Anda di halaman 1dari 84

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN


(Studi Kasus Pada Klien Tn.S Dengan Stroke Non Hemoragik :
Resiko

Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif Di RSUP dr.Kariadi

Disusu
n Oleh
TRI HASTUTI WAHYU H.AMK

TAHU
N 2023

1
LEMBAR PERSETUJUAN

2
GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERSYARAFAN

(Studi Kasus Klien Tn.S Dengan Gangguan Sistem Persyarafan;


Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif

Di Rs. Universitas Tanjung Pura Ruang Shapphire Pontianak


Tahun 2021)

INTISARI
azizah1 , hidayah2 , sri ariyanti3

Latar Belakang : Stroke Non Hemoragic adalah stroke yang terjadi akibat
tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian
atau keseluruhan terhenti. WHO ( World Health Organization ) pada tahun 2018
terdapat 15 juta orang diseluruh dunia menderita stroke, 5 juta orang dari 15 juta
itu meninggal dan 5 juta lainnya mengalami kelumpuhan sebagian maupun total.
Berdasarkan prevalensi data RS Universitas Tanjung Pura Pontianak Tahun
2021 Kalimantan Barat. Pasien dengan kasus tertinggi adalah sroke infark atau
stroke Non Hemoragik. Dengan data persentase pasien dengan penderita stroke
infark dari bulan Januari sampai Desemer yaitu sebanyak 227 penderita
(30,6%).

Tujuan : Untuk mengetahui gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan


pada klien dengan risiko perfusi serebral tidak dak efektif berhubungan dengan
risiko penurunan sirkulasi darah Keotak di rumah sakit universitas tanjung pura
ruang shapphire Pontianak Tahun 2021.

Metode : Menggunakan metode pengumpulan data yang terdiri pengkajian,


observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Studi kasus dilakukan
selama 3 hari perawatan

Hasil : Mendapatkan 4 diagnosa teratasi sebagian yaitu : resiko perfusi jaringan

3
serebral tidak efektif berhungan dengan penurunan sirkulasi darah ke otak,
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular dan
defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular,dan deficit
pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi Untuk
intervensi pada diagnose utama adalah manajemen tekanan intrakanial.
Kesimpulan : Stroke adalah gangguan yang menyerang otak secara mendadak
dan berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh
iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai
oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang
dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit stroke biasanya disertai
dengan adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang ditandai dengan
nyeri kepala dan mengalami penurunan kesadaran. Proses asuhan keperawatan
pada Tn.S dengan Stroke Non Hemoragic meliputi pengkajian, penentuan
diagnosis, perencanaan dan evaluasi. Dalam memberikan asuhan keperawatan
klien tidak dapat memantau klien selama 3 hari full dikarena ada pergantian sift
dan kedala covid-19, akan tetapi klien bisa mendapatkan informasi terkait
keadaan pasien melalui rekam medis dan bertanya kepada perawat diruangan.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan,Sistem Persyarafan, Stroke Non Hemoragic.

Daftar Pustaka : 22 ( 2011-2021)

Keterangan:
1
Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan STIK Muhammadiyah Pontianak
2
Dosen STIK Muhammadiyah Pontianak
3
STIK Muhammadiyah Pontianak

4
OVERVIEW OF CLIENT NURSING CARE WITH NERVOUS SYSTEM
DISORDERS
(Case Study of Mr. S Client with Nervous System Disorder; Risk of Ineffective
Cerebral Perfusion
At Rs. University of Tanjung Pura Sapphire Room Pontianak in 2021)

ESSENCE
azizah1 , hidayah2 , sri ariyanti3

Background: Non-Hemorrhagic Stroke is a stroke that occurs due to


blockage of blood vessels which causes blood flow to the brain to partially or
completely stop. WHO (World Health Organization) in 2018 there were 15
million people worldwide suffering from stroke, 5 million of those 15 million
died and 5 million others experienced partial or total paralysis. Based on the
prevalence of Tanjung Pura University Hospital Pontianak in 2021, West
Kalimantan. Patients with the highest cases were infarct stroke or non-
hemorrhagic stroke. With data on the percentage of patients with stroke infarcts
from January to December, as many as 227 patients (30.6%).
Objective: To find out a description of the application of nursing care to clients
with the risk of ineffective cerebral perfusion related to the risk of decreased
blood circulation to the brain at the Tanjung Pura University Hospital,
Pontianak Shapphire Room in 2021.
Methods: Using data collection methods consisting of assessment, observation,
in-depth interviews, and documentation studies. The case study was carried out
for 3 days of treatment
Results: Obtained 4 partially resolved diagnoses, namely: the risk of ineffective
cerebral tissue perfusion related to decreased blood circulation to the brain,
impaired physical mobility related to neuromuscular disorders and self-care
deficits related to neuromuscular disorders, and knowledge deficit related
to

5
lack of exposure to information. The primary diagnosis is management of
intracranial pressure.
Conclusion: Stroke is a disorder that attacks the brain suddenly and develops
rapidly which lasts more than 24 hours is caused by ischemic or hemorrhagic in
the brain so that in that condition the oxygen supply to the brain is
disrupted and can affect the performance of the nerves in the brain, which can
cause a decrease in consciousness. Stroke is usually accompanied by an
increase in intracranial pressure (ICP) which is characterized by headaches
and decreased consciousness. The nursing care process for Tn.S with Non
Hemorrhagic Stroke includes assessment, determination of diagnosis, planning
and evaluation. In providing nursing care the client cannot monitor the client
for 3 full days due to shift changes and the Covid-19 situation, but the client can
get information regarding the patient's condition through medical records and
ask the nurse in the room.
Keywords: Nursing Care, Nervous System, Non Hemorrhagic
Stroke. Bibliography : 22 ( 2011-2021 )
Information:
1 Student of DIII Nursing Study Program STIK Muhammadiyah
Pontianak 2 Lecturers of STIK Muhammadiyah Pontianak
3 STIK Muhammadiyah Pontianak

6
7
8
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Stroke merupakan masalah yang universal sebagai salah satu
pembunuh di dunia, sedangkan di negara maju maupun berkembang seperti
di Indonesia, stroke memiliki angka kecacatan dan kematian yang cukup
tinggi. Angka kejadian stroke di dunia di perkirakan 200 per100.000
penduduk, dalam setahun (Muslihah S U, 2017). Stroke dapat menyerang
otak secara mendadak dan berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24
jam ini disebabkan oleh iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada
keadaan tersebut suplai oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi
kinerja saraf di otak, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
Stroke sebagai salah satu penyakit degerenatif didefinisikan sebagai
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak ( dalam beberapa
detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis
baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan
oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragic)
ataupun sumbatan ( stroke iskemik) dengan tanda dan gejala sesuai bagian
otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau
kematian (junaidi, 2012)
Pada pasien stroke didapatkan peningkatan intra kranial dengan
tanda klinis berupa nyeri kepala yang tidak hilang dan semakin meningkat,
berupa nyeri kepala yang tidak hilang dan semakin meningkat. Peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) merupakan kasus gawat darurat dimana cedera
otak irrevesibel atau kematian dapat dihindari dengan intervensi tepat pada
waktinya (Hisam, 2013). Risiko perfusi serebral tidak efektif rentan
mengalami penurunan sirkulasi otak yang dapat mengganggu kesehatan yang
berisiko terjadinya neoplasma otak (Herdman, 2015).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, sebanyak
20,5 juta jiwa di dunia 85% mengalami stroke iskemik dari jumlah
stroke

9
yang ada. Penyakit hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di
dunia. Berdasarkan prevalensi stroke Indonesia 10,9 permil setiap tahunnya
terjadi 567.000 penduduk yang terkena stroke, dan sekitar 25% atau 320.000
orang meninggal dan sisanya mengalami kecacatan (RISKESDAS, 2018).
Penyakit stroke telah menjadi masalah yang besar bagi Negara
Indonesia sehingga para ahli epidemiologi menyatakan bahwa saat ini
ataupun saat nanti, setiaap penduduk yang berumur 35 tahun keatas dari 12
juta penduduk indonesia akan beresiko mengalami serangan stroke (yayasan
stroke Indonesia, 2011). Hal tersebut sesuai dengan hasil Riskedas tahun
2018, dimana prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring
bertambahnya umur. Kasus tertinggi yang terdiagnosis terdapat pada usia 75
tahun keatas(54,22%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu
sebesar (0,70%), prevalansi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak
perempuan (10,67%) dibandingkan laki laki (8,99%), berdasarkan tempat
tinggal prevalensi stroke di Perkotaan (15,13%) lebih tinggi dibandingkan di
pedesaan (7,4%).

Manifestasi klinis stroke yaitu gangguan gerak atau kelumpuhan


didaerah tungkai, gangguan berbicara, gangguan menelan, kehilangan
memori, bentuk bibir tidak simetris atau perot, merasa anggota tubuh
sesisi tidak ada dan lain sebagainnya. Pada kasus pasien dengan stroke ini
dapat merasakan kebutaan seluruh lapang pandang satu sisi atau separuh
pada kedua belah mata. Klien juga akan merasakan pengaruh pada mata
dalam mengenali atau memahami barang yang dilihat serta kehilangan
kemampuan membedakan atau mengenal warna. Pada penderita stroke sangat
rentan akan komplikasi yang ditimbulkan. Komplikasi yang terjadi pada
pasien stroke seperti misalnya pneumonia, septicemia yang berakibat ulkus
dekubitus dan infeksi saluran kemih, selain itu komplikasi yang terjadi dapat
berupa trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, dvt), emboli paru, infark
miokard, aritmia jantung, gagal jantung, dan ketidak seimbangan cairan
(Susilo, 2019) Pada kasus Tn.S yang menderita stroke non hemoregik terjadi
masalah keperawatan resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif. Masalah
keperawatan ini terjadi karena adanya masalah sirkulasi didalam
jaringan otak yang menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.

10
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus
dengan tema gambaran asuhan keperawatan Tn.S dengan gangguan sistem
persarafan: resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan
dengan penurunan sirkulasi darah ke otak diruang Rumah Sakit dr.Kariadi

11
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam studi
kasus ini adalah:
1. Bagaimana konsep teori pada kasus pasien dengan gangguan sistem
persarafan: Resiko perfusi jaringan Cerebral tidak efektif dengan Stroke
Non Haemorragik?
2. Bagaimana gambaran penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S
dengan gangguan sistem persarafan: Resiko perfusi jaringan Cerebral tidak
efektif dengan Stroke Non Haemorragik di Rumah Sakit dr. Kariadi ?
3. Bagaimana perbandingan antara konsep dan teori dengan praktek
dilapangan dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
gangguan sistem persarafan: Resiko perfusi jaringan Cerebral tidak efektif
dengan Stroke Non Haemorragik di RumahSakit dr.Kariadi ?
4. Apakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Tn. S dengan gangguan sistem persarafan: Resiko
perfusi jaringan Cerebral tidak efektif dengan Stroke Non Haemorragik di
Rumah Sakit dr.Kariadi?

Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan studi kasus ini adalah memberikan
gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan gangguan
sistem persyarafan: Resiko perfusi jaringan Cerebral tidak efektif akibat
Stroke Non Hemorragik di Rumah Sakit dr.Kariadi.

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Tn.S dengan stroke non hemoragik
b. Menganalisa dan menegakan diagnosis keperawatan pada Tn.S

12
dengan stroke non hemoragik
c. Merumuskan intervensi keperawatan pada dengan stroke non
hemoragik
d. Melakukan implementasi keperawatan pada Tn.S dengan stroke
non hemoragik
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada Tn. S dengan stroke
non hemoragik
f. Menganalisa perbandingan teori dan kasus pada asuhan keperawatan
Tn.S dengan stroke non hemoragic.

Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai gambaran bagi pihak Rumah sakit untuk pelaksanaan


Asuhan Keperawatan kepada klien dengan Stroke Non Hemoragik.

2. Bagi Institusi

Dari Karya Tulis ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi


setiap institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu dan
pengetahuan serta meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan dalam
praktik keperawatan terutama pada praktik Asuhan Keperawatan
dengan Strok Stroke Non Hemoragik

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan dapat menambah wawasan setiap tenaga


keperawatan dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan
Stroke Stroke Non Hemoragik

4. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Sebagai referensi dan gambaran untuk mahasiswa


keperawatan dalam pelaksanaan

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Stroke Non Hemoragik

5. Bagi Penulis

13
Sebagai bahan acuan untuk menambah wawasan dan pengalaman
dalam pelaksanaan pratik Asuhan Keperawatan pada klien dengan Stroke
Stroke Non Hemoragik

Ruang Lingkup Penulisan


Mengingat luasnya pembahasan mengenai masalah gangguan
persyarafan dan penyakit Stroke Non Hameoragik maka penulis membatasi
ruang lingkup penulisan dalam studi kasus ini yaitu asuhan keperawatan pada
Tn. S dengan resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan
dengan penurunan sirkulasi darah akibat Stroke Non Haemorragik di Rumah
Sakit dr.Kariadi Semarang.

Sistematika penulisan

Sistematika penulisan laporan terdiri dari lima bab dengan sistematika


penulisan yaitu pada BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan terdiri dari tujuan umum dan khusus,
ruang lingkup penelitian, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Pada
BAB II Tinjauan Pustaka terdiri dari konsep masalah keperawatan, tinjauan
teori terdiri dari pengertian, penyebab, anatomi fisiologi, patofisiologi,
masalah keperawatan. Asuhan keperawatan terdiri dari, pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. BAB III Laporan studi
kasus yang membahas pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. BAB IV Pembahasan
terdiri dari, pembahasan dan keterbatasan, kelemahan karya tulis ilmiah. BAB
V Kesimpulan dan Saran.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan teoritis pada bab ini berisi hasil penelusuran literature atau buku
mengenai masalah yang dibahas dan asuhan keperawatan pada stroke non
hemoragik. Masalah keperawatan utama yang diangkat pada stroke
non hemoragik adalah resiko perfusi serebral tidak efektif.

Konsep masalah keperawatan

Resiko perfusi serebral tidak efektif adalah resiko penurunan sirkulasi


darah keotak (SDKI, 2016). Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
adalah rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat
menggangu kesehatan (NANDA, 2018). Risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral adalah Keadaan ketika individu beresiko mengalami
penurunan sirkulasi jarigan serebral (otak) (Lynda jual, 2013)
Resiko perfusi selebral tidak efektif adalah keadaan diaman seseorang
berisiko mengalami penuran pasokan udara ke otak..

1. Faktor Resiko

a. Keabnormalan masa protrombin dan masa tromboplasma parsial


b. Penurunan kinerja ventrikel kiri
c. Aterosklerosis aorta
d. Diseksi arteri
e. Fibrilasi atrium
f. Tumot otak
g. Stenosis karotis
h. Miksoma atrium
i. Aneurisma serebri
j. Koagulopati
k. Dilatasi kardiomiopati

15
l. Embolisme
m. Cedera kepala
n. Hiperkolesteronemia
o. Hipertensi
p. Endokarditis infektif
q. Katup prostetik mekanis
r. Stenosis mitral
s. Neoplasma otak
t. Infark miokard akut

2. Kondisi klinis
terkait

a. Stroke

b. Cedera kepela

c. Aterosklerotik
aortik

d. Infark miokard akut

e. Embolisme

f. Endokarditis
infektif

g. Fibrilasi atrium

h. Hiperkolesterolemi
a

i. Hipertensi

j. Dilatasi kardiomiopati

k. Koagulasi intravaskuler diseminata

l. Miksoma atrium

m. Neoplasma otak

n. Segmen ventrikel kiri akinetik

16
o. Sindrom sick sinus

p. Stenosis karotid

q. Stenosis mitral

Stroke Non Hemoragik

1. Definisi

Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak

berupa tanda-tanda klinis baik lokal maupun global yang berlangsung

lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan

gangguan peredaran darah ke otak, antara lain peredaran darah sub

arakhnoid, peredaran intra serebral dan infark serebral (Nur’aeni, 2017)

Stroke adalah gangguan yang menyerang otak secara mendadak

dan berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan

oleh iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut

suplai oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di

otak, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit stroke

biasanya disertai dengan adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

yang ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami penurunan kesadaran

(Ayu R D, 2018).

Stroke non hemoragik biasa disebut dengan stroke iskemik atau

emboli dan trombus yaitu tertutupnya pembuluh darah oleh bekuan darah

atau gumpalan hasil terbentukbya trombus. (Nurarif, 2015). Berdasarkan

definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa stroke non hemoragik adalah

penyumbatan pembuluh darah diotak yang disebabkan oleh bekuan

darah

17
sehingga menghalangi suplai oksigen ke otak.

2. Etiologi

Stroke disebabkan oleh adanya arteri yang tersumbat pada

pembuluh darah otak ( stroke iskemik). Beberapa orang mungkin

mengalami gangguan sementara aliran darah ke otak (transient ischemic

attack atau TIA) yang tidak menyebabkan kerusakan permanen. Sekitar

80 % kasus stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika

arteri ke otak menyempit atau terhambat, menyebabkan aliran darah

sangat berkurang (iskemia) (Haryono, Utami, & Sari, 2019).

Penyebab stroke dibagi menjadi 3, yaitu menurut (Dellima D R, 2019):

1) Trombosis serebral
2) Emboli serebri
3) Hipoksia Umum
4) Hipoksia setempat

3. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan


Dalam mengatur dan mempertahankan homeostatis tubuh, sistem
saraf tidak bekerja sendiri tetapi dibantu oleh sistem endokrin. Sistem
saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta
terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan
internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur (Manurung, 2018).
Adapun anatomi dari sistem persyarafan menurut susilo (2019)
menjelaskan bahwa anatomi drai system persarafan meliputi :
a. Susunan sistem saraf
Sistem saraf pada tubuh manusia memiliki satu sistem dengan
kompleksitas yang baik. Adapun susunan sistem saraf dibagi menjadi
dua yaitu :

18
1) Klasifikasi struktural

Klasifikasi struktural atau structural classification

mencakup semua sistem saraf. Klasifikasi ini memiliki dua sub

bagian, yaitu sistem saraf pusat (central nervous system) terdiri

dari otak dan sumsum tulang belakang. Keduanya berada pada

rongga tubuh dorsal, dan bertindak sebagai pusat pengintegrasian

dan komando sistem saraf. sistem saraf tepi (peripheral nervous

system) merupakan bagian dari sistem saraf diluar sistem saraf-

saraf pusat. Bagian ini terdiri dari saraf- saraf yang membentang

dari otak hingga sumsum tulang belakang.

2) Klasifikasi fungsional

Klasifikasi fungsional hanya terkait dengan struktur sistem

saraf tepi. Terbagi atas bagian sensorik, atau aferen, terdiri dari

saraf – saraf yang tersusun dari serat – serat saraf. Serat saraf ini

bertugas membawa informasi sensorik, seperti impuls saraf,

menuju sistem saraf pusat dari reseptor sensorik yang terletak di

berbagai bagian tubuh. Reseptor sensorik mampu mengubah

rangsangan menjadi implus saraf elektronik. Saraf – saraf

aferen diaktifkan oleh modalitas fisik seperti cahaya, suara, suhu

dan lain – lain. Terdapat dua serabut sensorik yaitu serabut

sensoris somatik dan serabut sensorik viseral. Bagian motorik atau

eferen ditemukan didalam sistem saraf pusat, tepatnya pada materi

19
abu-abu (Grey Matter) dari sumsum tulang belakang, dan

medulla oblongata. Bagian ini bertanggung jawab untuk menerima

informasi dari neuron lain dan mengirimkan implus saraf ke

pinggiran tubuh seperti otot, kelenjar, dan lain-lain. Bagian ini

memiliki dua sub bagian, yaitu sistem saraf somatik dan sistem

saraf otonom. .

a. Jaringan saraf
Jaringan saraf terdiri dari dua jenis sel utama yaitu, sel
Glia dan Neuron keduanya bekerja saling mendukung.
1) Sel Glia
Sel Glia (neuroglia) adalah sel pendukung kerja sel-sel
saraf. Tugasnya membantu sel saraf agar dapat menjalankan
fungsinyanya dengan baik. Sel ini dapat ditemukan pada
sistem saraf pusat dan juga pada sistem saraf tepi. Fungsi
dari sel Glia antara lain, menyediakan nutrisi bagi sel-sel
saraf / neuron, mempertahankan keseimbangan tubuh,
membentuk selubung myelin glia yang mendominasi sistem
syaraf tepi
Sel glia yang mendominasi sistem saraf tepi adalah sel
schwann. Sel schwann mempunyai sebagai pembentuk
selubung myelin.Sel ini memungkinkan terjadinya
transduksi sinyal eletrik dari dendrit menuju akson. Pada
sistem saraf pusat, tugas dari sel schwann dijalankan oleh sel
oligodendrosit. Proses pembentukan selubung myelin
dimulai dari penyatuan sitoplasma sel schwann yang
membentuk gulungan.
3) Neuron

20
Gambar 2.1 Anatomi
Saraf Sumber : Sasmita
(2019)

Neuron juga disebut sel saraf. Tugasnya sangat khusus


yakni untuk mengirimkan pesan (implus saraf) dari satu
bagian tubuh ke tubuh lainnya.
a) Inti sel
Inti sel yang terdapat pada neuron atau sel saraf
disebut dengan nukleus sel. Fungsi nukleus adalah
mengatur kegiatan sel saraf, dan juga berperan dalam
pembentukan DNA serta kromoson. Pada umumnya sel
saraf hanya memiliki satu inti sel, kecuali sel-sel
parenkim yang terdapat dihati dan sel-sel pada otot
jantung. Ada juga sel yang tidak memiliki inti sel, yakni
sel eritrosit dan sel trombosit. Penyusun inti sel terdiri
dari empat bagian, yaitu membran inti, nukleoplasma,
kromosom, dan nukleolus.
b) Badan sel

Badan sel disebut juga soma, perikaryon, atau


cyton adalah pusat metabolisme neuron. Badan sel
mengandung banyak organel dan merupakan tempat

21
menempelnya dendrit dan akson, pada struktur badan
sel saraf terdapat ribosom, retikulum endoplasma,
mitokondria, badan golgi, dan membran sel. Selain itu,
juga terdapat butiran nissl yang berfungsi untuk
meneruskan implus (rangsangan). Fungsi utama badan
sel saraf adalah sebagai tempat inti sel. Dari badan sel
keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson
atau neurit.

c) Dendrit
Neuron memiliki beberapa dendrit. Dendrit
adalah cabang yang keluar dari badan sel saraf, dan
berfungsi menerima rangsangan. Bentuk dari dendrit
ini berupa sitoplasma yang menonjol, memiliki ukuran
pendek, dan bercabang. Sitoplasma adalah bagian sel
yang dibungkus oleh membran sel. Pembentuk
sitoplasma terdiri dari sitosol dan organel.
c) Akson
Akson adalah pemanjangan dari neuron yang
membawa implus saraf dari badan sel menuju sel
target. Akson menjadi jalur transmisi utama sistem
saraf, dan berfungsi sebagai bundel yang membantu
sistem saraf. Fungsi akson adalah mengantarkan
implus-implus saraf ke sel-sel lainnya.
d) Sinapsis
Sinapsis merupakan titik pertemuan terminal
akson di salah satu saraf pusat dengan saraf pusat
yang lain. Pada setiap sinapsis terdapat celah
sinapsis. Fungsinya sebagai pengirim implus atau
rangsangan dari neurit ke dendrit pada sel saraf yang
lainnya.

22
e) Selubung mielin
Selubung mielin adalah lemak yang membukus
neurit atau akson. Lemak tersebut terbentuk atas
segmen-segmen, dan lekukan di antara dua segmen
disebut dengan nodus ranvier. Fungsi utama dari
selubung mielin adalah sebagai pelindung bagi
neurit agar tidak menglami kerusakan dan
mencegah rangsangan dari kebocoran. Selubung
mielin memiliki bentuk seperti kabel isolator yang
membungkus tembaga listik dalam kabel listrik. Bahan
penyusun selubung ini terdiri dari air, masa kering
yang memiliki kandungan lemak, dan protein-protein
dasar, seperti mielin oligodendrocyteglikoprotein, dan
proteilipid.
f) Nodus ranvier
Nodus ranvier merupakan lekukan-lekukan di
antara segmen selubung meilin. Fungsi utama dari
nodus ranvier adalah sebagai batu loncatan untuk
percepatan pergerakan rangsangan menuju otak
maupun sebaliknya. Dengan demikian rangsangan bisa
meloncat dari satu nodus ke nodus lainnya dan cepat
sampai tujuan.
c. Sistem saraf pusat
1. Otak
Otak adalah organ tubuh yang paling penting sekaligus
paling rumit. Otak terbagi atas empat bagian yaitu sebagai
berikut :
a) Otak besar (Cerebrum)
Otak besar merupakan bagian otak terbesar serta
yang paling menonjol dari keseluruhan organ otak.
Cerebrum menempati 2/3 dari massa otak dan terletak
di

23
bagian atas rongga tengkorak. Bagian luar dari otak besar
ini dilindungi oleh lapisa tipis jaringan abu-abu yang
disebut korteks celebral.
Otak besar memiliki fungsi untuk memproses
semua kegiatan intelektual, seperti berfikit, mengingat,
membayangkan, merencanakan sesuatu, sensasi sentuhan,
memahami bahasa, menentukan kecerdasan, dan
menentukan kepribadian. Otak besar dibagi menjadi dua
bagian, yaitu bagian otak kanan dan bagian otak kiri.

24
Kedua belahan otak terhubung oleh corpus
callomsum, yaitu massa materi putih besar yang terdiri
dari ikatan serat yang menghubungkan materi putih dari
dua belahan otak.

Gambar 2.2
Lobus- lobus
serebri Sumber :
Sasmita (2019)
Setiap belahan otak besar terbagi dalam empat
lokasi, yaitu sebagai berikut :
1) Lobus frontal
Lobus frontal merupakan bagian terdepan
dari otak besar. Lobus ini berkaitan dengan fungsi
motorik, kemampuan untuk menyelesaikan masalah,
kemampuan untuk menilai sesuatu, kreativitas,
kemampuan untuk mengontrol perasaa, dan perilaku
seksual, kemapuan untuk memahami bahasa,
membuat alasan merencanakan sesuatu, dan lain
sebagainya.
2) Lobus pariental
Lobus pariental merupakan bagian tengah otak
besar yang berhubungan dengan sensor perasaan

25
seperti rasa sakit, sentuhan, tekanan, dan lain
sebagainya.
3) Lobus temporal
Lobus temporal adalah bagian bawah dari
otak besar yang berhubungan dengan memori dan
pendengaran.
4) Lobus occipital
Lobus occipital adalah bagian belakang otak besar
yang berhubungan dengan sistem pengolahan proses
visual manusia sehingga nantinya dapat
berinteeprestasi dengan segala sesuatu yang dilihat.
b) Otak kecil (Cerebellum)
Otak kecil merupakan bagian terbesar dari otak
belakang. Letaknya berada pada atas batang otak
dan dibawah oksipital serebrum. Otak kecil berukuran
sebesar bola kasti dan memiliki permukaan yang berlekuk-
lekuk. Otak kecil berfungsi membantu meningkatkan
sistem motorik seperti koordinasi gerakan otot. Oleh
karena itu saat otak kecil mengalami cedera, kondisi
tersebut dapat mempengaruhi pada gerakan tubuh yang
tak terkoordinasi. Hal ini adalah akibat terganggunya sikap
serta koodinasi gerak otot. Berdasarkan fungsinya, otak
kecil terbagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut :
1) Vestibuloserebelum
Bagian otak kecil yang berfungsi untuk
mengontrol serta menjaga keseimbangan pergerakan
mata.
2) Spinoserebelum
Bagian otak kecil yang berfungsi untuk mengontrol
kemampuan otot serta gerakan tubuh.

26
3) Sereberoserebelum
Bagian otak kecil yang berfungsi sebagai
penyimpan memori, menginisiasi gerakan yang
disadari, serta untuk melakukan perencanaan.
c) Batang otak (Brainstem)
Batang otak merupakan bagian otak yang
menghubungkan otak dengan sumsum tulang
belakang batang otak terletak didasar rongga kepala yang
memanjang hingga ke tulang punggung. Batang otak
berfungsi untuk mengkoordinasikan sinyal kontrol motor
yang dikirim dari otak menuju tubuh. Selain itu, batang
otak menjadi tempat melekatnya keseluruhan saraf
kranial, kecuali saraf I dan saraf II yang terletak
menempel pada otak besar (cerebrum). Batang otak terdiri
dari tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
1) Otak tengah (Mesencephalon)
Bagian batang otak ini terletak paling atau atas
dan menjadi penghubung antara otak besar dan otak
kecil. Fungsi otak tengah antara lain adalah mengontrol
respons penglihatan seperti gerak mata serta pembesaran
pupil mata, dan mengatur sistem pendengaran dan gerak
tubuh. Otak tengah tersusun atas dua sturuktur utama
yaitu tektum dan celebral peduncle. Tektum terdiri
inferior colliculi yang terkait dengan proses
pendengaran, dan superior colliculi yang terkait dengan
proses visual serta gerakan mata. Celebral peduncle
merupakan bagian otak tengah yang terbagi menjadi
tegmentum (bagian anterior) dengan substansi nigra
sebagai pemisah.
2) Medula oblongata
Medula oblongata atau yng sering disebut dengan

27
medula, terletak dibagian otak belakang dan merupakan
bagian paling bawah batang otak yang menghubungkan
medulla spinalis dan pons varoly. Bagian ini memiliki
fungsi menjadi pusat pernafasan di dua tempat,
yaitu dorsal dan vertal. Pusat pengatur jantung, pusat
vasomotor, dan pusat refleks.
3) Pons
Pons merupakan bagian otak berupa serabut saraf.
Tugasnya adalah menghubungkan otak kecil bagian kanan
dan bagian kiri. Pada manusia pons berukuran sikitar 2,5 cm
dan sebagian besar muncul sebagai tonjolan anterior rostral
untuk medula. Posterior terdiri dari dua pasang tangkai tebal
disebut penucles sereberum, yang menghubungkan otak
kecil untuk pons dan otak tengah. Pons memiliki kandungan
inti yang berfungdi menyampaikan sinyal dari otak depan ke
otak kecil. Selain itu, pons juga memiliki kandungan inti
yang berhubungan dengan aktivitas tidur, respirasi, menelan,
pendengaran, rasa, keseimbangan, kontrol kandung kemih,
dan gerak mata. Pons juga berperan menghasilkan mimpi
pada saat seseorang tidur.
d) Sistem limbik (Limbic System)
Sistem limbik atau yang disebut otak
paleomammalian merupakan bagian otak yang
membuangkus batang otak didalam batang otak. Dalam
bagian ini, seluruh neuron bekerja mengatur tingkah laku
emosional dan dorongan motivasional. Sistem limbik
tersusun atas bagian, yaitu sebagai berikut :
1) Hipotalamus
Hipotalamus merupakan bagian otak yang
tersusun atas sejumlah nukleus. Bagian ini memiliki
berbagai macam fungsi yang peka terhadap suhu,

28
glukosa, steroid, serta glukokortikoid. Hipotalamus
terletak dibagian batang otak, yaitu pada diencephalon,
dan bertindak sebagai pusat kontrol autonom.
Hipotalamus memiliki fungsi yang terkait dengan
sistem saraf serta kelenjar hipofisis.
Selain itu, hipotalamus juga merupakan suatu
bagian dari sistem limbik yang tidak terpisahkan, serta
sebagai konektor sinyal yang berasal dari bagian otak
menuju korteks otak besar. Hipotalamus mengirim
sinyal berupa epinephrine dan neropinephrine menuju
kelenjar adrenal. Fungsi hipotalamus untuk mengontrol
serta mengatur hormon-hormon endokrin guna
memelihara hemostatis tekanan darah, suhu tubuh,
denyut jantung, emosi, cairan tubuh, dan nafsu makan.
Mengontrol serta memantau berbagai macam aktivitas
tubuh, dan mengatur fungsi sekretorik pada posterior
dan anterior kelenjar hipofisis.
2) Thalamus
Thalamus merupakan struktur simetris garis
tengah otak yang terletak diantara otak tengah dan
korteks selebral. Ini merupakan struktur terbesar yang
memiliki diencephalon, yaitu bagian otak yang
terletak di antara otak tengah dan otak depan. Pada
manusia, thalamus membentuk bola masa dengan
ukuran sekitar 5,7 cm dan terletak simetris pada setiap
sisi ventrikel ketiga dengan kemiringan mencapai 30
derajat.
Thalamus dianggap sebagai pusat informasi di
otak, karena bertindak sebagai perantara antara
subkortikal dengan korteks selebral. Fungsi dibagian
ini antara lain, menyampaikan sinyal sensorik dan

29
motorik kepada korteks selebral, mengatur
kesadaran, kewaspadaan, serta mengatur kegiataan
tidur.

3) Amigdala
Amigdala atau amaygdalae merupakan
sekumpulan saraf yang terletak di bagian medial
temporal lobe. Amigdala merupakan bagian dari
basal ganglia serta bagian dari sistem limbik yang
memiliki peran untuk mengolah ingatan reaksi emosi,
serta pengambilan keputusan. Adapun fungsi yang
dimiliki bagian otak ini antara lain, mengirimkan
proyeksi kebagian hipotalamus, thalamus dorsomedial,
inti thalamic retikuler, area ventral tegmental, locus
coeruleus, inti saraf trigeminal dan saraf wajah, serta
tegmental inti laterodosral. Serta fungsi lain amigdala
ialah membentuk serta menyimpan memori yang
berhubungan dengan peristiwa emosional, dan
mengatur konsolidasi memori di daerah otak yang lain.
4) Hippocampus
Hippocampus merupakan komponen utama dari
otak manusia juga vertebrata lain dan memiliki peranan
penting dalam konsolidasi informasi dari memori
jangka pendek ke memori jangka panjang. Pada otak
manusia, bagian ini terletak di bawah korteks selebral,
sedangkan pada primata terletak pada lobus temporal
medial di bawah permukaan kortikal. Fungsi dari
hippocampus ialah membentuk kenangan baru terkait
dengan peristiwa yang dialami, dan berperan dalam
pembentukan memori spasial dan navigasi.
e) Perlindungan sistem saraf
Jaringan saraf bersifat sangat lembut dan rapuh.

30
Apabila mengalami tekanan ringan, neuron dapat terluka
dan rusak. Maka dari itu, sebagai organ tubuh yang
memiliki jutaan neuron, otak merupakan organ yang
harus selalu terjaga. Otak dan sumsum tulang
belakang terlindungi berkat posisinya yang melekat
di dalam tulang (tengkorak dan tulang punggung),
membran jaringan ikat (meninges), dan selalu dilumasi
dengan cairan serebrospinal.
1) Meninges
Meninges terdiri dari tiga membran
jaringan ikat yang menutupi dan melindungi
struktur sistem saraf pusat, antara lain :
(a) Dura mater
Dura mater adalah membran berlapis
ganda yang mengelilingi otak yang berada pada
lapisan terluar. Salah satu lapisannya
menempel pada permukaan bagian dalam
tengkorak dan membentuk periosteum (lapisan
periosteal). Bagian lain, yang disebut lapisan
meningeal, membentuk lapisan terluar otak
dan berlanjut sebagai dura mater sumsum tulang
belakang.
(b) Serabut falx
Serabut falx adalah membran dura dalam
meluas ke dalam bentuk lipatan yang menempel
kerongga kranial.
(c) Tentorium cerebelli
Tentorium cerebelli memisahkan serebelum
dari otak besar.
(d) Arachnoid mater
Arachnoid mater merupakan lapisan

31
tengah berbentuk seperti sarang laba-laba.
Bentuk yang seperti benang ini menutupi ruang
subarachnoid untuk menempelkannya ke
membran paling dalam.
(e) Pia mater
Pia mater merupakan lapisan meningeal
terdalam, melekat erat kepermukaan otak dan
sumsum tulang belakang, dan mengikuti setiap
lipatan.
2) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah cairan
bening yang berada di otak dan sterna serta
ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan
medulla spinalis (sumsum tulang belakang)
a)
Isi
Cairan serebrospinal mengandung sedikit
protein dan lebih banyak vitamin C dan
glukosa.
b)
Choroid pleksus
Choroid pleksus berbentuk cairan
serebrospinal dari darah. Choroid pleksus
adalah kelompok pembuluh darah kapiler yang
tergantung dari bagian atas pada masing –
masing ventrikel otak.
c)
Fungsi
Serebrospinal terdapat di dalam dan sekitar
otak dan bekerja melindungi jaringan saraf
rapuh dari pukulan dan trauma lainnya.
d)
Volume normal
Cairan serebrospinal membentuk dan
mengering dengan kecepatan konstan

32
sehingga tekanan dan volume normalnya
harus sekitar 150 ml.
3) Saraf tulang belakang
Saraf tulang belakang atau medulla spinalis atau spinal
cord adalah sebuah kolom jaringan saraf yang menjalar
dari dasar tengkorak ke punggung. Saraf ini dikelilingi
oleh tigas selaput pelindung (meninges tulang belakang)
dan terlindung di dalam vatebrata ( tulang belakang). Saraf
tulang belakang dan otak membentuk sistem saraf pusat.
Pada manusia terdapat 31 pasang saraf tulang
belakang yang muncul dari jaringan saraf dan keluar dari
kolom vertebral untuk melayani daerah tubuh terdekat.
Secara umum berfungsi sebagai alat komunikasi antar
saraf, sebagai bentuk gerak tubuh dan kerja organ, serta
reflek pada manusia.
d. Sistem saraf tepi
Sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf sadar (saraf
kranial dan saraf spinal dan sistem saraf tak sadar
(otonom).
1) Saraf kranial
Saraf kranial berhubungan dengan kepala san leher
kecuali pada saraf vagus. Saraf- saraf ini terlibat dalam
transmisi informasi sensorik dan motorik menuju otak.
Terdapat 12 pasang saraf kranial yaitu sebagai berikut :
a) Saraf kranial I (olfaktorius) adalah saraf sensorik yang
fungsinya pada penciuman.
b) Saraf kranial II (optikus) adalah saraf sensorik yang
fungsinya pada penglihatan, input refleks, dan
kontruksi pupil di limbik.
c) Saraf kranial III (Okulomotorius) adalah saraf motorik
yang fungsinya pada bola mata , elevasi alis, kontraksi
pupil dan menfokuskan lensa.

33
d) Saraf kranial IV (Trochlearis) adalah saraf motorik
yang fungsinya pada pergerakan bola mata kebawah.
e) Saraf kranial V (Trigeminus) adalah saraf motorik dan
sensorik yang fungsinya pada mata, dagu, lidah,
gerakan mengunyah dan lain sebagainya.
f) Saraf kranial VI (Abdusen) adalah saraf motorik yang
fungsinya pada pergerakan mata ke lateral.
g) Saraf kranial VII (Fasialis) adalah saraf motorik dan
sensorik yang menerima rangsangan dari bagian
anterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa,
dan juga mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi.
h) Saraf kranial VIII (Vestikubulocochlearis) adalah saraf
sensorik yang fungsinya untuk keseimbangan dan
pendengaran.
i) Saraf kranial IX (Glossofaringeus) adalah saraf motorik
dan sensorik yang fungsinya membantu menelan dan
menerima rangsangan dari bagian posterior lidah untuk
diproses diotak sebagai sensasi rasa.
j) Saraf kranial X (Vagus) adalah saraf motorik dan
sensorik yang fungsinya menerima rangsangan dari organ
dalam dan mengendalikan organ dalam.
k) Saraf kranial XI (Aksesorius ) adalah saraf motorik
yang berfungsi mengendalikan pergerakan kepala.
l) Saraf kranial XII (Hipoglosus) adalah saraf motorik
yang fungsinya pada pergerajab lidah saat bicara, dan
mengunyah.
2) Saraf spinal
Terdapat 31 pasang saraf spinal yang diberi nama
sehubungan dengan lokasinya masing-masing pada sumsum
tulang belakang. Semua saraf ini adalah saraf campuran,

34
sehingga setiap saraf terdiri dari komponen ventral (motorik)
dan akar dorsal (sensorik). Saraf ini berfungsi membawa implus
saraf dari sumsum tulang belakang menuju keseluruh bagian
tubuh.
Disamping saraf tulang belakang yang menuju langsung
ke segmen tubuh tertentu, terdapat juga pleksus. Ini adalah saraf
tulang belakang yang membentuk jaringan dengan saraf tulang
belakang terdekat dan pembuluh darah. Ada empat jenis pleksus
saraf tulang belakang utama, yaitu pleksus serviks, pleksus
brakialis, pleksus lumber dan pleksus sakral.
Sistem saraf spinal berasal dari arah dorsal, sehingga
sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, 31 pasang saraf
sumsum tulang belakang dibedakan menjadi 4 sebagai berikut :
a) 8 pasang saraf cervical meliputi pleksus servikal
dan leksus brakial
b) 12 pasang saraf thorax
c) 5 pasang saraf lumbar
d) 5 pasang saraf sacral
e) 1 pasang saraf coccyigeal
3) Sistem syaraf tak sadar (syaraf otonom)
Sistem saraf tak sadar (saraf otonom) mengatur proses tubuh
tertentu, seperti tekanan darah dan laju pernafasan. Sistem ini
bekerja secara otomatis diluar kesadaran. Gangguan sistem
otonom dapat mempengaruhi proses atau bagian tubu, dan dapat
bersifat reversibel atau progresif. Sistem saraf otonom
merupakan bagian dari sistem saraf yang mempersarafi organ-
organ internal, termasuk pembuluh darah, lambung, usus, hati,
ginjal, kandung kemih, alat kelamin, paru-paru, pupil, jantung,
keringat, kelenjar air liur, dan kelenjar pencernaan.
Adapun fisiologis Sistem saraf Sistem saraf tepi merupakan
sistem saraf yang menghubungkan semua bagian tubuh dengan

35
sistem saraf pusat. Sistem ini memiliki jaringan saraf yang
berada di bagian luar otak dan medulla spinalis. Sistem ini juga
mencakup saraf kranial yang berasal dari otak, saraf spinal
yang berasal dari medulla spinalis, ganglia, reseptor sensorik
yang berhubungan, dan sistem saraf otonom yang mempunyai
dua divisi utama, yakni sistem saraf simpatis (torakolumbar) dan
sistem saraf parasimpatis (kraniosakral). Fisiologi sistem saraf
melibatkan kerja sejumlah implus yang kompleks, antara lain :
a) Impuls saraf
Implus saraf adalah rangsangan atau pesan yang diterima
oleh reseptor dari lingkungan luar, kemudian dibawa oleh
neuron. Implus juga dikatakan serangkaian pulsa elektrik yang
menjalari serabut saraf. Implus yang diterima oleh reseptor
kemudian disampaikan ke efektor yang menyebabkan
terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan
tersebut adalah gerak sadar dan gerak refleks.
b) Mekanisme jalannya impuls
Fungsi sel saraf adalah menerima rangsangan dan
dapat menanggapi rangsangan tersebut. Sebagai jaringan
komunikasi, tentu saraf memiliki mekanisme khusus tentang
cara meneruskan implus. Dalam mekanisme jalannya implus
terbagi atas dua. Mekanisme jalannya implus saraf adalah
sebagai berikut :
(1) Implus dihantarkan melalui sel saraf
Implus dapat diteruskan dan mengalir melalui sel saraf
yang disebabkan adanya perbedaan potensial listrik yang
dinamakan polarisasi. Muatan listrik diluar membran sel saraf
adalah positif sedangkan muatan yang diluar negatif. Apabila
sel saraf diberi dengan rangsangan akan mengakibatkan
polarisasi membran berubah, sehingga polarisasi akan
mengalami pembalikan. Proses pembalikan akan diulang

36
yang menyebabkan rantai reaksi.
(2) Implus dihantarkan lewat sinapsis
Apabila implus mengenai tombol sinaps, makan
permeabilitas membrane prasinapsis terhadap ion kalsium
menjadi meningkat. Ion kalsium kemudian akan masuk,
sedangkan gelembung sinapsis akan melepaskan
neutransmitter kecelah sinaps.Gelembung sinaps melebur
dengan membran prasinaps.Implus sampai ke membran
postsinaps karena di bawah neutransmitter, kemudian
neutrotransmitter dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh
membran postsinaps.
3) Perubahan potensial membran
Ada dua macam perubahan potensial membran, yaitu :
a) Potensial berjenjang
Potensial berjenjang bersifat lokal yang terjadi
dalam berbagai derajat. Potensial ini di pengaruhi oleh
semakin kuatnya kejadian pencetus dan semakin besarnya
potensial berjenjang terjadi.
b) Potensial aksi
Potensial aksi merupakan pembalikan cepat
potensial membran akibat perubahan permeabilitas
membran. Potensial aksi berfungsi sebagai sinyal jarak
jauh.
4) Penghantaran impuls
Implus yang diterima oleh reseptor selanjutnya akan
dihantarkan oleh dendrit menuju ke badan sel saraf dan akson.
Dari akson, implus dihantarkan ke dendrit neuron lainnya.
Seluruh implus saraf yang diterima memiliki bentuk yang sama,
tetapi respons terhadap implus tersebut berbeda-beda. Hal ini
terjadi karena reseptor dan efektornya berbeda-beda. Ada dua
prinsip penghantaran implus, yaitu :

37
a) Penghantaran implus melalui neuron
Penghantaran implus melalui neuron terjadi karena
adanya perbedaan muatan listrik antara bagian luar dan dalam
membran serabut saraf. Ketika istirahat, bagian luar
membran serabut saraf bermuatan listrik positif. Sementara
itu bagian dalam membran serabut saraf bermuatan listrik
negatif. Keadaan tersebut dinamakan polarisasi. Ketika
menerima rangsangan berupa implus, permukaan luar
membran serabut saraf bermuatan negatif dan
permukaan didalamnya bermuatan positif. Keadaan ini
disebut disebut depolarisasi. Selanjutkan akan terjadi saluran
listrik dari daerah bermuatan negatif ke positif. Implus
kemudian diteruskan ke neuron dan akhir nya menuju
sumsum tulang belakang dan otak.
b) Pengantaran implus melalui sinapsis
Jika implus telah sampai di membran prasinapsis,
vesikel- vesikel akan menuju membran prasinapsis karena
pengaruh Ca2+ yang masuk ke bonggol sinapsis.
Selanjutnya, vesikel- vesikel tersebut akan melepaskan zat
neurotransmitter.

38
4. Patofisiologis stroke non hemoragik
Patofisiologi utama stroke adalah penyakit jantung atau
pembuluh darah. Manifestasi sekunder di otak adalah hasil dari satu
atau lebih dari penyakit yang mendasari atau faktor resiko. Patologi
utama termasuk hipertensi, aterosklerosis yang mengarah ke
penyakit arteri koroner, dislipidemia, penyakit jantung, dan
hiperlipemia (Haryono & Utami,2019).

Patofisiologi stroke non hemoragik atau iskemik merupakan


penyumbatan yang disebabkan oleh oklusi cepat dan mendadak
pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu.
Jaringan otak yang kekurangan oksigen selama lebih dari 60 sampai
90 detik akan menurun fungsinya. Trombus atau penyumbatan
seperti aterosklerosis menyebabkan iskemia pada jaringan otak dan
membuat kerusakan jaringan neuron sekitarnya akibat proses
hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli yang terbentuk di daerah
sirkulasi lain dalam siste peredaran darah yang biasa terjadi di
dalam jantung atau sebagai komplikasi dari fibrilasi atrium yang
terlepas dan masuk ke sirkulasi darah otak, dapat pula mengganggu
sistem sirkulasi otak (fanning dkk, 2014 dalam (Haryono & Utami,
2019).

Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat darah otak


terbagi menjadi dua daerah keparahan derajat otak, yaitu daerah inti
dan daerah penumbra. Daerah inti adalah daerah atau bagian otak
yang memiliki aliran darah kurang dari 10cc/100g jaringan otak
tiap menit. Daerah ini beresiko menjadi nekrosis dalam hitungan
menit. Daerah penumbra adalah daerah otak yang aliran darahnya
terganggu tetapi masih lebih baik dikarenakan daerah ini masih
masih mendapat suplai perfusi dari pembuluh darah (Haryono &
Utami, 2019).

39
40
5. Pathway

41
Skema 2.1 Pathway

Stroke Sumber Susilo,(

2019)

42
6. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif A. H,(2016),manifestasi klinis stroket
meliputi :

a. Tiba –tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.

b. Tiba – tiba hilang rasa peka.

c. Bicara pelo.

d. Gangguan bicara dan bahasa.

e. Gangguan penglihatan.

f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.

g. Gangguan daya ingat.

h. Nyeri kepala hebat.

i. Vertigo.

j. Kesadaran menurun

k. Proses kencing terganggu

l. Gangguan fungsi otak.

7. Komplikasi
Menurut Andra & Yessie (2013)

a. Berhubungan dengan imobilisasi

b. Infeksi pernafasan

c. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan

d. Konstipasi

e. Tromboflebitis

43
f. Berhubungan dengan mobilisasi

g. Nyeri daerah punggung

h. Dislokasi sendi

i. Berhubungan dengan kerusakan otak

j. Epilepsy

k. Sakit kepala

l. Kraniotomi

m. Hidrosefalus

8. Pemeriksaan diagnostic
Wijaya dan Mariza (2013) dalam Santoso, L.E (2018).

a. Angiografi serebral

b. Elektro encefalography

c. Sinar x tengkorak

d. Ultrasonography Doppler

e. CT- Scan dan MRI

f. Pemeriksaan foto thorax

g. Pemeriksaan laboratorium

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke menurut Wijaya dan Mariza (2013)
dalam Santoso, L.E (2018).
a. Penatalaksanaan Medis

1) Trombolitik (streptokinase)

2) Antikoagulan (heparin)

3) Hemorragik (pentoxyfilin)

44
4) Antagonis serotonin (noftidrofuryl)

5) Antagonis kalsium (nomodipin, piracetam)

b. Penatalaksanaan
Khusus/Komplikas
i
1) Atasi kejang (anti konvulsan)

2) Atasi dekompresi (kraniotomi)

3) Untuk penatalaksanaan faktor resiko:

a) Atasi hiper uresemia

b) Atasi hipertensi

c) Atasi hiperglikemi.

45
Pelaksanaan Asuhan Keperawatan (Pengkajian, Diagnosis
Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan dan Evaluasi)
1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga
metode, yaitu wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke,
2020). Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan, Data yang
dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019) :

a. Identitas

1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas
klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.

2) Identitas penanggung jawab


Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien
selama perawatan,data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.

46
2) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah ,

47
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.

3) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.

4) Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes militus.

5) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal.
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.

6) Pola – pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya ada riwayatperokok,


penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan


menurun, mual muntah pada fase akut.

c) Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada

48
pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.

d) Pola aktivitas dan latihan

Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena


kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah

e) Pola tidur dan istirahat

Biasanya klien mengalami kesukaran


untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot.

f) Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena


klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara.

g) Pola persepsi dan konsep diri

Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,


mudah marah, tidak kooperatif.

h) Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien mengalami gangguan


penglihatan/kekaburanpandangan perabaan/sentuhan
menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada
pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.

i) Pola reproduksi seksual

Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat


dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti
kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

49
j) Pola penanggulangan stress

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk


memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

a) Suara bicara : kadang mengalami


gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
b) Tanda-tanda vital : tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Pemeriksaan integumen

a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit


akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit
kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda- tanda dekubitus terutama
pada daerahmyang menonjol karena
klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis .

c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan

3) Pemeriksaan kepala dan leher

a) Kepala : bentuk normocephalik

b) Muka : umumnya tidak simetris


yaitu mencong ke salah satu sisi
c) Leher : kaku kuduk jarang terjadi.

4) Pemeriksaan dada

50
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan, pernafasan tidakteratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan.

5) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed


rest yang lama, dan kadang terdapat kembung .

6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine.


7) Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi


tubuh.
8) Pemeriksaanneurologi
a) Pemeriksaan nervus cranialis

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis


VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada


salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan reflek

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh


akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan munculkembali didahuli dengan
refleks patologis.
d. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan radiologi

51
a) CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
b) MRI untuk menunjukkan area yang mengalami
infark, hemoragik.
2) Pemeriksaan laboraturium

a) fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan


normal dan cairan tidak mengandung darah atau
jernih.
b) Pemeriksaan darah rutin

c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut


dapat terjadi hiperglikemia.
d) Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
e) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari
kelainan pada darah itu sendiri.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis


mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017).

Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien


dengan Stroke non Hemoragik, dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017):

a) Resiko perfusi serebral tidak efektif


berhubungan dengan risiko penurunan
sirkulasi darah ke otak
b) Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan kelemahan

52
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan
gangguan neuromuskular

Kemungkinan diagnosa Stroke non hemoragik dengan


menggunakan pendekatan (Huda Nurarif A. el at, 2016) adalah
defisit perawatan diri berhubungan dengan neuromuscular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot
atau koordinasi.

3. Intervensi

a) Risiko perfusi serebral tidak efektif


1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x
pertemuan diharapkan masalah Risiko perfusi serebral
tidak efektif berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah ke otak kembali normal.

2) Kriteria hasil SLKI (2018 )

a) Dapat mempertahankan tingkat


kesadaran, fungsi kognitif dan
motorik atau sensorik membaik.
b) Menunjukan tanda-tanda vital yang stabil

c) Tidak kekambuhan defisit


(sensori, bahasa, intelektual dan
emosi).

3) Rencana tindakan (SIKI, 2018)


Manajeman peningkatan tekanan intrakanial :
a) Observasi

53
(1) Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK.
(2) Monitor tekanan darah
(3) Monitor tingkat kesadaran
(4) Monitor status pernapasan
(5) Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
b) Terapeutik
(1) Berikan posisi semi fowler
(2) Pertahankan suhu tubuh normal
c) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian terapi obat
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan

1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x
pertemuan diharapkan masalah gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan kelemahan dapat membaik.
2) Kriteria hasil

a) Pergerakan ektremitas kekuatan otot rentang


gerak (ROM) meningkat
b) Klien tidak mengeluh nyeri

c) Cemas klien menurun

d) Tidak adanya kaku sendi

3) Rencana tindakan
Dukungan mobilisasi
a) Observasi
(1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
(2) Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
(3) Monitor kondisi umum selama mobilisasi

54
b) Terapeutik
(1) Fasilitasi melakukan pergerakan ROM (Range
of motion
(2) Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatan pergerakan
(3) Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
(4) Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
c) Edukasi

(1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilissi

(2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini

(3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang dilakukan


(mis,duduk ditempat tidur ,duduk disisi
ditempat tidur,pindah dari tempat tidur kekursi)

c) Defisit perawatan diri

1) Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x


pertemuan diharapkan masalah defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan neuromuscular dapat
meningkat

2) Kriteria hasil

a) Kemampuan mandi, menggunakan


pakaian, kemampuan makan,
kemampuan BAB BAK dapat
meningkat
b) Dapat melakukan perawatan diri secara mandiri

3) Rencana
tindakan

Dukungan Perawatan Diri(siki)

55
a) Observasi:

(1) Identifikan jenis bantuan yang dibutuhkan.


(2) Monitor kebersihan tubuh.
b) Terapeutik:
(1) Sediakan perawatan mandi
(2) Sediakan lingkungan aman dan nyaman
(3) Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian.
c) Edukasi
(1) Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak
mandi terhadap kesehatan
(2) Ajarkan pada keluarga cara memandikan pasien

4.IMPLEMENTASI
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari
perencanaan keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Nasrul Effendy,
1995 dalam Judha & Rahil, 2011). Pencatatan
pendokumentasian ini terfokus pada metode Dar
yaitu data (D) adalah data yang berisi tentang data
subjektif dan objektif yang mendukung
dokumentasi asuhan keperawatan, action/tindakan
(A) adalah tindakan keperawatan yang dilakukan
berdasarkan

56
masalah, dan response (R) adalah menyediakan
keadaan respon klien terhadap tindakan
keperawatan. (Judha & rahil,2011)

5.Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses


keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan
klien, perawat dan anggota tenaga kesehatan lain.
Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Terdapat jenis-jenis evaluasi dalam keperawatan
yaitu, evaluasi formatif (proses) merupakan
aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan asuhan keperawatan. Selanjutnya
evaluasi sumatif (hasil) yaitu rekapitulasi dan
kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Penentuan
masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi adalah dengan cara membandingkan antara
soap dengan kriteria hasil. Evaluasi proses
menggunakan metode soap yaitu, Subjektif adalah
informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan. objektif adalah informasi
yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan setelah dilakukan
tindakan. Analisa adalah membandingkan antara
informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan
kriteria hasil kemudian diambil kesimpulan
bahwa

57
masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak
teratasi. Dan yang terakhir planning adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
diagnosa

58
59
73

BAB III

LAPORAN STUDI KASUS

Gambaran lokasi studi


Pada BAB ini penulis menggambarkan asuhan keperawatan
yang diberikan kepada Tn. S dengan stroke non hemoragik di Rumah Sakit
dr.Kariadi.

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan (Pengkajian, Diagnosis


Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan dan Evaluasi)

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Klien berinisial tn.S lahir di Semarang 15 Februari 1956 berjenis
kelamin laki laki yang sudah menikah dan beragama islam Tn.S
sebagai karyawan swasta yang beralamat di Semarang, Saudara yang
mudah untuk dihubungi berinisial Tn. S yang beralamat di Semarang,
dilakukan pengkajian pada tanggal 22 November 2023 di RS
dr.Kariadi . Tn. S dengan diagnose medis stroke non hemorogik.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan berjalan terasa sempoyongan sampai mau
terjatuh,mulut merot.
1) Lamanya
Klien mengatakan 1 minggu yang lalu berjalan terasa
sempoyongan sampai mau terjatuh,mulut merot.
2) Faktor predisposisi
klien mengatakan
Punya riwayat stroke tidak minum obat teratur
74

3) Tindakan pengobatan
Pada saat penulis pengkajian Klien mengatakan sudah pernah
bawa ke dokter atau keklinik didekat rumahnya
4) Harapan klien terhadap pemberi perawatan
Pada saat penulis melakukan pengkajian klien
mengatakan berharap cepat sembuh dan dapat bekerja seperti
biasanya.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Penyakit
(a). Kecelakaan dan Hospital:
Klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan dan
ini pertama kalinya dirawat dirumah sakit
(b).Operasi:

Klien mengatakan tidak pernah melakukan operasi


d. Penyakit yang paling sering di derita:
Klien mengatakan pusing , hipertensi.
e. Alergi
Mengatakan tidak ada alergi obat dan makanan
f. Imunisasi
Pada saat penulis melakukan pengkajian klien
mengatakan sudah tidak ingat lagi tentang imunisasi,
g. Kebiasaan
Pada saat penulis melakukan pengkajian klien mengatakan
tidak pernah merokok
h. Pola tidur
Di rumah: klien mengatakan klien tidur nyenyak dimalam hari
jarang terbangun kira kira 8 jam sehari dimulai dari pukul 21.00 dan
pada siang hari klien tidur siang sekitar 2 jam kira kira pada 13: 00
sampai jam
Di rumah sakit: keluarga klien mengatakan tidur normal sekitar 8 jam
75

i. Pola latihan
Di rumah: klien mengatakan beraktivitas dirumah seperti
bermain dengan cucu
Di rumah sakit: klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas
seperti mandi, dan makan
j. Pola nutrisi
Sebelum sakit : klien mengatakan klien sarapan pagi, makan siang dan
makan malam sendiri. Porsi makan klien dengan 1 piring penuh yang
kadang dan nasi.-kadang ditambah dengan menu makan lauk pauk
Sesudah sakit : klien mengatakan bahwa klien makan tetap 3 x sehari
dan harus dibantu dengan anaknya .
k. Pola kerja
Di rumah : klien mengatakan klien tidak melalukan perkerjaan, klien
hanya menemani cucunya bermain
Di rumah sakit : klien mengatakan klien tidak melakukan aktivitas
hanya ditempat tidur saja
l. Riwayat keluarga
1) Kesehatan anggota keluarga:
Keluarga klien mengatakan anggota keluarganya sehat
2) Faktor risiko penyakit dalam keluarga:
Keluarga klien mengatakan didalam keluarganya tidak
memiliki penyakit seperti darah tinggi, jantung ataupun stroke.
3) Genogram
76

Gambar 3.1
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Kien
: Tinggal Satu Rumah
77

m. Riwayat lingkungan
1) Kebersihan
Keluarga klien mengatakan rumah klien tampak bersih.
2) Bahaya kesehatan:
Keluarga klien mengatakan tidak ada bahaya kesehatan disekitar
lingkungan tempat tinggal.
3) Polutan :
Keluarga klien mengatakan tidak ada adanya bahaya polutan
karena jauh dari jalan raya serta tidak membakar sampah dan pula
tidak berdekatan dengan pabrik ataupun tempat pembuangan
sampah
e. Riwayat psikososial
1) Bahasa yang di gunakan:
klien mengatakan bahwa bahwa bahasa sehari hari klien
menggunakan bahasa jawa dan Indonesia
2) Organisasi di masyarakat
klien mengatakan mengikuti organisasi seperti gotong royong.
3) Sumber dukungan di masyarakat:
Klien mengatakan mendapatkan respon baik dan dukungan dari
masyarakat sekitar
4) Suasana hati:
Pasien mengatakan suasana hati saat ini sedih mengenai penyakit
yang dideritanya
5) Tingkat perkembangan:
Klien pada tingkat perkembangan lansia
f. Pemeriksaan
fisik TD :142
/83 N:80
S:36,5
78

1) Kepala
Inspeksi: bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, kebersihan
rambut terjaga, warna rambut hitam putih, distribusi rambut
merata.
Palpasi: tidak ada massa, tidak ada lesi dan tidak ada nyeri
tekan.
2) Mata
Inspeksi: kedua bentuk mata simetris, konjungtiva anemis,
respon cahaya pupil baik, terdapat benjolan dibawah mata
sebelah kiri di area pipi. Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan pada
area mata ataupun dibenjolan tersebut
3) Hidung
Pada saat penulis melakukan pengkajian inspeksi : hidung
tampak simetris dengan bentuk yang normal, tidak adanya polip,
tidak adanya pernafasan cuping hidung serta tidak adanya
secret. Palpasi: saat di palpasi tidak adanya pembesaran, tidak
adanya nyeri saat ditekan.
4) Telinga
inspeksi: telinga tampak simetris dengan dua belah telinga
disisi kanan dan kiri. Terdapat serumen di dalam telinga tidak
ada jejas dan lesi. Palpasi : saat dipalpasi tidak adanya nyeri
saat ditekan
5) Mulut dan tenggorokan
inspeksi : tampak bibir tidak simetris ,bibir merot ke kanan
Palpasi : saat dipalpasi tidak adanya pembesaran, tidak adanya
nyeri
6) Leher
Inspeksi bentuk leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, dan kelenjar vena jugularis. Palpasi tidak terdapat nyeri
tekan pada area leher.
79

7) Kelenjar Linfe
Inspeksi tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe. Palpasi tidak
terdapat nyeri tekan pada kelenjar limfe
8) Paru-Paru
inspeksi : dada tampak simetris, tidak ditemukan jejas dan lesi
pada permukaan dada klien. Auskultasi: terdengar suara
vesikuler pada paru, RR 20 Kali permenit Palpasi : saat
dilakukan palpasi tidak adanya nyeri saat ditekan. Perkusi :
tidak adanya pembesaran atau kelainan paru, suara paru saat
dilakukan perkusi vesikular tampak jernih dan tidak putus-putus.
9) Jantung
pengkajian inspeksi : tidak adanya jejas dan lesi disekitar area
dada klien, tidak adanya nyeri. Tekanan darah 142/83mmHg.
Palpasi : tidak adanya nyeri saat dilakukan palpasi. Auskultasi :
tidak adanya bunyi tambahan s3 dan s4, bunyi jantung normal s1
dan s2. Perkusi : tidak adanya pembesaran organ, suara perkusi
jantung dullnes
10) Abdomen/perut
Inspeksi: bentuk perut datar, tidak terdapat lesi.
Auskultasi: terdengar bising usus 14 kali
permenit. Perkusi: terdengar suara timpani.
Palpasi: tidak ada massa, cubitan pada perut kembali cepat < 2
detik.
11) Eliminasi bowel
Di rumah : buang air besar kira kira 2 hari sekali diwaktu
yg kadang pagi dan malam hari. Buang air besar klien dengan
fases yang padat dan berwarna kuning.
Di rumah sakit : klien mengatakan buang air besar normal
1kali sehari dalam sehari
12) Ekstremitas atas
ekstremitas atas : tangan kiri m a s i h b i s a
d i g e r a k k a n , dan tangan kanan masih dapat
bergerak. Ekstermitas bawah:
Kaki kiri dan kanan masih bisa di gerakkan tapi berjalan
80
sempoyongan , tidak ada lesi, dan tidak ada edema.
13) Tonus Otot

5555 5555

4444 4444

Keterangan tonus otot:


0: tidak ada kontraksi sama sekali
1: kontraksi minimal dapat terasa atau teraba pada otot yang
bersangkutantanpa mengakibatkan gerakan
2: ada gerakan tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya
berat (gravitasi)
3: dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi
4: seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan benar dan dapat
melawan gravitasi
5: kekuatan normal dan seluruh gerakan dapat dilakukan
berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan
14) Kulit
Pada saat penulis melakukan pengkajian tidak adanya udema
pada kulit, warna kulit merata, tidak terdapat lesi dan tidak
adanya jejas pada kulit klien.
15) Genitalia/ Reproduksi
Pada saat pengkajian klien menolak untuk dikaji, tetapi saat
diwawancara klien mengatakan tidk ada masalah di daerah
genitalia nya
81

g. Data penunjang
1) Laboratarium
Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 22 November 2023
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Glukosa darah 260 Mg/dl 80-160
sewaktu
Ureum 43 Mg/dl 15-39
Creatinim 1,1 Mg/dl L:0,6-1,3,p:0,5-11
magnesium 1 Mg/dl 0.74-0.99

Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 23 November 2023


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Gluosa Darah 255 Mg/dl 80-109
Puasa
Glukosa Darah 2 201 Mg/dl 80-140
Jam PP
Cholestrol Total 211 Mg/dl <200
HDL Cholestrol 31 Mg/dl >55
LDL Direk 115 Mg/dl <150
Trigliserida 215 Mg/dl >150
82

h. Pengobatan
Obat Dosis Rute

aspilet 80 mg/24 jam P.O

betahistin 6mg/12 jam P.O

Attorvastatin 40mg/24 jam P.o

candesartan 8mg/24 P.o

1. Analisa Data
Setelah dilakukan pengkajian pada tangal 22 November 2023, maka di lakukan
analisa data sebagai berikut :
a. Data subjektif :Klien mengatakan tidak terasa pusing, tidak adanya mual
muntah. klien mengatakan berjalan sempoyongan ,mulut merot.
Data objektif : Klien tampak memiliki kesadaran compos mentis berbicara
dengan jelas. Tekanan darah142 / 83mmHg.
Masalah Keperawatan : Resiko perfusi selebral tidak efektif berhubungan
dengan penurunan sirkulasi darah ke otak.
b. Data subjektif : keluarga klien mengatakan tidak dapat menggerakan anggota
tubuhnya diarea tangan kiri dan kaki kiri.
Data objektif : tampak ekstremitas atas, tangan kiri terdapat kelemahan otot
tidak dapat digerakan, dan tangan kanan masih dapat bergerak . kaki kiri tidak
dapat bergerak dan kaki kanan dapat digerakan.
Tonus otot :
5555 5555
4444 4444
Masalah keperawatan : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskular.
83

c. Data subjektif : Keluarga klien mengatakan klien tidak dapat melakukan


aktivitas sendiri seperti makan, minum dan mandi.
Data objektif : Keluarga klien mengatakan klien dapat melakukan aktivitas
sendiri seperti makan, minum dan mandi. Data objektif: Kemampuan perawatan
diri secara keseluruhan skala aktivitas klien 2(dibantu orang lain) Masalah
keperawatan : Defisit perawatan diri berhubungan dengan neuromuscular
d. Data subjektif : keluarga klien mengatakan kurang mengerti tentang
penyakit Stroke.
Data objektif : Keluarga klien tidak bisa menjelaskan tentang penyakitnya
ketika di suruh menjelaskan.
Masalah keperawatan : Defisit pengetahuan berhubungan dengan
kurang terpapar informasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengumpulan data, dapat disimpulkan masalah – masalah .
Tn.S yaitu sebagai berikut :
a. Resiko perfusi jaringan serebral berhungan dengan penurunan sirkulasi darah ke
otak
Data subjektif :Klien mengatakan tidak terasa pusing, tidak adanya mual
muntah. klien mengatakan berjalan sempoyongan dan mulut merot.
Data objektif : Klien tampak memiliki kesadaran compos mentis berbicara
dengan jelas. Tekanan darah142 / 83mmHg.

Hasil MSCT 21 november 2023 menunjukkan stroke infark.


84

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular


Data subjektif : keluarga klien mengatakan dapat menggerakan
anggota tubuhnya diarea tangan kiri dan kaki kiri.
Data objektif : tampak ekstremitas atas, tangan kiri dapat digerakan, dan
tangan kanan masih dapat bergerak . kaki kiri dan kaki kanan dapat digerakan
berjalan sempoyongan.

c. Defisit peraawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular


Data subjektif : Keluarga klien mengatakan klien dapat melakukan aktivitas
dengan bantuan seperti makan, dan mandi.
Data objektif : klien dapat melakukan aktivitas sendiri seperti makan, minum
dan mandi dengan bantuan.

3. Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi

a. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan


sirkulasi darah ke otak.

Data subjektif :Klien mengatakan tidak terasa pusing, tidak adanya mual muntah.
klien mengatakan berjalan sempoyongan ,mulut merot

Data objektif : Klien tampak memiliki kesadaran compos mentis,dari hasil MSCT stroke infark.
85

(1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan
serebral kembali normal
2) Kriteria hasil
a) Dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan
motorik atau sensorik membaik.
b) Menunjukan tanda-tanda vital yang stabil mis, tekanan darah 120/80 mmhg
c) Tidak kekambuhan defisit (sensori,bahasa, intelektual dan emosi).
3) Rencana tindakan
Manajeman peningkatan tekanan intrakanial (siki)
Observasi
a) Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK.
b) Monitor tekanan darah
c) Monitor tingkat kesadaran
d) Monitor status pernapasan
e) Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang

Terapeutik
a) Berikan posisi semi fowler
b) Pertahankan suhu tubuh normal
c) Kolaborasi pemberian terapi obat
86

Action :
a) Memonitor tanda dan gejala peningkatan TIK dengan cara dilakukannya
pengkajian pada klien dan dilakukannya pengukuran tanda-tanda vital.

b) Memberikan posisi semi fowler pada saat klien berbaring dengan


menggunakan 1 bantal besar.

c) Berkolaborasi pemberian obat


d) Meminimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang pada
daerah sekitar klien.
87

Evaluasi (SOAP)
Data subjektif :Klien mengatakan tidak terasa pusing, tidak adanya mual
muntah.Keluarga klien mengatakan klien berjalan sempoyongan,mulut merot.
Data objektif : Klien tampak memiliki kesadaran compos mentis. Tekanan
darah126 /80 mmHg.
Planning : intervensi dilanjutkan
a) Monitor tanda dan gejala peningkatan tik, serta mengukur tanda tanda vital
klien.
b) Berikan posisi semi fowler menggunakan bantal yang lebih lembuh dan
empuk.
c) Kolaborasi pemberian terapi obat
d) Minimalkan aktivitas yang memicu keributan dengan
menyediakan lingkungan yang tenang.
88

b.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


gangguan neuromuscular.
Data subjektif : keluarga klien mengatakan dapat menggerakan anggota
tubuhnya ,berjalan sempoyongan dan mulut merot
89

Data objektif : tampak ekstremitas atas, tangan kiri dapat digerakan, dan
tangan kanan masih dapat bergerak . berjalan sempoyongan

b. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 diharapkan , Klien
mampu melaksanakan aktivitas fisik
sesuai dengan kemampuannya.
2) Kriteria hasil
a) Pergerakan ekstremitas kekuatan otot rentang gerak (ROM)
meningkat.
b) Klien tidak mengeluhkan nyeri.
c) Cemas klien menurun
d) Tidak adanya kaku sendi
3) Rencana tindakan

Dukungan mobilisasi ( siki )

Observasi

a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.

b) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi

c) Monitor kondisi umum selama

mobilisasi Terapeutik
a) Fasilitasi melakukan pergerakan ROM (Range of motion
b) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatan pergerakan
c) .Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
d) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
90

Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilissi

b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini

c) Ajarkan mobilisasi sederhana yang dilakukan (mis,duduk ditempat


tidur, duduk disisi ditempat tidur,pindah dari tempat tidur kekursi)

Data subjektif : klien mengatakan dapat menggerakan anggota tubuhnya .

Data objektif : tampak ekstremitas atas, tangan kiri dapat digerakan, dan tangan
kanan masih dapat bergerak . berjalan sempoyongan

Action :
a) Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi.
b) Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
misalnya duduk dari tempat tidur, saat berbaring dapat miring
kanan dan miring kiri
c) Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
d) Menfasilitasi melakukan pergerakan yang dilakukan
klien
91

Evaluasi (SOAP)
Data subjektif : keluarga klien mengatakan dapat menggerakan anggota
tubuhnya

Data objektif : klien sudah bisa berjalan tidak sempoyongan.

Analisa : masalah teratasi.

C.Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular


Data subjektif : Keluarga klien mengatakan klien dapat melakukan
aktivitas dengan bantuan seperti makan, minum dan mandi.
Data objektif : klien dapat melakukan aktivitas sendiri seperti makan, minum
dan mandi dengan bantuan
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 diharapkan ,Kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
a) Kemampuan mandi, menggunakan pakaian,
kemampuan makan,kemampuan bab/bak dapat
meningkat
b) Dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
3) Rencana tindakan

Dukungan Perawatan Diri


Observasi:
92
a) Identifikan jenis bantuan yang dibutuhkan.
b) Monitor kebersihan
tubuh. Terapeutik:
a) Sediakan perawatan
b) Sediakan lingkungan aman dan nyaman
c) Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian.

Edukasi
93

a) Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak


mandi terhadap kesehatan
b) Ajarkan pada keluarga cara memandikan pasien

Action
a) Memonitor serta memantau kemandirian k l i e n .
b) Mendampingi serta membantu Tn.S dalam melakukan
aktivitas.

Evaluasi (SOAP)
94

Data subjektif : klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sendiri


seperti makan, minum dan mandi.
Data objektif : klien mampuan melakukan perawatan diri.
Analisa : masalah teratasi
Planning : intervensi dilanjutkan :
a) Monitor tingkat kemandirian
b) Dampingi dalam melakukan perawatan diri
95
t

Anda mungkin juga menyukai