Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom koroner akut atau penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu

penyebab utama dan pertama kematian terbanyak di Negara maju dan

berkembang, termasuk di Indonesia. Penyakit jantung koroner Acute Coronary

Syndrome menyumbang sekitar 7 juta kematian setiap tahunnya (Ohira, 2013;

WHO, 2019).

Data menunjukkan bahwa ACS menjadi penyebab utama kematian pada

wanita dengan angka kematian dan prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan

pada pria (Kawamoto, Davis, Duvernoy, & Claire, 2016). Menurut Riset

Kesehatan Dasar tahun 2018, ada tiga provinsi dengan prevalensi penyakit

jantung tertinggi yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2% dan Gorontalo

2%. Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab 26,4% kematian. Di

Gorontalo, penderita penyakit jantung pada tahun 2017 sebanyak 32,6 %.

Sedangkan pada tahun 2018 jumlah penderita penyakit jantung sebanyak 37,2.

Uniknya, penderita penyakit jantung saat ini tidak identik lagi dialami oleh

orang dengan usia lanjut tetapi sudah banyak terjadi pada usia produktif

(Riskesdas, 2018).

Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah penyakit yang disebabkan oleh

terjadinya ateroskleosis atau pembentukan plak pada pembuluh darah yang

menyebabkan terjadinya sumbatan aliran darah menuju jantung, sehingga

pasokan darah menjadi berkurang. ACS meliputi UAP (Unstable Angina

1
Pectoris), STEMI (Infark miokard elevasi dengan segment ST) dan NSTEMI

(Infark miokard tanpa elevasi segment ST) (Douglas,2010). Prevelensi

NSTEMI dan UAP lebih tinggi dimana pasien-pasien yang mengalami ini

biasanya dengan berusia lanjut. Selain itu, mortalitas awal NSTEMI dan UAP

lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah berjalan 6 bulan, mortalitas

keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih

tinggi (PDSKI, 2015).

Nyeri dada merupakan indikator utama dari penyakit sindrom koroner

akut yang sering menjalar kelengan kiri, leher, rahang dan punggung. Kualitas

nyeri dada yang dirasakan jantung terasa sesak, berat, seperti diremas-remas,

atau sensasi cengukan dan terasa mual, muntah dan berkeringat. Sindrom

Koroner akut terhubung dengan tiga manifestasi klinis yaitu peningkatan ST

miokard (STEMI, 30%), non ST elevasi infark miokard (NSTEMI, 25%) atau

angina tidak stabil (38%). Terdapat 2 Nyeri dada tidak terkontrol yang

menyebabkan masalah fisiologis dan psikologis seperti ketidaknyamanan,

gangguan pernafasan, hipertensi, kecemasan, detak jantung tidak normal.

Kondisi ini dapat meningkatkan beban kerja jantung dan meningkatnya oksigen

myocardial, yang dapat memperburuk iskemia myocardial serta bertambahnya

tekanan pada dada. Penelitian yang dilakukan oleh Ribeiro V, Melão F,

Rodrigues JD, et al (2014), menunjukkan hanya 26% pasien mempersepsikan

penyakit jantung pada saat nyeri dada dirasakan.

Salah satu terapi non farmakologi yang dapat diterapkan untuk

mengurangi nyeri dada pada pasien dengan sindrom koroner akut salah satunya

2
dengan menggunakan terapi panas (thermotherapy). Thermotherapy adalah

pemberian aplikasi panas pada tubuh untuk mengurangi gejala nyeri akut

maupun nyeri kronis. Terapi ini efektif untuk mengurangi nyeri, biasanya

digunakan untuk meningkatkan aliran darah dengan melebarkan pembuluh

darah sehingga suplai oksigen dan nutrisi pada jaringan dapat meningkat selain

itu, dapat meningkatkan elastisitas otot sehingga mengurangi kekakuan pada

otot.

Kerja thermotherapy pada dasarnya dapat meningkatkan aktivitas

molekuler (sel) dengan 4 metode pengaliran energy yaitu: melalui konduksi

(pengaliran lewat media padat), konveksi (pengaliran lewat media cair atau

gas), konversi (pengubahan berntuk energi) dan radiasi (pemancaran energi).

Efek teraupetik thermotherapy antara lain dapat mengurangi nyeri, mengurangi

ketengangan otot, mengurangi edema/pembekakan pada fase kronis dan

meningkatkan aliran darah. Kekakuan otot yang disebabkan iskemia dapat

diperbaiki dengan jalan meningkatkan aliran darah pada daerah radang.

Mekanisme thermotherapy meningkatkan permeabilitas kapiler, pelepasan

histamin dan bradikinin yang mengakibatkan vasodilatasi. Jenis aplikasi

thermotherapy banyak jenisnya salah satu jenis yang digunakan adalah hot pack

(kantung panas) dimana kantung ini berisi silika gel yang direndam dengan air

panas yang diaplikasi selama 15- 20 menit. Hot pack diindikasi untuk

mendapatkan relaksasi tubuh secara umum serta dapat mengurangi siklus nyeri,

spasme, iskemi dan hipoksia.

3
Penelitian yang dilakukan oleh Mujhana Kunnika tahunn 2017, tentang

Keefektifan Kompres Hangat Untuk Menurunkan Skala Nyeri Pada Pasien

Dengan Angina Pektoris, bahwa dengan metode kompres hangat dapat

memperlancar aliran darah sehingga dapat menurunkan atau menghilangkan

rasa nyeri, membuat otot tubuh lebih rileks dan merupakan salah satu tindakan

mandiri perawat. Penggunaan terapi kompres hangat ini dapat diberikan

bersamaan dengan pemberian terapi secara farmakologi untuk mempercepat

penurunan keluhan nyeri dada pada pasien dengan ACS.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

menganalisa jurnal yang berjudul “Pengaruh Pengunaan Termoterapi Untuk

Mengurangi Nyeri Dada Pada Pasien Dengan Sindrome Koroner Akut”.

1.2 Tujuan

Untuk menganalisis jurnal tentang “Pengaruh Pengunaan Termoterapi

Untuk Mengurangi Nyeri Dada Pada Pasien Dengan Sindrome Koroner Akut”..

1.3 Manfaat

1. Manfaat Praktis

1) Bagi Program Studi Ners

Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan materi, teori

dan bahan bacaan tentang Pengaruh Pengunaan Termoterapi Untuk

Mengurangi Nyeri Dada Pada Pasien Dengan Sindrome Koroner Akut.

2) Bagi Perawat

Diharapkan dapat memberikan alternatif untuk dapat dijadikan sebagai

bahan masukan bagi perawat dalam melakukan intervensi.

4
3) Bagi Rumah Sakit

Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi bahan masukan bagi

rumah sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan mengenai intervensi

Pengaruh Pengunaan Termoterapi Untuk Mengurangi Nyeri Dada Pada

Pasien Dengan Sindrome Koroner Akut.

2. Manfaat Teoritis

1) Diharapkan analisis jurnal ini dapat memberikn suatu pengetahuan

tentang Pengaruh Pengunaan Termoterapi Untuk Mengurangi Nyeri Dada

Pada Pasien Dengan Sindrome Koroner Akut.

2) Diharapkan bisa menjadi konstribusi yang baik bagi dunia ilmu

pengetahuan pada umumnya dan juga memberikan ilmu khusus bagi

keperawatan.

5
BAB II

METODE DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literature dari beberapa

jurnal/artikel. Studi literatur adalah serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan

data yang berhubungan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca

dan mencatat, serta mengolah bahan penulisan (Nursalam, 2016).

2.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

1) Penelitian yang berhubungan dengan pengaruh termoterapi untuk

mengurangi nyeri dada pada pasien Acute Coronary Syndrome

2) Jurnal/artikel terbit pada tahun 2014-2021

3) Berbahasa Indonesia dan inggris

2. Kriteria Eksklusi

Studi literatur di keluarkan apabila tidak sesuai dengan jenis penelitian dan

tidak tersedia dalam bentuk full text atau tidak dapat diakses.

2.3 Tehnik Pengumpulan Data

Design yang digunakan adalah studi pustaka dari berbagai jurnal/artikel yang

membahas pengaruh termoterapi untukk mengurangi nyeri dada pada pasien

sindrome koroner akut. Pemilihan topik dalam studi literature ini menggunakan

framework dengan metode PICOT (Populasi, Intervention, Comparasion,

Outcame, Studi/Time). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang

Didiagnosa Acute Coronary Syndorome. Intervensi dalam studi literatur adalah

6
termoterapi, komparasi dalam studi literatur ini tidak ada kelompok

pembanding, hasil dari studi literature ini menunjukkan perubahan tingkat nyeri

dada pada pasien yang didiagnosa dengan akut koronari sindrome.Setelah

menentukan topik, langkah selanjutnya adalah menentukan kata kunci yang

akan digunakan. Kata kunci yang digunakan yaitu Nyeri dada, Akut koronari

sindrom, dan termoterapi atau local heal dengan menggunakan database

PubMed, ProQuest, Science Direct, dan Google scholar dengan rentang waktu

publikasi antara tahun 2014-2021. Setelah identifikasi judul dan abstrak,

didapatkan artikel pada Pubmed sebanyak 1588 jurnal, ProQuest sebanyak 100

jurnal, Science Direct 56 dan Google Schoolar sebanyak 42 jurnal. Kemudian

dilakukan skrining judul, abstrak, fullteks dan tersedia dalam bahasa inggris

maupun bahasa indonesia sehingga diperoleh artikel dari PubMed sebanyak 2

jurnal, ProQuest sebanyak 1 jurnal, Science Direct 2 jurnal, dan google scholar

2 jurnal. Selanjutnya artikel disesuaikan dengan kriteria inklusi didapatkan 4

jurnal yang sesuai kriteria. Sehingga diperoleh hasil skrining studi literature ini

sebanyak 4 jurnal yang sesuai.

7
Bagan hasil pencarian literature.

PubMed : (n=1588)
Proquest : (n=100)
Identifikasi Science Direct : (n=56)
Google Scholar : (n= 42)

PubMed : (n=2)
- Judul
Proquset: (n=1)
- Abstral
screening - Fulltext Science Direct : (n=2)
- Bahasa Indonesia / Google Scholar : (n=2)
Inggris

PubMed : (n= 0)
Literature Proquest : (n=1)
inklusi Science Direct : (n=2)
Google Scholar : (n=1)

Total akhir artikel


(n=4)

Lampiran picot

Population Intervention comparation outcome Time


Pasien dengan termoterapi Not set Tingkat Not set

nyeri dada nyeri dada

2.4 Acute Coronary Syndrome

8
1. Definisi

Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan kasus kegawatan dari Penyakit

Jantung Koroner (PJK) yang terjadi karena proses penyempitan pembuluh

darah sehingga aliran darah koroner berkurang secara mendadak (Irman, dkk.

2020).

2. Etiologi

Etiologi primer dari sindroma koroner akut adalah aterosklerosis.

Aterosklerosis terjadi akibat inflamasi kronis pada pembuluh darah yang dipicu

akumulasi kolesterol pada kondisi kelainan metabolisme lemak yaitu tingginya

kadar kolesterol dalam darah. Plak aterosklerosis dapat ruptur dan memicu

pembentukan trombus sehingga terjadi oklusi pada arteri koroner.

3. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan serangan sindroma koroner akut

antara lain:

a usia tua di atas 45 tahun

b laki-laki dua kali lebih berisiko dibanding perempuan, namun tren

menunjukkan risiko pada perempuan juga cenderung meningkat

c gaya hidup sedentari

d perokok

e obesitas

f diabetes mellitus

g Dislipidemia

h hipertensi

9
3. Manifestasi Klinis

Nyeri (Setiawan, 2018) :

1) Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-

menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan

abdomen bagian atas.

2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak

tertahankan lagi.

3) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke

bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

4) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan

emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang

dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.

5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaphoresis berat,

pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.

7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat

karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu

neuroreseptor.

8) Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri

epigastrik.

9) Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi,

dan penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung

4. Komplikasi

10
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain (Setiawan, 2018) :

a. Aritmia

b. Kematian mendadak

c. Syok kardiogenik

d. Gagal Jantung ( Heart Failure)

e. Emboli Paru

f. Ruptur septum ventikuler

g. Ruptur muskulus papilaris

h. Aneurisma Ventrikel

5. Patofisologi

Sebagian besar ACS adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah

koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak dan penipisan

tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh

proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuk

trombus yang kayak trombosit. Trombus ini akan menyumbat lubang pembuluh

darah koroner, baik secara total maupun  parsial; atau menjadi mikroemboli

yang menyumbat pembuluh darah koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi

pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi sehingga

memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah

koroner menyebabkan iskemia miokardium. Suplai oksigen yang berhenti

kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (Infark

Miokard). Infark Miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi pembuluh darah

koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokontriksi yang dinamis juga dapat

11
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung. Selain

nekrosis, iskemia juga menyebab kan gangguan kontraktilitas miokardium

karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), serta distritmia

dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Pada

sebagian pasien, ACS terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal

arteri koronaria epikardial (angina  prizmetal). Penyempitan arteri koronaria,

tanpa spasme maupun trombus, dapat disebabkan oleh progresi pembentukan

plak atau restenosis setelah intervensi koroner perkutan (IKP). Beberapa faktor

ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat

menjadi  pencetus terjadinya ACS pada pasien yang telah mempunyai plak

aterosklerosis. (PERKI, 2018)

6. Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan Buku Pedoman Tatalaksanan Sindrom Koronaria Akut pada tahun

2018, ada beberapa Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan untuk

mendiagnosis ACS, antara lain :

1) Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi

faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan

menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara

jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu

diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya

tandatanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi

basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA.

12
Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang

dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta.

Observasi

a Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan

b Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik

sebelumnya

c Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu

sebelum dan sesudah latihan

d Monitor respons terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

a. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan

pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan

b. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik

relaksasi

c. Gunakan pakaian longgar 

d. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama

e. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau

tindakan medis lain, jika sesuai

Edukasi

a. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia

(mis. Musik, meditasi, napsa dalam, relaksasi otot  progresif)

b. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih

c. Anjurkan mengambil posisi nyaman

13
d. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi

e. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih

Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Napas dalam,

peregangan, atau imajinasi terbimbing)

7. Penyakit yang termasuk dalam ACS

Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil,

miokard infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark

akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2017).

2.5 Konsep Nyeri

1. Definisi

Pengalaman sensori dan emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan

actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas

ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan atau lebih dari 3

bulan (SDKI, 2018).

2. Klasifikasi Nyeri

a Nyeri Akut

Nyeri akut merupakan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan

onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat

merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berlangsung kurang

dari 3 bulan (SDKI,2018).

Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas system saraf simpatis yang akan

memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan

tekanan darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil.

14
Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan adanya

ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri dan memberikan respons emosi

perilaku sepertimengerutkan wajah, menangis, mengerang, atau

menyeringai.

b Nyeri Kronik

Nyeri kronis yaitu, kerusaksn jaringan aktual atau fungsional dengan onset

mendadak atau bahkan lambat dan berintensitas ringan sampai berat dan

konstan merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berlangsung

lebih dari 3 bulan (SDKI,2018). Pasien yang mengalami nyeri kronis sering

menjadi depresi, mungkin jadi sulit tidur, dan mungkin menggangap nyeri

seperti hal yang biasa. Nyeri kronis dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Nyeri maligna, biasanya terjadi karena berkembangnya penyakit

yang dapat mengancam jiwa atau berkaitan dengan terapi. Misalnya

nyeri kanker.

2) Nyeri nonmaligna, nyeri yang tidak mengancam jiwa dan tidak

terjadi melebihi waktu penyembuhan yang diharapkan. Nyeri

punggung bawah, penyebab utama penderitaan dan merupakan

penyita waktu kerja, masuk ke dalam kategori ini

3. Penyebab Nyeri

Menurut Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018), yaitu:

1) Nyeri akut a.

a Agen pencedera fisiologis (misal infamasi, iskemia, neoplasma)

b Agen pencedera kimiawi (misal terbakar, bahan kimia intan)

15
c Agen pencedera fisik (misal terbakar, abses, prosedur operasi,

amputasi, trauma, terpotong, latihan fisik berlebihan, mengangkat

berat,)

2) Nyeri Kronik

a Kerusakan system saraf

b Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor

c Riwayat penganiayaan (misal fisik, psikologis, seksual)

d Gangguan imunitas (misal neuropati, virus varicella-zoster)

e Peningkatan indeks masa tubuh f. Infiltrasi tumor

f Penekanan saraf h. Gangguan fungsi metabolic

g Tekanan emosional

h Kondisi muskuloskletal kronis

i Riwayat penyalahgunaan obat/zat

j Riwayat posisi kerja statis m. Kondisi pasca trauma

4. Tanda Dan Gejala Nyeri

Standar Diagnosis Keperawata Indonesia, 2018

1) Nyeri Akut

Secara Mayor

a Subjektif : Mengeluh Nyeri

b Objektif :

a) Gelisah

b) Tampak meringis

c) Sulit tidur

16
d) Bersikap Protektif (missal posisi menghinndari nyeri, waspada)

e) frekuensi nadi meningkat

Secara Minor

a Subjektif : Tidak Tersedia

b Objektif :

a) Berfokus pada diri sendiri

b) Tekanan darah meningkat

c) Nafsu makan berubh

d) Pola nafas berubah

e) Diaforesis

f) Proses berpikir terganggu

g) Menarik diri

2) Nyeri Kronik

Secara Mayor

a Subjektif :

a) Mengeluh Nyeri

b) Merasa depresi (tertekan)

b Objektif :

a) Tidak mampu menuntaskan aktivitas

b) Gelisah

c) Tampak meringis

17
Secara Minor

a Subjektif :

a) Menglami berulalang

b) Takut cedera

b Objektif

a) Waspada

b) Bersikap protektif (missal posisi menghindari nyeri)

c) Pola tidur berubah

d) Berfokus pada diri sendiri

e) Fokus menyempit

f) Anoreksia

5. Kondisi Klinik Terkait

Menurut Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018), yaitu:

1) Nyeri akut :

a Sindrom koroner akut

b Kondisi pembedahan

c Glaukoma

d Cedera traumatis

e Infeksi

2) Nyeri kronis :

a Kondisi kronis (misal arthritis, reumatoid)

b Kondisi pasca trauma

c Cedera medula spinalis

18
d Infeksi

e Tumor

6. Karakteristik Nyeri

Karakteristik dapat juga dilihat dengan pendekatan analisis symptom, meliputi

PQRST: P (Paliatif/Provocatif = yang menyebabkan timbulnya masalah), Q

(Quality dan Quantity = kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan), R (Region

= lokasi nyeri), S (Severity = keparahan), T (Timing = waktu).

7. Pengukuran Nyeri

Menurut Sulistyo Andarmoyo (2013), yaitu:

1) Skala Deskritif

Garis yang terdiri dari 3-5 kata deskripsi yang tersusun dengan jarak yang

sama di sepanjang garis disebut Skala pendeskritif verbal (Verbal

Descriptor Scale (VDS)). Skala deskritif merupakan alat yang digunakan

untuk mengukur tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Cara ini dapat

di lihat dari seseorang tidak merasa nyeri sampai rasa nyeri tidak dapat

tertahankan.

Gambar 2.1 Skala Nyeri Deskriptif (Wuladari & Chynthia, 2015.)

2) Skala numerik

Dalam menilai nyeri dapat menggunakan skala numerik (Numerical Rating

Scales (NRS). Penilaian ini untuk menggatakan pendeskripsian kata

dirubah menggunakan skala angka 0-10, yang artinya 0 tidak nyeri, 1-3

19
nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9 nyeri berat, ≥ 10 nyeri tidak

tertahankan. Skala paling efektif yang digunakan saat mengkaji nyeri,

maka direkomendasiakan patokan 10 cm.

Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik (Azizah & Asma, 2015)

2.3 Konsep Termoterapi

1. Definisi

Terapi panas atau thermotherapy merupakan terapi dengan

menggunakan suhu panas biasanya dipergunakan dengan kombinasi dengan

modalitas fisioterapi yang lain seperti exercise dan manual therapy.

Novita (2010: 7-8)

Pengertian terapi panas atau thermotherapy adalah bentuk terapi yang

diaplikasikan ke tubuh sebagai upaya untuk meningkatkan suhu pada

jaringan otot. Scott F. Nadler, et al. (2004: 397)

2. Tujuan

Tujuan dari pemberian thermotherapy mengatakan bahwa panas pada

fisioterapi digunakan untuk meningkatkan aliran darah pada kulit dengan

jalan melebarkan dan pembuluh darah yang dapat meningkatkan suplai

oksigen dan nutrisi pada jaringan. Menurut Asmadi (2008: 159) tujuan

pemberian terapi panas untuk memperlancar sirkulasi darah, megurangi rasa

sakit, memberi rasa hangat, dan tenang, merangsang peristaltik usus.

Thermotherapy dilakukan untuk meningkatkan aliran darah pada daerah

20
tersebut (Novita Intan A., 2010: 31). Saat penghentian proses peradangan

melal

3. Jenis-jenis Thermotherapy

Terdapat beberapa jenis terapi panas (thermotherapy) seperti yang diungkapkan

oleh Novita Intan Arovah (2010: 34-38). Beberapa diantaranya antara lain:

a) Krim Panas (Hot Cream)

Krim panas atau dapat meredakan nyeri otot ringan. Walaupun

demikian krim tidak dapat menembus otot sehingga kurang efektif dalam

mengatasi nyeri otot.

b) Bantal Pemanas (Heat Pad)

Bantal yang dipergunakan berupa kain yang berisi silika gel yang dapat

dipanaskan. Biasanya, bantal panas dipergunakan untuk mengurangi nyeri

otot pada leher, tulang belakag, kaki, kekakuan otot/spasme otot, inflamasi

pada tendo dan bursa.

c) Kantung Panas (Heat Pack)

Kantung panas yang dipergunakan berisi silika gel yang dapat direndam air

panas. Kantung panas kemudian diaplikasikan selama 15 sampai 20 menit.

Kantung panas ini diindikasikan untuk mendapatkan relaksasi tubuh secara

umum dan mengurangi siklus nyeri-spasme-iskemia-hipoksia. Pengobatan

tradisional China, selama lebih dari 2000 tahun lebih memilih menggunakan

terapi panas untuk menangani cedera musculoskeletal, karena berdasarkan

para terapis 16 tradisional, dengan panas berdampak lebih baik sebagai

upaya untuk melancarkan sirkulasi ( John L., 2007: 3).

21
d) Tanki Whirpool

Terapi dengan tanki whirlpool ini merupakan jenis kombinasi hydrotherapy,

thermothrapy, dan massage. Efek fisiologis yang ditimbulkan terapi ini

antara lain untuk meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan pelebaran

pembuluh darah dan membantu untuk melemaskan jaringan kolagen. Terapi

tanki whirpool diindikasikan untuk mengurangi pembengkakan pada radang

kronis, spasme otot, dan mengurangi nyeri.

e) Parafin Bath

Teknik parafin bath merupakan teknik yang sering dipergunakan untuk

terapi bagian ujung ujung tubuh. Parafin merupakan semacam lilin cair yang

tidak berwarna yang terbuat dari hidrokarbon yang dipergunakan sebagai

pelumas. Parafin biasanya dicampur dengan minyak mineral pada bak

khusus dimana bagian tubuh yang mengalami keluhan dicelupkan di

dalamnya.

f) Contrast Bath

Contrast bath merupakan terapi jenis hydrotherapy yang mengkombinasikan

suhu panas dan dingin. Biasanya contrast bath ini digunakan pada aplikasi

ekstremitas. Pelaksanaannya terapi ini memerlukan dua kontainer untuk

penampungan air hangat dengan suhu (41-43 oC) dan penampungan air

dingin (10 -18 oC). Terapi ini diindikasikan pada fase peralihan antara tahap

akut dan kronis dimana diperlukan peningkatan suhu secara minimal untuk

meningkatkan aliran darah tapi mencegah terjadinya pembengkakan.

22
4. Indikasi

Novita Intan Arovah (2010: 33) mengungkapkan bahwa terapi panas atau

thermotherapy dapat dipergunakan untuk mengatasi berbagai keadaan seperti:

a kekakuan otot, arthritis (radang persendian),

b hernia discus intervertebra, nyeri bahu,

c bursitis (radang bursa),

d sprain ( robekan ligamen sendi),

e strain (robekan otot),

f nyeri pada mata yang diakibatkan oleh peradangan kelopak mata (blepharitis),

g gangguan sendi temporo mandibular, nyeri dada yang disebabkan oleh nyeri

pada tulang rusuk (costochondritis),

h nyeri perut dan pelvis,

i fibromyalgia dengan gejala nyeri otot, kekakuan, kelelahan dan gangguan tidur,

gangguan nyeri kronis seperti pada lupus

5. Kontraindikasi Thermotherapy

Menurut Ardiansyah (2011) kontraindikasi pemberian terapi panas yaitu, kulit

yang bengkak dan terjadi perdarahan, karena panas akan meningkatkan perdarahan

dan pembengkakan yang semakin parah, peradarahan aktif, panas akan

menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan perdarahan, edema noninflamasi,

panas meningkatkan permeabilitas kapiler dan edema, tumor ganas terlokalisasi,

karena panas mempercepat metabolisme sel, pertumbuhan sel, dan meningkatkan

sirkulasi, panas dapat, mempercepat metastase (tumor sekunder), gangguan kulit

yang menyebabkan kemerahan atau lepuh.

23
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hasil

24
Author/Judul Tahun Metode/Alat ukur Hasil
Amin 2018 Design: Hasil penelitian
Moradkhani et Randomized into menunjukkan Tingkat
al. equal size grup keparahan nyeri pada
Sampel : pasien kelompok intervensi
Effect Of Local dengan riwayat sebelum perlakuan rata-
Thermotherapy ACS rata 3,22 ± 0,86: dan
On Chest Pain In Instrument : setelah intervensi
Patient With Numerical Rating berkurang menjadi 2,61
ACS Scale ± 0,7 artinya tindakan
Analisis : termoterapi lokal
intervensi berdampak. Tetapi
thermotherapy secara statistik, hasil ini
diberikan dengan tidak ada perubahan
suhu 50 oC setelah yang signifikan.
patient masuk
keunit jantung
diberikan di bagian
dada posterior
selama 20 menit
sekali sehari,
kemudian mengisi
data demografi
(diabetes,
hipertensi dan
hiperlipidemia)
dan diukur tingkat
nyerinya
Hala et al 2018 Design: quasi Hasil penelitiann
experimental menunjukkan bahwa,
Effect Of Local research design Lebih dari setengahnya
Heat Aplication Sampel : pasien adalah laki-laki (63,3-
On dengan Sindrome 66,7%) secara signifikan
Physiological koroner akut antara kelompok studi &
Status And Pain Instrument : yang kelompok kontrol
Intensity Among digunakan ada 3 setelah 24 jam dari
Patient With yaitu wawancara aplikasi panas lokal.
ACS menggunakan Tingkat nyeri dada
kuisioner, alat menurun pada kelompok
pengukuran studi daripada kelompok
parameter kontrol setelah 24 jam
fisiologis dari aplikasi panas lokal.
(pengukuran
tekanan darah,
denyut jantung dan
pernapasan dan
saturasi oksigen)
Analisis :
intervensi yang
diberikan berupa
terapi
thermotherapy
yang dipanaskan
hingga 50 oC yang
dibungkus
menggunakan kain
katun dan
25
diletakkan
dibagian depan
dada selama 20
menit setiap 12
3.2 Pembahasan

Nyeri dada yang tidak mereda dapat menyebabkan berbagai masalah

fisiologis dan psikologis seperti ketidaknyamanan umum, kecemasan, gangguan

pernapasan, peningkatan resistensi pembuluh darah, peningkatan tekanan darah dan

disritmia jantung. Kondisi ini meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan

oksigen miokard, mengakibatkan eksaserbasi iskemia dan cedera miokard dan

memperburuk nyeri dada (Faucidkk. 2012).

Nyeri dada dikelola baik secara farmakologis maupun nonfarmakologis.

Obat pereda nyeri seperti nitrat, dan analgesik opioid secara luas digunakan untuk

manajemen nyeri dada farmakologis (Fauci dkk. 2012). Namun, di samping efek

terapeutik, obat nyeri juga membawa efek samping yang berbeda. Selain itu,

manajemen nyeri farmakologis membebankan beban keuangan yang signifikan pada

pasien, keluarga dan sistem perawatan kesehatan. Akibatnya, strategi

nonfarmakologis telah dikembangkan untuk pengelolaan nyeri. Salah satu strategi

manajemen nyeri nonfarmakologis adalah terapi panas (termoterapi).

Panas meningkatkan aliran darah ke jaringan yang terluka dan meradang.

Peningkatan perfusi jaringan mengurangi rasa sakit melalui peningkatan oksigenasi

jaringan dan memfasilitasi penghapusan mediator inflamasi seperti bradikinin dan

histamin dari jaringan yang terluka (Galedkk. 2006). Selain itu, menurut teori kontrol

gerbang, panas mengurangi rasa sakit dengan merangsang reseptor nonpain di kulit

dan dengan demikian menutup jalur rasa sakit (Habananda 2004). Ada berbagai

metode untuk memberikan terapi panas termasuk, namun tidak terbatas pada, terapi

panas lokal, terapi sauna dan mandi. Miyata dan Tei (2010) melaporkan bahwa terapi

26
sauna meningkatkan status hemodinamik, vaskular dan fungsi sistem saraf otonom

dan kesehatan umum pada pasien dengan gagal jantung kongestif.. Namun,

mengingat ketidakstabilan hemodinamik pada pasien dengan ACS, terapi panas lokal

dapat membantu meringankan nyeri dada pada pasien.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hala et all (2018) Effect of Local

Heat Application on Physiological Status and Pain Intensity among Patient with

Acute Coronary Syndrome menunjukan hasil bahwa terjadi penurunan tingkat nyeri

pada ACS. Intervensi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan kain katun dan

diletakan di bagian depan dada selama 20 menit setiap 12 jam selama 24 jam.

Dimana,ketika termoterapi diberikan pada dada akan menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah dan dapat meringankan gejala nyeri dada pada pasien. Hal ini

terjaddi dikarenaakan adanya pelebaran pembuluh darah, sehingga resisten pembuluh

darah menurun, pelebaran arteri dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah dan

denyut nadi, sedangkan untuk respirasi rate akan mengalami penurunan karena nyeri

dada yang dirasakan berkurang, untuk saturasi oksigen mengalami peningkatan

karena efek thermotherapy yang menurunkan resistensi vascular dan paru sehingga

dapat menyebabkan peningkatan oksigenasi.

Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Muhammad Pour et all

(2014) menunjukan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan

sesudah diberikan kompres hangat. dimana kelompok eksperimen yang diberikan

terapi panas local (thermotherapy) terjadi penurunan tekanan darah dengan cara

meningkatkan aliran darah, sehingga persentase pernafasan pasien dan SPO2

mengalami peningkatan sehingga dapat meredakan nyeri dada dengan cara

27
melebarkan arteri koroner, yang meningkatkan proses angiogenesis dan

meningkatkan perfusi miokad selain itu sebagai mediator inflamasi miokardium yang

terluka. Termoterapi ini akan merangsang sekresi endorphin yaitu senyawa seperti

morfin endogen yang membantu menghilangkan rasa sakit. Selain itu, termoterapi

dapat mengurangi kecemasan pasien karena mengurangi aktivitas simpatik,

mengurangi beban kerja jantung, mencegah perkembangan iskemia yang akhirnya

dapat mengurangi nyeri dada selain itu merangsang reseptor rasa sakit dan

mengurangi rasa sakit.

Penelitian yang dilakukan oleh Amin Moradkhani et all (2018) Effects of

Local Thermotherapy on Chest Pain in Patients with Acute Coronary Syndrome: A

Clinical Trial menunjukan hasil bahwa terjadi penurunan tingkat nyeri pada

kelompok intervensi. Dimana, peneliti memberikan intervensi termoterapi di bagian

dada posterior selama 20 menit sekali sehari yang dilakukan selama lima hari. pada

kelompok intervensi, dimana ketika diberikan termoterapi pada bagian dada akan

menyebabkan vasolidatasi pembuluh darah serta meringankan gejala nyeri dada pada

pasien hal ini terjadi karena adanya pelebaran pembuluh darah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kunnika Mujhanna (2017)

Keefektifan Kompres Hangat Untuk Menurunkan Skala Nyeri Pada Pasien Dengan

Angina Pektoris di IGD Rs. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta 2017

menunjukan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah

diberikan kompres hangat. Alat yang digunakan untuk mengukur variabel independen

adalah dengan observasi tindakan kompres hangat.

28
Maka penelitian menurut Hala et all (2018), Amin Moradkhani et all (2018),

Kunnika Mujhanna (2017), dan Mohammadpour, et al (2014), menjelaskan bahwa

terdapat pengaruh termoterapi pada nyeri dada pada pasien acute coronary syndrome.

3.3 Implikasi Keperawatan

Thermotherapy berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan

memberikan kenyamanan pada pasien dengan terjadinya efek ini akan menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah yang akan meningkatkan sirkulasi oksigen maupun

nutrisi sehingga membuat otot tubuh menjadi lebih rileks (Ningsih & Yuniartika,

2020). Faktanya, mediator nyeri, seperti bradikinin dan metabolit histamin,

dikeluarkan dari tempat yang terkena, sehingga termoterapi ini dapat mencegah

terjadinya nyeri, memberikan kelegaan, dan mengurangi nyeri jantung. Selain itu,

stimulasi reseptor termal akan meningkatkan sekresi endorfin oleh sistem kontrol

nyeri desenden yang, pada pada dasarnya akan mengurangi rasa sakit. Di sisi lain, hal

itu menyebabkan duplikasi endotel dan peningkatan sekresi oksida nitrat, sehingga

meningkatkan perfusi miokard yang mengarah pada pengurangan nyeri.

Termoterapi ini dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat maupun

keluarga. Penggunaan thermotherapy dapat diberikan bersamaan dengan pemberian

terapi secara farmakologi untuk mempercepat penurunan keluhan angina pektoris

29
BAB IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis jurnal penulis merekomendasikan terkait penggunaan

termoterapi untuk mengurangi nyeri dada pada pasien dengan syndrome

koroner akut. Dimana terapi ini dilakukan pada daerah dada bagian depan dan

belakang. Pemberian termoterapi efektif dalam menurunkan nyeri dan

memperbaiki status fisiologis yang memudahkan dalam proses penyembuhan

dan dapat dilakukan oleh pasien sindrom koroner akut.

4.2 Saran

a. Teoritis

Diharapkan dengan adanya analisis jurnal ini teori pemberian termoterapi

dapat menurunkan skala nyeri pada penderita ACS

b. Praktis

1. Bagi Program Studi Ners

Diharapkan dengan adanya analisis jurnal ini dapat menjadi tambahan

teori dan literatur bacaan tentang keperawatan Kritis

2. Bagi Perawat

Jurnal ini diharapkan dapat menamba wawasan, ilmu, pengetahuan serta

menjadi landasan dalam mengaplikasikan dalam tindakan keperawatan.

30
DAFTAR PUSTAKA

IGD RS Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita. (2016). Laporan Bulanan IGD
RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Jakarta.

Lewis S., Ducher L., Heitkemper M . HM. Coronary Artery Disease and Acute
Coronary Syndrome. Medical Surgical Nursing Assessment and
Management of Clinical Problems .10th Ed .St. Louis USA.702-33.; 2017

Mohammadpour A, Mohammadian B, Moghadam MB, Nematollahi MR. The effect


of local heat therapy on physiologic parameters of patients with acute
coronary syndrome : a randomized controlled clinical trial. 2014;7(2):74-
83. 11.

Hala P, Assist B, Amal P, et al. Effect of Local Heat Application on Physiological


Status and Pain Intensity among Patients with The 12th University
Research Colloqium 2020 Universitas ‘Aisyiyah Surakarta 55 Acute
Coronary Syndrome. 2018;7(6):70-80.

Moradkhani, A., Baraz, S., Haybar, H., Hemmatipour, A., & Hesam S. Effects of
Local Thermotherapy on Chest Pain in Patients with Acute Coronary
Syndrome : A Clinical Trial. 2018. doi:10.5812/jjcdc.69799.Research 13.

Mohammadian B, Mohammadpur A, Nematollahi MR, Jamiyati E, Room O. The


effects of local heat therapy in the posterior part of chest on physiologic
parameters in the patients with acute coronary syndrome : a randomized
doubleblind placebo-controlled clinical trial. 2017;(87). 14.

Mujhana Kunnika. Keefektifan Kompres Hangat Untuk Menurunkan Skala Nyeri


Pada Pasien Dengan Angina Pectoris Di IGD RS. Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta 2017. 2017;30

Sigit Nian Prasetyo. (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta.
Graha Ilmu

Sri. (2012). Pengaruh Guided Imagery Relactation Terhadap nyeri angina pektoris
pada klien Sindroma Koroner Akut. Diakses tanggal 15 Desember 2016.

Sudoyo, Aru W. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Interna Publishing.

31

Anda mungkin juga menyukai