Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN

RUMATAN, REHABILITASI, DAN PENCEGAHAN KAMBUHAN PADA STROKE


Oleh: M. Khoirul Anam, S.Kep.,Ns

A. LATAR BELAKANG
Banyak upaya kesehatan yang telah dilakukan, namun bukan berarti bahwa masalah kesehatan dapat
teratasi secara tuntas semuanya, tetapi tetap saja muncul berbagai masalah kesehatan sehingga
memerlukan kemampuan dan pola pendekatan yang spesifik dari setiap masalah yang timbul, salah
satunya adalah penyakit pada gangguan sistem syaraf.
Sistem syaraf manusia adalah suatu sistem tubuh yang sangat penting. Di dalam sistem inilah berasal
segala kesadaran pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Sehingga kemampuan untuk
memberikan respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari sistem syaraf
tersebut. Mengingat betapa pentingnya sistem syaraf dalam mengatur dan mengkoordinasi berbagai
aktifitas sistem tubuh manusia sehingga jika terjadi gangguan akan mempengaruhi sistem tubuh yang
lain. Fungsi sistem syaraf ini dapat mengalami kerusakan apabila bagian otak mengalami gangguan
(Smeltzer, 2001).
Berhentinya suplai darah ke bagian otak dapat mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer &
Suzane, 2001). Hal ini dapat terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau terhalanginya asupan
darah ke otak oleh gumpalan. Terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak menimbulkan
masalah kesehatan (stroke) yang serius karena dapat menimbulkan kecatatan fisik mental bahkan
kematian (WHO, 2010).
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah
mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di
Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang
terkena serangan stroke.
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia, masalah stroke
semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan
menduduki urutan pertama di Asia.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah
penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi
muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta
dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan
wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak
terkecuali Indonesia.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh
penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa
pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan
sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus
di kasur.
Menurut data stroke tahun 1990 diperkirakan jumlah penderita stroke di Indonesia mencapai 500.000
orang dan sekitar 125.000 diantaranya meninggal atau cacat seumur hidup. Data stroke yang
dikeluarkan oleh Yayasan Stroke Indonesia menyatakan bahwa penderita stroke di Indonesia
jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 penelitian di sejumlah rumah sakit
menemukan pasien rawat inap karena stroke jumlahnya sekitar 23.000 orang.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33
provinsi dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan
987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan masyarakat,
hasilnya adalah penyakit stroke merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan.
Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina, Austria, tahun 2008 juga mengungkapkan
bahwa di kawasan Asia terus meningkatnya jumlah kasus stroke. Stroke merupakan penyakit saraf
yang paling sering mengakibatkan cacat dan kematian. Di samping menduduki peringkat utama di
antara segolongan penyakit saraf yang mengakibatkan kematian, stroke juga merupakan salah satu
dari tiga penyebab utama kematian pada umumnya.
Sampai saat ini, penderita stroke adalah penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir
semua pusat pelayanan rawat inap penderita saraf. Selain menimbulkan beban ekonomi bagi
penderita dan keluargannya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahan asuransi
kesehatan. Selain itu, kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke juga dapat mengakibatkan hilangnya
penghasilan penderita.
Dari berbagai fakta tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan masalah
utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Penderita stroke tidak dapat
disembuhkan secara total. Namun, apabila ditangani dengan baik maka dapat meringankan beban
penderita, meminimalkan kecacatan, dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam
beraktivitas.
Masalah krusial tersebut dapat diatasi, salah satunya dengan peningkatan pengetahuan tentang cara
merawat pasien stroke, strategi penanggulangannya yang mencakup aspek preventif, terapi
rehabilitasi, dan promotif. Peningkatan pengetahuan dapat dicapai dengan cara menyebarluaskan
pengetahuan tentang stroke misalnya melalui seminar.
Penyelenggaraan kegiatan seminar dengan sub materi “Asuhan Keperawatan Rumatan,
Rehabilitasi, Dan Pencegahan Kambuhan Pada Stroke,” yang diselenggarakan oleh RSUD
Probolinggo merupakan bentuk peran aktif untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan
nasional dalam meningkatkan dan mempertahankan kelangsungan hidup sehat pasien stroke.
B. PELAYANAN KEPERAWATAN
Pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan perlu bekerja sama dengan tim
kesehatan lainnya untuk mewujudkan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk sehingga
tercapailah derajat kesehatan yang optimal. Realisasi hal tersebut diperlukan upaya kesehatan
komprehensif yang dilaksanakan melalui pendekatan bio, psiko, sosial, kultural dan spiritual
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Upaya yang dilakukan difokuskan pada individu, keluarga,
masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit, yang mecakup seluruh proses kehidupan manusia.
Latar Belakang Keperawatan pada dasarnya adalah membantu individu sakit atau sehat dengan
serangkaian aktivitas yang menunjang untuk sehat dan pemulihannya atau membantu pada kematian
dengan tenang yang mereka lakukan tanpa bantuan, bila mereka mempunyai kekuatan, kemauan atau
pengetahuan yang diperlukan, keperawatan juga membantu individu melaksanakan terapi ditentukan
dan menjadi mandiri sesegera mungkin (Carpenito, 2000).

C. PERAWATAN PASIEN STROKE


Menurut dr. M. Syaiful Islam Sp.S (K) dari RSUD dr. Soetomo Surabaya, salah satu mata
rantai yang amat berpengaruh terhadap keberhasilan terapi stroke akut, yaitu perlengkapan
atau sarana perawatan akut dan rehabulitasi dini.
Selama ini model perawatan terhadap penderita stroke disamakan dengan perawatan
terhadap pasien dengan penyakit lain, akibatnya lama perawatan di rumah sakit menjadi
lebih panjang dan penanganan juga menjadi kurang sempurna.
Saat ini telah dilakukan berbagai uji coba model perawatan khusus bagi penderita stroke,
antara lain, unit perawatan intensif penderita stroke akut, unit rehabilitasi stroke, serta unit
perawatan stroke akut dan rehabilitasi dini.
Dalam penerapan model perawatan khusus bagi penderita stroke, unit ini dikendalikan oleh
tim multidispliner yang melibatkan berbagai bidang keahlian, mulai dari dokter spesialis
saraf, paramedik, ahli gizi, terapist, pekerja sosial dan bidang-bidang lain yang terkait
dengan unit rehabilitasi medik.
Strategi manajemen stroke mempunyai tujuan utama yaitu:
a. Memperbaiki keadaan penderita sehingga kesempatan hidup maksimum, di mana
dilakukan usaha medis/terapeutik terutama dalam fase akut hingga optimal
b. Memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita dan keluarga
c. Mencegah timbulnya serangan stroke berulang
d. Mencegah timbulnya komplikasi akibat stroke
Tujuan utama tersebut dapat diwujudkan dengan tiga pendekatan pelayanan keperawatan
pada stroke, antara lain : perawatan rumatan, perawatan rehabilitasi, dan perawatan
pencegahan kekambuhan.
1. PERAWATAN RUMATAN PADA STROKE
Prinsip perawatan umum pada penderita stroke akut adalah mempertahankan kondisi
agar dapat menjaga tekanan perfusi dan oksigenasi serta makanan yang cukup agar
metabolisme sistemik otak terjamin.
Secara klinis dilakukan:
a. Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC
b. Mencegah infeksi sekunder terutama pada traktus respiratoriusdan urinarius
c. Menjamin nutrisi, cairan dan elektrolit yang stabil dan optimal
d. Mencegah dekubitus dan trombosis vena dalam
e. Mencegah timbulnya stress ulcer dengab pemberian antasida/PPI
f. Menilai kemampuan menelan penderita untuk menilai apakahdapat diberikan
makanan per oral atau dengan NGT (nasogastric tube).

Pelayanan keperawatan terhadap masalah bersihan jalan nafas yang tidak efektif,
antara lain :
a. Auskultasi bunyi nafas
b. Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn
masalah keperawatan lain)
c. Lakukan penghisapan sekret dan pasang oro atau naso faringeal tube jika
kesadaran menurun
d. Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam
e. Kolaborasi:
- Pemberian oksigen
- Laboratorium: Analisa gas darah, darah lengkap dll
- Pemberian obat sesuai indikasi

Pelayanan keperawatan terhadap masalah perubahan perfusi jaringan serebral,


antara lain :
a. Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
b. Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah
c. Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang
pandang atau ke dalam persepsi.
d. Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang
memaksa (batuk terus menerus).
e. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi
pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi.
f. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis
g. Berikan obat sesuai indikasi.
Pelayanan keperawatan terhadap masalah kerusakan mobilitas fisik, antara lain :
a. Kaji kemampuan fungsional klien dalam melakukan aktifitas
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
c. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.
d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
e. Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-
hari.
f. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit
g. Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi
seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai
keseimbangan
h. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi
pasien.

Pelayanan keperawatan terhadap masalah kerusakan komunikasi verbal, antara lain:


a. Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
b. Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara
c. Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan
penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan
pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki
kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk
mengulang
d. Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan
dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya
ya atau tidak.
e. Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan
pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien,
lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk
berkomunikasi dengan tenang
f. Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
g. Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
h. Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
i. Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.

Pelayanan keperawatan terhadap masalah perubahan sensori persepsi, antara lain :


a. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa
persendian
b. Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
c. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau
tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.
d. Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan
e. Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang
pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplopia.
f. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala,
letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata
yang sakit jika perlu.
g. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
h. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan
i. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh tertentu.
j. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak
sesuai, agitasi, halusinasi.
k. Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
l. Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek,
pertahankan kontak mata.

Pelayanan keperawatan terhadap masalah kurang perawatan diri, antara lain :


a. Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri
b. Bantu klien dalam personal hygiene
c. Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
d. Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan lotion yang mengandung
minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk
mengetahui adanya kerusakan.
e. Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap
minggu sesuai indikasi.
f. Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa
dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih. Kaji dan
pantau status nutrisi.
g. Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.
h. Pastikan eliminasi yang teratur.
i. Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan.
j. Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
k. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

Pelayanan keperawatan terhadap masalah gangguan harga diri, antara lain :


a. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya
b. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
c. Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi
dalam kegiatan rehabilitasi
d. Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak
mungkin untuk dirinya sendiri
e. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.

Pelayanan keperawatan terhadap masalah kurang pengetahuan tentang kondisi


dan pengobatan, antara lain :
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
b. Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan
c. Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang
belum jelas
d. Beri feed back/umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau
klien Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien
e. Diskusikan rencana untuk memenuhi perawatan diri
f. Identifikasi faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-
lain) dan perubahan pola hidup yang penting
g. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus
h. Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama
kegiatan berfikir.

Pelayanan keperawatan terhadap masalah cidera, antara lain :


a. Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan
lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil
untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau
semua bagian pengaman tempat tidur terpasang
b. Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan
menggunakan termometer bila ada
c. Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi
d. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
e. Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur
f. Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah

2. PERAWATAN REHABILITASI PADA STROKE


Ketika seorang pasien tidak lagi sakit akut setelah suatu stroke, staf pelayanan
kesehatan fokus pada memaksimalkan kemampuan-kemampuan fungsional pasien. Ini
paling sering dilakukan dalam suatu rumah sakit rehabilitasi pasien dalam atau dalam
suatu area khusus dari suatu rumah sakit umum. Rehabilitasi dapat juga mengambil
tempat pada suatu fasilitas perawatan.
Proses rehabilitasi dapat memasukkan beberapa atau semua dari yang berikut:
a. Terapi kemampuan berbicara untuk mempelajari kembali berbicara dan menelan
b. Terapi pekerjaan untuk memperoleh kembali keterampilan pada lengan-lengan dan
tangan-tangan
c. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan jalan
d. Pendidikan keluarga untuk mengorientasikan mereka pada perawatan untuk orang
yang dicintai mereka di rumah dan tantangan-tantangan yang akan mereka hadapi.
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:
a. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring
b. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan pemulihan fungsional
yang paling optimal
c. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari
d. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke :
a. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang terkena
terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk
bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin juga
mengikutsertakan sisi yang sakit. Pasien dan keluarga seringkali beranggapan salah,
mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien
secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila
ada “kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang sakit tidak pernah
digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.
b. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional daripada
gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih,
memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikutsertakan dan
mengaktifkan bagian-bagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal
lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. Melatih gerak seperti menekuk
dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi
saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan
untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk
sirkuit yang baru.
c. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang
normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama
dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan
bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien masih menggunakan ototnya secara
“aktif”. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang
akan dilatih (otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien
mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan
memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada dan
seharusnya dihindari. Besarnya bantuan “tenaga” yang diberikan harus disesuaikan
dengan kemajuan pemulihan pasien.
d. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai, yaitu
dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk
statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu
mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun
waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik
tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh
doyong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau
samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu
stabilitas berdiri statik dan dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu
melakukan aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai
apabila pasien juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.
e. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan. Gerak
fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila pasien siap secara
fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan kelenturan otot-otot, lingkup gerak
semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan.
Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil
yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah
satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan sesudah latihan
perlu dimonitor. Lama latihan tergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang
sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama
(umumnya sekitar 45-60 menit) namun dengan pengulangan sesering mungkin.
f. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh kemampuan
fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang utuh. Rehabilitasi fisik
dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisahpisahkan. Mengembalikan
kemampuan fisik seseorang harus melalui kemampuan kognitif, karena rehabilitasi
pada prinsipnya adalah suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali
melakukan suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.

3. PERAWATAN PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PADA STROKE


Oleh karena itu pencegahan stroke menjadi sangat penting. Upaya pencegahan antara
lain berupa kontrol terhadap faktor risiko stroke, perilaku hidup yang sehat (primary
prevention), periksa kesehatan secara rutin, patuh minum obat.
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
b. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
c. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit
jantung lainnya.
d. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan
penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan)
e. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan  pembuluh darah arteri
sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun  pada ektremitas.
Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam
meningkatkan prevalensi  stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut
diantaranya, adalah:
a. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan
antara keduanya itu.
b. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya
stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal
tersebut berkaitan  secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat
dapat menimbulkan MCI.
c. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena
serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita.
d. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun
tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
e. Riwayat keluarga.

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;


a. Hipertensi
Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan
pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu
aliran darah cerebral.
b. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang
diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver
tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
c. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran
darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada
kelainan jantung dan pembuluh darah.
d. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap
kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
e. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah
otak.
f. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.
g. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
embolus dari lemak.
h. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah
otak.
i. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
j. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan
pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

Anda mungkin juga menyukai