1. Data awal pasien berupa identitas diri, keluhan yang dirasakan.
2. Riwayat keperawatan dan pemeriksaan.
3. Diagnosis keperawatan yang ditetapkan.
4. Rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari rencana tindakan,
tujuan, rencana intervensi serta evaluasi dari tindakan keperawatan.
5. Pendidikan kepada pasien.
6. Dokumentasi parameter pemantauan dan intervensi keperawatan lain
nya.
7. Perkembangan dari hasil yang telah ditetapkan dan yang diharapkan.
8. Evaluasi perencanaan.
9. Rasionalisasi dari proses intervensi jika diperlukan.
10. Sistem rujukan.
11. Persiapan pasien pulang.
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
Umur : 56 tahun
No. MR : 35.05.79
32
2. B2 (Blood)
TD: mmHg, 130/80Nadi: 129x/menit, S: 36,7oC, RR 33 x/menit, CRT <2
detik, akral klien dingin
3. B3 (Brain)
Pada pemeriksaan persyarafan didapatkan uji sensasi jarum reflek
hamer pada telapak kaki (+) positif, t ada pergerakan kelopak mata saat
dirangsang menggunakan cotton buds.
4. B4 (Bladder)
Frekuensi urin: tidak ada terpasang kateter, volume urin 200cc/7 jam,
warna kuning jernih, tidak ada penumpukan cairan saat di palpasi atau
benjolan area kantong kemih.
5. B5 (Bowel)
Tidak ada Terpasang NGT , Tidak ada perut kembung, bising usus 20
x/menit, bentuk perut simetris, perkusi suara timpani.
6. B6 (Bone)
Tidak ada
3.1.7 Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 05 Oktober 2018 jam 18.03 WIB klien datang ke IGD
Doris Sylvanus dengan keluhan nyeri perut, kepala terasa pusing,terasa
seperti berputar putar,perut terasa mual TD: 130/80 mmhg N:
129x/menit RR: 33x/menit S: 36,7oC. Spo2 80% dan di berikan obat
terapin ranitidin 50 mg melalui IV,furosemide 40 g melalui IV pasien
terpasang infus NACL 0,9% 20 tpm di tangan sebelah kiri,pasien
terpasang oksigen nasal canul 4 lpm pasien ada pemeriksaan radiologi
pemeriksaan thorax
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan sejak 3 tahun yang lalu mengetahui penyakit
jantung
3. RiwayatPenyakitKeluarga
Klien mengatakan dikeluarganya ada memiliki riwayat jantung
3.1.8 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, PenunjangLainnya)
1. PemeriksaanLaboratorium
Ardini, Desta N. 2015. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi. Semarang:
UNDIP
Doenges M E. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta :
EGC
Kasron. 2015. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Mansjoer, A dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2015. Buku Ajara Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto, dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.