Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS FARMASI

HEMIPARESIS DEXTRA ET CAUSA STROKE NON HEMORAGIK

Oleh:
Stefani Dyah Monisa Asmarani Hernowo G992102055

Pembimbing :
Siti Ma’rufah, M.Sc, Apt

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RS UNS SURAKARTA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke yang merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya
defisit neurologis serebral fokal atau global yang mendadak dan berlangsung
selama minimal 24 jam atau menyebabkan kematian yang semata-mata
disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan spontan pada otak (stroke
hemoragik) maupun suplai darah yang inadekuat pada bagian otak (stroke
iskemik) sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis atau emboli yang
berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan vena), jantung, dan darah
(Ropper dan Samuel, 2020).
Terdapat 2 tipe stroke, yaitu stroke iskemik (clot) dan stroke hemoragik
(perdarahan), sekitar 87% stroke merupakan stroke iskemik dan 13% stroke
hemoragik. Stroke iskemik terjadi sebagai hasil dari obstruksi pada pembuluh
darah membawa darah ke otak (CDC, 2020). Pada pasien, didapatkan adanya
gambaran hipodens pada corona radiata sinistra. Hal ini menunjukkan penyebab
stroke tersebut yang adalah iskemik.
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke
baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur
55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Penderita laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64
tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5% (Perdossi, 2016).
Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi untuk terjadi infeksi. Infeksi yang
sering terjadi pada pasien stroke pada umumnya adalah pneumonia dan infeksi
saluran kemih. Kajian sistematis yang melibatkan 137.817 pasien stroke pada
Academic Medical Center di Netherland menunjukkan bahwa angka kejadian
infeksi secara keseluruhan pada pasien stroke sebesar 30%, angka kejadian
pneumonia 10% dan angka kejadian infeksi saluran kemih sebesar 10%.
Pneumonia secara bermakna dapat menyebabkan kematian di rumah sakit dengan
OR 3,62; 95% CI, 2,80-4,68 sedangkan infeksi saluran kemih tidak menyebabkan
kematian di rumah sakit.
Penatalaksanaan stroke yang terstruktur dan melibatkan tim multidisiplin
dapat menurunkan angka komplikasi stroke serta pengawasan petugas yang lebih
ketat terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi sangat mempengaruhi
pencapaian luaran pasien stroke menjadi lebih baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Stroke dapat didefinisikan sebagai sebuah sindrom klinis yang ditandai
dengan adanya defisit neurologis serebral fokal atau global yang berkembang
secara cepat dan berlangsung selama minimal 24 jam, menyebabkan
kematian disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan spontan pada
otak (stroke hemoragik) maupun suplai darah yang inadekuat pada bagian
otak (stroke iskemik) sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis atau
emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan vena),
jantung, dan darah.

B. Epidemiologi
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan
pembangunan nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di
Indonesia akan cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskuler
(penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer).
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus
stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka
kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan
26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke
(insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah;
4,3% semakin memberat.2 Penderita laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun
54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia
produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam
pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.

C. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)

D. Diagnosis
Tabel Skor Siriaraj

Catatan:
1. SSS >1: Stroke Hemoragik
2. SSS <1: Stroke NonHemoragik
Rumus
SSS = 2,5 C + 2 V + 2 H + 0,1 Tekanan Diastolik - 3A - 12

E. Penatalaksanaan

Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang


mengalami infark dan mencegah serangan stroke berulang. Terapi dapat
menggunakan Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rtPA)
yang merupakanbukti efektivitas dari trombolisis, obat antiplatelet dan
antikoagulan untuk mencegah referfusi pada pasien stroke iskemik.
a. Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)
Obat ini juga disebut dengan rrt PA, t-PA, tPA, alteplase (nama generik),
atau aktivase atau aktilise (nama dagang). Pedoman terbaru bahwa rt-PA
harus diberikan jika pasien memenuhi kriteria untuk perawatan. Pemberian rt-
PA intravena antara 3 dan 4,5 jam setelah onset serangan stroke telah terbukti
efektif pada uji coba klinis secara acak dan dimasukkan ke dalam pedoman
rekomendasi oleh Amerika Stroke Association (rekomendasi kelas I, bukti
ilmiah level B) dan European Stroke Organisation (rekomendasi kelas I, bukti
ilmiah level A). Penentuan penyebab stroke sebaiknya ditunda hingga setelah
memulai terapi rt-PA. Dasar pemberian terapi rt-PA menyatakan pentingnya
pemastian diagnosis sehingga pasien tersebut benar – benar memerlukan
terapi rt-PA, dengan prosedur CT scan kepala dalam 24 jam pertama sejak
masuk ke rumah sakit dan membantu mengeksklusikan stroke hemoragik.
Keberhasilan pemberian terapi rt-PA sangat tergantung dengan waktu
pemberian terapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian terapi
rt-PA dalam waktu 0-90 menit dapat mengurangi komplikasi sebesar 9,6%,
pemberian terapi rt-PA dalam waktu 91-180 menit sebesar 10,5%, dan
pemberian terapi rt-PA dalam waktu 181-270 menit sebesar 11,7%,
sedangkan oods ratio perbandingan waktu pemberian 0-90 menit dengan 181-
270 menit (OR 0,74; 95%CI,0,64-0,86; p=0,001). Hasil penelitian ini dapat
mendukung upaya intensif untuk mempercepat pasien stroke admisi ke rumah
sakit dan pemberian terapi trombolitik dalam 4,5 jam pertama setelah onset
serangan stroke, sehingga dapat mengurangi besar keparahan stroke (OR 2,8;
95%CI,2,5-3,1), perdarahan intrakranial (OR 0,96; 95%CI, 0,95-0,98;
p=0,001) dan penurunan mortalitas di rumah sakit (OR, 0,96; 95%CI, 0,95-
0,98; p=0,001).
b. Terapi antiplatelet
Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet 48
jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan
memperbaiki luaran pasien stroke dengan cara mengurangi volume kerusakan
otak yang diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya stroke iskemik
ulangan sebesar 25%. Antiplatelet yang biasa digunakan diantaranya aspirin,
clopidogrel. Kombinasi aspirin dan clopidogrel dianggap untuk pemberian
awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama 21 hari. Pemberian aspirin
dengan dosis 81 – 325 mg dilakukan pada sebagian besar pasien. Bila pasien
mengalami intoleransi terhadap aspirin dapat diganti dengan menggunakan
clopidogrel dengan dosis 75 mg per hari atau dipiridamol 200 mg dua kali
sehari. Hasil uji coba pengobatan antiplatelet terbukti bahwa data pada pasien
stroke lebih banyak penggunaannya daripada pasien kardiovaskular akut,
mengingat otak memiliki kemungkinan besar mengalami komplikasi
perdarahan. Uji klinis telah menunjukkan bahwa antiplatelet hanya memiliki
sedikit manfaat untuk pengobatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Taylor et al yang menyatakan tidak ada
perbedaan yang bermakna pada pemberian aspirin pada pasien stroke
iskemik dalam waktu 48 jam pertama sejak admisi ke rumah sakit, baik
sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway (46% vs 61%; p = 0,117).
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Panella et al bahwa
setelah penerapan clinical pathway pemberian aspirin pada pasien stroke
iskemik dalam waktu 48 jam pertama sejak admisi ke rumah sakit mengalami
peningkatan pada kelompok setelah penggunaan clinical pathway
dibandingkan sebelum penggunaan clinical pathway (83,5% vs 74,5%;
p=0,03) dengan oods ratio multivariat (OR 1,73;95% CI, 1,02-2,75).
c. Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan sering menjadi pertimbangan dalam terapi akut
stroke iskemik, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan bahwa antikoagulan
tidak harus secara rutin diberikan untuk stroke iskemik akut. Penggunaan
antikoagulan harus sangat berhati-hati. Antikoagulan sebagian besar
digunakan untuk pencegahan sekunder jangka panjang pada pasien dengan
fibrilasi atrium dan stroke kardioemboli. Terapi antikoagulan untuk stroke
kardioemboli dengan pemberian heparin yang disesuaikan dengan berat
badan dan warfarin (Coumadin) mulai dengan 5-10 mg per hari. Terapi
antikoagulan untuk stroke iskemik akut tidak pernah terbukti efektif. Bahkan
di antara pasien dengan fibrilasi atrium, tingkat kekambuhan stroke hanya 5 –
8% pada 14 hari pertama, yang tidak berkurang dengan pemberian awal
antikoagulan akut. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan
Taylor et al yang menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna pada
pemberian warfarin pada pasien stroke iskemik dengan hasil
elektrokardiogram (EKG) menunjukkan fibrilasi atrium, baik sebelum dan
sesudah penerapan clinical pathway (33% vs 40%; p=0,264).
d. Rehabilitasi
Terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi bicara merupakan bagian dari
rehabilitasi pada pasien stroke yang harus dilakukan sesegera mungkin.
Melibatkan pasien dengan keluarga pasien dan profesional (dokter) akan
mempercepat proses pemulihan dan rehabilitasi, karena interaksi tersebut
akan memberikan dukungan dan motivasi bagi pasien stroke. Pemilihan
lokasi rehabilitasi yang sesuai misalnya di rumah, tempat rehabilitasi fasilitas
keperawatan yang terlatih, panti jompo, atau fasilitas perawatan penyakit akut
jangka panjang dan memiliki tim rehabilitasi merupakan kunci keberhasilan
rehabilitasi stroke.
Canadian Stroke Strategy (CSS) menentukan batas waktu untuk
dilakukan penilaian rehabilitasi pada pasien stroke iskemik dilakukan dalam
48 jam sejak admisi ke rumah sakit. Hal tersebut didukung oleh penelitian
Panella et al., di Italia dengan besar sampel 476 pasien stroke (238 pasien di
masing-masing kelompok) menunjukkan bahwa setelah penerapan clinical
pathway pasien yang menjalani esesmen rehabilitasi dalam waktu 48 jam
sejak admisi ke rumah sakit mengalami peningkatan pada kelompok setelah
penggunaan clinical pathway dibandingkan sebelum penggunaan clinical
pathway (96,4% vs 57,5%; p= <0,001) dengan oods ratio multivariat (OR
20,02; 95% CI, 9,04-46,12).
F. Komplikasi

Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya


komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi secara
dini pada stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif, fungsional,
dan defisit sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki
komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko komplikasi medis sistemik
selama pemulihan stroke. Komplikasi medis sering terjadi dalam beberapa
minggu pertama serangan stroke. Pencegahan, pengenalan dini, dan
pengobatan terhadap komplikasi pasca stroke merupakan aspek penting.
Beberapa komplikasi stroke dapat terjadi akibat langsung stroke itu sendiri,
imobilisasi atau perawatan stroke. Hal ini memiliki pengaruh besar pada
luaran pasien stroke sehingga dapat menghambat proses pemulihan
neurologis dan meningkatkan lama hari rawat inap di rumah sakit.
Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri pasca
stroke, disfagia, inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat umum
pada pasien stroke.
Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi untuk terjadi infeksi. Infeksi
yang sering terjadi pada pasien stroke pada umumnya adalah pneumonia dan
infeksi saluran kemih. Kajian sistematis yang melibatkan 137.817 pasien
stroke pada Academic Medical Center di Netherland menunjukkan bahwa
angka kejadian infeksi secara keseluruhan pada pasien stroke sebesar 30%,
angka kejadian pneumonia 10% dan angka kejadian infeksi saluran kemih
sebesar 10%. Pneumonia secara bermakna dapat menyebabkan kematian di
rumah sakit dengan OR 3,62; 95% CI, 2,80-4,68 sedangkan infeksi saluran
kemih tidak menyebabkan kematian di rumah sakit.
Penatalaksanaan stroke yang terstruktur dan melibatkan tim multidisiplin
dapat menurunkan angka komplikasi stroke serta pengawasan petugas yang
lebih ketat terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi sangat
mempengaruhi pencapaian luaran pasien stroke menjadi lebih baik.
Salah satu komplikasi medis yang paling sering terjadi pada pasien
stroke adalah pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas setelah stroke. Penelitian oleh bahwa risiko pneumonia pasca
stroke lebih tinggi terjadi pada pasien dengan usia lanjut (>65 tahun) dengan
(OR 3,9; 95% CI, 2,0-7,5), gangguan bicara, tingkat keparahan kecacatan
pasca stroke, gangguan kognitif dan disfagia. Organisme yang menyebabkan
pneumonia biasanya resistensi terhadap antibiotik standar dan penilaian
kesehatan mulut sangat penting untuk mencegah pneumonia (OR 3,9; 95%
CI, 2,3-6,8).
BAB III
PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. H
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Kartasura

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan
sejak pagi saat bangun tidur kurang lebih pada jam 08.00. Pasien juga
mengeluhkan bicara pelo dan bibir merot. Pasien tidak mengeluhkan
pusing, muntah, atau pingsan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Peny. Jantung : disangkal
Riwayat Peny. Ginjal : disangkal
Riwayat Keganasan : disangkal
Riwayat Konsumsi Obat : disangkal
Riwayat Operasi : OP usus buntu 5 tahun yang lalu, OP
prostat tahun 2003
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Keluhan Serupa : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Peny. Jantung : Disangkal
Riwayat Peny. Ginjal : Disangkal
Riwayat Peny. Hati : Disangkal
Riwayat Keganasan : Disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat menggunakan BPJS.

6. Riwayat Kebiasaan
Merokok : disangkal
Alkohol : disangkal
Olahraga : jarang dilakukan
Makan : Sebelum sakit pasien makan teratur 3-4x/hari dengan
komposisi nasi lauk dan sayur, serta minum ±1.5L/hari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum Sakit sedang, GCS E4V5M6, compos mentis

B. Tanda Vital Tensi : 116/72 mmHg


Nadi : 69 x/ menit
RR : 18 x/menit
SpO2 : 97%
Suhu : 36,7 0C

C. Kulit Warna sawo matang, palmar pucat (-), palmar


eritem (-), ikterik (-), ekimosis (-), turgor kulit
kembali cepat, spider nevi (-)
D. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah
rontok (-), luka (-)
E. Mata konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), mata
cowong (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)
F. Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri
tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
G. Hidung NCH (-), deformitas (-), secret (-/-) Epistaksis (-)

H. Mulut Bibir pucat (-), Sianosis (-), Mukosa bibir kering (-),
tonsil T1-T1, stomatitis (-), gigi goyang (-),
perdarahan gusi (-)
I. Leher JVP 5+2 cmH2O, hepatojugular reflux (-),
pembesaran KGB (-), Benjolan pada daerah tiroid
(-), nyeri tekan (-), Bising karotis (-)
J. Thorax simetris kanan kiri, retraksi (-), ginekomastia (-)

K. Jantung :

Inspeksi Ictus cordis tidak tampak


Palpasi Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi S1-S2 I-II regular, intensitas normal, suara jantung


tambahan (-), bising (-)

L. Pulmo :

Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga


mendatar (-). Pengembangan dada kanan = kiri, sela
iga melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi Simetris. Pergerakan dada kanan = kiri, peranjakan
dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Sonor / Sonor

Auskultasi Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara


tambahan wheezing (-/-), ronchi basah kasar (-/-),
ronki basah halus basal paru (-/-), krepitasi (-/-)
M Abdomen :

Inspeksi Dinding perut sama dengan dinding thorak,


distended (-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-),
caput medusae (-)
Auskultasi BU (+) normal 18x/menit, bising daerah epigastric
(-)
Perkusi timpani, undulasi (-), pekak alih (-), liver span
normal (pada linea midklavikula 10 cm dan linea
midsternal 7 cm)
Palpasi nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-), pembesaran
lien(-)
Regio flank : nyeri ketok costovertebrae (-/-)
Regio supra pubik : nyeri tekan suprapubic (-)
Regio genitalia : (-)
N. Ekstremitas CRT <2 detik, akral hangat, oedema (-), clubbing
finger (-), sianosis (-)

D. RESUME
1. RESUME ANAMNESA
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan sejak
pagi saat bangun tidur kurang lebih pada jam 08.00. Pasien juga
mengeluhkan bicara pelo dan bibir merot. Pasien tidak mengeluhkan
pusing, muntah, atau pingsan.

2. RESUME PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik :
 Kuku pucat (-), spoon nail (-)
 Akral Dingin : Superior (-/-) Inferior (-/-)
 Oedem : Superior (-/-) Inferior (+/+)
 Motorik : Superior (444/555) Inferior (333/555)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 16 Agustus 2021
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai
Normal
Hemoglobin 16.4 g/dL 13.5-17.5
Hematokrit 48 H % 34-45
Trombosit 335 10^3/uL 150-450
Leukosit 9.11 10^3/uL 4.5-11
Eritrosit 5.54 10^6/uL 4.5-5.9
MCV 85.7 /UM 80.0-96.0
MCH 29.6 Pg 28.0-33.0
MCHC 34.5 g/dl 33.0-36.0
RDW-CV 12.8 % 11.6-14.6
Neutrophyl 1.75
Lymphocyte Ratio
HFLC 0.1 % 0-1.4
Absolute 3060 >1500.00
Lymphocyte Ratio
Limfosit 33.7 % 22-44
Monosit 5.3 % 2-8
Neutrofil 59.2 % 55-80
Eosinofil 1.6 % 0-4
Basofil 0.2 % 0-2

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai


Normal
Karbohidrat
GDS 114 mg/dL 60-140
Fungsi Hati
SGOT 16 U/L 0-31
SGPT 4 U/L 0-34
Elektrolit
Kalium 3.53 mmol/L 3.3-5.1
Natrium 141.52 mmol/L 135-145
Klorida 101.64 mmol/L 96.00 –
106.00
Kalsium ion 0.99 L mmol/L 1.10-1.35
Fungsi Ginjal
Ureum 37 mg/dL 10-45
Kreatinin 0.78 L mg/dL 0.9-1.3
Infeksi
HbsAg Kualitatif Nonreaktif Nonreactive
Antigen SARS- Negatif Negatif
COV-2

2. Pemeriksaan Foto Thorax AP Tanggal 16 Agustus 2021

HASIL
Tampak corakan vaskular meningkat mengabur
Tak tampak penebalan pleural space bilateral
Tampak kedua diafragma licin dan tak mendatar
Cor CTR >0.56
Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan : Bronchitis, besar COR normal

3. Pemeriksaan CT Scan Tanggal 16 Agustus 2021


Hasil CT-scan
 Tak tampak soft tissue sweliing ekstranial
 Gyri, sulci, dan fissure sylvii tak prominen
 Tampak lesi hiodense samar di crus posterior capsula interna
sinistra, bentuk amorf, batas tak tegas, densitas 21 HU
 Sistema ventrikel dan cisterna tak lebar maupun sempit
 Midline di tengah, tak terdeviasi
 SPN dan air cellulae mastoides normodense
Kesan: Iskemik crus posterius capsula interna sinistra
F. DIAGNOSA
Stroke Infark Trombotik

G. PENATALAKSANAAN
1. 16 Agustus 2021
- Infus Asering 20 tpm
- Injeksi Mecobalamin 1 amp
- Injeksi citicolin 500 mg
- Aspilet tab loading 320 mg
- Ranitidin 50 mg

2. 17-20 Agustus 2021


- Infus Asering 20 tpm
- Injeksi citicolin 500 mg
- Aspilet 80 mg

Obat pulang
- Mecobalamin 500 mg
- Aspilet 80 mg
- Citicoline 500 mg
Penulisan Resep
RS UNS Surakarta
16 Agustus 2021
Dokter: dr. X (IGD)
R/ Asering inf 500 cc No. III
Cum IV kateter No. 20 No. I
Threeway No. I
Infus set No. I
IV 3000 No. I
S.i.m.m. Intravena 20 tpm
R/ Citicoline inj 500 mg No. II
Cum aquabidest fl No. I
spuit 10 cc No. I
S.i.m.m. Intravena 2 dd I per 12
jam
R/ Mecobalamin inj No. I
Cum spuit 5 cc No. I
S.i.m.m. Intravena 1 amp
R/ Ranitidin inj 50 mg No. I
Cum suit 10 cc No. I
S.i.m.m intravena 50 mg
R/ Aspilet loading tab 320 mg No. I
S 1 dd tab 1
Pro: Tn. H (35 tahun)
Alamat: Kartasura

RS UNS Surakarta
17-20 Agustus 2021
Dokter: dr. P, Sp.S
R/ Asering inf 500 cc No. III
Cum IV kateter No. 20 No. I
Threeway No. I
Infus set No. I
IV 3000
S.i.m.m. Intravena 20 tpm
R/ Citicoline inj 500 mg No. I
Cum spuit 10 cc No. I
S.i.m.m 2 dd intravena I per 12 jam
R/ Aspilet tab 80 mg No. I
S 1 dd tab I
Pro: Tn. H (35 tahun)
Alamat: Kartasura

RS UNS Surakarta
20 Agustus 2021
Dokter: dr. P, Sp.S (RESEP PULANG)
R/ Citicoline tab 500 mg No X
S 2 dd tab I
R/ Mecobalamin tab 500 mg No X
S 2 dd tab I
R/ Aspilet tab 80 mg No V
S 1 dd tab I
Pro: Tn. H (35 tahun)
Alamat: Kartasura

H. FOLOW UP
1. 16 Agustus 2021 (IGD)
Pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak kanan
a. Bedrest total
b. Terpasang infus asering 20 tpm
c. Injeksi citicoline 2x500mg
d. Aspilet tab loading 320mg, lanjut 1x80mg
e. Cek antigen -> hasil bronkitis -> konsul paru
f. Besok pagi cek profil lipid
g. Raber Sp.KFR
h. Swab antigen

2. 17-20 Agutus 2021


Pasien mengeluhkan anggota gerak kanan lemah dan bicara pelo
- Observasi KUVS
- Raber Sp.KFR
- Terapi sesuai program
- Bedrest total

3. 20 Agustus 2021
BLPL

I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Asering
Larutan infus yang mengandung kalsium klorida, potasium klorida, sodium
klorida, dan sodium asetat. Digunakan untuk menggantikan cairan
ekstraseluler yang hilang.
1. Indikasi dan Dosis

 Kehilangan darah
 Dehidrasi
 Tidak dapat dilakukan rehidrasi oral.
Dosis asering tergantung usia, berat badan, manifestasi klinis, dan
keparahan
dehidrasi
2. Farmakodinamik
Ringer asetat diberikan melalui rute intra vena (IV). Tujuan pemberiannya
adalah untuk mengisi kembali volume intravaskular untuk memungkinkan
perfusi organ yang adekuat. Dibandingkan ringer laktat, ringer asetat
dimetabolisme 3-4 x lebih cepat. Waktu paruh intravaskular cairan
kristaloid rata-rata dalam 20-30 menit. Cairan isotonik yang digunakan
untuk menggantikan cairan ekstraseluler yang hilang. Mengandung
natrium, kalium, kalsium, klorida, dan asetat.
3. Farmakokinetik
a. Absorbsi
Absorbsi ringer asetat berlangsung secara langsung dan sistemik.
Waktu paruh intravaskular cairan kristaloid yaitu sekitar 20- 30 menit.
b. Distribusi
Distribusi terdapat pada kompartemen ekstraseluler, terutama volume
intravaskular.
c. Metabolisme
Asetat terutama dimetabolisme dalam otot dengan waktu metabolisme
3-4 kali lebih cepat dibandingkan laktat.
d. Ekskresi

Ekskresi natrium, kalium, dan kalsium melalui ginjal (New Zealand


Medicines and Medical Devices Safety Authority, n.d.)
4. Bentuk Sediaan
Plabot infus 500 mL
5. Kontraindikasi
 Hipernatremia, hiperkalemia, hiperkloremia
 Hipersensitif terhadap salah satu komponen infus
6. Efek Samping
Kelebihan cairan atau zat terlarut mengakibatkan overhidrasi, keadaan
kongesti (edema, kongesti paru), imbalans elektrolit, imbalans asam basa,
serta reaksi hipersensitivitas (MIMS, 2021).

B. Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah kelompok antibiotic sefalosporin generasi ketiga spektrum
luas. Ceftriaxone memiliki waktu paruh yang sangat lama (8 jam)
dibandingkan dengan sefalosporin lain dan memiliki daya tembus yang tinggi
ke dalam meninges, mata, dan telinga bagian dalam. Ceftriaxone memiliki
cakupan gram negatif yang lebih luas dan lebih kuat daripada sefalosporin
generasi pertama atau kedua, tetapi aktivitasnya lebih buruk terhadap
methicillin-susceptible S. aureus. Ceftriaxone adalah antimikroba yang umum
digunakan karena aktivitasnya yang baik terhadap Enterobacteriaceae yang
resisten terhadap banyak obat, profil efek sampingnya yang relatif aman, dan
waktu paruhnya yang panjang sehingga memudahkan pemberian dosis harian
atau dua kali sehari.
1. Indikasi dan Dosis

Indikasi:
a. Infeksi pernapasan
b. Infeksi kulit
c. Infeksi jaringan lunak
d. Infeksi saluran kemih
e. Infeksi telinga, hidung, dan tenggorok
f. Meningitis
g. Infeksi gonore (Brunton, Knollmann and Hilal-Dandan, 2018)

Dosis:
a. 1 g/hari dalam dosis tunggal.
b. Pada infeksi berat: 2-4 g/hari dosis tunggal. Dosis lebih dari 1 g
diberikan pada dua tempat atau lebih.
c. Anak di atas 6 minggu: 20-50 mg/kg bb/ hari, dapat naik sampai 80
mg/kg bb/hari. Diberikan dalam dosis tunggal. Bila lebih dari 50
mg/kg bb, hanya diberikan secara infus intravena.
d. Gonore tanpa komplikasi: 250 mg dosis tunggal.
e. Profilaksis bedah: 1 g dosis tunggal.
f. Profilaksis bedah kolorektal: 2 g (PIONAS, 2015).
2. Farmakodinamik

Seftriakson bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida di dinding


sel bakteri. Bagian beta-laktam dari seftriakson berikatan dengan
karboksipeptidase, endopeptidase, dan transpeptidase di membran
sitoplasma bakteri. Enzim ini terlibat dalam sintesis dinding sel dan
pembelahan sel. Pengikatan ceftriaxone ke enzim ini menyebabkan enzim
kehilangan aktivitas; oleh karena itu, bakteri menghasilkan dinding sel
yang rusak, menyebabkan kematian sel (Drugbank, 2021).
3. Farmakokinetik
a. Absorbsi

Pemberian secara IM akan diabsorbsi menyeluruh


b. Distribusi

95% berikatan dengan protein. Ceftriaxone memiliki penetrasi cairan


serebrospinal yang cukup baik sebagai pengobatan yang efektif untuk
meningitis bakteri. Waktu paruh eliminasi ceftriaxone adalah 5,8-8,7
jam. Waktu paruh ceftriaxone dalam cairan telinga tengah diperkirakan
25 jam. Klirens plasma adalah 0,58-1,45 L/jam dan klirens ginjal adalah
0,32-0,73 L/jam (Drugbank, 2021).
c. Metabolisme

Ceftriaxone dimetabolisme di hepar


d. Ekskresi

33-67% dieliminasi melalui urin. Sisanya melalui sekresi di empedu


kemudian dikeluarkan melalui feses (Drugbank, 2021).
4. Bentuk Sediaan

Serbuk injeksi 1.000 mg


5. Kontraindikasi

Alergi terhadap antibiotic golongan sefalosporin, bayi usia di bawah 6


bulan (PIONAS, 2015).
6. Efek Samping

Hipersensitivitas (anafilatik, bronkospasme, dan urtikaria), ikterik


neonatorum pada bayi, pseudolitiasis bilier (Brunton, Knollmann and
Hilal-Dandan, 2018).

C. Omeprazol
Omeprazole merupakan obat untuk saluran cerna golongan penghambat
pompa proton, turunan benzimidazole yang berguna untuk menurunkan
produksi asam lambung.
1. Indikasi dan Dosis:
Indikasi
Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum
yang terkait dengan NSAID, lesi lambung dan duodenum, regimen
eradikasi H. pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom
Zollinger Ellison.
Dosis
a. Injeksi intravena diberikan selama 5 menit atau melalui infus
intravena; profilaksis aspirasi asam, 40 mg harus telah diberikan
seluruhnya, 1 jam sebelum operasi.
b. Refluks gastroesofagal, tukak duodenum dan tukak lambung, 40 mg
sekali sehari hingga pemberian oral dimungkinkan.
2. Farmakodinamik
Omeprazole yang masuk ke dalam tubuh merupakan bentuk obat yang
tidak aktif. Obat ini kemudian akan diaktifkan melalui proses protonasi
dalam suasana asam di lambung. Bentuk aktif tersebut kemudian akan
secara ireversibel berikatan dengan H+/K+-ATPase dalam sel parietal
lambung. Hal ini akan mengaktifkan sistein pada pompa asam di
lambung sehingga terjadi penekanan sekresi asam lambung, baik basal
maupun terstimulasi.
3. Farmakokinetik
Omeprazole sodium diabsorpsi dengan cepat. 95% omeprazole sodium
terikat pada protein plasma. Omeprazole dimetabolisme secara sempurna
terutama di hati, sekitar 80% metabolit diekskresi melalui urin dan
sisanya melalui feses.
4. Kontraindikasi
Omeprazole dikontraindikasikan untuk pasien yang diketahui
hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan lain yang terdapat dalam
formulasi.
5. Efek Samping
Omeprazole pada umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping
berikut dilaporkan terjadi pada individu yang mendapat terapi
omeprazole pada situasi klinik terkontrol: sakit kepala, diare, nyeri
abdomen, mual, muntah, infeksi saluran nafas atas, vertigo, ruam,
konstipasi, batuk, astenia, nyeri tulang belakang, dan lain-lain.
Kebanyakan efek samping bersifat ringan dan sementara dan tidak ada
hubungan yang konsisten dengan pengobatan.
6. Interaksi Obat
Omeprazole dimetabolisme melalui sistem sitokrom P450 hati dan dapat
berinteraksi secara farmakokinetik dengan obat lain yang juga
dimetabolisme dengan sistem yang sama. Tidak terdapat interaksi dengan
theophylline atau propanolol diduga karena omeprazole hanya
berinteraksi dengan obat-obat tertentu yang dimetabolisme dengan sistem
sitokrom P450. Sampai saat ini, penelitian menunjukkan omeprazole
hanya berinteraksi dengan diazepam, phenytoin, dan warfarin.

D. Aspilet
Aspilets adalah antiplatelet obat yang mengandung Asam Asetilsalisilat,
digunakan untuk membantu mengurangi nyeri serta radang dan juga
digunakan sebagai penurun demam. Aspilet juga digunakan untuk membantu
mencegah serangan jantung. Obat ini bekerja dengan cara menghambat
agregasi trombosit (pembekuan darah) selama 7-10 hari, serta menghambat
kerja prostaglandin.Indikasi Aspilets digunakan sebagai terapi pengobatan
dan pencegahan angina pektoris dan infark miokardium.
1. Indikasi dan Dosis
a. Dosis orang dewasa dengan stroke ischemic stroke, transient ischemic
attack:
1) Dosis awal: 50-325 miligram (mg) diminum sekali sehari.
2) Dosis perawatan: lanjutkan dengan terapi
b. Dosis orang dewasa untuk infarct myocardial akut:
1) Dosis awal: 160-320 mg diminum segera setelah Infarct
myocardial akut terdeteksi.
2) Dosis perawatan: 160 mg tiap hari untuk 30 hari setelah Infarct
myocardial akut. Setelah 30 hari, pertimbangkan terapi untuk
pencegahan kambuhnya Infarct myocardial akut.
c. Dosis orang dewasa untuk mencegah Recurrent MI, angina pectoris
tidak stabil, dan angina pectoris stabil kronis; pencegahan primer dan
sekunder dari penyakit kardiovaskular pada pasien dengan diabetes
tipe 1 atau tipe 2
1) Dosis awal: 75-100 mg diminum sekali
sehari
2. Farmakodinamik

Menghambat sintesis prostaglandin oleh siklooksigenase; menghambat


agregasi trombosit; memiliki aktivitas antipiretik dan analgesik.
3. Farmakokinetik
a. Absorbsi

Bioavailabilitas( 80-100%), Onset secara peroral 5-30 menit dan per


rektal 1-2 jam, durasi peroral 4-6 jam dan per rektal >7 jam, waktu
plasma puncak peroral 0,25-3 jam dan konsentrasi plasma puncak
pada Analgesia/antipiresis 30-100 mcg/mL serta anti-inflamasi 150-
300 mcg/mL.
b. Distribusi

Pengikatan protein100 mcg/mL(90-95%) dan 100-400 mcg/mL (70-


85%) dan Volume distribusi 170 mL/kg.
c. Metabolisme

Aspilet dimetabolisme oleh hati melalui sistem enzim microsomal dan


menjadi metabolit seperti salisilat, salisil fenolik glukuronida, salisil
asil glukuronida, asam 2,5-dihidroksibenzoat (asam gentisat), asam
2,3-dihidroksibenzoat, asam 2,3,5-trihidroksibenzoat, asam gentisurat
(aktif). Menghambat enzim Siklooksigenase secara tidak signifikan.
d. Ekskresi

Waktu paruh dosis rendah 2-3 jam dan dosis lebih tinggi 15-30 jam.
Pembersihan ginjal 80-100% dalam 24-72 jam serta dibuang dalam
ekskresi melalui urine (80-100%), keringat, air liur, feses.
4. Bentuk Sediaan

Tablet 80 mg, 100mg, 325 mg dan 500 mg.


5. Kontraindikasi

Gangguan pendarahan, asma, tukak lambung aktif.


6. Efek Samping

Efek samping aspilet yang mungkin terjadi bisa berupa sakit perut, sakit
kepala, mengantuk, bronkospasme, gangguan fungsi ginjal, perdarahan
saluran cerna, dan perdarahan lain seperti subkonjungtiva. (Drugbank,
2021).

E. Ranitidin
Ranitidin adalah antagonis histamin H2 yang digunakan untuk mengobati
tukak duodenum, sindrom Zollinger-Ellison, tukak lambung, GERD, dan
esofagitis erosif.
1. Indikasi dan Dosis
Indikasi:
Obat ini digunakan sendiri atau dengan antasida bersamaan untuk kondisi
berikut: pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, mengobati
hipersekresi asam lambung karena sindrom Zollinger-Ellison, mastositosis
sistemik, dan kondisi lain yang secara patologis dapat meningkatkan kadar
asam lambung. Ini juga digunakan dalam pengobatan jangka pendek tukak
lambung jinak aktif dan terapi pemeliharaan tukak lambung dengan dosis
yang dikurangi. Selain hal di atas, ranitidine dapat digunakan untuk
pengobatan gejala GERD, pengobatan esofagitis erosif (didiagnosis secara
endoskopi) dan pemeliharaan penyembuhan tukak lambung atau
duodenum.
Dosis:
150 mg 2 kali sehari atau 300 mg 1 kali sehari selama 4-8 minggu.
2. Farmakodinamik
Ranitidin menurunkan sekresi asam lambung yang dirangsang oleh
makanan dan obat-obatan. Hal ini juga mengurangi sekresi asam lambung
dalam kondisi hipersekresi seperti sindrom Zollinger-Ellison. Peningkatan
yang nyata dalam penampilan jaringan esofagus telah diamati dengan
pencitraan endoskopi setelah terapi ranitidine
3. Farmakokinetik
a. Absorbsi
Ranitidine cepat diserap dengan konsentrasi puncak dicapai dalam 1-3 jam
setelah pemberian, dan sangat bervariasi di antara pasien. Bioavailabilitas
sekitar 50% -60% karena metabolisme hati.7,13 Dalam studi
farmakokinetik pria sehat, AUC 0-infinity sekitar 2.488,6 ng xh/mL dan
Tmax rata-rata adalah 2,83 jam.8 Makanan atau antasida memiliki
keterbatasan efek pada penyerapan. Satu studi klinis menemukan bahwa
pemberian antasida kuat (150 mmol) pada subjek dalam keadaan puasa
menyebabkan penurunan penyerapan ranitidin.
b. Distribusi
Volume distribusi lebih tinggi dari volume tubuh, dan berukuran kira-kira
1,4 L/kg. Ini terkonsentrasi dalam ASI, tetapi tidak mudah didistribusikan
ke dalam cairan serebrospinal.
c. Metabolisme
Metabolit utama dalam urin adalah N-oksida, yang mewakili kurang dari
4% dari dosis. Metabolit ranitidine lainnya termasuk S-oksida (1%) dan
desmethyl ranitidine (1%). Kotoran mengandung sisa dosis ranitidine yang
diekskresikan. Disfungsi hati telah terbukti menyebabkan perubahan kecil,
tetapi tidak signifikan secara klinis, dalam berbagai parameter
farmakokinetik ranitidin.
d. Ekskresi
Obat ini terutama diekskresikan dalam urin tetapi juga diekskresikan dalam
tinja.7,13 Sekitar 30% dari dosis oral tunggal telah diukur dalam urin
sebagai obat yang tidak berubah dalam waktu 24 jam setelah konsumsi
4. Kontraindikasi
Ranitidine sebaiknya tidak diberikan kepada orang yang pernah mengalami
keluhan porfiria akut
5. Efek Samping
Efek sampingnya antara lain: sakit kepala, pusing, insomnia, halusinasi,
dan sembelit
DAFTAR PUSTAKA

Brunton, L., Knollmann, B. and Hilal-Dandan, R., 2018. Goodman & Gilman's:
The Pharmacological Basis of Therapeutics. 13th ed. New York: McGraw-
Hill Education LLC.
Hsieh FI, Lien LM, Chen ST, et al. (2010). Get with The Guidelines-Stroke
Performance Indicators: Surveillance of Stroke Care in The Taiwan Stroke
Registry: Get with The Guidelines-Stroke in Taiwan.
Circulation;122:1116- 1123.
Mardjono M, Priguna S. Neurologi klinis dasar. (2009). Edisi ke-6. Jakarta: Dian
Rakyat; hlm. 270–90.
MIMS, 2021. | MIMS Indonesia. [online] Mims.com
Ropper AH, Samuels MA (2020). Cerebrovascular Diseases. Adam and Victor’s
Principles of Neurology 9th edition. New York: McGraw Hill; pp: 746.
Roger V, Go A, Lloyd-Jones D, et, al. (2011). Heart Disease and Stroke Statistics
2011 Update : A Report from The American Heart Association. Circulation
;123:18-209.
Uchino K, Pary J, Grotta J. (2011). Acute Stroke Care, 2nd ed, New York:
Cambridge University Press.
Wells, B. G., DiPiro, J. T., Schwinghammer, T. L., & DiPiro, C. V. (2015). Pain
management. Pharmacotherapy handbook, Ninth ed. McGraw-Hill
Education, pp558–559.

Anda mungkin juga menyukai