Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PROPOSAL MINI CX PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

PADA PASIEN DENGAN CHF DI RUANGAN CVCU


DI RSUP DR. M DJAMIL PADANG

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dinas siklus


Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

OLEH

KELOMPOK G

1. Ririn Luciana Tarihoran


2. Safira Tafani
3. Tri Andini

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ns. Mira Andika, M.Kep Ns. Dila Mutiara Sukma, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Mini CX

Mini clinical evaluation exercise (Mini-CEX) adalah salah satu metode

evaluasi pada penampilan yang bisa digunakan untuk menilai kompetensi

klinik mahasiswa (Norcini et al, 2017). Evaluasi hasil belajar pada performa

klinik atau lapangan perlu disusun dengan baik, berkelanjutan, dan

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menampilkan kemampuan

professional yang optimal, sehingga kompetensi yang harus dicapai setiap

tahap atau tingkat dapat terpenuhi (Nursalam, 2018). Desain sistem evaluasi

hasil belajar mahasiswa harus konkruen dengan tujuan pendidikan dan

disesuaikan dengan kurikulum yang dipergunakan. Evaluasi dikatakan baik

bila menggunakan alat ukur atau metode pengukuran yang tepat (Nursalam,

2011). Salah satu alat atau metode pengukuran yang tepat adalah dengan

menggunakan mini-CEX. Metode mini-CEX memberikan banyak kesempatan

kepada mahasiswa untuk mendapatkan berbagai macam pasien atau kasus

yang diobservasi langsung oleh penguji (Kogan, J.R et al, 2003). Hal ini dapat

meningkatkan pembelajaran mahasiswa serta mengembangkan profesionalitas

mahasiswa dalam melayani pasien.

Menurut WHO (2019), Mini-CEX adalah salah satu format penilaian

pada professional kesehatan yang digunakan untuk menentukan kompetensi

mahasiswa. Mini-CEX pertama kali dikembangkan oleh American Board of

Internal Medicine (ABIM) pada tahun 1972.


B. Latar Belakang

Mini clinical evaluation exercise (Mini-CEX) adalah salah satu metode


evaluasi pada penampilan yang bisa digunakan untuk menilai kompetensi
klinik mahasiswa (Norcini et al, 2017). Evaluasi hasil belajar pada performa
klinik atau lapangan perlu disusun dengan baik, berkelanjutan, dan
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menampilkan
kemampuan professional yang optimal, sehingga kompetensi yang harus
dicapai setiap tahap atau tingkat dapat terpenuhi (Nursalam, 2018). Desain
sistem evaluasi hasil belajar mahasiswa harus konkruen dengan tujuan
pendidikan dan disesuaikan dengan kurikulum yang dipergunakan. Evaluasi
dikatakan baik bila menggunakan alat ukur atau metode pengukuran yang
tepat (Nursalam, 2011). Salah satu alat atau metode pengukuran yang tepat
adalah dengan menggunakan mini-CEX.

Metode mini-CEX memberikan banyak kesempatan kepada mahasiswa


untuk mendapatkan berbagai macam pasien atau kasus yang diobservasi
langsung oleh penguji (Kogan, J.R et al, 2003). Hal ini dapat meningkatkan
pembelajaran mahasiswa serta mengembangkan profesionalitas mahasiswa
dalam melayani pasien. Menurut WHO (2019), Mini-CEX adalah salah satu
format penilaian pada professional kesehatan yang digunakan untuk
menentukan kompetensi mahasiswa. Mini-CEX pertama kali dikembangkan
oleh American Board of Internal Medicine (ABIM) pada tahun 1972.

Menurut Nurkhalis and Adista, (2020) gagal jantung merupakan keadaan


dimana jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh dalam
jumlah yang memadai ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi
dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau dapat
pula keduanya.

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan penyebab kematian serta


disabilitas yang cukup besar dan kejadian yang terus meningkat (Agung
dkk, 2016). Congestive Heart Failure (CHF) telah ditetapkan sebagai
pandemi global karena telah menyerang 64 juta orang di dunia
(Groenewegen et al., 2020). Pada tahun 2019, penyakit ini diperkirakan
memakan biaya 364,17 miliar US dollar di dunia dan 5.380 US dollar
dihabiskan pada setiap kasusnya atau setara kurang lebih 77 juta rupiah
(Lippi dan Sanchis-Gomar, 2020).

Terdapat 915.000 kasus baru tiap tahunnya dengan insiden yang


mendekati 10 per 1.000 pada usia >65 tahun di Amerika Serikat (Savarese
dan Lund, 2017). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018,
prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Indonesia adalah sebesar
1,5% atau sekitar 1.017.290 penduduk, untuk urutan yang kedua ada pada
provinsi Jawa Timur yaitu dengan jumlah 151.878 orang (Kementerian
Kesehatan RI, 2018).

Congestive Heart Failure (CHF) terjadi akibat ketidakmampuan otot


jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh, sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung antara lain atreosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi (Karson, 2017
dalam Aritonang, 2019). Sesak nafas adalah suatu ketidaknyamanan atau
kesulitan bernafas yang disebabkan oleh penyakit paru-paru, penyakit
jantung, anemia dan kurangnya berolahraga (American Thoracic Society,
2013; 3-4). Pasien CHF yang mengalami tiba – tiba sesak nafas yang berat
saat bangun dari tidur (Paroxyismal nocturnal Dyspnea), dapat berefek
kearah eksaserbasi/perburukan akut kongesti jantung, edema paru dan
akhirnya kematian (Black & Hawks, 2014; 110:112 dalam Purwowiyoto,
2018).

Peran perawat terhadap pasien dengan CHF yaitu meliputi peran


preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif sangat diperlukan. Terutama
peran promotif melalui edukasi dapat merubah klien dalam mengubah gaya
hidup dan mengontrol kebiasaan pribadi untuk menghindari faktor risiko.
Dengan edukasi semakin banyak klien yang mengerti bagaimana harus
mengubah perilaku sehingga mereka mampu melakukan pengobatan dan
perawatan mandirinya. Perawatan yang baik hanya dapat tercapai apabila
ada kerjasama antara perawat dan klien untuk mengatasi masalah tersebut
(Perry & Potter, 2009).

Untuk mengetahui ada nya gangguan jantung sejak dini, Bisa


diketahui dengan dilakukan nya pemeriksaan fisik pada jantung.
Pemeriksaan fisik pada jantung adalah pemeriksaan non-invasif yang
digunakan untuk mengetahui keadaan jantung, melalui pemeriksaan fisik
terdiri dari Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi

Dengan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengelola asuhan


keperawatan dengan pemeriksaan fisik pada jantung pada pasien
CHF. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di ruangan
CVCU RSUP Dr. M djamil Padang didapatkan bahwa dari 7 orang pasien,
didapatkan 4 orang menderita penyakit CHF.

C. Rumusan Masalah
Dapat melakukan pemeriksaan fisik jantung pada pasien dengan
CHF

D. Tujuan
 Tujuan Umum
Mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung pada pasien dengan
CHF
 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung
b. Mampu merumuskan masalah keperawatan
c. Mampu membuat rencana tindak lanjut keperawatan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Congestive Heart Failure (CHF)


1. Definisi
Menurut Nurkhalis and Adista, (2020) gagal jantung merupakan
keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh
tubuh dalam jumlah yang memadai ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (forward failure) atau kemampuan
tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang
tinggi (backward failure) atau dapat pula keduanya.
Gagal jantung adalah suatu kondisi di mana terdapat kegagalan
jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan
(Lumi, Joseph, and Polii, 2021).
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kondisi dimana
jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh sesuai dengan
kebutuhan jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
2. Anatomi dan Fisiologis Jantung
Jantung merupakan organ vital tubuh yang berfungsi memompa
darah keseluruh tubuh untuk membawa oksigen dan bahan pokok
yang diburuhkan sel untuk kelangsungan hidupnya. Secara anatomi,
ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau
dengan ukuran panjang kira-kira 12 cm dan lebar sekitar 9 cm.
Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di ruang
mediastinum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan
diafragma. Apeksnya (puncaknya) miring kesebelah kiri. Berat
jantung kira-kira 300 gram (Anderson and Loukas, 2019).
Jantung memiliki membran yang membungkus dan melindungi
jantung yang disebut perikardium. Lapisan luarnya adalah
perikardium fibrosa yang keras yang menyatu dengan adventitia aorta,
batang paru, vena kava superior dan tendon sentral diafragma
(Anderson and Loukas, 2019). Perikardium bertugas menahan posisi
jantung agar tetap berada di dalam mediastinum, namum tetap
memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung yang cepat dan
kuat. Perikardium terdiri dari dua bagian, yaitu perikardium fibrosa
dan perikardium serosa.
Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan
tidak elastis. Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih
lembut sertamembentuk dua lapisan mengelilingi yang jantung
(Horsthuis et al., 2019). Lapisan parietal dari perikardium serosa
bergabung dengan perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari
perikardium serosa disebut juga epikardium yang melekat kuat pada
permukaan jantung. Di antara perikardium parietal dan viseral
terdapat cairan serosa yang diproduksi oleh sel perikardial. Cairan
perikardial ini berfungsi untuk mengurangi gesekan antara lapisan–
lapisan perikardium serosa saat jantung berdenyut (Manner, 2019).
Lapisan Otot Jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu :

a. Epicardium yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium


visceral.
b. Miocardium yaitu jaringan utama otot jantung yang
bertanggung jawab atas kemampuan kontraksi jantung.
c. Endocardium yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung
yang berhhubungan langsung dengan darah dan bersifat
sangat licin untuk aliran darah.
Strutur bagian dalam dan luar ruang-ruang jantung terdiri dari
empat ruang, yaitu dua tarium dan dua ventrikel pada bagian anterior.
Setiap strium terdapat auricle, setiap aurikel dapat meningkatkan
kapasitas ruang atrium sehingga atrium menerima volume darah yang
lebih besar.

1) Atrium Kanan

Atrium kanan menerima dara dari cava superior, cava


inferior dan sinus koronarius. Pada bagian antero superioor atrium
kanan terdapat lekukan ruang yang berbentuk daun telinga yang
disebut aurikel, pada bagan posterior dan septal licin dan rata
tetapi dae rah lateral dan aurikel permukaannya kasar serta
tersusun dari serabut- seabut otot yang berjalan paralel yang
disebut pactinatus. Tebal dinding atrium kanan 2 cm.
2) Ventrikel kanan
Ventrikel kanan membentuk hampir sebagian besar
permukaan depan jantung.Bagian dalam dari ventrikel kanan
terdiri dari tonjolan-tonjolan yang terbentuk dari ikatan jaringan
serabut otot jantung yang disebut trabeculae carneae. Beberapa
trabeculae carneae merupakan bagian yang membawa sistem
konduksi dari jantung.
Daun katup trikuspid dihubungkan dengan tali seperti tendon
yang disebut dengan chorda tendinea yang disambungkan dengan
trabekula yang berbentuk kerucut yang disebut papillary muscle.
Ventrikel kanan dipisahkan dengan ventrikel kiri oleh
interventrikuler septum. Darah dari ventrikel kanan melalui katup
semilunar pulmonal ke pembuluh darah arteri besar yang disebut
pulmonary truk yang dibagi menjadi arteri pulmonal kanan dan
kiri.
3) Atrium kiri
Atrium kiri membentuk sebagian besar dasar jantung.Atrium
kiri menerima darah dari paru-paru melalui empat vena
pulmonal.Seperti pada atrium kanan bagian dalam atrium kiri
mempunyai dinding posterior yang lunak. Darah dibawa dari
atrium kiri ke ventrikel kiri melalui katup bikuspid dimana
mempunyai dua daun katup.
4) Ventrikel kiri
Ventrikel kiri membentuk apex dari jantung seperti pada
ventrikel kanan mengandung trabecula carneae dan mempunyai
chorda tendinea yang dimana mengikat daun katup bikuspid ke
papillary muscle. Darah dibawa dari ventrikel kiri melalui katup
semilunar aorta ke arteri yang paling besar keseluruh tubuh
yang disebut aorta asending.Dari sini sebagian darah mengalir ke
arteri coronary,dimana merupakan cabang dari aorta asending dan
membawa darah kedinding jantung,sebagian darah masuk ke
arkus aorta dan aorta desending.Cabang dari arkus aorta dan aorta
desending membawa darah keseluruh tubuh (Abdul Majid, 2019).

Katup Jantung berfungsi untuk mempertahankan aliran darah


searah melalui bilik jantung. Ada dua jenis katup, yaitu katup
atrioventrikular dan katup semilunar.
a. Katup atrioventrikular, memisahkan antara atrium dan
ventrikel. Katup ini memungkinkan darah mengalir dari
masing –masing atrium ke ventrikel saat diastole ventrikel
dan mencegah aliran balik ke atrium saat sistole ventrikel.
Katup atrioventrikuler ada dua, yaitu katup triskupidalis dan
katup biskuspidalis. Katup triskupidalis memiliki 3 buah daun
katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Katup biskuspidalis atau katup mitral memiliki 2 buah katup
dan terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
b. Katup semilunar, memisahkan antara arteri pulmonalis dan
aorta dari ventrikel. Katup semilunar yang membatasi
ventrikel kanan dan arteri pulmonaris disebut katup semilunar
pulmonal. Katup yang membatasi ventikel kiri dan aorta
disebut katup semilunar aorta. Adanya katup ini
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel
ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel dan
mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu diastole ventrikel.

Adapun sirkulasi darah yang ada pada jantung diantaranya yaitu :

a. Sirkulasi siskemik

Ventrikel kiri memompakan darah masuk ke aorta. Dari


aorta darah di salurkan masuk kedalam aliran yang terpisah
secara progressive memasuki arteri sistemik yang membawa
darah tersebut ke organ ke seluruh tubuh kecuali sakus udara
(Alveoli) paru-paru yang disuplay oleh sirkulasi pulmonal.

Pada jaringan sistemik arteri bercabang menjadi arteriol


yang berdiameter lebih kecil yang akhirnya masuk ke bagian yang
lebar dari kapiler sistemik.Pertukaran nutrisi dan gas terjadi
melalui dinding kapiler yang tipis, darah melepaskan oksygen dan
mengambil CO2 pada sebagian besar kasus darah mengalir
hanya melalui satu kapiler dan kemudian masuk ke venule
sistemik.Venule membawa darah yang miskin oksigen. Berjalan
dari jaringan dan bergabung membentuk vena systemic yang
lebih besar dan pada akhirnya darah mengalir kembali ke atrium
kanan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sirkulasi sistemik:

1) Curah jantung

2) Aliran tekanan

3) Tahanan sirkulasi iskemik

4) Sirkulasi Pulmonal

Dari jantung kanan darah dipompakan ke sirkulasi


pulmonal.Jantung kanan menerima darah yang miskin oksigen
dari sirkulasi sistemik. Darah di pompakan dari ventrikel
kanan ke pulmonal trunk yang mana cabang arteri pulmonary
membawa darah ke paru-paru kanan dan kiri. Pada kapiler
pulmonal darah melepaskan CO2 yang di ekshalasi dan
mengambil O2. Darah yang teroksigenasi kemudian mengalir
ke vena pulmonal dan kembali ke atrium kiri.Tekanan
berbagai sirkulasi karena jantung memompa darah secara
berulang ke dalam aorta. Tekanan diaorta menjadi tinggi rata-
rata 100 mmHg, karena pemompaan oleh jantung bersifat
pulsatif, tekanan arteri berfluktuasi antara systole 120 mmHg
dan diastole 80 mmHg.
Selama darah mengalir melalui sirkulasi sistemik,
tekanan menurun secara progressive sampai dengan kira-kira
0 mmHg, pada waktu mencapai ujung vena cava di atrium
kanan jantung. Tekanan dalam kapiler sistemik bervariasi dari
setinggi 35 mmHg mendekati ujung arteriol sampai serendah
10 mmHg mendekati ujung vena tetapi tekanan fungsional
rata-rata pada sebagian besar pembuluh darah adalah 17
mmHg yaitu tekanan yang cukup rendah dimana sedikit
plasma akan bocor ke luar dengan kapiler pori, walaupun
nutrient berdifusi dengan mudah ke sel jaringan. Pada arteri
pulmonalis tekanan bersifat pulsatif seperti pada aorta tetapi
tingkat tekanannya jauh lebih rendah, pada tekanan sistolik
sekitar 25 mmHg diastole 8 mmHg. Tekanan arteri pulmonal
rata-rata 16 mmHg. Tekanan kapiler paru rata-rata 7 mmHg.

b. Sirkulasi koroner
Saat kontraksi jantung sedikit mendapat aliran oksigenisasi
darah dari arteri koroner.cabang dari aorta asendences. Saat
relaksasi dimana tekanan darah yang tinggi di aorta darah akan
mengalir ke arteri coroner selanjutnya kekapiler kemudian vena
coroner.
Perdarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua
pembuluh utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri korone
kiri.Kedua arteri ini keluar dari sinus valsava.Arteri korone ini
berjalanberjalan di belakang arteri pulmonal sebagai arteri
koroner utama (LMCA : left main coronary artery) sepanjang 1-2
cm.arteri ini bercabang menjadi arteri sirkumflek (LCX :left
sirkumplek kiri) dan arteri desenden anterior kiri(LAD :left
anterior desenden arteri).
LCX berjalan pada sulkus atrioventrikuler mengelilingi
permukaan posterior jantung sedangkan LAD berjalan pada
sulkus interventrikuler sampai ke apex, kedua pembuluh darah ini
akan bercabang-cabang memperdarahi daerah antara kedua sulkus
tersebut.
Arteri koroner kanan berjalan kesisi kanan jantung, pada
sulkus atrioventrikuler jantung kanan.Pada dasarnya arteri
koroner kanan memperdarahi atrium kanan, vetrikel kanan dan
dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri. Ramus sirkumflek
memberi nutrisi pada atrium kiri dan dinding samping serta
bawah dari ventrikel kiri. Ramus desenden anterior membri
nutrisi pada dinding depan ventrikel kiri yang massif.
Meskipun nodus SA letaknya di atrium kanan tetapi hanya
55% kebutuhan nutrisinya dipasok oleh arteri koroner
kanan,sedangkan 45 % lainnya dipasok oleh cabang arteri
cirkumflek kiri. Nutrisi untuk nodus AV dan bundle of his
dipasok oleh arteri arteri yang melintasi kruk yakni 90 % dari
arteri koroner kanan dan 10 % dari arteri sirkumflek.
Setelah darah mengalir melalui arteri-arteri sirkulasi
koroner dan membawa oksigen dan nutrisi-nutrisi ke otot jantung
mengalir masuk ke vena dimana dikumpulkan CO2 dan zat-zat
sampah (Hariyono, 2020).

3. Etiologi
Menurut Lumi, Joseph, and Polii, (2021) gagal jantung
disebabkan oleh 4 faktor, diantaranya :
1. Faktor penyebab terjadinya gagal jantung yang sering terjadi
pada pasien gagal jantung diantaranya seperti cedera iskemik,
hipertensi, sindrom metabolik (diabetes mellitus, obesitas,
hiperlipidemia).
2. Faktor kedua yaitu genetik. berasal dari mutasi autosom
dominan atau kelompok keluarga dengan frekuensi alel yang
jarang
3. Faktor yang ketiga yaitu mekanik yang disebabkan karena
disfungsi katup yang biasanya menyebabkan tekanan berlebih
di ventrikel kiri pada lansia yaitu stenosis aorta
4. Serta faktor yang ke empat yaitu imunitas yang mencakup
autoimun dan infeksi baik virus ataupun bakteri

4. Patofisiologi

Menurut Purwowiyoto (2018), terjadinya gagal jantung diawali


dengan adanya kerusakan pada jantung atau miokardium. Hal tersebut
akan menyebabkan menurunnya curah jantung. Bila curah jantung
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, maka jantung
akan memberikan respon mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan fungsi jantung agar tetap dapat memompa darah
secara adekuat. Bila mekanisme tersebut telah secara maksimal
digunakan dan curah jantung normal tetap tidak terpenuhi, maka
setelah akan itu timbul gejala gagal jantung.

Terdapat tiga mekanisme primer yang dapat dilihat dalam


respon kompensatorik, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi Sistem Renin
Angiotensin Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi ventrikel.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan
membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Hal ini akan
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah untuk mengutamakan perfusi ke organ vital
seperti jantung dan otak.

Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan menyebabkan


retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel
dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium sesuai dengan mekanisme Frank Starling.
Respon kompensatorik yang terakhir pada gagal jantung adalah
hipertrofi miokardium atau bertambahnya ketebalan otot jantung.
Hipertrofi akan meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial
bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal
jantung. Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi ini memiliki efek
yang menguntungkan. Namun, pada akhirnya mekanisme
kompensatorik dapat menimbulkan gejala dan meningkatkan kerja
jantung yang mengakibatkan meningkatnya beban miokardium dan
terus berlangsungnya gagal jantung.

5. Manifestasi klinis

a. Gagal Jantung Kiri

1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar


saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan
bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui
auskultasi.

2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal


paroksismal (PND).

3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat


berubah menjadi batuk berdahak.

4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).

5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.

6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih


dimalam hari)

7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejalagejala


seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi,
gelisah, ansietas, sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.

8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.

b. Gagal Jantung Kanan

Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi


kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomondasikan semua darah
yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. 1) Edema
ekstremitas bawah

2) Distensi vena leher dan escites

3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas


abdomen terjadi akibat pembesaran vena dihepar.

4) Anorexia dan mual

5) Kelemahan

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien


dengan kasus gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :

a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler,


penyimpangan aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi
atrial.

b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan


untuk menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi
sebelummnya.

c. Ekokardiografi

1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume


balik dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan
ditanyakan bersama EKG)

2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)

3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan


transesofageal terhadap jantung)

d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan


membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis
katup atau insufisiensi

e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung.


Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau
perubahan dalam pembuluh darah abnormal

f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan


fungsi ginjal terapi diuretik

g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika


gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.

h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis


respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan
PCO2 (akhir)

i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN


menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi

j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan


hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung

7. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu
sebagai berikut :
a. Terapi farmakologi : Terapi yang dapat iberikan antara lain
golongan diuretik, angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI),
beta bloker, angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida
jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada
pasien dengan keluhan konstipasi.
b. Terapi non farmakologi : Terapi non farmakologi yaitu antara lain
tirah baring, perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan
mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta pencegahan
kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler :

1. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis yang dilakukan pada pasien

2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien

3. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien

4. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien

5. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan


paripurna terhadap pasien.

Pemeriksaan fisik pada jantung


Tujuan Cara Normal CHF
I Untuk melihat Pasien berbaring Ictus cordis Biasa pada
kondisi dengan dasar yang rata tidak pasien
toraks/dada dan tampak CHF Ictus
ictus cordis cordis
tidak
tampak
P Hal-hal yang Palpasi IC pada Teraba Biasa pada
ditemukan pada Spatium intercostal sebagai pasien
inspeksi harus (SIC)V di sebelah denyutan CHF
dipalpasi untuk medial linea ringan, Teraba
lebih midklavikula sinistra dengan sebagai
memperelas diameter 1 denyutan
mengenai sampai 2 ringan,
lokalisasi cmm. dengan
punctum diameter 1
maksimum, sampai 2
bagaimana cm
kekuatannya,
frekuensi,
kualitas dari
pulsasi yang
teraba.
P Menentukan Lakukan perkusi pada Pada Biasa pada
batas-batas · Kanan atas: keadaan pasien
jantung SIC II Linea normal CHF Batas
Para sternalis antara linea jantung
Dextra sternalis kanan di 2
· Kanan Bawah: kiri dan jari LSD,
SIC IV Linea kanan pada batas
Para Sternalis daerah jantung
Dextra manubrium atas di
· Kiri atas: SIC sterni RIC 3,
II Linea Para terdapat batas
Sternalis pekak yang jantung
sinistra merupakan bawah
· Kiri bawahh daerah diRIC VI,
SIC IV Linea aorta. dan batas
medio jantung
Clavicularis kiri di 3
Sinistra jari lateral
LMCS
RIC VI.
A Pemeriksaan a. bunyi jantung BJ1-BJ2 Biasa pada
bunyi jantung, tentukan bunyi S1 dan reguler, pasien
bising jantung S2, intensitas bunyi Tidak ada CHF
dan gesekan dan kualitasnya, ada murmur, Suara
pericard atau tidaknya bunyi tidak ada jantung S3
jantung, dan bunyi gallop dan S4,
jantung lain yang gallop
menyertai bunyi (+).
jantung. friction
b. lokalisasi dan asal rub (-)
bunyi jantung murmur
Auskultasi bunyi (-).
dilakukan pada
tempat-tempat sebagai
berikut :
· Ictus cordis
untuk
mendengar
bunyi antung
yang berasal
dari katup
mitral
· Intercostal II
kiri untuk
mendengar
bunyi jantung
yang berasal
dari katup
pulmonal.
· Intercostal III
Kanan untuk
mendengar
bunyi jantung
yang berasal
dari aorta.
· Intercostal IV
dan V di tepi
kanan dan kiri
sternum untuk
mendengarkan
bunyi jantung
yang berasal
dari katup
trikuspidal

SOP Pemeriksaan Fisik Jantung

N
Tahap Aktivitas
o

1 1. Membaca status pasien


2. Menyiapkan diri dan alat yang dibutuhkan
3. Memberikan senyum
Tahap
4. Mengenalkan diri
Interaksi
5. Menyampaikan tujuan kedatangan dan tindakan
6. Menjelaskan prosedur
7. Meminta kesediaan pasien

2 Tahap Kerja Inspeksi dada

1. Minta pasien berbaring dengan nyaman


2. Lepaskan pakaian yang menghalangi dada
3. Perhatikan bentuk dada saat pasien bernapas.
Perhatikan jika terdapat deformitas atau keadaan
asimetris, retraksi interkostae dan suprasternal, dan
kelemahan pergerakan dinding dada saat bernapas.

Palpasi apeks jantung

1. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang


pasien dalam sikap duduk dan kemudian berbaring
terlentang. Jika dalam keadaan terlentang apeks
tidak dapat di palpasi, minta pasien untuk posisi
lateral dekubitus kiri
2. Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada
prekordium dengan ujung-ujung jari menuju ke
samping toraks. Perhatikan lokasi denyutan.
3. Menekan lebih keras pada iktus kordis untuk
menilai kekuatan denyut.

Perkusi batas jantung

1. Batas jantung kiri. Melakukan perkusi dari arah


lateral ke medial
2. Batas jantung kanan. Melakukan perkusi dari arah
lateral ke medial

Auskultasi jantung

1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring


2. Gunakan bagian diafragma dari stetoskop, dan
letakkan di gari parasternal kanan ICS 2 untuk
menilai katup aorta, parasternal kiri ICS 2 untuk
menilai katup pulmoner, parasternal ICS 4 atau 5
untuk menilai katup trikuspid, dan garis
midklavikula kiri ICS 4 atau 5 untuk menilai apeks
dan katup mitral
3. Selama auskultasi yang perlu dinilai : irama
jantung, denyut jantung, bunyi jantung satu, bunyi
jantung dua, suara splitting, bunyi jantung
tambahan, dan murmur.

3 Tahap 1. Memberitahukan bahwa tindakan sudah selesai


Terminasi 2. Mengevaluasi hasil tindakan
3. Menyampaikan rencana tindak lanjut
4. Berpamitan, salam dan senyum
BAB III
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Jenis Tindakan
Pemeriksaan fisik jantung pada Tn.S
B. Identitas klien yang menjadi target pemeriksaan
Nama. : Tn. S
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan. : SMA
Pekerjaan : Swata
Diagnosa. : CHF
Seorang pria dengan inisial Tn. S berusia 37 tahun masuk ke
ruangan CVCU RSUP Dr. M Djamil Padang pada tanggal 15 Juni
2023 dengan diagnose CHF datang dengan rujukan RS Padang
Panjang, pasien masuk dengan keluhan jantung membesar, sesak
napas dan nyeri dada sebelah kiri Ketika beraktivitas terlalu berat dan
hilang Ketika beristirahat. Sebelum masuk ke rumah sakit klien
mengeluh nyeri dada dan sesak napas sejak 1 minggu yang lalu. Klien
mengatakan sudah menderita penyakit jantung sejak 5 tahun yang lalu.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 26 Juni 2023 klien tidak
mengalami penurunan kesadaran GCS 15 composmentis, pasien masih
sesak napas, dan pasien muntah bercampur darah. klien mengeluh
nyeri dada dan perut, pasien tampak lemah, pasien tampak gelisah,
pasien tampak berkeringat dingin, pasien terpasang nasal kanul 5
LPM, saturasi pasien 98%, pasien tidak terpasang kateter urin, hasil
pemeriksaan fisik yang didapatkan, terdengar bunyi napas ronchi, TD:
156/98 mmHg, nadi: 118x/menit, suhu: 36,7 derajat celcius, infus
terpasang RL 500 cc/8 jam, CRT > 3 detik, akral teraba dingin, urine
500 cc/jam.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d kelemahan otot bantu pernapasan
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2
DAFTAR LAMPIRAN

(Informed
consent) Lembar
penjelasan
laporan
Kelompok :G

Instansi : STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG


Judul laporan : Pemeriksaan Fisik Jantung
Pengkajian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Profesi Ners
STIKes Mercubaktijaya Padang. Saudara telah diminta ikut berpartisipasi
dalam proses pengkajian ini. Responden dalam pengkajian ini adalah
secara sukarela. Saudara berhak menolak berpartisipasi dalam pengkajian
yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian fisik jantung pada
pasien CHF. Segala informasi yang saudara berikan akan digunakan
sepenuhnya hanya dalam laporan ini. kelompok sepenuhnya akan menjaga
kerahasiaan identitas saudara dan tidak dipublikasikan dalam bentuk
apapun. Jika ada yang belum jelas, saudara boleh bertanya pada anggota
kelompok. Jika saudara sudah memahami penjelasan ini dan bersedia
berpartisipasi, silahkan saudara menandatangani lembar persetujuan yang
akan dilampirkan.

Mahasiswa

Kelompok G
Lembar persetujuan Responden ( informed consent )

Saya yang bertanda tangan


dibawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden

Kelompok : G
Instansi : STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

Judul laporan : Pemeriksaan Fisik Jantung

Saya akan bersedia untuk dilakukan pengkajian demi proposal laporan ini,
Dengan ketentuan hasil pengkajian akan dirahasiakan dan hanya semata-mata
untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Demikian surat pernyataan ini saya sampaikan, agar dapat dipergunakan


dengan semestinya.

Padang, Juni 2023

( )
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut Nurkhalis and Adista, (2020) gagal jantung merupakan keadaan


dimana jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh dalam
jumlah yang memadai ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi
dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau dapat
pula keduanya.

Congestive Heart Failure (CHF) terjadi akibat ketidakmampuan otot


jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh, sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung antara lain atreosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi (Karson, 2017
dalam Aritonang, 2019). Sesak nafas adalah suatu ketidaknyamanan atau
kesulitan bernafas yang disebabkan oleh penyakit paru-paru, penyakit
jantung, anemia dan kurangnya berolahraga (American Thoracic Society,
2013; 3-4).

B. Saran
Diharapkan untuk mahasiswa agar dapat memahami dan membaca
kembali tentang pemeriksaan fisik pada pasien

Anda mungkin juga menyukai