Anda di halaman 1dari 25

Asuhan Keperawatan CVA Stroke

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Stroke atau penyakit serebrovaskular adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadinya
akibat terhentinya aliran darah melalui suplai arteri otak yang disebabkan oleh sumbatan atau
penyempitan pembuluh darah karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga
terjadi penurunan aliran darah menuju otak. Istilah lama pada penyakit ini yang masih sering
digunakan adalah Cerebrovaskuler accident (CVA).

Cerebrovascular (CVA) stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada orang
dewasa di Amerika Serikat. Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per
tahun. Dua pertiga stroke terjadi pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Berdasarkan data
diseluruh dunia, stroke menempati tingkat statistik kedua sebagai penyebab kematian dan
sebagai penyebab kecacatan keenam setelah jantung koroner (Price, 2005). Kecacatan yang
ditimbulkan karena penyakit stroke ini berupa kecacatan jangka panjang dengan >30%
penderita tidak mampu lagi melakukan aktifitas kesehariannya secara mandiri dan 25% tidak
dapat berjalan secara mandiri.

Beberapa waktu terakhir ini menunjukkan peningkatan kasus stroke yang terjadi pada usia
remaja dan usia produktif (15-40 tahun). Penyebab utama pada golongan usia tersebut adalah
stress, penyalahgunaan narkoba,alkohol, faktor genetik dan gaya hidup yang tidak sehat.

Stroke diklasifikasikan menjadi 2 yaitu meliputi; stroke hemoragik yaitu stroke yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada bagian otak tertentu. Stroke iskemik
terjadi saat istirahat lama, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak sampai terjadi
pendarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan edema sekunder.

Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan konsep asuhan keperawatan dengan pasien
CVA Stroke.

Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang CVA Stroke;
Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi CVA Stroke;
Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi CVA Stroke;
Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis CVA Stroke;
Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan;
Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan;
Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada CVA Stroke; dan
Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan CVA Stroke.
Implikasi Keperawatan
Sebagai tenaga kesehatan, seorang perawat dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai
konsep anatomi, fisiologi dan patofisiologi manusia utamanya pada sistem persyarafan
sebagai dasara pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem syaraf
seperti cva stroke. Selain itu, pengalaman dan keterampilan seorang perawat juga diperlukan
dalam melakukan pengkajian dasar pada pasien.

Seorang perawat juga dituntut untuk mampu memberikan layanan asuhan


keperawatannya secara prima, baik itu kepada pasien maupun kepada keluarga pasien.
Seorang perawat yang mampu memberikan layanan asuhan keperawatannya dengan tepat dan
baik mulai dari pengkajian, mendiagosa, memberikan intervensi dan implementasi serta
evaluasi, maka dapat mempertahankan kondisi kesehatan pasien dan mempercepat
kesembuhannya.

Layanan asuhan keperawatan yang diberikan mulai dari pengkajian hingga evaluasi,
didalamnya terdapat pemeriksaan fisik yang menjadi indikator penting dalam mengevaluasi
keadaan fisik pasien dengan penyakit cva stroke. Jika seorang perawat mendapatkan tanda
dan gejala yang mengindikasikan adanya gangguan cva stroke pada seorang individu ataupun
pasien, perawat dapat segera memvalidasi dengan data yang didapatkan kemudian
menganalisanya. Analisa yang tepat dapat memudahkan perawat mengambil masalah
keperawatan yang ada pada pasien cva stroke, sehingga diagnosa dapat segera ditegakkan
berdasarkan data yang ada.

Seorang perawat dapat membuat perencanaan asuhan keperawatan dari diagnosa yang
telah ditegakkan dengan tujuan dan kriteria hasil masing-masing diagnosa. Perencanaan
asuhan keperawatan dibuat diharapkan dapat menyelesaikan masalah keperawatan pasien
berupa keluhan-keluhan mengenai cva stroke nya, baik itu dapat teratasi sebagian atau
keseluruhan. Jika pelaksanaan asuhan keperawatan telah dilakukan, maka perawat dapat
membuat evaluasi untuk mengetahui efektifitas tindakan keperawatannya terhadap pasien cva
stroke, hingga kriteria hasilnya dapat tercapai.

BAB 2. TINJAUAN TEORI

Pengertian CVA Stroke


Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang menunjukan beberapa kelainan otak
baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh beberapa keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh pembuluh darah otak, yang
disebabkan robekan pembuluh darah atau oklusi parsial atau total yang bersifat
sementara atau permanen (Doengoes, 2000).

Menurut Mansjoer (2000), stroke didefinisikan sebagai sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresi cepat, berupa deficit neurologis fokal dan/ global yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non-traumatik. Sedangkan menurut Price & Wilson (2006),
stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri di otak.

Epidemiologi CVA Stroke


Untuk epidemiologi CVA stroke, insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa yang
diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun. Sedangkan
di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang
menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang
bertahan hidup.

Di Amerika Selatan rata-rata insiden stroke pertahun 0, 35-1,83 per 1000 penduduk. Di antara
penduduk asli Amerika, Indian/ Alaska yang berumur diatas usia 18 tahun, 5,1% mengalami
stroke. Diantara orang Amerika yang berkulit hitam atau Afrika angkanya 3,2% pada mereka
yang berkulit putih 2,5% dan pada orang-orang Asia 2,4%. Prevalensi silent infark serebri
diantara umur 55-64 tahun kira-kira 11%. Prevalensi ini meningkat menjadi 22% diantara
umur 65-69 tahun, 28% diantara umur 70-74 tahun, 32% diantara umur 75-79 tahun, 40%
diantara umur 80-85 tahun dan 43% pada umur diatas 85 tahun. Bila angka ini digunakan
pada tahun 1998 pada perkiraan populasi di Amerika maka diperkirakan 13 juta penduduk
mengalami silent stroke.

Rasio insiden antara pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada
kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok
usia diatas 85 tahun.

Etiologi CVA Stroke


Menurut WHO, stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak lokal dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Mansjoer
(2000), etiologi stroke dan persentase mempengaruhinya antara lain:

Infark otak (80%)


Emboli
Emboli kardiogenik
Fibrilasi atrium atau aritmia lain.
Trombus mural ventrikel kiri.
Penyakit katup mitral atau aorta.
Endokarditis (infeksi atau non-infeksi).
Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
Emboli arkus aorta
Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)
Penyakit ekstrakranial
Arteri karotis interna
Arteri vertebralis
Penyakit intracranial
Arteri karotis interna
Arteri serebri media
Artrei basilaris
Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
Pendarahan intraserebral (15%)
Hipertensif
Malformasi arteri-vena
Amngiopati mailoid
Pendarahan subaraknoid (5%)
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau pendarahan)
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis system saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progresif)
Migren
Kondisi hiperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukemia.
Miksosa atrium

Tanda dan gejala CVA Stroke


Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Ada beberapa manifestasi klinis dari penyakit stroke, yaitu:
Kehilangan motorik antara lain hemiplegia dan hemiparesis.
Kehilangan komunikasi antara lain disatria (kesulitan berbicara), disfasia atau afasia
(bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya).
Gangguan persepsi antara lain disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-
spasial, dan kehilangan sensori.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
Disfungsi kandung kemih (Brunner & Suddarth, 2002).
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis strok akut dapat
berupa :

Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik).
Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma).
Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
Disartria (bicara pela atau candel).
Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.
Ataksia (trunkal atau anggota badan)
Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.

Patofisiologi CVA Stroke


Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh darah yang tersumbat
(Muttaqin, 2008). Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan
faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turgulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan, dan edema dan kongesti di sekitar area (Muttaqin,
2008).

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan (Muttaqin, 2008). Karena
trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh
darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan nekrosis di ikuti trombosis. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau
ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebri, jika aneurisma
pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebropaskular, karena perdarahan yang luas terjadi
distruksi masa otak peningkatan tekanan intrakranial yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falks serebri atau foramen magnum.

Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepergitiga kasus perdarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan disebabkan
oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel
bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunnya drainase otak.

Komplikasi dan prognosis CVA Stroke


Komplikasi
Komplikasi cva stroke meliputi:
Hipoksia cerebral
Penurunan aliran darah cerebral
Meluasnya area cidera (Smeltzer, C Suzanne, 2002)
Komplikasi-komplikasi tersebut dikelompokkan berdasarkan:

Berhubungan dengan immobilisasi; infeksi pernafasan (radang paru-paru / pneumonia), nyeri


tekan, konstipasi dan thrombophlebitis
Berhubungan dengan paralisis; nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan
terjatuh
Berhubungan dengan kerusakan otak; epilesi dan sakit kepala
Hydrochepalus

Prognosis
Prognosis serebrovaskuler pada tingkat keadaan stroke beragam, ada yang ringan, sedang dan
berat. Pada stroke yang ringan ada yang pulih sempurna gejalanya dalam waktu 24 jam.
Stroke jenis ini sering disebut Transient Ischemic Attack (TIA) yang berarti serangan iskemik
sepintas. Ada pula stroke ringan yang sembuh sempurna gejalanya dalam waktu lebih dari 24
jam disebut Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND) yang berarti gangguan saraf
ischemic yang pulih. Walaupun TIA dan RIND dapat sembuh sempurna tetap harus
diwaspadai karena kemungkinan kambuh cukup besar dan biasanya dapat lebih berat dan
meninggalkan cacat.

Sebagian besar recovery dari kemampuan fungsional terjadi pada enam bulan tahun pertama
terjadinya stroke, tetapi beberapa recovery berlanjut dari enam bulan sampai dua tahun
setelah itu. Kemampuan seseorang untuk belajar merupakan hal yang utama karena
rehabilitasi adalah sebuah proses pembelajaran. Hal penting lainnya adalah multifaktor yang
terlibat diantaranya adalah fisik, psikologi, dan fungsi sosial yang saling berkaitan. Ukuran
frekuensi yang paling tinggi adalah tercapainya derajat kemandirian seseorang dalam hal
Activity Daily Living (ADL).
Penatalaksaan CVA Stroke
Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral,
yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat
diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena
trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi.

Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Muttaqin, 2008):

Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan
oleh klien TIA
Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan mempunyai
prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat
diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan
ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat
dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu
dengan konsep ABC, yaitu:

Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat
hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh
tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis,
pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau
hipoventilasi dan Jangan biarkan makanan atau minuman masuk lewat hidung.
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat
stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh tindakannya adalah
intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena
henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini dan berikan
oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal.
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah.
Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang
harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan
tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh tindakannya adalah pasien
ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk
abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.

Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu (Mansjoer,
2000. hal 17-26):

Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan
memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45% karena dapat
memperhebat edema otak;
Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak;
Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik;
CT scan atau MRI bila alat tersedia.
Penatalaksanaan keperawatan
Penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar
hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut
memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip. Secara praktis
penanganan terhadap iskemia serebri sebagai berikut.

Penanganan suportif imun


Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
Meningkatkan darah cerebral
Elevasi tekanan darah
Intervensi bedah
Ekspansi volume intra vaskuler
Anti koagulan
Pengontrolan tekanan intrakranial
Obat anti edema serebri steroid
Proteksi cerebral (barbitura)
Macam-macam obat yang digunakan antara lain

Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)


Obat anti koagulasi : heparin
Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)

Pencegahan CVA Stroke


Penceganhan Primer
Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit vascular
lainnya.
Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas strok:
Menghindari : rokok, stress mental, alcohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-
obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi : kolesterol dan lemak dalam makanan.
Mengendalikan : hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung rematik), penyakit vaskularaterosklerotik lainnya.
Menganjurkan :konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.
Pencegahan Sekunder
Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan factor resiko lainnya:
Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai
Diabetes militus : diet, obat hipoglikemik oral/insulin
Penyakit jantung aritmianonvalvular (antikoagulan oral)
Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
Berhenti merokok
Hindari alcohol, kegemukan, dan kurang gerak
Hiperurisemia: diet antihiperurisemia
Polisitemia
Melibatkan peran serta keluargaseoptimal mungkin
Obat-obatan yang digunakan
Asetosal (asam asetil salisilat)
Antikoagulan oral (warfarin/ dikumarol)
Pasien yang tidak tahan asetosal, dapat diberikan tiklopidin.
Tindakan invasif
Flebotomi untuk polisitemia
Enarterektomi karotis hanya dilakukan pada pasien yang simptomatik dengan stenosis 70-
99% unilateral dan baru
Tindakan bedah lainnya (reseksi artery vein malformation [AVM], kliping aneurisma Berry)

Pemeriksaan Diagnostik CVA Stroke


Menurut (Doenges dkk, 2000) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:

Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti


perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark
Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral, dan TIA(Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
MRI(Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

BAB 3. PATHWAYS
Graphic1

Graphic12

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.

Keluhan Utama
Keluhan utama ini seringkali yang menjadi alasan klien untuk datang meminta pertolongan
rumah sakit. Biasanya pasien akan mengeluh kelemahan anggota gerak, badan, bicara agak
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

Riwayat Penyakit Sekarang


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
beraktivitas. Biasanya akan diikuti dengan nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang hingga
tidak sadar. Selain gejala seperti kelumpuhan separuh badan, terdapat gejala lain yang
diakibatkan oleh gangguan fungsi otak.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan adanya perubahan
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilukan juga umum terjadi. Disamping itu juga,
perkembangan penyakit akan menyebabkan letargi, tidak responsif, dan koma.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pasien dengan CVA Stroke, akan didapatkan adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan suatu data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya terdapat riwayat penyakit keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa hal yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Dikarenakan disfungsi motorik yang mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh, maka klien biasanya akan jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah
laku yang tidak stabil.

Selain itu, perlu untuk memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.

Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
Pada infeksi, didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Pada auskultasi terdengar bunyi
nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran atau koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian
inspeksi pernafasannya menunjukkan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan adanya
taktil premitus seimbang kanan dan diri, dan auskultasi tidak terdapat suara tambahan
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan adanya renjatan atau syok hipovolemik
yang sering terjadi pada klien stroke. Terjadinya peningkatan tekanan darah dan dapat terjadi
hipertensi massif (TD mencapai > 200 mmHg)

B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, berganting pada lokasi pembuluh mana
yang tersumbat, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Lesi otak yang rusak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian ini memeriksa secara fokus dan lebih lengkap
dibandingkan dengan pengkajian sistem lainnya. Kualitas kesadaran klien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator yang
paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.

Pengkajian fungsi serebral meliputi kasus mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.

Pengkajian saraf kranial


Pemerikasaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak terdapat kelainan pada fungsi penciuman
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, VI: apabla terjadi paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit
Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik
ke bagian sisi yang sehat
Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik dan sulit untuk membuka mulutnya
Saraf XI: tidak terdapat atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan
normal.
Pengkajian Sistem Motorik
Stroke merupakan penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan hilangnya kontrol
volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, maka gangguan kontrol
motor volunteer pada salah satu tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak.

Inspeksi umum: didapatkan hemiplegi karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Selain itu
juga didapatkan terjadinya hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas
Meningkatnya tonus otot
Mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi karena adanya hemiparese dan hemiplegi
Pengkajian Reflek
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan reflek profunda dan pemeriksaan reflek patologis.
Pada gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan
tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan tekanan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder dengan area
fokal kortikal yang peka

Pengkajian Sistem Sensorik


Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
antara mata dan korteks visual. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) erta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli
visual, taktil, dan auditorius.

B4 (Bladder)
Stroke klien akan mengalamo inkontinensia urine sementara karena konfusi, juga
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Terkadang
kontrol sfingter urine eksternal menghilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.

B5 (Bowel)
Adanya keluhan susah menelan, anoreksia, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan nutrisi. Pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. Adanya inkontinensia yang berlanjut akana menunjukkan kerusakan
neurologis yang luas.

B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit Upper Motor Neuron (UMN) yang mengakibatkan hilangnya kontrol
volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron atas yang menyilang, maka
gangguan kontrol motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegi karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Pada kulit, jika klien
kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat kebiruan, dan apabila kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah dalam mobilitas fisiknya. Selain itu
juga terdapat kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise,
serta mudah lelah yang menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang bisa diambil dari CVA Stroke adalah sebagai berikut:
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
oklusif dan hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral, ditandai oleh menurunnya
kesadaran, sakit kepala, dan perasaan berputar ketika sedang melakukan aktivitas
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan atau
parestesia, dan paralisis spastis yang ditandai oleh hilangnya rasa atau adanya sensasi tidak
normal pada lengan dan tungkai, merasa menurunnya intelijensi
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskular, hilangnya tonus otot, dan kelemahan ditandai oleh bicara tidak jelas, agak
pelo, bibir peyot
Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, dan perseptual
kognitif yang ditandai oleh munculnya perasaan kurang percaya diri, sulit berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang sekitar
Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakarnial,
penekanan jaringan otak, dan edema serebri
Risiko infeksi yang berhubungan dengan sistem pertahanan primer (cedera pada jaringan
paru, penurunan aktivitas silia), malnutrisi, tindakan invasif
Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
Risiko tinggi cidera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan
sensasi rasa (panas, dingin).
Risiko ketidakpatuhan penatalaksanaan regime pengobatan yang berhubungan dengan
kurangnya informasi, perubahan status kognitif.

Intervensi
Rencana tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan pada pasien dengan CVA Stroke
antara lain:

Diagnosa 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah,
gangguan oklusif dan hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral, ditandai oleh
menurunnya kesadaran, sakit kepala, dan perasaan berputar ketika sedang melakukan
aktivitas
Tujuan Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2 x/24jam didapatkan hasil pasien mulai menunjukkan
tanda-tanda kesadaran penuh, dan tidak gelisahKriteria Hasil:- Tingkat kesadaran
membaik
– Tanda-tanda vital stabil

– Terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

1. Pantau status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow2. pantau TTV terutama
TD3. Pertahankan keadaan tirah baring
4. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis

5. kolaborasikan obat sesuai indikasi: antikoagulan

Diagnosa 2: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,


kelemahan atau parestesia, dan paralisis spastis yang ditandai oleh hilangnya rasa atau adanya
sensasi tidak normal pada lengan dan tungkai, merasa menurunnya intelijensi
Tujuan Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2 x/24jam didapatkan hasil pasien dapat melakukan
artivitas secara umumKriteria Hasil:- Dapat mempertahankan posisi yang optimal
– Dapat meningkatkan kekuatan dan ungsi bagian tubuh yang terkena

– Mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas

1. kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas2. ubah posisi minimal setiap 2 jam3.
Mulai melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
4. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit

5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
Diagnosa 3: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral,
kerusakan neuromuskular, hilangnya tonus otot, dan kelemahan ditandai oleh bicara tidak
jelas, agak pelo, bibir peyot.
Tujuan Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2 x/24jam diharapkan pasien dapat berkomunikasi
sesuai dengan keadaannyaKriteria Hasil:- Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat
dengen tepat
– Tidak terjadi lagi kesalahpahaman komunikasi bahasa antara klien, perawat, dan
keluarga

1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi2. Minta klien untuk mengikuti
perintah sederhana3. Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
4. Ajarkan pasien teknik berkomunikasi non-verbal (bahasa isyarat)

5. Konsultakan untuk jadwal tujukan kepada ahli wicara

Diagnosa 4: Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, dan
perseptual kognitif yang ditandai oleh munculnya perasaan kurang percaya diri, sulit
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang sekitar
Tujuan
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 1 x/24jam diharapkan pasien tidak memiliki gangguan
harga diriKriteria Hasil:- Pasien mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang terjadi
– Pasien dapat mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi

1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya2.


Bantu pasien dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik3. Berikan dukungan
terhadap perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam kegiatan
rehabilitasi
4. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada pasien untuk melakukan kebaikan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri

5. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan atau konseling sesuai kebutuhan

Implementasi
Diagnosa 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah,
gangguan oklusif dan hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral, ditandai oleh
menurunnya kesadaran, sakit kepala, dan perasaan berputar ketika sedang melakukan
aktivitas
Memantau status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Memantau TTV terutama TD
Mempertahankan keadaan tirah baring
Meletakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
Mengkolaborasikan obat sesuai indikasi: antikoagulan
Diagnosa 2: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
kelemahan atau parestesia, dan paralisis spastis yang ditandai oleh hilangnya rasa atau adanya
sensasi tidak normal pada lengan dan tungkai, merasa menurunnya intelijensi
Mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
Mengubah posisi minimal setiap 2 jam
Memulai melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Menganjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit
Mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
Diagnosa 3: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral,
kerusakan neuromuskular, hilangnya tonus otot, dan kelemahan ditandai oleh bicara tidak
jelas, agak pelo, bibir peyot
Mengkaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Menunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Mengajarkan pasien teknik berkomunikasi non-verbal (bahasa isyarat)
Mengkonsultasikan untuk jadwal tujukan kepada ahli wicara
Diagnosa 4: Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, dan
perseptual kognitif yang ditandai oleh munculnya perasaan kurang percaya diri, sulit
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang sekitar
Mengkaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya
Membantu pasien dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
Memberikan dukungan terhadap perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi
Mendorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada pasien untuk melakukan kebaikan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri
Merujuk pada evaluasi neuropsikologis dan atau konseling sesuai kebutuhan

Evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah,
gangguan oklusif dan hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral, ditandai oleh
menurunnya kesadaran, sakit kepala, dan perasaan berputar ketika sedang melakukan
aktivitas S: Pasien mengeluhkan nyeri kepala dan perasaan berputar saat melakukan
aktivitasO: Pasien tampak menurun kesadarannyaA: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan


atau parestesia, dan paralisis spastis yang ditandai oleh hilangnya rasa atau adanya sensasi
tidak normal pada lengan dan tungkai, merasa menurunnya intelijensi S: Pasien
mengatakan merasa adanya sensasi tidak normal pada lengan dan tungkaiO: berkurangnya
kemampuan menggerakkan anggota badanA: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral,


kerusakan neuromuskular, hilangnya tonus otot, dan kelemahan ditandai oleh bicara tidak
jelas, agak pelo, bibir peyot S: pasien merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang
lainO: pasien tidak jelas ketika berbicara, agak pelo, dan bibir terlihat peyotA: masalah
teratasi
P: lanjutkan intervensi
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, dan
perseptual kognitif yang ditandai oleh munculnya perasaan kurang percaya diri, sulit
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang sekitar S: pasien merasa tidak percaya
diriO: pasien tampak sulit berinteraksi dengan orang sekitarA: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi

BAB 5. PENUTUP

Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang menunjukan beberapa kelainan otak
baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh beberapa keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh pembuluh darah otak, yang
disebabkan robekan pembuluh darah atau oklusi parsial atau total yang bersifat
sementara atau permanen (Doengoes, 2000).

Menurut WHO, stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak lokal dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

5.2 Saran

Dari kesimpulan diatas penyusun dapat sedikit memberi saran kepada beberapa pihak untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan utamanya di Indonesia,
diantaranya sebagai berikut:

Keluarga klien atau pasien


Keluarga klien atau pasien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari anggota keluarganya yang menderita penyakit CVA Stroke, selain itu
dapat memperbaiki pola hidup agar terhindar dari penyakit tersebut.

Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep penyakit CVA Stroke utamanya dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan intensif pada pasien dengan CVA Stroke dan
memberikan penyuluhan pada keluarga pasien sebagai usaha untuk mempercepat
penyembuhan pasien serta mencegah terjadinya komplikasi. Mahasiswa dapat menjalin kerja
sama dengan keluarga perawat lainnya, agar dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara
operasional.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J & Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Iskandar. 2007. Stroke A-Z. Jakarta: PT. BIP-Gramedia

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC

Price S. A. and Wilson L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. Buku II. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. (Edisi 8). (Volume 3). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Interna
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai