Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Program Studi Profesi Ners


Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura
Pontianak
2017
Latar Belakang
 Stroke merupakan penyakit urutan kelima sebagai penyebab kematian
tersering, membunuh sekitar 130.000 orang per tahun di Amerika
Serikat (American Heart Association/American Stroke Association,
2016). Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan
sebanyak 1.236.825 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis
Nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (Kementrian
Kesehatan RI, 2013).

 Angka kejadian stroke di Kalimantan Barat adalah sebesar 5,8 per mil
(5,8‰). Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari di desa,
berdasarkan diagnosis nakes terdapat 8,2 per mil (8,2‰) maupun
berdasarkan diagnosis nakes atau gejala 12,7 per mil(12,7‰) (Riset
Kesehatan Dasar,2013).Di Kota Pontianak pada tahun 2013, angka
kejadian stroke meningkat tajam menjadi 12,1 per mil (12,1‰).
Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori penyakit stroke meliputi
definisi, tanda dan gejala, etiologi, patofisiologi,
komplikasi, penatalaksanaan?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Tn.M
degan stroke non hemoragik meliputi pengkajian,
analisa data, rencana keperawatan, implementasi
dan caatan keperawatan yang dilakukan?
Tujuan
a. Mengetahui konsep teori penyakit stroke meliputi
definisi, tanda dan gejala, etiologi, patofisiologi,
komplikasi, penatalaksanaan.
b. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien stroke
meliputi pengkajian, analisa data, rencana
keperawatan, implementasi dan caatan keperawatan
yang dilakukan.
c. Menerapkan asuhan keperawatan dengan masalah
utama stroke pada klien secara komprehensif.
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Stroke
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu
kepada setiap gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak
(Corwin, 2009).
Klasifikasi terbagi dua yaitu :
1. Stroke Iskemik
2. Stroke Hemoragik
Tanda dan Gejala

Menurut klasifikasi yang dikemukakan oleh The American Heart


Association, daerah-daerah(domain) neurologis yang mengalami
gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan dalam 6 tipeyang meliputi:

1. Motor: gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua


kelainan yang disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi
muka,lengan, dan kaki, baik mono maupun dalam bentuk gabungan.
2. Sensori: defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai
kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin
menyatakannya sebagai perasaan semutan, rasa baal, atau gangguan
sensitivitas. Kehilangan sensorik yang lebih kompleks meliputi gangguan
sepertiastereognosis dan agrafia.
3. Penglihatan: stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara
monokuler, hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal.
Tanda dan Gejala

4. Bicara dan bahasa: disfasia mungkin tampak sebagai gangguan


komprehensi, lupa akan nama-nama, adanya repetisi, dan gangguan
membaca dan menulis.Sebanyak kira-kira 30% penderita stroke
menunjukkan gangguan bicara. Kelainan bicara dan bahasa dapat
mengganggu kemampuan penderita untuk kembali ke kehidupan mandiri
seperti sebelum sakit.
5. Kognitif: kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi,
dan hilangnya kemampuan menghitung (kalkulasi). Sekitar 15-25%
penderita stroke menunjukkan gangguaun kognitif yang nyata setelah
mengalami serangan akut iskemik.
6. Afek: gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering
menyertai stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah
serangan dan jarang pada saat akut (Suwantara, 2004).
Pathway
Pemeriksaan Diagnostik

1. CT-Scan : CT-Scan adalah metode pilihan untuk


pengkajian tanda akut stroke. CT-Scan sangat sensitif
terhadap hemoragi, suatu pertimbangan penting
karena ada perbedaan vital pada terapi stroke
iskemik versus stroke hemoragik. CT- Scan juga
mudah diakses, bahkan pada rumah sakit kecil atau
rumah sakit pedesaan.
2. MRI : MRI jarang digunakan untuk situasi darurat
namun, MRI digunakan untuk menentukan lokasi
kerusakan yang tepat dan memantau lesi.(Corwin,
2009).
Tatalaksana

Tatalaksana Medis : Pemberian obat


neuroproteksi untuk pengobatan secara akut
stroke guna menurunkan metebolisme neuron,
mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron
yang rusak.Pemberian obat antikoagulasi seperti
INR 2-3 mg untuk stroke yang disebabkan oleh
fibrilasi atrium (Price, 2006).
Tatalaksana Keperawatan :Penanganan yang dilakukan perawat dalam
menghadapi pasien yang datang dengan keadaan stroke akut meliputi
pengkajian tanda dan gejala stroke, tanda-tanda vital serta pengkajian
persarafan, menyiapkan pasien untuk dilakukan pencitraan gambar otak
seperti CT-Scan dan MRI, kemudian memastikan keadaan oksigenisasi
pasien baik, pemberian posisi untuk meningkatkan sirkulasi agar tekanan
intrakranial meningkat (Summers, 2009).

Rehabilitasi sedini mungkin : Rehabilitasi awal meliputi pengaturan posisi,


perawatan kulit, fisioterapi dada, fungsi menelan, fungsi berkmih dan
gerakan pasif pada semua sendi ekstremitas.Mobilitas aktif sendini
mungkin secara bertahap sesuai toleransi setelah kondisi neurologis stabil
dan hemodinamik stabil. Depresi harus diobati sedini mungkin dengan obat
antidepresi yang tidak mengganggu fungsi kognitif. Terapi wicara harus
dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia dengan stimulasi sedini
mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi visual, terapi intonasi melodik dll
(Mansjoer, 2000).
Asuhan Keperawatan
JURNAL READING
Keperawatan holistik adalah inti dari
keperawatan dan memungkinkan orang untuk
mencapai status yang tinggi, stabil dan harmonis
tingkat fisik, mental, sosial dan spiritual dan
menemukan arti dan makna kehidupan dimana
yang termasuk dalam keperawatan holisti yaitu
bio-psiko-sosial dan spiritual
(Yung, Wan dan Ya, 2017).

Filosofi dari keperawatan adalah humanism,


holism dan care. Perawat merupakan profesi
yang mengutamakan sikap “care”, atau
kepedulian dan kasih saying terhadap pasien.
Caring merupakan suatu sikap peduli terhadap pasien dan keluarga, caring
juga bisa didefinisikan sebagai memberikan perhatian atau penghargaan
terhadap manusia yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Perilaku
caring akan berdampak positif bagi pasien dan menimbulkan meningkatnya
hubungan saling percaya, meningkatkan penyembuhan fisik, keamanan, dan
kenyamanan (Watson dalam Agusriansa, Erwin dan Huda, 2015).
Menurut Watson dalam Hutapea, Dedi dan Elias (2014)
mengatakan bahwa ada beberapa faktor carative dalam
perilaku caring perawat yaitu :

 Pendekatan humanistic dan altruistic


 Kepercayaan- harapan
 Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain
 Hubungan saling percaya dan saling membantu
 Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan
negatif klien
 Menggunakan problem solving dalam pengambilan keputusan
 Meningkatkan belajar mengajar interpersonal
 Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural dan spiritual
yang mendukung memberikan bantuan dalam kebutuhan dasar
manusia dan terbuka pada eksistensial fenomenologikal.
Salah satu upaya yang dapat perawat
berikan sebagai tindakan caring perawat
dalam menciptakan lingkungan fisik,
mental, sosiokultural dan spiritual yang
mendukung memberikan bantuan dalam
kebutuhan dasar manusia dan terbuka pada
eksistensial fenomenologikal yaitu dengan
metode Self-care regulation model.
Self-care regulation model merupakan gabungan teori Self-care Model dan
Self Regulation Model yaitu pengembangan kemampuan perawatan diri (self-care
agency) pasien dengan kemampuan meregulasi diri (self Regulation) melalui
peningkatan kemampuan pasien mengenal penyakitnya (illness cognition) agar
pasien mampu mengembangkan koping yang konstruktif. Koping yang konstruktif
tersebut juga harus difasilitasi oleh perawat agar memaksimalkan potensi pasien
dan keyakinan keberhasilan diri (self efficacy) pasien untuk melakukan regulasi
diri yang positif (self regulation).
Model self-care regulation ini berdasarkan pemikiran bahwa self-care yang
dilakukan oleh pasien secara mandiri melalui proses regulasi diri (self regulation)
yang baik akan membantu pasien mampu mengelola penyakitnya. Pengetahuan dan
keterampilan mengelola penyakitnya diperoleh melalui proses regulasi perawatan
diri (self-care regulation). Self-care regulation memposisikan pasien sebagai
observant dan membuat penilaian berdasarkan observasi yang dilakukan sendiri
oleh pasien. Proses observasi, penilaian dan reaksi yang dihasilkan oleh pasien
bergantung pada kerja sama yang harmonis antara perawat, pasien dan koping yang
dimiliki pasien. Proses yang melibatkan self-care regulation model ini merupakan
proses yang berkesinambungan dan timbal balik hingga pasien mampu melakukan
self care regulation secara mandiri dan terarah. Pada kondisi inilah, penderita
stroke dapat diberdayakan untuk menunjang proses kesembuhannya.
Peningkatan Kemampuan Self-
care Regulation
Interpretasi Diri
 Pasien stroke iskemik yang mendapatkan
 Pasien harus memiliki interpretasi
asuhan keperawatan self-care regulation
yang benar tentang penyakitkan, model mengalami peningkatan kemampuan
sehingga pasien akan self-care regulation dalam hal interpretasi
mengembangkan strategi koping sakit, lebih baik dibandingkan dengan
dengan mengoptimalkan potensi diri, pasien stroke iskemik yang mendapatkan
mengoptimalkan peran lingkungan asuhan keperawatan standar, interpretasi
tersebut meliputi aspek gejala dan tanda
dan usaha yang bersifat religius penyakit stroke, hubungan gejala dan
dalam mengatasi masalahnya dan penyakit stroke.Waktu yang dibutuhkan
melakukan penilaian atau untuk penyembuhan penyakit stroke,
mengevaluasi keberhasilan strategi konsekuensi dari penyakit stroke, control
koping yang telah dilakukan untuk atau penyembuhan penyakit stroke, respons
mengatasi masalah yang dihadapi, emosi akibat penyakit stroke, sebab
penyakit stroke.
dengan membandingkan kondisi
kesehatannya sebelum dengan
sesudah sakit stroke, sehingga
akhirnya pasien menetapkan atau
mengambil keputusan bertindak
untuk memenuhi kebutuhan self-
care.
Coping
 Strategi koping merupakan  Dengan peningkatan
salah satu aspek dari self kemampuan penilaian fi sik,
regulation, strategi koping psikologis, sosial, dan spiritual
dalam penelitian ini meliputi pasien stroke iskemik akan
optimalisasi potensi diri keberhasilan strategi koping
(koping aktif, perencanaan, yang digunakan untuk mengatasi
kontrol diri, penerimaan, dan masalah yang dihadapi, maka
berpikir positif optimalisasi pasien akan mampu menetapkan
atau membuat keputusan untuk
peran lingkungan (dukungan
melakukan tindakan untuk
sosial yang bersifat instrument
mengatasi masalah yang ada
dan Dukungan sosial yang
karena dengan penilaian yang
bersifat emosional), dan usaha positif maka pasien akan dapat
yang bersifat religious menerima realita atau kenyataan
(reinterpretasi positif, dan bahwa ia sakit stroke.
keyakinan spiritual).
Penilaian
 Penilaian seseorang terhadap
keberhasilannya mengatasi masalah yang
dihadapi merupakan aspek yang penting
dalam self regulation, dampak dari penyakit
stroke menyebabkan pasien mengalami
masalah baik aspek fisik atau biologis,
psikologis, sosial dan spiritual, penilaian
dalam penelitian ini meliputi penilaian fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual.
Self-care regulation model akan meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit diderita, sehingga akan menyadari tentang apa yang sedang diderita dan
dengan kesadaran tersebut akan menimbulkan motivasi untuk melakukan berbagai
upaya sehingga mempercepat penyembuhan penyakit.
Self efficacy tidak berhubungan dengan keterampilan khusus yang dimiliki seseorang
tetapi lebih kepada penilaian dari apa yang bisa individu lakukan dengan keterampilan
khusus tersebut. Konsep selfeffi cacy memiliki implikasi terhadap praktik
keperawatan. Kunci untuk meningkatkan self efficacy adalah membantu pasien untuk
belajar perilaku melalui model atau belajar untuk memodifi kasi perilaku yang
maladaptif melalui pengubahan penguatan.
Sumber Jurnal :

Suhardingsih, Mahfoed, Hargono, Nursalam.


(2012). Peningkatan Self-Care Agency Pasien
Dengan Stroke Iskemik Setelah Penerapan Self-
Care Regulation Model. Jurnal Ners Vol. 7(1) : 13–23

Anda mungkin juga menyukai