Anda di halaman 1dari 11

TUGAS REVIEW LITERATUR JURNAL

STROKE MANAGEMENT

oleh :
LUSIA TITIK ANDAYANI
NIM. 185070209111089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke menurut WHO 2004, merupakan suatu syndrome klinis dengan gejala
berupa gangguan fungsi syaraf pusat baik focal maupun global yang menetap lebih dari
24 jam dan dapat menimbulkan kematian atau kecacatan. menurut data dari the atlas of
heart disease (2004) stroke juga merupakan penyebab kematian terbanyak nomor 2 di
dunia (usia 60 tahun) dan nomor 5 (usia 15-59 tahun).

Faktor-faktor yang mempengaruhi insiden stroke diantaranya yaitu umur, jenis


kelamin, keturunan (genetik), ras, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus,
merokok, arterosklerosis, penyakit jantung, obesitas, konsumsi alcohol, stress, kondisi
sosial ekonomi yang mendukung, diet yang tidak baik, aktivitas fisik yang kurang dan
penggunaan obat anti hamil.
Prinsip tatalaksana farmakologi stroke ischemic acut adalah untuk segera
memperbaiki perfusi darah ke bagian otak yang mengalami iskhemik serta mengurangi
resiko terjadinya serangan ulang stroke pada masa mendatang hingga dapat
mengurangi terjadinya resiko kecacatan dan kematian akhibat serangan serangan
stroke iskhemik.
RS yang berpartisipasi dalam program peningkatan “ Get With the Guideline stroke di
AS “, melaporkan bahwa DNT dibawah 60 menit hanya dalam setengah dari kasus.
perlu diketahui bahwa dalam setiap menit Stroke pembuluh darah besar tidak diobati
diperkirakan 1,9 juta neuron berpotensi hilang. Maka dari itu kita tenaga kesehatan
harus terlihat ambisius, karena perawatan 30 mnt lebih cepat pasien mempunyai
peluang lebih cepat 80% untuk berjalan lebih mandiri saat keluar dari RS dan 6%
peluang lebih besar untuk dipulangkan ke rumah daripada ke RS. Oleh karena itu study
intervensi Acute Brain Care (ABC) bertujuan untuk mengurangi DNT menjadi 30 menit
atau kurang dengan mengoptimalkan perawatan stroke di RS.
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan stroke dengan terapi trombolisis sangat
dibutuhkan mahasiswa keperawatan ataupun perawat dalam memberikan suatu asuhan
yang komprehensif.
1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penanganan kasus CVA
yang diterapkan di negara lain berdasarkan jurnal yang terbaru.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengerti dan memahami tentang pengertian, resiko terjadinya dan
faktor-faktor yang bisa diubah dan tidak dapat diubah terjadinya kasus CVA
2. Mahasiswa mengerti dan memahami tentang terapi CVA Iskhemik dengan
trombolitik (rtPA/ recombinant tissue plasminogen activator) intravena
3. Mahasiswa mengerti dan memahami tentang protokol Perawatan Otak Akut
(Perawatan Saat Ini) di negara lain.
4. Mahasiswa mengerti dan memahami ketepatan waktu pemberian terapi pada
kasus-kasus CVA, terutama Stroke Ischemik.

1.3. Manfaat
Diharapkan pembaca bisa memahami, tentang konsep terapi trombolitik pada pasien
dengan stroke ischemik.
BAB II
LANDASAN TEORI

1.1. Definisi
Stroke menurut WHO 2004, merupakan suatu syndrome klinis dengan gejala berupa
gangguan fungsi syaraf pusat baik focal maupun global yang menetap lebih dari 24 jam
dan dapat menimbulkan kematian atau kecacatan. Penyebab stroke adalah adanya
sumbatan pada pembuluh darah di otak sehingga terjadi gangguan suplai darah ke otak
yang dapat menyebabkan kematian/iskemik syaraf otak, dimana apabila tidak dilakukan
penatalaksanaan dengan cepat dan tepat akan berdampak pada kematian syaraf otak
dengan permanen.
Cerebral auto regulasi adalah kemampuan inheren dari vascular otak untuk
mempertahankan aliran darah cerebral dengan konstan di berbagai tekanan perfusi.
Pasien dengan hipertensi kronis dapat mentoleransi lebih tinggi berarti tekanan arteri
(MAP) sebelum mereka memiliki gangguan autoregulasi. Namun pasien tersebut
mengalami peningkatan resistensi cerebrovascular dan lebih rentan terhadap ischemia
cerebral ketika aliran menurun, terutama jika tekanan darah menurun ke kisaran normal.
Tekanan darah yang naik dengan cepat dapat menyebabkan hiperfusi dan meningkatkan
CBF, yang dapat menyebabkan tekanan intracranial meningkat dan edhema serebral.

1.2. Faktor resiko


Faktor-faktor yang mempengaruhi insiden stroke diantaranya yaitu umur, jenis
kelamin, keturunan (genetik), ras, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus,
merokok, arterosklerosis, penyakit jantung, obesitas, konsumsi alcohol, stress, kondisi
sosial ekonomi yang mendukung, diet yang tidak baik, aktivitas fisik yang kurang dan
penggunaan obat anti hamil. Semua kriteria diatas dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
Terdiri dari : genetic (keturunan), ras, umur dan jenis kelamin
2. Faktor resiko yang dapat diubah
Terdiri dari : hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, stress, merokok,
obesitas (kegemukan),aktifitas fisik yang rendah minum kopi, pil KB (kontrasepsi oral)
dan konsumsi alcohol.
1.3. Penatalaksanaan terapi pada Stroke Ishemik
Tujuan penatalaksanaan stroke adalah untuk mengembalikan aliran darah pada otak
yang tersumbat dengan cepat sehingga akan mampu menurunkan angka kematian,
mencegah terjadinya sumbatan berulang di masa mendatang. Terapi pilihan untuk
tatalaksana stroke ischemic antara lain:
1. Fibrinolitik / trombolitik (rtPA/ recombinant tissue plasminogen activator)
intravena
Obat jenis ini digunakan sebagai reperfusi untuk mengembalikan perfusi darah yang
terhambat pada serangan stroke dengan memecah thrombus dengan mengaktivasi
plasminogen yang terikat pada fibrin. Tetapi efek samping yang sering terjadi adalah
resiko perdarahan saluran cerna, intracranial dan angioedhema. Beberapa penelitian
yang ada menunjukkan bahwa rentang waktu terbaik untuk dapat dilakukan terapi
fibrinolitik untuk dapat memberikan manfaat perbaikan fungsional otak dan perbaikan
angka kematian adalah < 3 jam dan rentang 3-4,5 jam setelah onset gejala.
2. Anticoagulant
Unfrractioned heparin (UFH) dan lower molekuler weight heparin (LMWH) termasuk
dalam golongan obat ini. Salah satu meta analisis yang membandingkan LMWH dapat
menurunkan resiko terjadinya tromboembolisme vena dan peningkatan resiko
perdarahan, namun mempunyai efek yang tidak signifikan terhadap angka kematian,
kejadian stroke berulang, dan perbaikan fungsi syaraf. Oleh sebab itulah antikoagulan
tidak dapat menggantikan posisi dari aspirin untuk penggunaan rutin pada pasien
stroke iskhemik. Terapi antikoagulan dapat diberikan dalam 48 jam setelah onset gejala
apabila digunakan untuk pencegahan kejadian tromboemboli pada pasien stroke yang
memiliki keterbatasan mobilitas dan hindari penggunaannya dalam 24 jam setelah
terapi fibrinolitik
3. Antiplatelet
Golongan obat jenis ini sering digunakan untuk pasien stroke untuk pencegahan
stroke ulangan dengan mencegah terjadinya agregasi platelet. Asprin merupakan salah
satu antiplatelet yang direkomendasikan penggunaanya untuk pasien stroke.
penggunaan aspirin dengan loading dose 325 mg dan dilanjutkan dengan dosis 75-100
mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah gejala stroke. Penggunaannya tidak
disarankan dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik.
4. Antihipertensi
Pasien yang mengalami stroke iskhemik acut tidak menjadi prioritas awal terapi
dalam 24 jam pertama setelah onset gejala stroke, kecuali tekanan darah pasien >
220/120 mmHg atau apabila ada kondisi penyakit penyerta tertentu yang
menunjukkan keuntungan dengan menurunkan tekanan darah. Salah satu penelitian
menunjukkan bahwa setiap penurunan tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke
yang masuk rumah sakit dengan systole ≤ 180 mmHg dan juga peningkatan tekanan
darah 10 mmHg dan juga peningkatan tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke
yang masuk dengan tekanan darah systolic > 180 mmhg dalam 24 jam pertama
setelah gejala stroke iskhemik acut dapat berakhibat pada perburukan fungsi
neurologis (penurunan 1 poin pada Canadian stroke scale yang mengukur beberapa
aspek kesadaran dan fungsi motorik) dan outcome yang lebih buruk pada pasien
iskemik acut.
5. Obat neuroprotective
Citicholin merupakan salah satu obat yang menjadi kontroversi penggunaannya
hingga saat ini untuk pasien stroke ischemic dimana penggunaan obat ini diharapkan
dapat melindungi sel membrane serta stabilisasi membrane sehingga dapat
mengurangi luas daerah infark, tetami menurut penelitian terbaru, termasuk ICTUS
trial menunjukkan bahwa penambahan citicholin tidak memberikan manfaat
dibandingkan dengan placebo.
Prinsip tatalaksana farmakologi stroke ischemic acut adalah untuk segera
memperbaiki perfusi darah ke bagian otak yang mengalami iskhemik serta
mengurangi resiko terjadinya serangan ulang stroke pada masa mendatang hingga
dapat mengurangi terjadinya resiko kecacatan dan kematian akhibat serangan
serangan stroke iskhemik.

1.4. Studi Intervensi Perawatan Otak Akut (Pembahasan Jurnal)


a. Judul : Thombolysis in Stroke within 30 minutes : Results of the Acute Brain Care
Intervention Study
b. Pengarang : Sanne M. Zinkstok
Ludo F.Beenen
Yvo B.Roos
c. Tahun : 2016
d. Hasil Pembahasan :
Trombolisis Intravena (IVT) dengan alteplase – baik sendiri atau diikuti oleh
trombectomy endovascular - adalah pengobatan yang efektif untuk stroke ischemic
acut. Manfaat IVT berkurang dengan cepat dengan berjalannya waktu setelah onset
gejala yaitu jumlah yang diperlukan dalam mengobati untuk tanpa cacat adalah 10
dalam 3 jam pertama setelah onset gejala tetapi berlipat ganda ketika pasien dirawat
antara 3 dan 4,5 jam dalam kelompok yang dikumpulkan dalam analisis uji coba acak.
keefektifan tergantung waktu ini, baru- baru ini dikonfirmasi dalam praktik klinis harian.
Rumah sakit telah merekomendasikan pedoman ini dengan menghitung antara
kedatangan di rumah sakit dan inisiasi IVT selama 60 menit atau kurang yang secara
praktik sehari-hari ini jarang terpenuhi. Implementasi secara global di RS Stroke
Thrombolysis Registry melaporkan bahwa rata-rata 67 menit tanpa perubahan DNT
selama periode pendaftaran 9 tahun. bahkan RS yang berpartisipasi dalam program
peningkatan “ Get With the Guideline stroke di AS “, melaporkan bahwa DNT dibawah
60 menit hanya dalam setengah dari kasus. perlu diketahui bahwa dalam setiap menit
Stroke pembuluh darah besar tidak diobati diperkirakan 1,9 juta neuron berpotensi
hilang. Maka dari itu kita tenaga kesehatan harus terlihat ambisius, karena perawatan
30 mnt lebih cepat pasien mempunyai peluang lebih cepat 80% untuk berjalan lebih
mandiri saat keluar dari RS dan 6% peluang lebih besar untuk dipulangkan ke rumah
daripada ke RS. Oleh karena itu study intervensi Acute Brain Care (ABC) bertujuan
untuk mengurangi DNT menjadi 30 menit atau kurang dengan mengoptimalkan
perawatan stroke di RS.
Studi ABC adalah sebelum (periode pra intervensi: 1 Januari 2000- hingga 31
Desember 2005) dibandingkan setelah (periode pasca-intervensi : 1 Juli 2006 hingga
31 Desember 2012) perbandingan dalam kelompok, yang digunakan dalam Academic
Medical Center (AMC), sebuah rumah sakit Universitas yang difasilitasi oleh University
Of Amsterdam. AMC adalah pusat untuk semua keadaan darurat neurologis dan
berfungsi sebagai pusat stroke komprehensif ditengah perkotaan padat penduduk di
Belanda. Pasien dengan Stroke di rumah sakit dikeluarkan karena protocol study ABC
hanya sebagian diterapkan karena beberapa prosedur sudah dilakukan di bangsal dan
unit stroke sering terkait intervensi, yang mengarah ke pendekatan yang lebih
individual. Pasien dengan kumpulan gejala yang kompleks pada saat kedatangan di
rumah sakit, yang kemudian mengalami stroke setelah awal pengkajian, didiagnosa
sebagai stroke. Pada awal penelitian pada tahun 2000, IVT diberikan pada waktu 3 jam
setelah onset stroke sampai publikasi Study Kanada Stroke Acut III pada akhir 2008
ketika pengobatan, ketika pengobatan hingga 4,5 jam dilaksanakan. penelitianm ini
telah disetujui dan dilakukan sesuai undang-undang nasional, dan komite etika medis
dari AMC mengijinkan analisis data pasien anonym dengan mengabaikan persetujuan.
1. Protokol Perawatan Otak Akut (Perawatan Saat Ini)
Program pendidikan untuk staf EMS termasuk instruksi untuk mengenali gejala
stroke
a. Kenali gejala stroke menggunakan skala waktu lengan wajah (FAST)
b. Penekanan pada pentingnya perawatan cepat
c. Operator EMS menetapkan kemungkinan pasien stroke sebagai tingkat prioritas
tertinggi.
d. Anggota tim stroke di RS terdiri dari seorang residen neurologis (Stroke),
perawat neurologi, residen radiologi dan seorang perawat emergency.
e. Pasien sudah terdaftar di system informasi RS dan tes laboratorium sudah
sudah dipesan sebelumnya.
f. CT Scaner di ED adalah gantry multislice CT geser yang dapat dengan mudah
dipindahkan bolak balik antara 2 kamar yang 1 disiapkan sebelumnya untuk
menjamin ketersediaan langsung dari CT scan
g. Selama transportasai perawat mendapatkan data riwayatpasien, penggunaan
obat-obatan dan melakukan test glukosa Point of Care (POC).
h. Setelah tiba paramedic memindahakan pasien langsung memindahkan pasien
ke meja Ct-Scan.
i. Pada periode pra intervensi, pemeriksaan diagnostic dilakukan secara bertahap,
setelah intervensi pemeriksaan vital, pemeriksaan neurologis singkat termasuk
Skala Stroke Kesehatan Institusi Nasional (NIHSS) dan pengambilan darah
yang semuanya dilakukan secara bersamaan oleh tim stroke di meja CT-Scan.
j. Setelah mendapatkan Ct.Scan cranial non kontras, ahli radiologi menafsirkan
gambar CT-Scan segera dimonitor.
k. Bila tidak ada kontra indikasi untuk IVT pasien langsung dipindahkan ke ruang
ABC khusus yang berdekatan dengan ruang CT Scan
l. Pasien ditempatkan di tempat tidur dengan timbangan built-in dimana pasien
ditimbang. Penentuan berat badan pasien disiapkan menggunakan tabel yang
telah ditentukan dengan dosis yang disesuaikan dengan berat badan, kemudian
terapi intra arterial dipertimbangkan, dan pasien diangkut kembali ke ruang CT
Scan untuk CT-angiografi selama infus alteplase
(perlu diketahui bahwa intervensi endovascular telah terbukti efektif dan
sekarang menjadi standart keperawatan).
m. Ct-Angiografi saat ini dilakukan bersama dengan CT scan non kontras. ketika
dicurigai adanya stroke akut pada pasien rawat inap, dokter spesialias syaraf
yang berkonsultasi memberitahu UGD dan mengatur transportasi langsung ke
ruang CT-scan (menjadi standart saat pasien datang masuk ke UGD.)

2. Waktu kejadian dan pemberian terapi


DNT didefinisikan sebagai waktu antara kedatangan ambulan di AMC dan inisiasi
IVT, yaitu pemberian bolus langsung diikuti oleh infus terus menerus. Sedangkan
waktu dan onset pengobatan didefinisikan sebagai waktu antara onset gejala atau
saat terakhir diketahui dengan baik dan inisiasi IVT.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pasien dengan kumpulan gejala yang kompleks pada saat kedatangan di rumah
sakit, yang kemudian mengalami stroke setelah awal pengkajian, didiagnosa sebagai
stroke.

3.2 SARAN

Waktu menjadi sangat penting dalam ketepatan diagnostic dan tatalaksanana


stroke ischemic dengan terapi thrombolitik, sehingga rumah sakit sesuai standar harus
menetapkan standar operasional prosedur sehingga akan menjadi acuhan bagi tim
neurologis, yang terdiri dari dokter, perawat, radiologis dan perawat emergency.
DAFTAR PUSTAKA

Zinkstok, et al Trombolysis in Stroke within 30 Minutes : Results of the Acute Brain Care
intervention Study , Research Article, CrossMark 2016

Karameshev et al, Diffusion-Wighted MRI helps Predict Outcome in Basilar Artery


Occlusion Patiens Treated with Intra-Arterial Thrombolysis, 2011

Presley Boby, Penatalaksanaan Farmakologi Stoke Iskhemik Acut, Buletin Rasional 2016

Anda mungkin juga menyukai