Dosen Pembimbing
Ghaniyyahhana 2011313036
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
Kasus Stroke
Seorang pasien Tn. N, laki-laki, 54 tahun, dirawat di rumah sakit dengan keluhan
lemah separuh badan sebelah kanan, tangan dan kaki kanan tidak bisa bergerak serta wajah
miring ke kanan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit darah tinggi, pernah stroke 2 tahun
yang lalu, dan tidak pernah rutin memeriksakan tekanan darahnya. Sebelum sakit pasien
memiliki kebiasaan merokok 1 pak per hari dan minum kopi 2 kali sehari serta lebih banyak
berdiam di kamar (jarang berolahraga). Pemeriksaan fisik ditemukan TD 120/90 mmHg, N
78x/ menit, S36ºC, RR 20x/ menit, TB 170 cm, BB 68 kg. hasil CT scan menunjukkan
adanya perdarahan di frontal seluas ±4 cm
Pada dada ditemukan Tidak ada pernapasan cuping hidung, pernapasan regular dan
tidak cheynestokes, tidak mengorok, vocal fremitus sama antara kanan dan kiri, sonor,
Vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan ronchi dan wheezing. Sistem persyarafan
nervus I: olfaktorius: pasien dapat mencium aroma wangi dari parfum, II: optikus: pasien
dapat menyebutkan jumlah jari dalam jarak 0,5 meter baik mata sebelah kanan maupun kiri,
namun penglihatan kiri sering ganda, III: okulomotorius: reflek cahaya +/+, pupil anisokor
3/2 mm, IV: trochlear: mata pasien dapat mengikuti arah jari perawat ke atas dan ke bawah,
V: trigeminalis: pasien dapat merasakan sentuhan di kulit wajah dan sekitar bibir serta masih
dapat menggerakkan rahang, VI: abdusen: mata pasien dapat mengikuti arah jari perawat ke
samping kanan dan kiri, VII: fasialis: pasien dapat tersenyum namun bibir miring ke kanan,
VIII: auditorius: pasien dapat mengulangi kata yang diucapkan perawat, IX: glosofaringeal:
pasien dapat menelan dan tidak tersedak saat minum. Selain itu pasien juga dapat merasakan
rasa manis pada the, X: vagus: pasien disartria , XI: asesorius: pasien hanya dapat
mengangkat bahu dan lengan sebelah kiri, XII: lidah dan mulut miring ke kanan dan bicara
pelo. Pada ekstremitas ditemukan parase ekstremitas kanan. Tangan kiri terpasang infus,
tidak ada plebitis dan kemerahan, fisik lemah akral hangat, turgor <2 detik, CRT <2 detik.
Saat ini pasien merasa lemah dan separuh badan kiri terasa berat untuk digerakkan dengan
hasil kekuatan otot 3333. Pasien didiagnosa mengalami stroke.
A. Konsep Dasar Stroke
1. Pengertian Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis
fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda penyebab non
vaskuler, termasuk didalamnya tanda-tanda perdarahan subarakhnoid, perdarahan
intraserebral, iskemik atau infark serebri (Mutiarasari, 2019). Sedangkan menurut (Hariyanti
et al., 2020) stroke atau sering disebut CVA (Cerebro-Vascular Accident) merupakan
penyakit/gangguan fungsi saraf yang terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh
terganggunya aliran darah dalam otak. Jadi stroke adalah gangguan fungsi saraf pada otak
yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis yang berkembang secara cepat yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah dalam otak.
2. Klasifikasi Stroke
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik secara umum diakibatkan oleh
aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar maupun yang kecil. Pada stroke
iskemik penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju
ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan
lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri
karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak
juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah kemudian menyumbat
arteri yang lebih kecil.
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan di dalam jaringan otak (disebut hemoragia
intraserebrum atau hematon intraserebrum) atau perdarahan ke dalam ruang
subarachnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak (disebut hemoragia subarachnoid). Stroke hemoragik merupakan jenis
strokeyang paling mematikan yang merupakan sebagian kecil dari keseluruhanstroke
yaitu sebesar 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan sekitar5% untuk perdarahan
subarachnoid. Stroke hemoragik dapat terjadiapabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau
langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan
perdarahan subarachnoid adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena.
Tanda dan gejala neurologis yang timbul pada stroke tergantung berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya, diantaranya yaitu (Gofir, 2021) :
Faktor risiko dari penyakit stroke yaitu terdiri dari (Mutiarasari, 2019):
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, dan riwayat
keluarga.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes melitus, obesitas, alkohol dan atrial fibrillation.
5. Komplikasi Stroke
6. Penatalaksaan Stroke
Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang mengalami infark dan
mencegah serangan stroke berulang. Terapi dapat menggunakan Intravenous recombinant
tissue plasminogen activator (rtPA) yang merupakan bukti efektivitas dari trombolisis, obat
antiplatelet dan antikoagulan untuk mencegah referfusi pada pasien stroke iskemik
(Mutiarasari, 2019).
a. Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA) Obat ini juga disebut
dengan rrt PA, t-PA, tPA, alteplase (nama generik), atau aktivase atau aktilise (nama
dagang). Pedoman terbaru bahwa rt-PA harus diberikan jika pasien memenuhi kriteria
untuk perawatan. Pemberian rt-PA intravena antara 3 dan 4,5 jam setelah onset
serangan stroke telah terbukti efektif pada uji coba klinis secara acak dan dimasukkan
ke dalam pedoman rekomendasi oleh Amerika Stroke Association (rekomendasi kelas
I, bukti ilmiah level A). Penentuan penyebab stroke sebaiknya ditunda hingga setelah
memulai terapi rt-PA. Dasar pemberian terapi rt-Pa menyatakan pentingnya pemastian
diagnosis sehingga pasien tersebut benar-benar memerlukan terapi rt-PA, dengan
prosedur CT scan kepala dalam 24 jam pertama sejak masuk ke rumah sakit dan
membantu mengeksklusikan stroke hemoragik.
b. Terapi antiplatelet Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet
48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan memperbaiki
luaran pasien stroke dengan cara mengurangi volume kerusakan otak yang
diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya stroke iskemik ulangan sebesar 25%.
Antiplatelet yang biasa digunakan diantaranya aspirin, clopidogrel. Kombinasi aspirin
dan clopidogrel dianggap untuk pemberian awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan
selama 21 hari. Pemberian aspirin dengan dosis 81-325 mg dilakukan pada sebagian
besar pasien. Bila pasien mengalami intoleransi terhadap aspirin dapat diganti dengan
menggunakan clopidogrel dengan dosis 75
c. Terapi antikoagulan Terapi antikoagulan sering menjadi pertimbangan dalam terapi
akut stroke iskemik, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan bahwa antikoagulan
tidak harus secara rutin diberikan untuk stroke iskemik akut. Penggunaan
antikoagulan harus sangat berhati-hati. Antikoagulan sebagian besar digunakan untuk
pencegahan sekunder jangka panjang pada pasien dengan fibrilasi atrium dan stroke
kardioemboli. Terapi antikoagulan untuk stroke kardioemboli dengan pemberian
heparin yang disesuaikan dengan berat badan dan warfarin (Coumadin) mulai dengan
5-10 mg per hari. Terapi antikoagulan untuk stroke iskemik akut tidak pernah terbukti
efektif. Bahkan di antara pasien dengan fibrilasi atrium, tingkat kekambuhan stroke
hanya 5-8% pada 14 hari pertama, yang tidak berkurang dengan pemberian awal
antikoagulan akut.
Sumber: (Nurarif Huda, 2016) dengan menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia dalam (PPNI, 2017)
Pengkajian
A. Identitas Klien
a. Nama : Tn. N
b. No.RM :-
c. Tanggal Masuk RS :-
d. Tanggal Pengkajian :-
e. Jenis Kelamin : Laki-laki
f. Alamat :-
g. No.Telp :-
h. Status Pernikahan : Menikah
i. Agama :-
j. Suku :-
k. Pendidikan :-
l. Pekerjaan :-
B. Status Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan Utama : Lemah separuh badan sebelah kanan, tangan
dan kaki kanan tidak bisa bergerak serta miring ke kanan.
b. Lama Keluhan :-
c. Kualitas Keluhan : Dua tahun yang lalu pasien pernah mengalami
stroke, tapi pasien memiliki kebiasaan merokok, minum kopi, dan jarang
berolaraga. Hingga akhirnya pasien mengalami lemah pada badan sebelah kanan,
tangan dan kaki kanan tidka bisa digerakkan, sehingga dirawat di RS.
d. Upaya Yang Telah Dilakukan : Tidak ada
e. Diagnosa Medis : Stroke
f. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Saat MRS : Lemah separuh badan sebelah kanan, tangan
dan kaki kanan tidak bisa bergerak serta miring ke kanan.
Saat Pengkajian : Lemah separuh badan sebelah kanan, tangan
dan kaki kanan tidak bisa bergerak serta miring ke kanan.
C. Riwayat Kesehatan Terdahulu
a. Penyakit Yang Pernah Dialami : Pernah stroke 2 tahun yang lalu
b. Alergi : tidak ada
c. Imunisasi :-
d. Kebiasaan : Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan
merokok 1 pak/hari, minum kopi 2 x sehari dan jarang berolaraga.
e. Obat Yang Digunakan :-
D. Riwayat Penyakit Keluarga :-
E. Pola Kebutuhan Dasar
a. Pola Nutrisi
Sebelum : Kaji bagaimana pola makan klien setiap harinya, mulai dari makan
pagi hingga malam. Apa saja yang dikonsumsi, berapa kali makan sehari, berapa
banyak minum air putih dalam sehari. Kaji juga berat badan klien saat sehat. Klien
suka mengonsumsi kopi 2x sehari
Sesudah : Kaji diet apa yang diberikan kepada klien saat sakit. Dan kaji berapa
berat badan klien sekarang.
b. Pola Eliminasi
Sebelum : Kaji pola eliminasi BAB dan BAK klien, berapa kali sehari dan
konsistensinya.
Sesudah : Kaji pola eliminasi BAB dan BAK klien, berapa kali sehari dan
konsistensinya.
c. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum : Kaji aktivitas fisik pasien saat sehat, jenis dan durasi aktivitas. Klien
saat sehat banyak berdiam di kamar dan jarang berolahraga.
Sesudah : Kaji aktivitas fisik pasien saat sakit. Klien kesulitan dalam
beraktivitas fisik karena adanya kelemahan pada separuh badan sebelah kanannya,
ekstremitas kanan tidak bisa bergerak.
d. Pola Istirahat-Tidur
Sebelum : Kaji pola istirahat tidur klien saat sehat, Apakah rutin tidur siang dan
malam, Apakah ada gangguan tidur, berapa jam tidur dalam sehari, dan kualitas
tidur.
Sesudah : Kaji pola istirahat tidur klien saat sakit, kuantitas dan kualitas
tidurnya.
e. Pola Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan
Kaji arti sehat dan sakit bagi pasien, bagaimana status kesehatan pasien, upaya
yang dilakukan terkait kesehatan. Klien tidak pernah rutin memeriksakan tekanan
darah.
f. Pola Kognitif dan Persepsi
Kaji panca indra klien, Apakah berfungsi normal atau tidak, bagaimana persepsi
ketidaknyamanan nyeri pada klien.
g. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Kaji perasaan klien mengenai dirinya seperti identitas personal, harga diri dan
ancaman terhadap konsep diri.
h. Pola Peran dan Hubungan
Kaji peran klien dalam keluarga, masyarakat dan hubungan klien dengan orang
lain. Kaji juga peran dan hubungan klien yang berefek pada status kesehatan.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Kaji pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi serta
perilaku seksualnya.
j. Koping dan Manajemen Stress
Kaji pencetus stress, tingkat stress dan strategi koping yang digunakan.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Kaji klien mengenai pentingnya agama dan spiritualitas serta dampak masalah
kesehatan terhadap spiritualitas.
F. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
BB : 68 Kg
TB : 170 Cm
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 78 x/m
RR : 20 x/m
Suhu Tubuh : 36° C
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Pembesaran Kelenjar Getah Bening : Tidak ada
a. Keadaan Umum
a) Kepala dan Leher
Kepala : Simetris
Leher : Tidak teraba massa
Sistem Penglihatan : Penglihatan mata sebelah kiri sering ganda
Sistem Pendengaran : Bisa mendengar dengan baik
Sistem Wicara : Lidah dan mulut miring ke kanan dan bicara
pelo.
Sistem Pernapasan : Reguler dan tidak ada pernafasan cuping
hidung
b) Dada
Jantung : CRT < 2 detik
Paru : Sonor dan vesikuler, dan Vocal fremitus sama antara kanan
dan kiri, tidak ada suara nafas tambahan.
c) Payudara dan Ketiak : simetris kanan dan kiri, tidak ada masa
d) Abdomen :-
e) Genetalia :-
f) Integumen : akral hangat, turgor < 2 detik
g) Ekstremitas atas dan bawah : Parase ekstremitas kanan (+), kekuatan otot
3333
h) Neurologis :
Nervous I : Pasien dapat mencium aroma wangi dari parfum
Nervous II : Pasien dapat menyebutkan jumlah jari dalam jarak 0,5
meter baik mata sebelah kanan maupun kiri, namun penglihatan kiri sering
ganda.
Nervous III : Reflek cahaya +/+, pupil anisokor 3/2 mm
Nervous IV : Mata pasien dapat mengikuti arah jari perawat ke atas
dan ke bawah .
Nervous V : Pasien dapat merasakan sentuhan di kulit wajah dan
sekitar bibir serta masih dapat menggerakkan rahang
Nervous VI : Mata pasien dapat mengikuti arah jari perawat ke
samping kanan dan kiri.
Nervous VII : Pasien dapat tersenyum namun bibir miring ke kanan.
Nervous VIII : Pasien dapat mengulangi kata yang diucap perawat.
Nervous IX : Pasien dapat menelan dan tidak tersedak saat minum
Nervous X : Pasien disatria
Nervous XI : Pasien hanya dapat mengangkat bahu dan lengan
sebelah kiri
Nervous XII : Lidah dan mulut miring ke kanan dan bicara pelo
G. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan : Pada hasil CT-Scan menunjukkan adanya perdarahan di frontal seluas
± 4 cm.
H. Pengobatan/Penatalaksanaan Medis
-
3S
Objektif
1. Kekuatan otot menurun
: Kekuatan otot pasien 3333
2. Rentang Gerak (ROM)
menurun
: Pasien hanya dapat
mengangkat bahu dan lengan
sebelah kiri.
Data Minor
Subjektif
-
Objektif
1. Gerakan terbatas
: Hanya ekstremitas kiri yang
dapat digunakan, hanya bisa
mengangkat bahu dan lengan
kiri.
2. Fisik lemah
Data Subjektif Aterosklerosis Risiko Perfusi Serebral
1. Pasien mengeluh tubuhnya Aorta Tidak Efektif
lemah separuh badan sebelah
kanan, tangan dan kaki tidak
bisa bergerak, terasa berat
untuk digerakkan.
Data Objektif
1. Pupil anisokor 3/2
2. Diagnosa medis pasien Stroke
3. Hasil pemeriksaan CT Scan
adanya perdarahan pada
bagian frontal seluas 4 cm
Data Mayor Gangguan Gangguan Komunikasi
Subjektif Neuromuskuler Verbal
-
Objektif
1. Pasien mengalami kesulitan
dalam berbicara
Data Minor
Subjektif
-
Objektif
1. Adanya gangguan pada nervus
vagus, mengalami disartria
2. Adanya gangguan pada nervus
hipoglosus, mengalami bicara
pelo
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular dan penurunan kekuatan otot
d.d keluhan lemah separuh badan, kekuatan otot menurun, ROM menurun, gerakan
terbatas dan fisik lemah.
2. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuscular d.d pasien mengalami
kesulitan dalam berbicara, adanya disartria dan pelo.
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d aterosklerosis aorta.
4. Risiko jatuh b.d kekuatan otot menurun, adanya gangguan penglihatan.
Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi fowler
Hindari manuver valsave
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan PEEP
Hindari pemberian cairan
IV hipotonik
Alur ventilator agar PaCO2
optimal
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu
Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu
Kolaborasi pemberian
pelunak tinja jika perlu
3. Gangguan Komunikasi verbal Promosi komunikasi defisit
komunikasi verbal Defenisi : kemampuan bicara
menerima, memproses, Defenisi : menggunakan teknik
mengirim, dan/atau komunikasi tambahan pada
menggunakan sistem simbil. individu dengan gangguan bicara.
Setelah dilakukan tindakan Tindakan:
keperawatan selama 3×24 Observasi :
jam maka diharapkan Monitor kecepatan,
komunikasi verbal tekanan, kuantitas, volume,
meningkat dengan kriteria dan diksi bicara.
hasil: Monitor proses kognitif,
Kemampuan anatomis dan fisiologis
berbicara (4) yang berkaitan dengan
Kemampuan bicara (mis. Memori,
mendengar (4) pendengaran, dan bahasa)
Kesesuaian ekspresi Monitor frustasi, marah
wajah atau tubuh (4) depresi, atau hal lain yang
Pelo (4) mengganggu bicara
Gagap (4) Identifikasi perilaku
Pemahaman emosional dan fisik sebagai
komunikasi (4) bentuk komunikasi
Terapeutik :
Gunakan metode
komunikasi alternatif (mis.
Menulis, mata berkedip,
papan komunikasi dengan
gambar dan huruf isyarat
tangan, dan komputer)
Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan (mis.
Berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama,
tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan
sambil menghindari
teriakan, gunakan
komunikasi tertulis, atau
meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan
pasien)
Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
Ulangi apa yang
disampaikan pasien
Berikan dukungan
psikologis
Gunakan juru bicara jika
perlu.
Edukasi :
Anjurkan berbicara
perlahan
Ajarkan pasien dan
keluarga proses kognitif
anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara.
Kolaborasi :
Rujuk keahlian patologi bicara atau
terapis
Data Objektif
1. Pupil anisokor 3/2
2. Diagnose medis
stroke
3. Adanya perdarahan
pada bagian frontal +
- 4 cm
Data Subjektif Gangguan Neuromuskular Hambatan Komunikasi
1. Kesulitan Verbal
menggunakan
ekspresi wajah
- Wajah miring ke
kanan
Data Objektif
1. Sulit bicara
- Pasien disartria
- Lidah dan mulut
miring ke kanan
dan bicara pelo
2. Kesulitan
menggunakan
ekspresi wajah
- Pasien dapat
tersenyum namun
bibir miring ke
kanan
3. Pelo
- Lidah dan mulut
miring ke kanan
dan bicara pelo
Data Subjektif : Hambatan Mobilitas Risiko Jatuh
1. Penglihatan kiri
pasien ganda
(diplopia)
Data Objektif :
1. Kekuatan otot
menurun (kekuatan
otot pasien 3 3 3 3)
Diagnosa Keperawatan
Hambatan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot d.d Penurunan rentang gerak
Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak d.d Aterosklerosis Aorta
Hambatan Komunikasi Verbal b.d Gangguan Neuromuskular d.d Sulit bicara,
kesulitan menggunakan ekspresi wajah, pelo
Risiko Jatuh d.d Hambatan Mobilitas