Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

STROKE

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:

1.Ashdani Afidia W

2.Citra Riswinda

3.Imelta Anggraini

4.Nurul Ulfa Aulia

5.Wahyu Fitria A
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMasalah

Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya

aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006). Stroke juga didefinisikan

sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak, disebabkan karena terjadi gangguan

peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Musttaqin, 2008). Stroke

merupakan penyebab utama kecacatan dan menjadi penyebab ketiga kematian di dunia setelah

jantung dan kanker. Di dunia 15 juta orang menderita stroke setiap tahunnya, di Amerika

Serikat terjadi sekitar 780.000 stroke baru atau 3,4 per 100 ribu penduduk, sedangkan di

Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk (Elkind, 2010)

dalam Syah (2011).

Data nasional di Indonesia menunjukkan stroke menjadi penyebab kematian tertinggi yaitu

15,4% (Soertidewi, 2011) dalam Syah (2011). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan riset

kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8%. Dari

total jumlah penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 % atau 250 ribu orang meninggal dunia

dan sisanya cacat ringan maupun berat sehingga tahun 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta

orang akan meninggal karenastroke.

Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan berkaitan dengan peningkatan angka kejadian

faktor resiko stroke. Faktor yang ditemukan beresiko terhadap stroke adalah diabetes militus, gangguan

kesehatan mental, hipertensi, merokok dan obesitas abnormal. Stroke dibagi menjadi dua kategori

yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik atau stroke non hemoragik. Stroke hemoragik adalah

stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan

darah merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya (Pudiastuti, 2011). Stroke non
hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak akibat tersumbatnya pembuluh darah

tanpa terjadi suatu perdarahan, hampir sebagian besar pasien atau 83% mengalami stroke non

hemoragik (Wiwit, 2010).

Dari data yang diambil di BRSU Tabanan terdapat 275 orang menderita stroke pada tahun

2010, yang terdiri dari 225 kasus (82%) stroke non hemoragik dan 50 kasus (18%) stroke

hemoragik. Pasien stroke yang dirawat pada tahun 2011 sebanyak 308 orang terdiri dari stroke

non hemoragik sebanyak 218 orang (71%) dan stroke hemoragik sebanyak 90 orang (29%). Di

ruang HCU dirawat 344 pasien pada tahun 2012, yang terdiri dari 188 orang dengan stroke non

hemoragik dan 156 orang dengan stroke hemoragik. Pada tahun 2013 sampai dengan akhir

bulan Agustus tercatat 239 orang pasien stroke yang terdiri dari 86 orang (36%) stroke

hemoragik dan 153 orang (64%) stroke nonhemoragik.

Kesembuhan pasien stroke tergantung pada beberapa elemen yaitu jumlah dan lokasi otak yang

rusak, kesehatan umum pasien yang bersangkutan, sifat-sifat (personality) dan kondisi

emosional pasien. Demikian juga dukungan dari keluarga dan kawan-kawan serta yang

terpenting adalah pengobatan yang diterimanya (Pudiastuti, 2011). Hal yang paling ditakuti

oleh penderita stroke adalah bahwa hampir selalu penderita yang diserang stroke akan

mengalami kecacatan, sehingga dapat mengubah seseorang yang tadinya kuat dantampak tidak

kenal takut menjadi lemah dan selalu bergantung pada bantuan orang lain. Menurut Sharley

(2003) dalam Sembiring (2010) menyebutkan bahwa dari sisi psikologi, stroke dapat membuat

penderita merasa rendah diri dan tidak berguna akibat kecacatan.

Hasil pengamatan yang sudah dilakukan, didapatkan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit

sering mengalami stress dan masalah psikologis yang berkaitan dengan penyakitnya yang dapat

mengakibatkan pasien mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan reaksi pertama yang

muncul atau dirasakan oleh pasien dan keluarganya disaat pasien harus dirawat mendadak di

rumah sakit. Para peneliti memperkirakan bahwa antara 50 sampai 80 persen dari seluruh kasus

penyakit yang terjadi berkaitan langsung dengan kecemasan (Prasetyo,2011).


Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara

langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa subyek yang spesifik (Suliswati, 2005).

Konsekuensi sosial dan emosi pada cedera otak membutuhkan perhatian ekstra dalam proses

rehabilitasi, salah satunya dengan menurunkan tingkat kecemasan dan mengubah perasaan

tertekan karena mengalami perubahan traumatis dalam kualitas hidupnya. Direktorat Bina

Pelayanan Keperawatan Ditjenbinyamed Depkes RI tahun 2008, mencantumkan kecemasan

sebagai salah satu indikator mutu pelayanan keperawatan klinik. Kejadian cemas dapat

mempengaruhi status kesehatan pasien karena dapat menyebabkan ketidaknyamanan,

bertambahnya hari rawat dan pasien dapat mencederai diri, orang lain dan lingkungannya.

Dampak kecemasan terhadap sistem saraf sebagai neurotransmiter, terjadi peningkatan sekresi

norepinefrin, serotonin dan gamma aminobutyric acid sehingga mengakibatkan terjadi

gangguan; a) fisik (fisiologi) antara lain; denyut jantung, suhu tubuh, mual muntah, diare, sakit

kepala dan kehilangan nafsu makan, b) gejala gangguan tingkah laku antara lain; aktivitas

psikomotorik bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar tidur dan

gerakan yang aneh-aneh, c) gejala mental antara lain; kurang konsentrasi, pikiran meloncat-

loncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan ingatan, phobia, ilusi dan halusinasi.

Cemas akan kecacatan dan kematian pada pasien stroke bisa berakibat terganggunya proses

pengobatan danrehabilitasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada bulan Agustus 2013 di Ruang HCU BRSU Tabanan

didapatkan 34% pasien yang dirawat mengalami kecemasan, baik kecemasan ringan maupun

sedang. Gejala cemas yang ditunjukkan oleh pasien antara lain pasien mengeluh cemas dan

takut, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, pasien merasa sesak, peningkatan denyut

jantung dan tekanan darah, pasien tampak gelisah, muka tegang, mudah berkeringat, sikap

menolak, berbicara kasar dan kurang konsentrasi.

Selama ini pemberian terapi standar untuk stroke dan rehabilitasi lebih ditujukan untuk

memperbaiki kemampuan fungsional penderita stroke yang mengalami defisit neurologik dan
dapat mengurangi kerugian akibat perawatan yang terlalu lama. Pemberian obat penenang pada

pasien cemas, seperti antidepresan, antihistamin, benzodiazepin memiliki efek samping yaitu

ketergantungan dan gangguan saraf apabila diberikan dalam jangka waktu yang lama.

Penanganan lainnya yang dilakukan dalam mengatasi gangguan kecemasan antara lain dengan

pemberian psikoterapi seperti terapi perilaku kognitif/Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

adalah suatu pendekatan psikoterapi dengan bicara yang bertujuan untuk memecahkan masalah

tentang disfungsional emosi, perilaku dan kognisi melalui prosedur yang berorientasi dan

sistematis di masa sekarang, membantu pasien mengenali pikiran yang berkontribusi pada

kecemasan tetapi cara ini biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun. Terapi musik merupakan salah satu terapi modalitas dalam menangani kecemasan yang

saat ini sering digunakan oleh tenaga kesehatan.

Terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik (suara, irama, melodi dan

harmoni) oleh seorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau

kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar,

meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri dan untuk mencapai tujuan

terapi lainnya (Djohan, 2006). Terapi musik merupakan alat terapi yang bersifat universal,

mudah diterima oleh organ pendengaran dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan

ke sistem limbik yaitu bagian otak yang memproses emosi. Jadi terapi musik itu sendiri adalah

penggunaan musik sebagai alat terapi untuk membantu pasien pulih secara fisik dan psikologis

dari berbagai kondisi medis, termasuk stroke.

Musik merupakan salah satu bentuk terapi pelengkap (complementary therapy) (Syah, 2011).

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapi berbasis musik pada pasien stroke selain dapat

meningkatkan fungsi motorik yang dihubungkan dengan membaiknya koneksi kortikal, juga

dapat memberikan efekemosional

yang positif, meningkatkan mood/suasana hati dan fungsi kognitif serta menurunkan

stres/kecemasan (Esi RS, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Forsblom A, dkk, (2009)
menunjukkan bahwa mendengarkan musik dapat dilakukan selama fase akut pemulihan stroke,

dimana dengan menggunakan musik disertai terapi standar pada pasien stroke akut dapat

memberikan efek emosional yang positif dan terlihat lebih kooperatf dalam menjalankan

program rehabilitasi dibanding kelompok kontrol. Selama fase akut tersebut dijumpai

perbaikan mood, emosi, interaksi sosial dan pemulihan yang lebih cepat (Tamaino CM, 2009)

dalam Esi RS(2012).

Menurut Mucci (2004), pemilihan musik sangat penting dalam memberikan efek relaksasi pada

pasien yang mengalami stress dan kecemasan. Musik yang dipilih hendaknya yang sederhana,

menenangkan dan mempunyai tempo yang teratur. Jenis musik yang tidak disarankan adalah

pop, disco, rock and roll dan musik yang berirama keras (anapestik beat, yaitu dua beat pendek,

satu beat panjang dan kemudian pause), merupakan irama yang berlawanan dengan irama

jantung. Musik lembut dan teratur seperti instrumental dan musik klasik merupakan musik

yang sering digunakan untuk terapi musik (Potter, 2005) yang dikutip oleh Antonie(2013).

Musik relaksasi merupakan musik yang sederhana, menenangkan dan mempunyai tempo yang

teratur yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi stress, cemas dan dapat

menimbulkan kondisi rileks pada seseorang. Musik relaksasi yang terbaik adalah musik

instrumental, musik alam sekitar atau musik mediatif (Mucci, 2004). Mendengarkan musik

instrumental dapat membantu

seseorang lebih rileks dan berkonsentrasi, dimana musik ini bersifat universal karena tidak ada

lirik, sehingga kita tidak perlu menafsirkannya terhadap sesuatu (Anthonie, 2013). Penelitian

yang dilakukan oleh Windari (2012) di RSUP Sanglah, menyebutkan bahwa terapi musik

relaksasi instrumental, dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani terapi

hemodialise. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruang HCU BRSU Tabanan pada

bulan Agustus 2013, dari sembilan orang yang mengalami kecemasan setelah diperdengarkan

beberapa jenis musik, enam orang memilih jenis musik relaksasi instrumental sisanya memilih
mantram gayatri dan musik klasik. Jenis musik instrumental yang paling banyak disukai oleh

pasien adalah jenis musik rindik.

Musik yang sesuai dengan selera pasien mempengaruhi sistem limbik dan saraf otonom,

menciptakan suasana rileks, aman dan menyenangkan sehingga merangsang pusat rasa

ganjaran dan pelepasan substrat kimia gamma amino butyric acid (GABA), enkephalin dan

beta endorphin yang akan mengeleminasi neurotransmitter rasa nyeri maupun kecemasan

sehingga menciptakan ketenangan dan memperbaiki suasana hati (mood) pasien (Prasetyo,

2005).

Saat ini di Ruang HCU BRSU Tabanan dalam penanganan kecemasan pada pasien hanya

sebatas pada prosedur standar seperti pemberian obat anti cemas dan komunikasi terapeurik,

dan belum menerapkan pemberian terapi musik relaksasi instrumental, sehingga penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi musik relaksasi instrumental

terhadap tingkat kecemasan pada pasien stroke di ruang HCU BRSUTabanan.

1.2 Rumusanmasalah

Berdasarkan paparan dalam latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh pemberian terapi musik relaksasi instrumental

terhadap tingkat kecemasan pasien stroke di Ruang HCU BRSU Tabanan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik relaksasi instrumental

terhadap tingkat kecemasan pada pasien stroke.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien stroke saat pre test pada kelompok

perlakuan dan kelompokkontrol.


b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien stroke saat post test pada kelompok

perlakuan dan kelompokkontrol

c. Membandingkanperbedaantingkatkecemasanpadapasienstrokesaatpretest

dan post test pada kelompok perlakuan.

d. Membandingkanperbedaantingkatkecemasanpadapasienstrokesaatpretest

dan post test pada kelompok kontrol.

e. Menganalisa pengaruh terapi musik relaksasi instrumental terhadap perbedaan tingkat

kecemasan pasien stroke pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. UraianTeori

1. Stroke

a. Pengertian

Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan

hilangnya fungsi otak secara akut dan dapat menimbulkan

kematian (WHO), 2014). Stroke merupakan gangguan fungsi

otak yang timbul mendadak karena terjadinya gangguan

peredaran darah otak yang menimbulkan kehilangan fungsi

neurologis secara cepat. Dampak dari penyakit stroke

diantaranya keterbatasan aktivitas (Pinzon & Asanti, 2010).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut :

1) StrokeIskemik

Sekitar 80% - 85% stroke adalah stroke iskemik,

yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau


lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Klasifikasi

stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:

a) Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis

membaik dalam waktu kurang dari 30menit

b) Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND):

defisit neurologis membaik kurang dari 1minggu

c) Stroke In Evolution (SIE) / ProgressingStroke

11
12

d) CompletedStroke

Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:

- Trombosis

Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis:

arteritis temporalis, poliarteritis nodosa;

Robeknya arteri: karotis, vertebralis 10 (spontan

atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia,

hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

- Embolisme

Sumber di jantung: fibrilasi atrium

(tersering), infark miokardium, penyakit jantung

rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,

kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli

aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis

komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan

hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.

- Vasokonstriksi

- Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan

Subarakhnoid).

Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik

berdasarkan penyebab: lakunar, thrombosis pembuluh besar

dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik (Dewanto dkk,

2009).
13

2) StrokeHemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% -

20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi

vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau

langsung ke dalam jaringan otak. Beberapa penyebab

perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum

hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada

ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi

arteriovena 11 (MAV), trauma, penyalahgunaan

kokain, amfetamin, perdarahan akibat tumor otak,

infark hemoragik, penyakit perdarahan sistemik

termasuk terapi antikoagulan (Price & Wilson,2012).

b. Patofisiologi

Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia

seperti yang terjadi pada stroke, di otak akan mengalami

perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen

(AHA, 2015). Pembuluh darah yang paling sering terkena

adalah arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher

(Guyton & Hall, 2014). Adanya gangguan pada peredaran

darah otak dapat mengakibatkan cedera pada otak melalui

beberapa mekanisme, yaitu:


14

1) Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang

menimbulkan penyembitan sehingga aliran darah tidak

adekuat yang selanjutnya akan terjadiiskemik.

2) Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan

hemoragik.

3) Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang

menekan jaringanotak.

4) Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada

ruang interstitial jaringan otak (Smeltzer & Bare,2013).

Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula

menyebabkan perubahan pada aliran darah dan setelah terjadi

stenosis cukup hebat dan melampaui batas krisis terjadi

pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obtruksi suatu

pembuluh darah arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu

area dimana jaringan otak normal sekitarnya masih mempunyai

peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai darah

melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang

terjadi pada kortek akibat oklusi pembuluh darah awalnya

adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran

darah dan dilatasi arteri dan arteriola (AHA, 2015).

Penyempitan atau penyumbatan pada arteri serebri

media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan

spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik(hemianestesia)


15

akibat kerusakan girus lateral presentralis dan 2 postsentralis.

Kelemahan tangan maupun kaki pada pasien stroke akan

mempengaruhi kontraksi otot. Berkurangnya kontraksi otot

disebabkan karena berkurangnya suplai darah ke otak belakang

dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jaras-

jaras utama antara otak dan medula spinalis. Kekuatan otot

adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan

tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara

dinamis maupun statis (Jyh-Geng, et al., 2005) sedangkan

fungsi paling utama lengan dan tangan adalah untuk

berinteraksi dengan lingkungan (Krakauer, 2005).

c. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2013) stroke biasanya

diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian dibawah ini,

yaitu :

1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah

otak atau leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab

utama trombosis, yang merupakan penyebab paling umum

dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara

tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau

paresthesia pada setengah tubuh dapat mendahului paralisis

berat pada beberapa jam atauhari.


16

2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain

yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus

biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-

cabangnya yang merusak sirkulasi serebral (Valante dkk,

2015).

3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia

terutama karena konstriksi atheroma pada arteri yang

menyuplai darah ke otak (Valante dkk,2015).

4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral

dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang

sekitar otak. Pasien dengan perdarahan dan hemoragi

mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan

dapat menjadi stupor atau tidakresponsif.

Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi

penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan

kehilangan sementara atau permanen fungsi otak dalam

gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.

d. Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, stroke dapat dibagi

menjadi tiga kategori, antara lain :

1) Serangan iskemik sepintas, yang merupakan gangguan

neurolgis fokal atau saraf pusat yang timbul secara

mendadak dan menghilang beberapa menitsampai


17

beberapa jam. Stroke ini bersifat sementara, namun jika

tidak ditanggulangi akan berakibat pada serangan yang

lebih fatal.

2) Progresif atau involution (stroke yang sedang berembang),

yaitu perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun

akut. Stroke dimana defisit neurologisnya terus bertambah

atau gangguan pada sistem saraf pusat mengalami

gangguan.

3) Stroke lengkap/completed, yaitu gangguan neurlogis

maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan.

Stroke di mana fungsi sistem saraf menurun pada saat

onset atau serangan lebih berat. Stroke ini dapat

menyebabkan kelumpuhan permanen jika tidak segera

ditanggulangi (Arya, 2011).

e. Tanda danGejala

1) Kehilanganmotorik

a) Adanya defisit neurologis/kelumpuhan fokal seperti

hemiparesis (lumpuh sebelah badan kanan/kirisaja).

b) Baal mati rasa sebelah badan, rasa kesemutan, terasa

seperti terkena cabai(terbakar)

c) Mulut mencong, lidah moncong, lidah mencong bila

diluruskan.

d) Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil.


18

2) Kehilangankomunikasi

a) Bicara jadipelo

b) Sulit berbahasa kata yang diucapkan tidak sesuai

dengan keinginan/gangguan berbicara berupa pelo,

cegal dan kata-katanya tidak bisa dipahami(afasia).

c) Bicara tidak lancar hanya sepatah kata yangterucap.

d) Bicara tidak adaartinya.

e) Tidak memahami pembicaraan oranglain.

f) Tidak mampu membaca danpenulis.

3) Gangguanpersepsi

a) Penglihatan terganggu, penglihatan ganda(diplopia)

b) Gerakan tidak terkoordinasi, kehilangankeseimbangan.

4) Defisitintelektual

a) Kehilanganmemori/pelupa

b) Rentang perhatiansingkat

c) Tidak bisaberkonsentrasi

d) Tidak dapatberhitung

5) Disfungsi kandung kemih Tidak bisa menahan kemih dan

sering berkemih (Junaidi,2011).

f. Faktor Risiko Stroke

Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi


19

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

merupakan faktor yang berupa karakteristik atau sifat

pada seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan

berkembangnya suatu penyakit tertentu. Faktor risiko

stroke yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor yang

berupa karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat

diubah. Contoh dari faktor ini yaitu usia, jenis kelamin,

dan faktor genetik (Goldstein dkk, 2010).

a) Usia

Risiko mengalami stroke akan semakin meningkat

seiring dengan bertambahnya usia (Pinto & Caple,

2010). Menurut hasil penelitian Saraswati (2009),

diketahui bahwa pada orang lanjut usia pembuluh

darah lebih kaku kareana adanya plak. Hal ini

berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan) yang

terjadi secara alamiah. Pada saat umur bertambah

kondisi jaringan tubuh sudah mulai kurang

fleksibel dan lebih kaku, termasuk pembuluh darah

(Farida,2009).

b) Jenis kelamin

Menurut Bornstein (2009), survey ASNA

(ASEAN Neurologic Association) melakukan

penelitian berskala cukup besar di 28 rumah sakit


20

seluruh indonesia. Penelitian dilakukan pada

penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit

(hospital based study) dengan analisis penelitian

ini, dapat diperoleh gambaran bahwa penderita

laki-laki lebih banyak dari perempuan. Jenis

kelamin merupakan salah satu faktor risiko stroke

yang tidak dapat dimodifikasi. Lebih tingginya

kejadian stroke pada laki-laki diduga karena jenis

kelamin laki-laki berhubungan dengan faktor risiko

stroke lainnya yakni kebiasaan merokok dan

konsumsi alcohol (Wirasakti, 2012). Gaya hidup

tidak sehat juga dapat menyebabkan stroke

berulang karena laki-laki lebih cenderung

mempunyai kebiasaan suka memakan makanan

siap saji disaat makan siang saat bekerja dan

selesai bekerja. Hormon juga mempengaruhi laki-

laki lebih banyak terkena stroke daripada

perempuan, karena laki-laki tidak memilki hormon

estrogen dan progesteron (Farida, 2009).

c) Faktor genetik

Riwayat stroke dalam keluarga ada

hubungannya dengan stroke berulang. Terkait

dengan riwayat stroke di keluarga, orang dengan


21

riwayat stroke yakni 7,75 kali dibanding orang

yang tanpa riwayat stroke pada keluarga.

Keturunan dari penderita stroke diketahui

menyebabkan perubahan dalam penanda

aterosklerosis awal yaitu proses terjadinya

timbunan lemak di bawah lapisan dinding

pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya

stroke (Aguslina, 2005). Beberapa penelitian lain

yang telah dilakukan mengesankan bahwa riwayat

stroke dalam keluarga mencerminkan suatu

hubungan antara faktor genetis dengan tidak

berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah

dalam arteri koronia. Karena orang yang terkena

stroke gennya sangat berpengaruh terhadap

keturunannya (Farida, 2009).

2) Faktor yang dapat dimodifikasi

Faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari tingkatan

pertama dan kedua.

a) Tingkat pertama faktor risiko stroke yang dapat

dimodifikasi, diurutkan dari tingkat banyaknya

kejadian yaitu hipertensi, diabetes mellitus,

merokok, fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel

kiri.
22

b) Tingkatan kedua yaitu terdiri dari kolesterol,

hiperlipidemia, asimtomatik karotid stenosis, sickle

cell disease, terapi hormon esterogen, diet, obesitas,

alkohol, migrain, dan hiperkoagulasi. Kebanyakan

dari faktor risiko yang tingkatan kedua ini, memiliki

hubungan dengan pengembangan faktor risiko

tingkat pertama, misalnya obesitas merupakan faktor

risiko untuk terjadinya hipertensi dan diabetes

(Goldstein dkk,2010).

Faktor risiko yang umumnya menyebabkan stroke

yaitu tekanan darah tinggi (hipertensi). Tekanan darah

tidak boleh melebihi 140/90 mmHg. Tekanan darah

yang tinggi akan menyebabkan tingginya tekanan di

dinding arteri sehingga bisa menyebabkan bocornya

arteri otak, bahkan ruptur pada arteri otak yang akan

mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik. Tekanan

darah tinggi juga bisa menyebabkan stroke iskemik yang

dikarenakan oleh adanya atherosclerosis (Silva dkk,

2014).

2. ADL (Activity DailyLiving)

a. Pengertian

ADL (Activity Daily Living) adalah kegiatan

melakukan pekerjaan rutin sehari hari. ADLmerupakan


23

aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara

lain : ke toilet, makan, berpakaian dan berhias, mandi, dan

berpindah tempat (Hardywinito & Setiabudi, 2005).

ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas

okupasional yang harus dimiliki seseorang untuk merawat

dirinya secara mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-

harinya dengan tujuan untuk memenuhi atau berhubungan

dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan

masyarakat. Istilah ADL mencakup perawatan diri (seperti

berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias,

juga menyiapkan makanan, memakai telefon, menulis,

mengelola uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti

berguling di tempat tidur, bangun dan duduk, transfer atau

berpindah dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat

ke tempat lain) (Fajar,2017).

b. Klasifikasi ADL (Activity DailyLiving)

1) ADL dasar, yaitu keterampilan dasar yang harus

dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi

berpakaian, makan, toileting, mandi, berhias. Ada juga

yang memasukkan kontinensi buang air besar dan

buang air kecil, serta kemampuan mobilitas dalam

kategori ADL dasarini.


24

2) ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan

dengan penggunaan alat atau benda penunjang

kehidupan sehari - hari seperti menyiapkan makanan

(penggunaan alat - alat makan), menggunakan telefon,

menulis, mengetik, mengelola uangkertas.

3) ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan

pekerjaan atau kegiatansekolah.

4) ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat

rekreasional, hobi, dan mengisi waktu luang (Fajar,

2017).

c. Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan ADL

Menurut Pujiono (2009), Faktor–faktor yang

mempengaruhi kemampuan melakukan Activity of Daily

Living (ADL), yaitu :

1) Umur dan statusperkembangan

Umur dan status perkembangan seorang

menunjukkan tanda kemauan dan kemampuan, ataupun

bagaimana seseorang tersebut bereaksi terhadap

ketidakmampuan melaksanakan ADL (Activity Daily

Living).

2) Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat

mempengaruhi kemampuan dalam activity ofdaily


25

living, seperti sistem muskuloskeletal yang

dikoordinasikan dengan sistem saraf/neurologi

sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan

cara melakukan gerakan atau motorik. Gangguan pada

sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma dapat

mengganggu pemenuhan seseorang dalam ADL

(Activity DailyLiving).

3) FungsiKognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan

seseorang dalam melakuka ADL (Acitivity Daily

Living). Fungsi kognitif menunjukkan proses seseorang

dalam menerima, mengorganisasikan dan

menginterpretasikan sensor stimulus untuk berpikir dan

menyelesaikan masalah. Proses mental yamg buruk

dapat memberikan kontribusi pada fungsi kognitif

dapat mengganggu dalam berpikir logis dan

menghambat kemandirian dalam melaksanakan ADL

(Activity DailyLiving).

4) FungsiPsikososial

Fungsi psikososial menunjukkan kemampuan

seseorang dalam mengingat sesuatu hal yang lalu dan

menampilkan informasi pada suatu cara yang realistik.

Proses ini meliputi interaksi yang kompleks antara


26

perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan

pada intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep

diri atau ketidakstabilan emosi dapat mengganggu

dalam tanggung jawab terhadap keluarga dan

pekerjaan. Sedangkan gangguan interpersonal seperti

masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau

disfungsi dalam penampilan peran juga dapat

mempengaruhi dalam pemenuhan ADL (Activity Daily

Living).

5) Tingkatstress

Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap

berbagai macam kebutuhan. Banyak faktor yang dapat

menyebabkan timbulnya stress (stressor), dapat timbul

dari dalam tubuh atau lingkungan yang mengakibatkan

dapat terganggunya keseimbangan tubuh dan kualitas

hidup sesorang. Stressor tersebut dapat berupa

fisiologis seperti trauma atau psikologi seperti

kehilangan.

6) Ritmebiologi

Ritme atau irama biologi membantu homeostasis

internal (keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan)

dan membantu makhluk hidup dalam mengatur

lingkungan fisik disekitarnya. Salah satu irama biologi


27

yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam.

Perbedaaan irama sirkardian dalam membantu

pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur tubuh,

dan hormon.

7) Statusmental

Status mental menunjukkan keadaan intelektual

seseorang. Keadaan status mental akan memberi

implikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar individu.

Seperti halnya pada lansia yang memorinya mulai

menurun atau mengalami gangguan, lansia yang

mengalami apraksia tentunya akan mengalami

gangguan dalam pemenuhan kebutuhandasarnya.

8) Pelayanankesehatan

Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial tidak

dapat dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan

yang berbasis masyarakat salah satunya adalah

posyandu. Jenis pelayanan kesehatan dalam posyandu

salah satunya adalah pemeliharan Activity of Daily

Living.

3. Kemampuan PemenuhanADL

Menurut Moorhead, Jhonson, Maas dan Swanson (2013)

bahwa yang menjadi bagian dari kegiatan aktivitas sehari-hari

adalah sebagaiberikut:
28

a. Mandi

Mandi merupakan kebutuhan fisiologis yang harus

didapat oleh pasien stroke. Pasien stroke yang mengalami

ketergantungan sedang hingga ketergantungan total

mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan mandi.

Mandi merupakan praktik menjaga kebersihan tubuh

dengan menggunakan agen pembersih seperti sabun,

shampo, air, odol, penyikat gigi, dan shower puff digunakan

untuk membersihkan tubuh dari kotoran, keringat, dan

mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang dapat

menempel di kulit (Rosiana, 2009).

b. Berpakaian danberhias

Berpakaian dan berhias merupakan salah satu

perawatan diri yang perlu dilakukan pada pasien stroke.

Penggunaan celana dan baju dapat dipakai dengan

mengenakannya pada bagian ekstremitas yang sakit terlebih

dahulu dan melepaskannya dari ekstremitas yang sehat.

Orang terdekat seperti keluarga dan perawat dapat

membantu terpenuhinya kebutuhan mandi, berpakaian, dan

berhias pada pasien stroke, sehingga pasien stroke

dapatterawat, rapi, dan bersih walaupun dalam keterbatasan

fisik yang dialami (Rosiana, 2009).


29

c. Makan

Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan terhadap

proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh

yang bertujuan untuk menghasilkan energi dan digunakan

dalam aktivitas sehari-hari tubuh (Hidayat & Uliyah, 2012).

Aktivitas makan merupakan kegiatan yang terdiri dari

mengambil makanan dengan sendok, memasukkan

makanan ke mulut dengan tangan, menelan makanan,

membuka botol atau kaleng minuman dan minum

menggunakan gelas atau cangkir sekaligus menelan

makanan dan mengunyah bahan makanan yang keras

(Moorhead dkk,2013).

d. PenggunaanToilet

Kegiatan aktivitas sehari-hari toileting meliputi

kemampuan pergi ke kamar mandi dan menyiram setelah

buang air besar, mengenal dan merespon keinginan untuk

berkemih, berjalan ke toilet, memakai pakaian setelah

buang air besar dan buang air kecil serta mampu bangun

dari kloset setelah buang air besar (Moorhead dkk,2013).

e. Pengontrolan BAB dan BAK

Kebutuhan fisiologis seperti eliminasi urin BAK

dan BAB atau aktivitas toileting pada pasien stroke dapat

dibantu oleh perawat maupun keluarga. Namun,apabila


30

pasien stroke masih dalam ketegori ketergantungan ringan

hingga sedang, yang masih memungkinkan pasien untuk

beraktivitas toileting mandiri dapat dilakukan tanpa

bantuan. Pasien stroke yang mengalami kelumpuhan tubuh

akan mengalami kesulitan dalam aktivitas toileting karena

minimnya gerakan tubuh yang dilakukan sehingga dapat

menyebabkan konstipasi pada pasien. Hal ini menyarankan

perawat maupun keluarga untuk dapat memastikan

diberikannya makanan yang bergizi dengan serat yang

tinggi untuk membantu memperlancar eliminasi (Rosiana,

2009).

f. Mobilitas

Mobilitas atau pergerakan (berpindah) pada pasien

stroke perlu dilakukan secara teratur. Dalam hal ini perawat

maupun keluarga harus dapat memotivasi dan memberikan

semangat pada pasien untuk melakukan pergerakan, agar

dapat melatih kemampuan fungsi tubuh. Keteraturan dalam

mengikuti fisioterapi perlu diperhatikan untuk dapat

meningkatkan status fungsi tubuh pasien, namun tidak

langsung diperoleh secara instan, tetapi diperoleh secara

perlahan dan dibutuhkan kesabaran (Rosiana, 2009).


31

4. Cara PengukuranADL

Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat

ketergantungan atau besarnya bantuan yang diperlukan dalam

kehidupan sehari-hari. Pengukuran kemandirian ADL akan lebih

mudah dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif dengan sistem skor

yang sudah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis ADL dasar,

sering disebut ADL saja, yaitu keterampilan dasar yang harus

dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian,

makan, toileting, mandi, berpakaian. Ada juga yang memasukkan

kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL

dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan

mobilitas (Sugiarto, 2005).

Tabel 1 Macam-macam Pengukuran ADL

Alat Ukur Deskripsi & jenis Kehandalan, Waktu & Komentar


skala kesahihan & pelaksanaan
sensivitas
Indeks Skala ordinal Sangat handal < 10 menit, Skala ADL
barthel dengan skor 0 –20 & sangat sangat sesuai yang sudah
: 10 item : makan, sahih, dan untuk diterima
mandi, berhias dan cukup skrinning, secara luas,
berpakaian, sensitif. penilaian kehandalan
membersihkan diri formal, dan
(lap muka, sisir pemantauan kesahihan
rambut, sikat gigi) dan sangatbaik.
kontrol kandung pemeliharan
kencing dan kontrol terapi.
anus, toileting,
tranferkursi/tempat
tidur, mobilitas dan
naik tangga.
Indek Katz Penilaian dikotomi Kehandalan & < 10 menit, Skala ADL
dengan urutan kesahihan sangat sesuai yang sudah
dependensi yang cukup; untuk diterima
32

hierarkis : mandi, kisaran ADL skrinning, secara luas,


berpakaian, sangat penilaian kehandalan
toileting, transfer, terbatas (6 formal, dan
kontinensi, dan item) pemantauan kesahihan
makan. Penilaian dan cukup ,
dari A (mandiri pemeliharaa menilai
pada keenam item) n terapi. keterampilan
sampai G dasar, tetapi
(dependent pada tidak menilai
keenamitem). berjalan

&naiktangga.
FIM Skala ordinal Kehandalan < 20 menit Skala ADL
(Functional dengan 18 item, 7 &kesahihan sangat sesuai yang sudah
Independen level dengan skor baik, sensitif untuk diterima
ce Measure) berkisar antara 18 dan dapat skrinning, secara luas,
– 126; area yang mendeteksi penilaian pelatihan
dievaluasi; perubahan formal, untuk petugas
perawatan diri, kecil dengan pemantauan pengisi lebih
kontrol stringfer, 7level. dan lama karena
transfer, pemeliharaa itembanyak.
lokomosi, n terapi serta
komunikasi dan evaluasi
kognitifsosial. program.

Sumber : (Sugiarto, 2005).

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa indeks barthel

handal,sahih dan cukup sensitif, pelaksanaannya mudah, cepat

(dalam waktu kurang dari 10 menit), dari pengamatan langsung

atau dari catatan medik penderita, lingkupnya cukup mewakili

ADL dasar dan mobilitas ADL dasar, sering disebut ADL saja,

yaitu ketarampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk

merawat dirinya meliputi berpakaian dan berhias, makan dan

minum, toileting, eliminasi ,mandi, mobilisasi (Sugiarto, 2005).

5. Indeks Barthel
33

Indeks barthel mengukur kemandirian fungsional dalam hal

perawatan diri dan mobilitas. Indeks barthel dapat digunakan

sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-

pasien yang mengalami gangguan keseimbangan, terutama pada

pasien pasca stroke. Indeks barthel ADL (modifikasi Collin C,

Wade DT) adalah suatu alat atau instrument ukur status fungsional

dasar berupa kuesioner yang berisi atas 10 butir pertanyaan terdiri

atas mengontrol buang air besar dan rangsang buang air kecil ,

berpakaian, berhias (perawatan wajah, gigi, dan bercukur),

penggunaan toilet, makan, mandi, mobilitas seperti berjalan,

berpindah tempat dari kursi ke tempat tidur dan sebaliknya dan

naik turun tangga. Indeks barthel ADL ini menggunakan skala

ordinal untuk mengukur kinerja dalam aktivitas sehari-hari(ADL).

Tabel 2 Instrumen Pengkajian Indeks Barthel


Aktivitas Harian Score Keterangan
Makan 0 Tidak mampu
1 Butuh bantuan memotong lauk, mengoles
mentegadll
2 Mandiri
Berpakaian 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 Mandiri
Mengontrol BAB 0 Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
enema)
1 Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 Kontinensia (teratur)
Mengontrol BAK 0 Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
terkontrol
1 Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
Penggunaan toilet 0 Tergantung bantuan orang lain
1 Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
34

beberapa hal sendiri


2 Mandiri
Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
Aktivitas Harian Score Keterangan
Berhias 0 Membutuhkan bantuan orang lain
1 Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi,
dan bercukur

Berpindah dari 0 Tidak mampu


tempat tidur ke kursi 1 Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
(sebaliknya) 2 Bantuan kecil (1 orang)
3 Mandiri
Berjalan 0 Immobile (tidak mampu)
1 Menggunakan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan satu orang
3 Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 Mandiri

Keterangan :

20 : mandiri

12 - 19 : ketergantungan ringan

9 -11 : ketergantungan sedang

5 – 8 : ketergantungan berat

0 – 4 : ketergantungan total

(sumber : Indeks Barthel Modifikasi Collin C dalam

Agung,2010)
173

B. Kerangka Teori

Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan


ADL :

1) Umur dan statusperkembangan


2) Kesehatanfisiologis
3) Fungsi Kognitif
4) Fungsi Psikososial
5) TingkatStress
6) RitmeBiologi
7) StatusMental
8) PelayananKesehatan

Gangguan pemenuhan ADL :


1. Makan
Gangguan Pengukuran
Post 2. Mandi
fungsi Indeks
Stroke 3. Berpakaian &berhias
neurologi 4. Pengontrolan BAK Barthel
s &BAB
5. Penggunaantoilet
6. Berpindahtempat
Hasil pengukuran:
7. Berjalan 1) Mandiri
8. Naik turuntangga 2) Ketergantungan
ringan
3) Ketergantungan
sedang
4) Ketergantunganberat
5) Ketergantungantotal

Sumber : (Pujiono, 2009 ; Pinzon & Asanti, 2010; Collin C


dalam Agung, 2010)

C. PertanyaanPeneliti

Bagaimanakah gambaran kemampuan pemenuhan

ADL (Activity Daily Living) pada pasien post stroke di

RSUD Sleman?
17
4

Bab lll
Kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan

Setelah menyeselesaikan perancangan tugas akhir, dapat ditarik


kesimpulan bahwa :
Stroke adalah penyakit yang menakutkan sebagai penyebab kecacatan
nomer 1 dan penyakit mematikan nomer 3 di dunia. Dari laporan Riskesdas
kondisi stroke di Indonesia semakin meningkat, tercatat prevalensi stroke
tidak hanya menyerang usia lanjut namun juga menyerang usia produktif.
Berdasarkan riset yang dilakukan penulis di lingkungan Sewon, Bantul pada
tanggal 22 Mei 2014 disimpulkan. “Masyarakat Sewon sadar bahwa penyakit
stroke berbahaya, namun sedikit dari masyarakat memiliki pengetahuan dasar
mengenai stroke.”
Hal terpenting dari sebuah media informasi adalah mampu
mengkomunikasikan informasi kepada target audiens. Kondisi sekarang ini,
teknologi berkembang begitu pesat, dimana media informasi tidak hanya
terdapat pada media cetak. Salah satu media informasi berbasis teknologi yang
sedang populer ialah aplikasi Android. Keunggulan aplikasi Android dari
media lain seperti, produk lebih praktis, efektif dan lebih interaktif serta
aplikasi tersebar diseluruh penjuru dunia sehingga masyarakat dapat
mengunduh aplikasi dimanapun, terlebih di Indonesia. Negara ini merupakan
salah satu pengguna aktif smartphone terbesar di dunia, data asymco.com
menyebutkan bahwa pengguna smartphone di Indonesia akan semakin
meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu penulis tidak ragu untuk memilih
aplikasi Android sebagai media utama dalam perancangan tugas akhir.
Nama aplikasi stroke dalam perancangan tugas akhir adalah iStroke.
Aspek komunikatif dan edukatif digunakan sebagai dasar dalam perancangan
aplikasi.MateriyangtermuatdalamaplikasiiStrokedilandasiolehrisetyang
175

B. Saran

Beberapa hal yang sering dijadikan masalah dalam kerjasama adalah


komunikasi, idealisme dan tidak seimbang antara kemampuan (teknis) dengan
harapan (desain), sehingga dalam hal ini tim harus saling menutupi
kekurangan satu sama lain, agar masalah tersebut tidak menghambat proses
perancangan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa perancangan tugas akhir ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis memohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan bendel perancangan tugas akhir. Kritik dan saran
sangat penulis hargai untuk menyempurnakan penulisan serupa dimasa yang
akan datang. Besar harapan penulis agar perancangan tugas akhir ini dapat
menginspirasi pihak lain bahwa teknologi mobile merupakan media alternatif
yang efektif untuk mendapatkan informasi, dapat bernilai positif bagi semua
pihak yang membutuhkan dan semoga perancangan ini akan terus
berkembang.
Adapun saran penulis untuk perancangan serupa
1. Untuk Perancang
a. Mengumpulkan data literasi denganlengkap.
b. Memperbanyak referensi user interface desain aplikasi yang menarik
dan populer.
c. Proses perancangan aplikasi yang dilakukan oleh programmer harus
selalu dipantau agar tidak meleset dari konsepdesain.
2. Untuk Pembaca
a. Konten aplikasi berasal dari sumber terpercaya seperti buku, artikel
daridokter.
b. Merupakan media alternatif yang efektif untuk diaksesdimanapun
c. Apabila memiliki keperluan mendadak, dapat menggunakan fitur obrol
“doktermenjawab”
17
6

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Pelajar.
Dourman, Karel. 2013. Waspadai Stroke Usia Muda. Jakarta: Penerbit Cerdas
Sehat.
Lehtimaki, Juhani. 2013. Smashing Android UI. United Kingdom: John Wiley &
Sons, Inc.
Magazine, Smashing. 2012. The Mobile Book. Germany: Smashing Media GmbH,
Feiburg.
Mulyana, Hendrik. 2012. Aplikasi Pilihan Android. Jakarta: Penerbit PT Elex
Media Komputindo.
Nudelman, Greg. 2013. Android Design Patterns. Canada: John Wiley & Sons,
Inc.
Rustan, Surianto. 2009. Mendesain Logo. Jakarta PT.Gramedia Pustaka Utama.
Smith, Tom. 1998. Mengatasi Stroke. Jakarta: Penerbit Arcan.
Wahjoepramono, eka julianta. 2010. 171 Tanya Jawab Tentang Stroke. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Jurnal
Murtaqid, Maret 2013. Perbedaan Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif dan
Aktif Selama 1-2 Minggu Terhadap Peningkatan Gerak Sendi Pada
Penderita Stroke di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Jurnal
Keperawatan Soedirman, Volume 8, No.1, http://keperawatan.
unsoed.ac.id/sites/default/files/jks20130801_56-68.pdf, (diakses pada tanggal 2
Mei 2014).
Safitri, FN, 2012. Resiko Stroke Berulang dan Hubungannya denganPengetahuan
dan Sikap Keluarga. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran,
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/viewFile/679/725, (diakses pada
tanggal 5 Mei 2014).
177

Siahaan, D, 2011. Jurnal Stroke Universitas Sumatra Utara.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27366/5/Chapter%20I.pdf, (diakses
pada tanggal 2 Mei 2014).

Internet
American Stroke Assosiation. About Stroke.
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/About-
Stroke_UCM_308529_SubHomePage.jsp, (diakses pada tanggal 13 juni 2014).
Hriwijaya, Dwinawan. (2013). Perbedaan UX dan UI. http://uniteux.com/ memahami-
perbedaan-ux-dan-ui/, (diakses pada tanggal 23 September 2014).
Karimuddin, Amir. (2012), Pengguna Smartphone di Asia.
https://dailysocial.net/post/inilah-temuan-nielsen-tentang-penggunaan-
smartphone-di-asia/, (diakses pada tanggal 12 April 2014).
National Stroke Association. Understand Stroke
http://www.stroke.org/understand-stroke/what-stroke, (diakses pada tanggal 16
juni2014).
Riset Kesehatan Dasar 2013. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas
%202013.pdf, (diakses pada tanggal 18 Mei 2014).
Wijaya, Ketut Krisna. (2014), Android Mendominasi Smartphone Indonesia.
http://id.techinasia.com/android-opera-dominasi-smartphone-indonesia- 2014/,
(diakses pada tanggal 18 Juli 2014).

Anda mungkin juga menyukai