STROKE
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
1.Ashdani Afidia W
2.Citra Riswinda
3.Imelta Anggraini
5.Wahyu Fitria A
BAB I PENDAHULUAN
Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006). Stroke juga didefinisikan
sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak, disebabkan karena terjadi gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Musttaqin, 2008). Stroke
merupakan penyebab utama kecacatan dan menjadi penyebab ketiga kematian di dunia setelah
jantung dan kanker. Di dunia 15 juta orang menderita stroke setiap tahunnya, di Amerika
Serikat terjadi sekitar 780.000 stroke baru atau 3,4 per 100 ribu penduduk, sedangkan di
Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk (Elkind, 2010)
Data nasional di Indonesia menunjukkan stroke menjadi penyebab kematian tertinggi yaitu
15,4% (Soertidewi, 2011) dalam Syah (2011). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8%. Dari
total jumlah penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 % atau 250 ribu orang meninggal dunia
dan sisanya cacat ringan maupun berat sehingga tahun 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta
Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan berkaitan dengan peningkatan angka kejadian
faktor resiko stroke. Faktor yang ditemukan beresiko terhadap stroke adalah diabetes militus, gangguan
kesehatan mental, hipertensi, merokok dan obesitas abnormal. Stroke dibagi menjadi dua kategori
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik atau stroke non hemoragik. Stroke hemoragik adalah
stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan
darah merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya (Pudiastuti, 2011). Stroke non
hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak akibat tersumbatnya pembuluh darah
tanpa terjadi suatu perdarahan, hampir sebagian besar pasien atau 83% mengalami stroke non
Dari data yang diambil di BRSU Tabanan terdapat 275 orang menderita stroke pada tahun
2010, yang terdiri dari 225 kasus (82%) stroke non hemoragik dan 50 kasus (18%) stroke
hemoragik. Pasien stroke yang dirawat pada tahun 2011 sebanyak 308 orang terdiri dari stroke
non hemoragik sebanyak 218 orang (71%) dan stroke hemoragik sebanyak 90 orang (29%). Di
ruang HCU dirawat 344 pasien pada tahun 2012, yang terdiri dari 188 orang dengan stroke non
hemoragik dan 156 orang dengan stroke hemoragik. Pada tahun 2013 sampai dengan akhir
bulan Agustus tercatat 239 orang pasien stroke yang terdiri dari 86 orang (36%) stroke
Kesembuhan pasien stroke tergantung pada beberapa elemen yaitu jumlah dan lokasi otak yang
rusak, kesehatan umum pasien yang bersangkutan, sifat-sifat (personality) dan kondisi
emosional pasien. Demikian juga dukungan dari keluarga dan kawan-kawan serta yang
terpenting adalah pengobatan yang diterimanya (Pudiastuti, 2011). Hal yang paling ditakuti
oleh penderita stroke adalah bahwa hampir selalu penderita yang diserang stroke akan
mengalami kecacatan, sehingga dapat mengubah seseorang yang tadinya kuat dantampak tidak
kenal takut menjadi lemah dan selalu bergantung pada bantuan orang lain. Menurut Sharley
(2003) dalam Sembiring (2010) menyebutkan bahwa dari sisi psikologi, stroke dapat membuat
Hasil pengamatan yang sudah dilakukan, didapatkan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit
sering mengalami stress dan masalah psikologis yang berkaitan dengan penyakitnya yang dapat
muncul atau dirasakan oleh pasien dan keluarganya disaat pasien harus dirawat mendadak di
rumah sakit. Para peneliti memperkirakan bahwa antara 50 sampai 80 persen dari seluruh kasus
langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa subyek yang spesifik (Suliswati, 2005).
Konsekuensi sosial dan emosi pada cedera otak membutuhkan perhatian ekstra dalam proses
rehabilitasi, salah satunya dengan menurunkan tingkat kecemasan dan mengubah perasaan
tertekan karena mengalami perubahan traumatis dalam kualitas hidupnya. Direktorat Bina
sebagai salah satu indikator mutu pelayanan keperawatan klinik. Kejadian cemas dapat
bertambahnya hari rawat dan pasien dapat mencederai diri, orang lain dan lingkungannya.
Dampak kecemasan terhadap sistem saraf sebagai neurotransmiter, terjadi peningkatan sekresi
gangguan; a) fisik (fisiologi) antara lain; denyut jantung, suhu tubuh, mual muntah, diare, sakit
kepala dan kehilangan nafsu makan, b) gejala gangguan tingkah laku antara lain; aktivitas
psikomotorik bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar tidur dan
gerakan yang aneh-aneh, c) gejala mental antara lain; kurang konsentrasi, pikiran meloncat-
loncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan ingatan, phobia, ilusi dan halusinasi.
Cemas akan kecacatan dan kematian pada pasien stroke bisa berakibat terganggunya proses
pengobatan danrehabilitasi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada bulan Agustus 2013 di Ruang HCU BRSU Tabanan
didapatkan 34% pasien yang dirawat mengalami kecemasan, baik kecemasan ringan maupun
sedang. Gejala cemas yang ditunjukkan oleh pasien antara lain pasien mengeluh cemas dan
takut, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, pasien merasa sesak, peningkatan denyut
jantung dan tekanan darah, pasien tampak gelisah, muka tegang, mudah berkeringat, sikap
Selama ini pemberian terapi standar untuk stroke dan rehabilitasi lebih ditujukan untuk
memperbaiki kemampuan fungsional penderita stroke yang mengalami defisit neurologik dan
dapat mengurangi kerugian akibat perawatan yang terlalu lama. Pemberian obat penenang pada
pasien cemas, seperti antidepresan, antihistamin, benzodiazepin memiliki efek samping yaitu
ketergantungan dan gangguan saraf apabila diberikan dalam jangka waktu yang lama.
Penanganan lainnya yang dilakukan dalam mengatasi gangguan kecemasan antara lain dengan
adalah suatu pendekatan psikoterapi dengan bicara yang bertujuan untuk memecahkan masalah
tentang disfungsional emosi, perilaku dan kognisi melalui prosedur yang berorientasi dan
sistematis di masa sekarang, membantu pasien mengenali pikiran yang berkontribusi pada
kecemasan tetapi cara ini biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun. Terapi musik merupakan salah satu terapi modalitas dalam menangani kecemasan yang
Terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik (suara, irama, melodi dan
harmoni) oleh seorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau
meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri dan untuk mencapai tujuan
terapi lainnya (Djohan, 2006). Terapi musik merupakan alat terapi yang bersifat universal,
mudah diterima oleh organ pendengaran dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan
ke sistem limbik yaitu bagian otak yang memproses emosi. Jadi terapi musik itu sendiri adalah
penggunaan musik sebagai alat terapi untuk membantu pasien pulih secara fisik dan psikologis
Musik merupakan salah satu bentuk terapi pelengkap (complementary therapy) (Syah, 2011).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapi berbasis musik pada pasien stroke selain dapat
meningkatkan fungsi motorik yang dihubungkan dengan membaiknya koneksi kortikal, juga
yang positif, meningkatkan mood/suasana hati dan fungsi kognitif serta menurunkan
stres/kecemasan (Esi RS, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Forsblom A, dkk, (2009)
menunjukkan bahwa mendengarkan musik dapat dilakukan selama fase akut pemulihan stroke,
dimana dengan menggunakan musik disertai terapi standar pada pasien stroke akut dapat
memberikan efek emosional yang positif dan terlihat lebih kooperatf dalam menjalankan
program rehabilitasi dibanding kelompok kontrol. Selama fase akut tersebut dijumpai
perbaikan mood, emosi, interaksi sosial dan pemulihan yang lebih cepat (Tamaino CM, 2009)
Menurut Mucci (2004), pemilihan musik sangat penting dalam memberikan efek relaksasi pada
pasien yang mengalami stress dan kecemasan. Musik yang dipilih hendaknya yang sederhana,
menenangkan dan mempunyai tempo yang teratur. Jenis musik yang tidak disarankan adalah
pop, disco, rock and roll dan musik yang berirama keras (anapestik beat, yaitu dua beat pendek,
satu beat panjang dan kemudian pause), merupakan irama yang berlawanan dengan irama
jantung. Musik lembut dan teratur seperti instrumental dan musik klasik merupakan musik
yang sering digunakan untuk terapi musik (Potter, 2005) yang dikutip oleh Antonie(2013).
Musik relaksasi merupakan musik yang sederhana, menenangkan dan mempunyai tempo yang
teratur yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi stress, cemas dan dapat
menimbulkan kondisi rileks pada seseorang. Musik relaksasi yang terbaik adalah musik
instrumental, musik alam sekitar atau musik mediatif (Mucci, 2004). Mendengarkan musik
seseorang lebih rileks dan berkonsentrasi, dimana musik ini bersifat universal karena tidak ada
lirik, sehingga kita tidak perlu menafsirkannya terhadap sesuatu (Anthonie, 2013). Penelitian
yang dilakukan oleh Windari (2012) di RSUP Sanglah, menyebutkan bahwa terapi musik
relaksasi instrumental, dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani terapi
hemodialise. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruang HCU BRSU Tabanan pada
bulan Agustus 2013, dari sembilan orang yang mengalami kecemasan setelah diperdengarkan
beberapa jenis musik, enam orang memilih jenis musik relaksasi instrumental sisanya memilih
mantram gayatri dan musik klasik. Jenis musik instrumental yang paling banyak disukai oleh
Musik yang sesuai dengan selera pasien mempengaruhi sistem limbik dan saraf otonom,
menciptakan suasana rileks, aman dan menyenangkan sehingga merangsang pusat rasa
ganjaran dan pelepasan substrat kimia gamma amino butyric acid (GABA), enkephalin dan
beta endorphin yang akan mengeleminasi neurotransmitter rasa nyeri maupun kecemasan
sehingga menciptakan ketenangan dan memperbaiki suasana hati (mood) pasien (Prasetyo,
2005).
Saat ini di Ruang HCU BRSU Tabanan dalam penanganan kecemasan pada pasien hanya
sebatas pada prosedur standar seperti pemberian obat anti cemas dan komunikasi terapeurik,
dan belum menerapkan pemberian terapi musik relaksasi instrumental, sehingga penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi musik relaksasi instrumental
1.2 Rumusanmasalah
Berdasarkan paparan dalam latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh pemberian terapi musik relaksasi instrumental
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik relaksasi instrumental
a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien stroke saat pre test pada kelompok
c. Membandingkanperbedaantingkatkecemasanpadapasienstrokesaatpretest
d. Membandingkanperbedaantingkatkecemasanpadapasienstrokesaatpretest
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. UraianTeori
1. Stroke
a. Pengertian
1) StrokeIskemik
11
12
d) CompletedStroke
- Trombosis
- Embolisme
- Vasokonstriksi
Subarakhnoid).
2009).
13
2) StrokeHemoragik
b. Patofisiologi
adalah arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher
hemoragik.
menekan jaringanotak.
c. Etiologi
yaitu :
2015).
d. Klasifikasi
lebih fatal.
gangguan.
e. Tanda danGejala
1) Kehilanganmotorik
diluruskan.
2) Kehilangankomunikasi
a) Bicara jadipelo
3) Gangguanpersepsi
4) Defisitintelektual
a) Kehilanganmemori/pelupa
b) Rentang perhatiansingkat
c) Tidak bisaberkonsentrasi
d) Tidak dapatberhitung
a) Usia
(Farida,2009).
b) Jenis kelamin
c) Faktor genetik
kiri.
22
(Goldstein dkk,2010).
2014).
a. Pengertian
2017).
Living).
2) Kesehatan fisiologis
(Activity DailyLiving).
3) FungsiKognitif
(Activity DailyLiving).
4) FungsiPsikososial
Living).
5) Tingkatstress
kehilangan.
6) Ritmebiologi
dan hormon.
7) Statusmental
8) Pelayanankesehatan
Living.
3. Kemampuan PemenuhanADL
adalah sebagaiberikut:
28
a. Mandi
b. Berpakaian danberhias
c. Makan
(Moorhead dkk,2013).
d. PenggunaanToilet
buang air besar dan buang air kecil serta mampu bangun
2009).
f. Mobilitas
4. Cara PengukuranADL
kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL
&naiktangga.
FIM Skala ordinal Kehandalan < 20 menit Skala ADL
(Functional dengan 18 item, 7 &kesahihan sangat sesuai yang sudah
Independen level dengan skor baik, sensitif untuk diterima
ce Measure) berkisar antara 18 dan dapat skrinning, secara luas,
– 126; area yang mendeteksi penilaian pelatihan
dievaluasi; perubahan formal, untuk petugas
perawatan diri, kecil dengan pemantauan pengisi lebih
kontrol stringfer, 7level. dan lama karena
transfer, pemeliharaa itembanyak.
lokomosi, n terapi serta
komunikasi dan evaluasi
kognitifsosial. program.
ADL dasar dan mobilitas ADL dasar, sering disebut ADL saja,
5. Indeks Barthel
33
Wade DT) adalah suatu alat atau instrument ukur status fungsional
atas mengontrol buang air besar dan rangsang buang air kecil ,
Keterangan :
20 : mandiri
12 - 19 : ketergantungan ringan
5 – 8 : ketergantungan berat
0 – 4 : ketergantungan total
Agung,2010)
173
B. Kerangka Teori
C. PertanyaanPeneliti
RSUD Sleman?
17
4
Bab lll
Kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Pelajar.
Dourman, Karel. 2013. Waspadai Stroke Usia Muda. Jakarta: Penerbit Cerdas
Sehat.
Lehtimaki, Juhani. 2013. Smashing Android UI. United Kingdom: John Wiley &
Sons, Inc.
Magazine, Smashing. 2012. The Mobile Book. Germany: Smashing Media GmbH,
Feiburg.
Mulyana, Hendrik. 2012. Aplikasi Pilihan Android. Jakarta: Penerbit PT Elex
Media Komputindo.
Nudelman, Greg. 2013. Android Design Patterns. Canada: John Wiley & Sons,
Inc.
Rustan, Surianto. 2009. Mendesain Logo. Jakarta PT.Gramedia Pustaka Utama.
Smith, Tom. 1998. Mengatasi Stroke. Jakarta: Penerbit Arcan.
Wahjoepramono, eka julianta. 2010. 171 Tanya Jawab Tentang Stroke. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Jurnal
Murtaqid, Maret 2013. Perbedaan Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif dan
Aktif Selama 1-2 Minggu Terhadap Peningkatan Gerak Sendi Pada
Penderita Stroke di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Jurnal
Keperawatan Soedirman, Volume 8, No.1, http://keperawatan.
unsoed.ac.id/sites/default/files/jks20130801_56-68.pdf, (diakses pada tanggal 2
Mei 2014).
Safitri, FN, 2012. Resiko Stroke Berulang dan Hubungannya denganPengetahuan
dan Sikap Keluarga. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran,
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/viewFile/679/725, (diakses pada
tanggal 5 Mei 2014).
177
Internet
American Stroke Assosiation. About Stroke.
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/About-
Stroke_UCM_308529_SubHomePage.jsp, (diakses pada tanggal 13 juni 2014).
Hriwijaya, Dwinawan. (2013). Perbedaan UX dan UI. http://uniteux.com/ memahami-
perbedaan-ux-dan-ui/, (diakses pada tanggal 23 September 2014).
Karimuddin, Amir. (2012), Pengguna Smartphone di Asia.
https://dailysocial.net/post/inilah-temuan-nielsen-tentang-penggunaan-
smartphone-di-asia/, (diakses pada tanggal 12 April 2014).
National Stroke Association. Understand Stroke
http://www.stroke.org/understand-stroke/what-stroke, (diakses pada tanggal 16
juni2014).
Riset Kesehatan Dasar 2013. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas
%202013.pdf, (diakses pada tanggal 18 Mei 2014).
Wijaya, Ketut Krisna. (2014), Android Mendominasi Smartphone Indonesia.
http://id.techinasia.com/android-opera-dominasi-smartphone-indonesia- 2014/,
(diakses pada tanggal 18 Juli 2014).