Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TREND DAN ISU KEPERAWATAN KRITIS


(METODE ROSIER SAMURAI UNTUK PENANGANAN STROKE AKUT DI IGD)

OLEH

DIAN PERMATASARI
1810.14201.662
7B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Stroke merupakan penyakit pembuluh darah otak dengan kejadian,
kecacatan, dan kematian yang cukup tinggi. Jumlah pasien penyakit stroke
merupakan jumlah pasien terbanyak pada rawat jalan (jumlah kasus baru) maupun
rawat inap (jumlah pasien keluar). Stroke selain menyebabkan kegagalan fungsi
tubuh, juga mengakibatkan timbulnya kerusakan jantung, otak, dan ginjal
(Hasnawati dkk., 2009 dalam PERDOSSI, 2011)). Sekitar 20% pasien yang selamat
dari stroke memerlukan perawatan 3 bulan dan 15-30% mengalami kecacatan yang
permanen. Stroke berdampak tidak hanya pada pasien sendiri tetapi juga berefek
pada anggota keluarga, sosial, dan juga tenaga kesehatan serta berefek secara
nasional (Hughes, 2003 dalam PERDOSSI, 2011).
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan
pembangunan nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di
Indonesia akan cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskuler
(penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer). Data di Indonesia
menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian,
kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65
tahun).1 Kejadian stroke(insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan
kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin memberat.2 Penderita laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia
45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang
usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam
pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari. Penanganan stroke
memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit, baik dari aspek moril, maupun materil
dari setiap keluarga yang menghadapi masalah ini. Resesi ekonomi global
mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan dalam penatalaksanaan kasus stroke
menjadi berlipat ganda. Konsep unit stroke, sebagai suatu unit pelayanan stroke
terpadu, telah terbukti efektif dalam menekan angka kematian dan menurunkan
derajat kecacatan selain mengurangi waktu perawatan bagi pasien di rumah sakit..
Evidence based medicine dalam pelayanan medik pada diagnosis dini
stroke menurut American Heart Association/American Stroke Association (2007)
dan Italian Guidelines for Stroke Preventian and Management (2005) adalah sebagai
berikut: Pedoman yang disusun adalah untuk evaluasi kegawatan pasien dengan
kecurigaan stroke. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan evaluasi dan
memutuskan terapi dalam kurun waktu 60 menit sejak kedatangan pasien di unit
gawat darurat (UGD). Pasien dengan stroke seharusnya mendapatkan asesmen
klinis yang teliti, termasuk pemeriksaan neurologis (Class I, Level of Evidence A).
Stroke diklasifikasikan menjadi perdarahan subarachnoid (SAH), perdarahan
intraserebral primer (PICH), atau stroke iskemik. Sebuah sistem klasifikasi yang
telah digunakan secara luas yaituklasifikasi bamford, mengklasifikasikan infark
serebral menurut area vaskularisasi yang terlibat. Sistem ini menggunakan
gambaran klinis untuk meramal ukuran dan lokasi lesi iskemik dalam otak. Lesi
digolongkan sebagai Total Anteriol circulation infark (TACI), Partial Anterior
circulation infark (PACI), posterior circulation infark (POCI), dan lacunar infark (LACI)
(Hajat, et al.,2001 dalam (dr. Abdul Ghofir, 2008).
Penanganan awal pada penderita stroke akut salah satu cara yang efektif
dapat digunakan di ruang emergensi adalah metode ROSIER(Recognition of Stroke
in the Emergency Room) ini merupakan skala asesmen yang digunakan untuk
mendeteksi dan intervensi dengan segera pada penderita stroke akut. Dalam
menjalankan penanganan pada pasien stroke akut di IGD. Aplikasi intervensi
keperawatan berkaitan dengan metode ini dapat diterapkan antara lain dalam
keberhasilan terapi. Perawat harus memiliki kompetensi-kompetensi sebagai
berikut, mengetahui stroke secara patofisiologi dan terapi trombolisis sendiri,
kemampuan komunikasi diantara tim koordinat stroke,.Untuk penderita stroke
iskemik akut belum bisa banyak dilakukan di IGD, pertama kebanyakan penderita
stroke dibawa ke rumah sakit rata- rata lebih dari 6 jam setelah onset stroke dengan
alasan tidak mengenali secara dini gejala stroke. Pasien akan dibawa ke rumah sakit
apabila sudah tidak sadarkan diri tanpa dikenali adanya gejala penurunan motorik
yang muncul sebelum gejala penurunan kesadaran, dan juga menjadi alasan faktor
jarak yang jauh atau faktor demografi yang menjadi alasan tertundanya pasien
dibawa ke rumah sakit (Misbah J, 2001 dalam Afik, 2014).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu stroke
2. Untuk mengetahui klasifikasi stroke
3. Untuk mengetahui penanganan stroke akut
4. Untuk mengetahui tahap penanganan stroke akut
5. Untuk mengetahui aplikasi metode rosier di igd
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Stroke
Stroke atau Cerebrovascula disease suatu tanda klinis yang berkembang
progresif akibat gangguan fungsi otak fokal atau global karena adanya sumbatan
atau pecahnya pembuluh darah dibagian otak dengan gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih (Alfianto, Sarosa, & Setyawati, 2014). Stroke akut adalah
Penyakit gangguan pada pembuluh darah otak ini disebabkan adanya sumbatan
thrombus yang menyebabkan stroke iskemik maupun perdarahan pada stroke
hemoragik (Bowman, 2014).Stroke akut yang berkembang secara progresif dapat
menyebabkan kematian secara mendadak (WHO, 2018). Brain Attack atau sering
disebut stroke diakibatakan terhambatnya aliran darah ke otak dan atau pecahnya
pembuluh darah otak akibat tekanan atau adanya trauma(Stroke Association,
2017).

B. Klasifikasi Store
Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari beberapa kategori, dimana:
berdasarkan kelainan patologis, secara garis besar stroke dibagi menjadi 2 tpie,
yaitu: tipe yang pertama ischemic stroke yang sering disebut dengan infark atau
nonhemorrhagic yang disebabkan karena adanya penggumpalan atau penumbatan
didalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya sudah mengalami
aterosklerosis. Ischemic stroke terdiri atas tiga macam yaitu: embolic stroke,
thrombotic stroke dan hipoperfusi stroke. Tipe kedua adalah Hemorraghic stroke
adalah kerusakan dari pembuluh darah diotak, perdarahan yang disebabkan
karena lamanya mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi dan aneurisma
otak. Ada dua jenis stroke hemorrhagic yaitu: subarachnoid dan intraserebral
(Yueniwati, 2016)

C. Penanganan Sttroke Akut


Penanganan stroke di IGD menggunakan desain tool recognition of stroke in
emergency room (ROSIER), merupakan salah satu bagian dari SAMURAI yang
dilakukan penilaian awal pada 7 item yaitu: penurunan kesadaran dan kejang,
tanda gangguan neurologis wajah, ektermitas tangan ataupun kaki, gangguan
dalam berbicara, visual yang menurun. Selain data klinis juga dilakukan
pengumpulan data demografis, riwayat stroke sebelumnya, onset serangan, faktor
resiko, NIHSSS skor, tekanan darah, kadar gula darah, hasil ct scan

D. Tahap Penanganan Stroke


1. Segera menentukan diagnosa dan evaluasi terhadap tanda dan gejala yang
muncul pada pasien yang dicurigai stroke atau TIA,
2. Melihat pola gejala yang timbul terhadap stroke akut, dapat menjadi
pembanding konvulsi yang belum diketahui, keracunan atau gangguan
metabolik seperti hipoglikenia, adanya tumor otak dan subdural hematom.
Segera lakukan evaluasi membedakan antara stroke hemoragik atau stroke
iskemik.
3. Ikuti skala dari national institutes of health stroke scale, pemeriksaan brain
mapping, CT Scan tanpa menggunakan kontras, multimodal MRI,
pemeriksaan darah terutama darah rutin/darah lengkap, gula darah sewaktu,
fungsi hati atau fungsi ginjal.

E. Aplikasi Metode Rosier di IGD


1. Sistem Triase
Acuan Pemilahan pasien stroke akut mengacu pada prosedur dan kebijakan
masing-masing IGD sebuah rumah sakit.Pada stroke akut dengan kategori
resusitasi akan menjadi prioritas yang bersifat segera dengan respon time 0
menit, prioritas berikutnya apabila pasien stroke mengalami penurunan
kesadaran maka menjadi prioritas dengan respon time 5 menit sejak
kedatangan. Priotitas pasien stroke akut tanpa penurunan kesadaran tapi ada
tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya stroke akut maka masuk dalam
triase prioritas 2 dengan respontime 15 menit.Triase dan Asesmen pada stroke
lebih spesifik mengikuti pedoman National Institute of health Stroke Scale
(NIHSS).
2. Asesmen stroke akut di IGD
Penilaian awal untuk segera didapat adalah adanya penurunan kesadaran dan
kejang, tanda gangguan neurologis wajah, ekstremitas tangan maupun kaki,
gangguan bicara, visual yang menurun. Selain klinis penilaian dengan
mengumpulkan data demografi, riwayat stroke sebelumnya, onset serangan,
faktor resiko, NIHSSS skor, tekanan darah, kadar glukosa darah, hasil
pencitraan atau ct scan. Rosier merupakan skala yang efektif dalam
mendiagnosa awal pasien stroke akut atau TIA yang datang ke IGD(Nor,
Azlisham,at al 2005).
3. Resusitasi pasien stroke akut
Pasien stroke bila mengalami kondisi tidak stabil hingga dalam kondisi cardiac
arrest. Resusitasi Jantung paru dan advance life support sesuai guideline
American Heart Assosiation 2015. Dukungan Airway dan bantuan ventilator
direkomendasikan bagi pasien stroke yang mengalami penurunan kesadaran
atau mengalami disfungsi saraf pernafasan (ASA, 2018).
4. Inisiasi Pemeriksaan Penunjang pada pasien stroke akut
Guideline dari ASA 2018 dijelaskan tahapan penangan stroke iskemik akut
adalah yang pertama segera menentukan diagnosa dan evaluasi terhadap
tanda dan gejala yang muncul pada pasien yang dicurigai stroke atau TIA atau
hanya sekedar syncop, kemudian langkah kedua melihat pola umum gejala
pada stroke akut, dapat menjadi pembanding konvulsi yang belum diketahui,
keracunan atau gangguan metabolik, termasuk hipoglikemia, adanya tumor
otak, dan subdural hematom. Untuk segera mendapatkan gambaran dan
penanganan yang tentunya berbeda bahkan berlawanan. Berikutnya segera
dilakukan evaluasi membedakan antara stroke hemoragik atau stroke iskemik.
Untuk segera mendapatkan gambaran dan penanganan yang tentunya
berbeda bahkan berlawanan. Ketiga mengikuti skala dari national institutes of
health stroke scale, pemeriksaan brain mapping, ct scan tanpa dan dengan
kontras, multimodal MRI, pemeriksaan darah, terutama darah rutin/darah
lengkap, gula darah sewaktu, fungsi hati dan ginjal atau kimia darah dengan
melihat faktor resiko pada pasien. Waktu 25 menit sampai maksimal 45 menit
dari kedatangan sudah dilakukan pemeriksaan CT SCan dan hasil
intepretasinya untuk dapat segera diputuskan terapi rt-PA, kemudian
asesment computer topografi / ACT di lakukan post terapi rt-PA untuk
mendeteksi terjadinya trasformasi hemoragik atau terjadinya efek skunder
terjadinya hemoragik (afik, 2014).
5. Treatment Stroke akut Trombolitik (infark)
Penanganan stroke infark di IGD perlu mempertimbangkan adanya golden
peroide, yaitu akan sangan menguntungkan terapi trombolitik dilakukan kurang
dari 3 jam paska serangan. efektifitas terapi rt-PA ``low doses`` menggunakan
alteplase 0.6 mg/kg akan sangat menguntungkan jika diberikan kurang dari 3
jam dan diberikan awal di pre-hospital, begitu sebaliknya akan terjadi resiko
perdarahan intra cerebral bila diberikan lebih dari 3 jam (Koga M, at al, 2011).
6. Observasi stroke akut
Sistem Obevasi khusus pada pasien stroke akut perlu mendapat perhatian
khusus, pemantauan secara berkala di IGD kurang lebih 1 sampai 2 jam
sebelum dilakukan transfer dan rujukan ke ruang unit stroke atau ruang
intensif. Pemantaun secara terus menerus pada pasien yang diberikan terapi
ini, juga untuk mendeteksi adanya dampak kerusakan neurologis (END/Early
Neurologis Deteriroation) dalam waktu 24 jam paska pengobatan, peningkatan
kagar gula darah sebagai penyebab END ini disebutkan akan meningkat 4
kalinya ketika mendapat terapi rt-PA dengan altelase 0,6 mg/kg.( Kobayashi J.,
at al, 2014).
7. Sistem Transfer pasien stroke akut
Transfer pasien stroke akut yang mengalami penurunan kesadaran dengan
bantuan jalan nafas definitive dan bantuan ventalor perlu dirawat di ruang
intensif dan atau unit stroke. Rujukan ke RS dengan kapaitas yang lebih untuk
mendukung perawatan pasien stroke akut.
BAB III
PEMBAHASAN

Penanganan stroke akut di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Indonesia sangat


bervariasi dan belum secara spesifik standar yang baku yang harus dilakukan di
IGD, sehingga akan banyak celah yang akan merugikan pasien. Pengelolaan stroke
akut pada tahap awal memerlukan strategi dan sistem yang baik, intervensi yang
cepat dan tepat terutama di ruang emergensi akan membawa dampak signifikan
untuk mengurangi resiko kematian dan kecacatan penderita.
Salah satu cara yang efektif dapat digunaan di ruang emergensi adalah
metode ROSIER(Recognition of Stroke in the Emergency Room) ini merupakan
skala asesmen yang digunakan untuk mendeteksi dan intervensi dengan segera
pada penderita stroke akut3. ROSIER merupakan bagian dari stroke acut
management with urgent risk-factor asesment and improvment (SAMURAI), yang
berisikan cara yang efektif dalam pengelolaan penderita stroke akut dengan
meminimalkan gejala sisa atau kecacatan dan komplikasi stroke akut.
Desain yang dianjurkan di IGD dalam menangani pasien stroke akut adalah
menggunakan tool Recognition of stroke in emergency room (ROSIER), yang
merupakan bagian dari metode SAMURAI dengan menilai awal dengan 7 item yakni
riwayat penurunan kesadaran dan kejang, tanda gangguan neurologis wajah,
ekstremitas tangan maupun kaki, gangguan bicara, visual yang menurun. Selain
klinis penilaian dengan mengumpulkan data demografi, riwayat stroke
sebelumnya, onset serangan, faktor risiko, NIHSSS skor, tekanan darah, kadar
glukosa darah, hasil pencitraan atau ct scan. Rosier merupakan skala yang efektif
dalam mendiagnosa awal pasien stroke akut atau TIA yang datang ke IGD.
Stroke akut harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat yang
mengancam jiwa, maka perlu program secara terorganisir untuk mempercepat
perawatan dan meningkatkan jumlah pasien yang dapat dilakukan perawatan
dengan tepat. Evaluasi segera akan dapat menentukan apakah pasien dapat
diobati dengan program intravena rtPA. Sebuah pilihan terapi trombolitik yang
diberikan sebelum onset 3 jam serangan, perlunya pengawasan yang ketat dan
cermat karena resiko yang ditimbulkan dapatlah sangat besar. Prinsip BLS (basic
life support) dalam perawatan segera kasus stroke dengan koma dengan melindungi
jalan nafas, menjaga adekuatnya pernafasan dan oksigenasi, menjaga sirkulasi
terutama tekanan darah yang tinggi menurunkannya harus hati- hati
Stroke akut di Indonesia kejadiannya dari hari ke hari meningkat, dengan
tingkat kegagalan maupun komplikasinya meningkat paska serangan, yang
menimbulkan kecacatan yang irefersible. Beberapa upaya dilakukan untuk
meningkatkan kualitas penanganan. Metode ROSIER dan SAMURAI menjadi
bagian mata rantai penanganan stroke akut. Guideline dari ASA tentang penanganan
stroke akut menjadi bagian yang dapat dipakai dalam metode SAMURAI. Dikenalkan
pula ROSIER (sebagai tool dalam menangani pasien stroke akut di IGD). Rosier
merupakan skala yang efektif dalam mendiagnosa awal pasien stroke akut atau TIA
yang datang ke IGD. 7 item yakni riwayat penurunan kesadaran dan kejang, tanda
gangguan neurologis wajah, ekstremitas tangan maupun kaki, gangguan bicara,
visual yang menurun.
Metode ROSIER dan SAMURAI lebih menitikberatkan pada penanganan di
IGD, asesment cepat, diagnosa tepat, penunjang CT-Scan dan laboratorium
beberapa fungsi organ untuk mendukung proses penanganan. Keputusan terapi
trombolisis sesuai harapan yakni kurang dari 3 jam, dengan rt-PA terapi ini pada
metode SAMURAI di per dalam dengan beberapa komplikasi pemberian obat
trombolisitis.11 Kemudian metode ini menitikberatkan pengelolaan hipertensi
dengan menurunkan secara agresif untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.9
Perhatian lain metode ini membahas beberapa efek paska serangan, seperti
kelumpuhan menetap, afasia, kerusakan deviasi mata atau CED (Conjugate Eye
Deviation). Dan komplikasi lain yang bisa timbul sampai 3 bulan paska serangan dan
atau efek dari terapi trombolisis.
Dengan harapan metode ini dapat diaplikasikan oleh para praktisi di Instalasi
Gawat Darurat dalam penanganan penderita stroke akut, sehingga dapat
menurunkan angka kecacatan dan kematian dari serangan dan mencegah dari
komplikasi yang ditimbul.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke akut di Indonesia kejadiannya dari hari ke hari meningkat, dengan
tingkat kegagalan maupun komplikasinya meningkat paska serangan, yang
menimbulkan kecacatan yang irefersible. Beberapa upaya dilakukan untuk
meningkatkan kualitas penanganan. Metode ROSIER (sebagai tool dalam
menangani pasien stroke akut di IGD). Rosier merupakan skala yang efektif dalam
mendiagnosa awal pasien stroke akut atau TIA yang datang ke IGD. 7 item yakni
riwayat penurunan kesadaran dan kejang, tanda gangguan neurologis wajah,
ekstremitas tangan maupun kaki, gangguan bicara, visual yang menurun. lebih
menitikberatkan pada penanganan di IGD, asesment cepat, diagnosa tepat,
penunjang CT-Scan dan laboratorium beberapa fungsi organ untuk mendukung
proses penanganan. Dengan penanganan yang cepat dapat diaplikasikan oleh para
praktisi di Instalasi Gawat Darurat dalam penanganan Dengan harapan metode ini
dapat diaplikasikan oleh para praktisi di Instalasi Gawat Darurat dalam penanganan.

B. Saran
Metode ROSIER merupakan salah satu alternatif baik yang dapat digunakan,
diharapkan negara Indonesia dapat menggurangi angkat kematian yang disebabkan
karena stroke dengan metode ini.
Daftar Pustaka

Afik al, 2014, Metode ROSIER SAMURAI untuk penanganan stroke akut di Instalasi Gawat
Darurat, Jurnal Sain Med Vol 6 no 2.
Alfianto, A. S., Sarosa, M., & Setyawati, O. (2014). Klasifikasi Stroke Berdasarkan Kelainan
Patologis dengan Learning Vector Quantization. EECCIS Vol.8 .
American Heart Association.(2018). Dipetik Mei 9,2018, dari
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofSt
roke/TIA/Transient-Ischemic-Attack TIA_UCM_492003_SubHomePage.jsp
Black, JM., Hawks, JH. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. (8th ed.). Singapore:Elsevier

Anda mungkin juga menyukai