Anda di halaman 1dari 13

STUDI PUSTAKA : PENERAPAN BACKBOARD TERHADAP

KEBERHASILAN CARDIOPULMONARY RESUSCITATION


(CPR) PADA CARDIAC ARREST DI IGD
RS KENSARAS SEMARANG

Vita Dwi Futmasari1, Ani Faizun2, Rodhi Hartono3


1
Mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan Semarang dan Profesi Ners, Jurusan
Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Semarang
2
Pembimbing Klinik RS Kensaras Kabupaten Semarang
3
Dosen Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Semarang
Korespondensi : vitafutmasari25@gmail.com

ABSTRAK
Latar belakang : Cardiac arrest terjadi akibat ketidakmampuan jantung berkontraksi
dan menyuplai oksigen. Meningkatnya jumlah kasus kematian setiap tahun, dapat
mengindikasikan rendahnya pengetahuan penanganan bantuan hidup dasar. Kualitas
terbaik CPR dipengaruhi dari kecepatan kompresi (push fast) 100–120 kali/menit,
kedalaman (push hard) 2–2,4 inchi (5–6 cm), complete chest recoil, minimal interupsi.
Backboard dapat membantu kompresi dada dalam mencapai kedalaman 5-6 cm, untuk
mencegah perpindahan gerakan tangan vertikal dan peningkatan kompresibilitas
terbesar pada papan datar dan keras.
Tujuan : Secara sistematis meninjau studi yang berkaitan dengan penggunaan
backboard pada tindakan cardiopulmonary resuscitation.
Metode : Kajian pustaka telah dilakukan melalui database jurnal PubMed menggunakan
kata kunci cardiopulmonary resuscitation AND mattress. Kriteria inklusi meliputi tahun
publikasi 2015-2020, clinical trial, journal article, randomized controlled trial, human,
best match, full text. Kriteria eksklusi adalah artikel hanya resusitasi di atas matras.
Hasil : Data dianalisis berisi judul, penulis, tahun, metodologi, dan hasil. Peneliti
mengidentifikasi 141 judul tanpa duplikasi dan disaring menjadi 5 artikel yang
membahas kedalaman kompresi dada selama penanganan CPR. Hasil penelitian
menunjukkan adanya penekanan optimal dalam melakukan kompresi dada. Backboard
efektif meningkatkan kedalaman kompresi dada, mencegah perpindahan tangan,
meningkatkan curah jantung. Peningkatan 5% dalam kelangsungan hidup dari cardiac
arrest dengan setiap peningkatan kedalaman kompresi 1 mm dengan rasio 1,29.
Penekanan kedalaman kompresi 10 mm menghasilkan 50% peningkatan curah jantung.
Simpulan : Kedalaman kompresi dada dengan backboard dapat mempengaruhi
kedalaman recoil paru sehingga dapat diintegrasikan pada penerapan dalam praktik
klinis.

Kata kunci : backboard, kedalaman, kompresi dada

ABSTRACT
Background : Cardiac arrest results from the inability of the heart to contracted and
supplied oxygen. The increasing number of deaths each year can indicate the lack of
knowledge about handling basic life support. The best quality of CPR was affected by
compression speed (push fast) 100-120 times / minute, depth (push hard) 2–2.4 inches
(5–6 cm), complete chest recoil, minimal interruptions. Backboard can help chest

1
compression reach a depth of 5-6 cm, to prevent the movement of vertical hand
movements and the greatest increased in compressibility on flat and hard boards.
Objective : Systematically review studies related to use the backboard in
cardiopulmonary resuscitation.
Methods : Literature review has been done through the PubMed journal database used
the keywords cardiopulmonary resuscitation AND mattress. Inclusion criteria included
the 2015-2020 publication year, clinical trial, journal article, randomized controlled
trial, human, best match, full text. Exclusion criteria were only resuscitation articles on
the mattress.
Results : Data analyzed included title, author, year, methodology, and results.
Researchers identified 141 titles without duplication and filtered into 5 articles to
discuss the depth of chest compression during CPR treatment. The results showed an
optimal emphasis on chest compression. Backboard effectively to increase the depth of
chest compression, to prevent hand movement, to increase cardiac output. 5%
increasing in survival from cardiac arrest with in compression depth of 1 mm ratio 1,29.
Suppression of a 10 mm compression depth presented in 50% the increasing cardiac
output.
Conclusion : The depth of chest compression with the backboard can affect the depth of
the lung recoil so that it can be integrated in the application in clinical practice.

Keywords : backboard, cardiopulmonary resuscitation, push hard

PENDAHULUAN
Kejadian henti jantung merupakan salah satu kondisi kegawatdaruratan yang
banyak terjadi di dalam dan luar rumah sakit. Insiden henti jantung menjadi 2 jenis,
yaitu Intra hospital of Cardiac Arrest (IHCA) dan Out-of Hospital Cardiac Arrest
(OHCA) (Fahmi & Nurachmah, 2018).
Berdasarkan data dari American Heart Association (AHA), sedikitnya terdapat 2
juta kematian akibat henti jantung di seluruh dunia. Di Jepang, Singapura, Malaysia,
dan juga negara-negara Asia lainnya, angka kematian akibat henti jantung menempati
urutan 3 besar penyebab kematian terbanyak. Di Indonesia sendiri, banyak ditemukan
laporan kematian mendadak akibat masalah henti jantung (Muthmainnah, 2019).
Henti jantung di rumah sakit (IHCA) adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di rangkaian layanan kesehatan secara global. Kira-kira 1–5 pasien per 1000
penerimaan di rumah sakit mengalami IHCA di seluruh dunia yang berkontribusi
terhadap 80% kematian di rumah sakit. Di AS, sekitar 209.000 kasus dewasa dan 6.000
kasus anak IHCA dilaporkan setiap tahun. Faktor-faktor utama yang berhubungan
dengan pasien adalah usia, jenis kelamin, irama jantung awal, kondisi medis yang
mendasari, komorbiditas dan waktu acara IHCA, sedangkan faktor utama yang
berhubungan dengan perawatan kesehatan adalah kebijakan dan protokol untuk
perawatan IHCA, durasi dan metode resusitasi, keterampilan profesional kesehatan,
waktu respons dari tim tanggap darurat dan lokasi / unit rumah sakit acara IHCA (Aziz,
Paulo, Dababneh, & Loney, 2018).
Pada tahun 2018, terdapat kejadian cardiac arrest di rumah sakit di Amerika
Serikat meliputi 292.000 kasus dewasa dan 15.200 kasus anak-anak, di antaranya 7.100
kasus serangan jantung tanpa denyut nadi dan 8.100 kasus serangan jantung dengan
nadi. Hal ini menjadikan beban bagi pusat kesehatan masyarakat pada kasus cardiac
arrest selama pasien dirawat di rumah sakit (Holmberg et al., 2019).

2
Insiden IHCA di Uni Emirat Arab (Asia) tahun 2017 adalah 11,7 per 1000 kasus
penerimaan di rumah sakit. Irama non-shockable adalah 91,1% dari kasus irama
jantung. Sebagian besar kasus IHCA terjadi di unit perawatan intensif (46,1%) dan pada
hari kerja (74,6%) (Aziz et al., 2018). Kejadian cardiac arrest di Indonesia, menurut
Riskesdas (2017) menunjukkan bahwa prevalensi nasional penyakit jantung koroner
sebesar 1,5%. Menurut PERKI (2015), angka kejadian henti jantung atau cardiac arrest
ini berkisar 10 dari 100.000 orang normal yang berusia dibawah 35 tahun dan per
tahunnya mencapai sekitar 300.000-350.000 kejadian. Prevalensi cardiac arrest di
RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2013 terdapat 35 pasien yang mengalami cardiac
arrest kemudian dilakukan tindakan resusitasi, 5 pasien yang respon terhadap resusitasi
dan 30 pasien yang tidak respon terhadap tindakan resusitasi.
Kejadian henti jantung berdampak pada kerusakan jantung dan otak dalam
beberapa menit, angka keberhasilan penanganan henti jantung tergantung dari bantuan
hidup dasar dan bantuan hidup lanjut. Dampak CPR yang tidak berkualitas dapat
menyebabkan kematian, ekonomi, psikologis, sosial, dan lama perawatan (Ardiansyah,
Nurachmah, & Adam, 2019). Kedalaman kompresi sebagai komponen penting yang
harus diperhatikan selama melakukan CPR. Kedalaman kompresi dada interval 51
sampai 54 mm akan meningkatkan angka harapan hidup (Panchal et al., 2018). Oleh
karena itu, perlu perhatian khusus dalam melakukan kompresi dada yaitu dengan
pemberian backboard di atas matras ruang IGD setiap akan tindakan CPR.
Backboard terbuat dari kayu, plastik atau bahan lainnya. Banyak penelitian yang
menggunakan manikin untuk mensimulasikan resusitasi memberikan bukti beragam
tentang efektivitas penggunaan papan. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa
penggunaan papan tidak meningkatkan kompresi dada pada tempat tidur di rumah sakit,
sementara yang lain menunjukkan hasil yang berlawanan. Satu studi simulasi
menunjukkan bahwa backboard diperlukan untuk CPR ketika dilakukan di matras,
tetapi tidak diperlukan di tempat tidur rumah sakit yang relatif kuat (Panchal et al.,
2018).
Hal ini dibuktikan pada penelitian, penggunaan backboard ditambah slider
transfer board pada matras menghasilkan kedalaman kompresi sebesar 56,9 mm dan
penggunaan backboard pada matras 56,6 mm dibandingkan matras saja sebesar 55,7
mm. Penggunaan alat ini bertujuan untuk pasien dengan risiko rendah untuk serangan
jantung (untuk mencegah luka tekan) pada slider transfer board dan backboard untuk
yang berisiko lebih tinggi (hipotensi berat) (Cheng, Belanger, Wan, Davidson, & Lin,
2017).
Studi pendahuluan yang dilakukan di ruang IGD RS Kensaras Kabupaten
Semarang melalui hasil pengamatan dalam pelaksanaan kompresi dada didapatkan tidak
menggunakan backboard / papan pengeras dengan permukaan datar di atas matras saat
dilakukan tindakan kompresi dada. Hal ini akan berdampak pada kedalaman kompresi
dada yaitu dapat menurunkan tekanan perfusi koroner dan otak sehingga dapat
menyebabkan kegagalan tindakan CPR yang tidak memberikan bantuan hidup dasar
untuk menghidupkan kembali jantung yang berhenti bekerja. Berdasarkan fenomena di
atas, maka peneliti tertarik untuk memberikan gagasan mengenai penerapan backboard
dalam keberhasilan tindakan cardiopulmonary resuscitation pada klien dengan cardiac
arrest berdasar studi pustaka.

3
TUJUAN
Tujuan umum adalah untuk meninjau artikel penelitian dan sebagai referensi
mengenai penggunaan backboard pada tindakan cardiopulmonary resuscitation. Tujuan
khusus adalah menggambarkan respon perawat sebelum dan sesudah diberikan gagasan
dalam menerapkan backboard pada tindakan cardiopulmonary resuscitation.

METODE
Pencarian artikel telah dilakukan secara komperehensif menggunakan database
jurnal PubMed dalam rentang waktu 5 tahun terakhir. Kata kunci yang digunakan yaitu
cardiopulmonary resuscitation AND mattress. Data yang diperoleh disajikan dengan
tabel yang meliputi judul, penulis, tahun, metodologi, hasil dan rekomendasi yang
kemudian di analisis oleh peneliti. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah artikel yang
dipublikasikan dalam rentang 5 tahun terakhir, tipe artikel clinical trial, journal article,
randomized controlled trial, human, best match, full text. Kriteria eksklusinya adalah
artikel hanya resusitasi di atas matras.
Artikel sort by best match
PubMed: 141
Awal penyaringan berdasar kriteria
article type
Dihilangkan : 7
Pubmed : 134
artikel yang telah tersaring
Penyaringan lanjutan berdasar full text
Dihilangkan : 12

Pubmed : 122
Artikel yang disaring
Penyaringan lanjutan berdasar 5 tahun
terakhir
Dihilangkan : 92
Pubmed : 30
Artikel yang disaring

Penyaringan lanjutan berdasar human


Dihilangkan : 8
Pubmed : 22
Artikel yang disaring
Penyaringan berdasarkan judul dan
abstrak, sample size
Dihilangkan : 17
Pubmed : 5
Artikel yang disaring

Gambar 2.1 Pemilihan jurnal berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

4
5
Tabel 2.1 Analisis Jurnal
NO PENULIS JUDUL TAHUN METODE DAN SAMPEL
1. Yiqun Lin, Reducing the impact of 2017 Desain : cross-sectional simulation-based study di
Brandi Wan, intensive care unit KidSIM Simulation Center at Alberta Children’s pese
Claudia mattress Hospital, Calgary, Canada. dan
Belanger, Kent compressibility during mem
Hecker, Elaine CPR: a simulation- Sampel : Semua tenaga medis dari Rumah Sakit Adv
Gilfoyle, based study Anak Alberta dengan kriteria inklusi termasuk (a) tahu
Jennifer perawat, praktisi perawat, dokter ahli, terapis berb
Davidson and pernapasan, residen dan (b) bersertifikasi Basic Life
Adam Cheng Support (BLS), Pediatric Advanced Life Support men
(PALS), dan / atau Advanced Cardiac Life Support kom
(ACLS) sertifikasi dalam 2 tahun terakhir. Peserta saja
dikeluarkan jika mereka tidak dapat melakukan bac
kompresi dada karena alasan fisik dan / atau medis. dan
bac
Outcome : Hasil primer yang dicapai adalah
perbedaan kedalaman kompresi dada di tiap kondisi (95%
intervensi yang diukur dengan sensor cahaya dan busa
sensor CPR meter. Hasil sekunder adalah kedalaman diba
kompresi efektif diukur dengan sensor cahaya pada 95%
manekin. bac
pen
Prosedur : (i) matras saja, (ii) matras dengan (13,
backboard, (iii) matras busa saja dan (iv) matras busa mat
dengan backboard.
(a) Laerdal CPR meter ™ (perangkat eksternal: ke
sensor accelerometer) dan (b) Laerdal Skillreporter pen
™ (perangkat internal: sensor cahaya). ante
Matras berukuran 213,4 cm x 90,2 cm x 15,2 cm. caha
Backboard (plastik keras; 53,5 cm x 38 cm x 1 cm). mat
Kasur atau matras ditempatkan di tempat tidur pada den
ketinggian 75 cm. Peserta diizinkan untuk mat
mengakhiri CPR pada akhir setiap siklus 2-menit. mat
2. Adam Cheng, Effect of Emergency 2017 Desain : simulation-based study with a
Claudia Department Mattress nonrandomized, cross-over design di KidSIM berk
Belanger, Compressibility on Simulation Center. kom
Brandi Wan, Chest Compression perb
Jennifer Depth Using a Sampel : Semua tenaga medis di unit perawatan sem
Davidson, Standardized intensif, gawat darurat, ruang pemulihan. Kriteria
Yiqun Lin Cardiopulmonary inklusi meliputi: (a) tenaga kesehatan (perawat, adal
Resuscitation Board, a praktisi perawat, dokter, terapis pernapasan, residen) pada
Slider Transfer Board, dan (b) Basic Life Support, Pediatric Advance Life matr
and a Flat Spine Board Support, dan / atau sertifikasi Advance Cardiac Life pada
Support dalam 2 tahun terakhir. Peserta dikeluarkan boar
jika mereka tidak dapat melakukan kompresi dada boar
karena alasan fisik dan / atau medis. 14,5

Outcome : Hasil yang dicapai adalah perbedaan yang


kedalaman kompresi pada tiap kondisi yang diukur marj
melalui sensor cahaya pada manekin dan sensor
akselerometer.

Prosedur :
Peserta melakukan kompresi dada pada manekin
dewasa dengan berat = 8,5 kg yang ditempatkan pada

6
kasur resusitasi di IGD dalam lima kondisi berikut:
(a) matras saja, (b) matras dengan backboard, (c)
matras dengan slider transfer board, (d) matras
dengan backboard dan slider transfer board, dan (e)
matras dengan flat supine board.
Peserta melakukan kompresi dada selama 2 menit
dengan kedalaman kompresi 5 sampai 6 cm
kemudian diukur kedalaman kompresi dengan sensor
cahaya pada manekin pada lima kondisi berbeda.
Matras yang digunakan (Sure-Chek Stretcher Pad)
berukuran 206x67x7,5 cm. Backboard yang
digunakan berukuran 53,5x38x1 cm. Slider transfer
board yang digunakan (AliMed Anti-Stat Pasien
Shifter) berukuran 182,9x46x0,5 cm. Flat Supine
Board yang digunakan (BaXstrap Spineboard
Laerdal) berukuran 182,9x40,6x4,4 cm. Pada semua
kondisi, matras ditempatkan di ketinggian 75 cm.
Peserta diberi waktu 3 sampai 5 menit untuk istirahat
dan boleh minum setelah siklus 2 menit dari
kompresi dada untuk meminimalkan kelelahan.
3. Gabriel Putzer, Manual Versus 2016 Desain : prospective, randomized, cross-over
Anna Fiala, Mechanical Chest manikin study di Innsbruck University Hospital, rata-
Patrick Braun, Compressions On Austria. dan
Sabrina Surfaces Of Varying adal
Neururer, Karin Softness With Or Sampel : 24 orang dengan sertifikat Advance Life
Biechl, Without Backboards: A Support (ALS). Semua telah dilatih kompresi manual dilak
Bernhard Randomized, dan mekanik kemudian dibagi 2 tim dengan <0,0
Keilig, Werner Crossover Manikin backboard dan tanpa backboard. The Lund 46%
Ploner, Ernst Study University Cardiac Assist System (LUCAS2) adalah 29%
Fop, and Peter perangkat resusitasi bertenaga listrik dengan tekanan <0,0
Paal kompresi 52 ± 2 mm. Kompresi dada dilakukan pada deng
Resusci-Anne manikin di permukaan berbeda (di mm]
lantai, matras standar dan matras bertekanan). Posisi 50 m
matras disesuaikan dengan tinggi badan penolong. [54–
[44–
Outcome : Hasil yang dicapai adalah persentase mm]
kompresi dada yang benar terhadap total kompresi lepa
dada. Kompresi dada dianggap benar bila kedalaman dala
50-59 mm dan kecepatan kompresi 100-120x/menit.
Hasil sekunder adalah kedalaman, titik ukur tekanan, kom
tekanan yang dihasilkan untuk menghasilkan rasio Teka
kompresi dada, waktu tangan berhenti, dan waktu seba
pertama untuk defibrilasi. Pem
lebih
Prosedur : Pada kompresi dada dilakukan durasi 6 untu
menit. Kemudian dokter anestesi memeriksa untuk man
jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan memulai
segera tindakan kompresi dada secara manual.
Penempatan defibrilasi, intubasi endotrakeal, dan
inisiasi ventilasi mekanik dilakukan oleh dokter
anestesi bersamaan dengan kompresi dada. LUCAS2
dipasang pada awal resusitasi.
Pemberian Defibrilisasi setiap 2 menit. Dalam
kompresi dada secara manual, penolong berganti
melakukan kompresi dada setiap 2 menit, sedangkan
kompresi dada mekanik dimulai setelah shock
pertama.

7
4. Kouichiro A flexible pressure 2016 Desain : Penggunaan A Little Anne™ mannequin
Minami, Yota sensor could correctly pada kompresi dada dengan mesin kompresi untuk cm
Kokubo, measure the depth of mengetahui kedalaman kompresi dengan sensor yang
Ichinosuke chest compression on a tekanan (Shinnosukekun™), CPRmeter™ (Laerdal), (Shi
Maeda, Shingo mattress dimana terdeteksi oleh kamera infrared (CPR keda
Hibino evolution™). CPR
5,0
Sampel : The Shinnosukekun ™ melekat pada data
bagian bawah tulang dada manekin untuk dipe
menunjukkan di mana kompresi harus diterapkan keda
(antara mesin dan manekin). Shinnosukekun ™ Sens
dipasang dengan benar pada dada sebelum kompresi kom
dada dilakukan yaitu pada 5 × 5 cm di atas pusar. keda
Titik di daerah terkompresi yang tekanan terbesar CPR
diterapkan didefinisikan sebagai titik tekanan. Sensor tingg
tekanan (CPRmeter ™) juga diletakkan di bagian keda
bawah tulang dada manekin untuk menunjukkan di 0,05
mana kompresi harus diterapkan (antara mesin dan
manekin)

Prosedur : Kompresi dada dilakukan 100x / menit


menggunakan mesin kompresi pada kedua lantai dan
matras. Ketebalan matras adalah 8,5 cm. Kedalaman
kompresi dikelola oleh mesin adalah 5 cm.
Kedalaman kompresi dipantau selama setiap
kompresi. Hasil dibandingkan antara sensor dengan
CPRmeter ™ atau Shinnosukekun ™ terhadap
kedalaman kompresi.
5. Eric J. Fischer, Effect of a backboard 2016 Desain : a randomized, controlled, single-blinded
Kelsey on compression depth study using a high-fidelity simulation. Tujuan untuk hing
Mayrand, during cardiac arrest in membandingkan kedalaman kompresi rata-rata yang men
Raymond P. the ED: a simulation dicapai oleh subyek selama 2 menit kompresi dada kont
Ten Eyck study dalam kelompok eksperimen (backboard perb
ditempatkan di bawah simulasi manekin) dan kom
kelompok kontrol (tanpa backboard). keda
CI,
Sampel : 43 peserta pelatihan mencakup dokter kelo
Koas, dokter internship dan residen. Subyek diacak
secara number generator pada kelompok intervensi mas
dengan kelompok kontrol. kom
mini
Prosedur : Sebelum simulasi, memberikan materi
simulasi resusitasi jantung paru. Sebelum simulasi,
para peserta pelatihan diberikan orientasi ruang dan
peralatan. Resusitasi dilakukan sesuai standar AHA
selama 2 menit melakukan kompresi dada kemudian
sensor manekin otomatis mencatat rata-rata
kedalaman kompresi dalam waktu 10 detik.

HASIL
Menurut Lin et al., (2017), kedalaman kompresi 47,7 ± 18,7 mm (47,7%) pada
matras saja (ICU mattress 1000™ foam), 34,8 ± 11,7 mm (40,3%) pada matras dengan
backboard, 34,7 ± 5,4 mm (39,2%) pada matras busa saja (memory foam ICU mattress
Hill-Rom Accumax Quantum™ VPC Mattress), dan 24,6 ± 5,5 mm (31,1%) pada matras

8
busa dengan backboard. Kedalaman kompresi pada matras 11,7 (95% CI 4,8-18,5) mm.
Efek dari kompresi matras busa tanpa backboard (13,3, 95% CI 6,4-20,2 mm)
dibandingkan matras busa dengan backboard (10,0, 95% CI 3,2-16,9 mm). Kedalaman
kompresi pada backboard 11,6 (95% CI 9,0-14,3) mm. Pengaruh penggunaan
backboard lebih besar dengan yang diletakkan pada matras (13,3, 95% CI 10,6-15,9
mm) dibandingkan dengan matras busa (10,0, 95% CI 7,4-12,7 mm).
Sebelum kompresi diukur melalui anterior sensor, menggunakan matras saja
sebesar 37,8 mm, matras dengan backboard sebesar 42,9 mm, matras busa saja sebesar
41,2 mm dan matras busa dengan backboard sebesar 46,3 mm. Penekanan yang dicapai
sampai jantung, menggunakan matras saja sebesar 52,1 mm, matras dengan backboard
sebesar 51,7 mm, matras busa saja sebesar 54,2 mm dan matras busa dengan backboard
sebesar 53,7 mm (Lin et al., 2017).
Menurut penelitian lain, mean (SD) kedalaman kompresi dada 79,3 (6,9) mm pada
matras saja, 70,3 (6,2) mm pada matras dengan backboard, 73,3 (6,4) mm pada matras
dengan slider transfer board, 68,8 (6,5) pada matras dengan backboard and slider
transfer board, 66,6 (6,7) mm pada matras dengan flat spine board (Cheng et al.,
2017).
Kedalaman sebelum kompresi, 23,6 mm pada matras saja, 13,7 mm pada matras
dengan backboard, 16,9 mm pada matras dengan slider transfer board, 11,9 mm pada
matras dengan backboard and slider transfer board, 10,3 mm pada matras dengan flat
spine board. Namun, saat kompresi dilakukan, pengukuran kedalaman menjadi
meningkat di antaranya 55,7 mm pada matras saja, 56,6 mm pada matras dengan
backboard, 56,4 mm pada matras dengan slider transfer board, 56,9 mm pada matras
dengan backboard and slider transfer board, 56,3 mm pada matras dengan flat spine
board (Cheng et al., 2017).
Kompresi dada manual dengan atau tanpa papan (lantai: 33% [27-48%] vs 90%
[86-94%], p <0,001; matras standar: 32% [20–45%] vs 27% [14-46%] vs 91% [51-
94%], p <0,001; dan matras tekanan 29% [17–49%] vs 30% [17–52%] vs 91% [87-
95%], p <0,001). Kedalaman kompresi rata-rata lebih dalam dengan kompresi dada
mekanik (lantai: 47 mm [47-57 mm] vs 56 mm [54-57 mm], p = 0,003; matras standar:
50 mm [44-55 mm] vs 51 mm [47-55 mm] ] vs. 55 mm [54–58 mm], p <0,001; dan
matras tekanan: 49 mm [44–55 mm] vs. 50 mm [44–53 mm] vs. 55 mm [55–56 mm], p
<0,001). Dilihat perbedaan manual saat menggunakan backboard 51 mm pada matras
standar dan 50 mm pada matras bertekanan. Sedangkan tanpa backboard meliputi 50
mm pada matras standar dan 49 mm pada matras bertekanan. Dimana pada manual CPR
selama 6 menit terjadi lepas tangan atau pemindahan papan selama 15-20 detik (Keilig,
Ploner, Fop, & Paal, 2016).
Di lantai, kedalaman kompresi adalah 5,0 ± 0,0 cm (n = 100), identik dengan
kedalaman kompresi yang dikelola oleh mesin. Sensor tekanan (Shinnosukekun ™)
diukur Mean (± SD) dengan kedalaman kompresi 5,0 ± 0,1 cm (n = 100), dan CPRmeter
™ diukur kedalaman kedalaman kompresi 5,0 ± 0,2 cm (n = 100). Pada matras,
kedalaman kompresi dengan sensor tekanan (Shinnosukekun ™) adalah 4,4 ± 0,0 cm (n
= 100) dan CPRmeter ™ kedalaman kompresi 4,7 ± 0,1 cm (n = 100). Kompresi dada
ini dilakukan tanpa dan dengan menggunakan papan dimana tidak mencapai standar 5
cm (Minami, Kokubo, Maeda, & Hibino, 2016).
Mean kompresi kedalaman kelompok matras dengan backboard adalah 41,2 mm
(95% CI, 37,8-44,6). Kedalaman kompresi rata-rata dari kelompok matras tanpa
backboard 41,4 mm (95% CI, 38.7-44.2). Di antara 43 mata peserta, hanya 4 orang, 2

9
dari masing-masing kelompok, mencapai kedalaman kompresi sama dengan atau lebih
besar dari kedalaman minimum AHA 50 mm (Fischer, Mayrand, & Eyck, 2016).

PEMBAHASAN
Kompresi dada dengan matras standart menunjukkan penekanan kedalaman
kompresi dari 37,8 mm tanpa backboard menjadi 42,9 mm dengan backboard pada
pengukuran anterior. Sedangkan dengan matras busa menunjukkan penekanan
kedalaman kompresi dari 41,2 tanpa backboard menjadi 46,3 mm dengan backboard
pada pengukuran anterior. Hal ini menunjukkan petugas menekan sekitar sepertiga lebih
untuk mencapai kedalaman yang direkomendasi oleh AHA. Kompresi yang dilakukan
menggunakan matras terasa berbeda dari pelatihan BLS secara konvensional di atas
lantai dengan permukaan yang datar dan keras. Sedangkan pada kompresi dada
menggunakan matras busa menghasilkan penekanan kedalaman kompresi sebesar 11,6
mm. Penerapan papan CPR menekan kompresibilitas matras busa dengan kedalaman
tersebut menunjukkan pengurangan gerakan tangan vertikal pemberi CPR dan
kompresibilitas matras dengan menggunakan papan CPR (Lin et al., 2017).
Penggunaan papan CPR berbeda halnya pada penelitian Cheng et al., (2017)
kompresibilitas matras memiliki efek negatif pada kedalaman kompresi dada selama
CPR. Total gerakan tangan vertikal selama CPR lebih besar bila dilakukan di atas
matras, sehingga meningkatkan beban kerja dan kelelahan. Dalam penelitian,
melaporkan 23,6 mm kompresibilitas matras dalam matras busa tipis tanpa backboard,
tenaga terlatih harus menekan ke 79,3 mm untuk mencapai kedalaman kompresi dada
yang sesuai dengan pedoman. Hasil ini menekankan pentingnya menempatkan
permukaan yang keras di bawah pasien di awal manajemen pasien yang mengalami
serangan jantung. Penempatan awal cenderung mengurangi waktu dan tenaga petugas
dalam situasi mendesak dengan upaya mencapai target untuk kedalaman kompresi dada.
Kombinasi papan CPR dan papan transfer slider, atau penggunaan papan tulang
belakang datar, menghasilkan tekanan kompresibilitas matras IGD terbesar. Papan
transfer slider dibiarkan di atas matras IGD untuk pemindahan pasien di ruang resusitasi
/ trauma. Papan transfer slider dapat dilepas pada pasien-pasien yang berisiko rendah
serangan jantung (untuk mencegah luka tekanan), sedangkan berisiko lebih tinggi
(hipotensi berat) harus memiliki papan CPR ditambahkan di atas papan transfer slider.
Papan CPR seharusnya dihilangkan sedini mungkin selesai terjadi cardiac arrest untuk
mengurangi ketidaknyamanan pasien dan risiko kerusakan kulit.
Sekitar 30% dari kompresi dada manual dilakukan dengan benar dibandingkan
dengan 90% dari kompresi dada mekanik, terutama karena tingkat kesulitan yang lebih
tinggi dari kompresi dada dengan CPR manual. Untuk meningkatkan kedalaman
kompresi selama CPR manual di matras, pedoman saat ini merekomendasikan
penggunaan papan. Tingkat kelelahan lebih tinggi dalam situasi tanpa papan.
Kedalaman kompresi secara linear berkorelasi dengan curah jantung, tekanan arteri rata-
rata dan resusitasi yang berhasil. Sebagai contoh, penurunan 1 cm pada kedalaman
kompresi menghasilkan 50% peningkatan curah jantung dan 30% peningkatan tekanan
arteri rata-rata. Kompresi dada yang lebih dalam dengan probabilitas keberhasilan
defibrilasi yang lebih tinggi dan kembalinya sirkulasi spontan, melaporkan manfaat
kelangsungan hidup 30% untuk setiap peningkatan 5-mm pada kedalaman kompresi
rata-rata. Karena gangguan pada kompresi dada dapat menurunkan tekanan perfusi
koroner dan otak (Keilig et al., 2016).

10
Penelitian lain menunjukkan keberhasilan CPR dengan backboard dimana 101
subjek secara acak dibagi menjadi dua kelompok: kelompok eksperimen dengan
backboard (n = 51) dan kelompok kontrol tanpa backboard (n = 50). 51 dari semua 101
subjek (50,5%) adalah perempuan, dan usia rata-rata 23,9 ±1,01 tahun. Nilai rata-rata
(SD) kedalaman kompresi dada (mm) dan kedalaman recoil (mm) pada kelompok
eksperimen 50,1±4,8 dan 49,2±5,0 secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok
kontrol 47,5±4,7 dan 46,0 ± 4,7 dengan masing-masing nilai P=0,006 dan P=0,001.
Kemudian pada frekuensi kompresi (per menit) didapatkan 103,5±10,6 pada kelompok
eksperimen dan 97,8±9,7 pada kelompok kontrol. Jumlah dan proporsi kompresi dada
yang berhasil secara signifikan lebih tinggi pada kelompok eksperimen (34; 66,7%) bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol (19; 38,0%; P=0,004) (Sanri & Karacabey,
2019).
Pengembangan dinding dada yang memadai merupakan komponen penting untuk
kompresi berkualitas tinggi sehingga perlu mengevaluasi kedalaman recoil dan
frekuensi kompresi. Recoil dinding dada lengkap, menghasilkan tekanan negatif pada
rongga dada yang meningkatkan aliran balik vena dan aliran darah ke sistem
kardiopulmoner. Sedangkan yang tidak lengkap dapat menurunkan perfusi koroner,
sehingga memperburuk hasil resusitasi. Hasilnya menunjukkan bahwa backboard tidak
hanya meningkatkan kedalaman kompresi dan frekuensi kompresi rata-rata, tetapi juga
kedalaman recoil. Tingkat keberhasilan kompresi pada kelompok eksperimen secara
signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol (66,7% vs 38,0%; P = 0,004) (Sanri
& Karacabey, 2019).
Pompa toraks sebagai mekanisme utama aliran darah selama kompresi dada untuk
serangan jantung. Pengalihan aliran darah selama upaya resusitasi untuk henti jantung.
Kompresi dada untuk henti jantung menyebabkan peningkatan tekanan intrathoracic,
yang ditransmisikan ke pembuluh darah intrathoracic, menghasilkan aliran darah balik.
Setiap dada menekan maka tekanan intrathoracic naik karena jatuhnya saluran udara,
teori pompa toraks. Teori ini mengasumsikan bahwa kenaikan tekanan intrathoracic
mengakibatkan runtuhnya saluran udara paru, sehingga mengurangi pergerakan udara
keluar dari paru-paru dan mengurangi ukuran struktur intrathoracic. Runtuhnya struktur
vena di pintu masuk toraks untuk mencegah aliran darah vena balik setiap relaksasi
kompresi dada, tekanan intrathoracic turun dengan kembalinya darah vena. Laju
kompresi dada manual 60x/menit dengan jeda berbeda pada kompresi dada maksimal.
Frekuensi kompresi 120x/menit menghasilkan defibrilasi lebih berhasil, 12/13 manusia
yang menerima kompresi pada 120x/menit dibanding 2/13 pada tingkat kompresi dada
60x/menit P <0,002. Kemudian 24 jam yang selamat (13/8) pada frekuensi kompresi
dada 120x/menit dibanding 2/13 pada 60x/menit dengan nilai P <0,03. Dalam 24 jam
yang selamat, semua orang dengan henti jantung sadar dan mampu duduk, berdiri, dan
minum secara normal (Ewy, 2018).
Mekanisme aliran darah selama kompresi dada untuk henti jantung primer
tergantung pada usia dan konfigurasi dada pasien. Dalam semua kemungkinan, faktor
penentu utama dari aliran darah pada pasien dengan henti jantung sebagai respons
terhadap kompresi dada adalah recoil dan compliance toraks. Kelangsungan hidup
paling menonjol pada mereka yang menerima kompresi dada hanya CPR yang berusia <
40 tahun. Diameter dada anterior-posterior yang relatif sempit, dan vertebra lurus yang
disebut "straight back syndrome," suatu kondisi di mana diameter dada anterior-
posterior cukup sempit (Ewy, 2018).

11
Pada pasien dengan konfigurasi dada rata-rata yang disebut "barrel chest" akibat
emfisema atau penyebab lainnya, foto dada lateral sering menunjukkan jarak yang
signifikan antara dinding dada anterior dan jantung. Mekanisme aliran darah dari
kompresi dada akibat perubahan ritme tekanan intrathoraks dan pelepasan pada teori
“pompa toraks”. Mekanisme aliran darah selama upaya resusitasi untuk henti jantung
tergantung pada diameter dinding dada anterior-posterior pasien dan faktor-faktor lain
yang berkaitan dengan usia pasien (Ewy, 2018).

SIMPULAN
Beberapa artikel penelitian menunjukkan adanya perbedaan kedalaman kompresi
dada dengan backboard dan tanpa backboard. Manfaat penggunaan backboard
diantaranya dapat mencapai kedalaman kompresi dada 5,5 mm sejalan dengan
peningkatan recoil paru sehingga oksigen masuk dengan optimal, mencegah adanya
pemindahan gerakan tangan vertikal bebas dan tidak stabil saat berlangsungnya
kompresi, meningkatkan harapan hidup bagi cardiac arrest karena volume yang
dipompakan memadai untuk mencegah kematian jaringan otak.
Hambatan yang muncul saat diterapkan meliputi keterampilan dari tenaga medis
yang kurang merata di seluruh sasaran dalam hal ini tim code blue, tim IGD, tim ICU
dan dokter perawat di seluruh ruangan karena rata-rata pegawai banyak yang belum
berpengalaman secara langsung mengatasi cardiac arrest dan stigma dari beberapa
tenaga medis kesulitan dalam menerapkan backboard saat kompresi dada dan
beranggapan sudah terbiasa dengan yang sebelumnya karena dirasa lebih cepat
menolong walaupun belum tepat. Kesulitan menurut beberapa artikel menjelaskan
bahwa kurangnya koordinasi saat peletakkan backboard dan kurangnya keterampilan
dari tenaga medis.

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah bekerjasama
dan membantu terselesainya karya ilmiah ini. Utamanya pada institusi Poltekkes
Semarang dan RS Kensaras Kabupaten Semarang.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, F., Nurachmah, E., & Adam, M. (2019). Faktor Penentu Kualitas Kompresi
Resusitasi Jantung Paru Oleh Perawat. Jurnal Aisyiyah Medika, 3(2).
Aziz, F., Paulo, M. S., Dababneh, E. H., & Loney, T. (2018). Epidemiology of in-
hospital cardiac arrest in Abu Dhabi , United Arab Emirates , 2013 – 2015. Heart
Asia, 10(2). https://doi.org/10.1136/heartasia-2018-011029
Cheng, A., Belanger, C., Wan, B., Davidson, J., & Lin, Y. (2017). Effect of Emergency
Department Mattress Compressibility on Chest Compression Depth Using a
Standardized Cardiopulmonary Resuscitation Board , a Slider Transfer Board , and
a Flat Spine Board. Simulation in Healthcare, 12(6).
https://doi.org/10.1097/SIH.0000000000000245
Ewy, G. A. (2018). The mechanism of blood flow during chest compressions for cardiac
arrest is probably influenced by the patient’s chest configuratio. Acute Medicine &
Surgery, 5(1). https://doi.org/10.1002/ams2.336
Fahmi, I., & Nurachmah, E. (2018). Implementation Of Internet-Based Emergency
Medical Service (EMS) At Out-Of Cardiac Arrest Hospital (OHCA): A Solution
To Improve Cardiac Arrest Response Time And Its Potential Application In

12
Indonesia. Belitung Nursing Journal, 4(6).
Fischer, E. J., Mayrand, K., & Eyck, R. P. Ten. (2016). Effect of a backboard on
compression depth during cardiac arrest in the ED : a simulation study. American
Journal of Emergency Medicine, 34(2). https://doi.org/10.1016/j.ajem.2015.10.035
Holmberg, M. J., Ross, C. E., Fitzmaurice, G. M., Chan, P. S., Duval-Arnould, J.,
Grossestreuer, A. V., … Andersen, L. W. (2019). Annual Incidence of Adult and
Pediatric In-Hospital Cardiac Arrest in the United States. AHAjournals, 1(12).
https://doi.org/10.1161/CIRCOUTCOMES.119.005580
Keilig, B., Ploner, W., Fop, E., & Paal, P. (2016). Manual Versus Mechanical Chest
Compressions On Surfaces Of Varying Softness With Or Without Backboards: A
Randomized, Crossover Manikin Study. Journal of Emergency Medicine, 50(4).
https://doi.org/10.1016/j.jemermed.2015.10.002
Lin, Y., Wan, B., Belanger, C., Hecker, K., Gilfoyle, E., Davidson, J., & Cheng, A.
(2017). Reducing the impact of intensive care unit mattress compressibility during
CPR : a simulation-based study. Biomed Central, 2(22).
https://doi.org/10.1186/s41077-017-0057-y
Minami, K., Kokubo, Y., Maeda, I., & Hibino, S. (2016). A flexible pressure sensor
could correctly measure the depth of chest compression on a mattress. American
Journal of Emergency Medicine, 34(5). https://doi.org/10.1016/j.ajem.2016.02.052
Muthmainnah. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Awam Khusus Tentang
Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Karakteristik Usia Di RSUD X Hulu Sungai
Selatan. Healthy-Mu Journal, 2(2).
Panchal, A. R., Chair, Berg, K. M., Kudenchuk, P. J., Rios, M. Del, Hirsch, K. G., …
Donnino, M. W. (2018). 2018 American Heart Association Focused Update on
Advanced Cardiovascular Life Support Use of Antiarrhythmic Drugs During and
Immediately After Cardiac Arrest. AHAjournals, 1(138).
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000613
PERKI. (2015). Henti Jantung. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia.
Riskesdas. (2017). Penyakit jantung penyebab kematian tertinggi. Jakarta: Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Sanri, E., & Karacabey, S. (2019). The Impact of Backboard Placement on Chest
Compression Quality : A Mannequin Study. Journal of Prehospital and Disaster
Medicine, 34(2). https://doi.org/10.1017/S1049023X19000153

13

Anda mungkin juga menyukai