Anda di halaman 1dari 10

Tata Laksana Stroke dan Pencegahannya

Pendahuluan
Laki-laki berusia 45 tahun, mengeluhkan kelemahan mendadak pada lengan
dan tungkai kiri yang muncul sejak 3 jam SMRS. Hal ini diikuti oleh bicara
pasien yang menjadi pelo dan kurang jelas. Pasien memiliki riwayat
hipertensi dan diabetes yang tidak terkontrol, sejak 5 tahun yang lalu. Selain
itu, sejak 2 tahun yang lalu pasien juga menderita gangguan irama jantung.
Pasien tersebut kemudian dibaringkan di tempat tidur tanpa pagar
pembatas. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kesadaran pasien E4M5V4,
tekanan darah 170/90 mmHg (hipertensi), frekuensi nadi 89x/menit dan
ireguler, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36,5°C. Dilakukan juga
pemeriksaan saraf kranial dengan hasil mulut tampak mencong ke kiri, dahi
simetris, lafgoltalmus tidak ada, lidah deviasi ke kiri tanpa atrofi maupun
fasikulasi. Dilakukan juga pemeriksaan kekuatan motorik dengan hasil
lengan dan tungkai kiri tidak dapat bergeser, sedangkan lengan dan
tungkai kanan normal. Selama berada dalam perawatan, pasien menjadi
lebih sering menangis tanpa sebab dan dapat menangis pada situasi
apapun. Setelah dilakukan pemeriksaan status mental didapatkan afek tidak
serasi dengan mood dan tidak ada halusinasi pada pasien.

Untuk lebih mengetahui tentang keadaan yang diderita oleh pasien pada
kasus di atas, kita perlu memiliki pengetahuan mengenai stroke, mulai dari
definisi sampai tata laksana, serta gangguan mood, mulai dari macamnya
sampai tata laksananya. Pada Lembar Tugas Mandiri ini saya akan
membahas mengenai pencegahan dan tata laksana stroke, baik secara
farmakologis, non farmakologis, maupun upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan.

Isi

1
Tata laksana untuk pasien stroke mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/394/2019 tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stroke. Tata
laksana stroke yang komprehensif meliputi pencegahan primer, tata laksana
fase hiperakut, perawatan fase akut, kedaruratan medik dan komplikasi
medik pada stroke akut, rencana rehabilitasi/restorasi, dan pencegahan
stroke sekunder. Tujuan dari tata laksana yang komprehensif ini adalah
untuk menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat stroke.1

Tata Laksana Umum


Penatalaksanaan umum pada pasien stroke meliputi:
1) Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Dilakukan dengan memantau status neurologis, dan tanda vital
pasien secara kontinu dalam waktu 72 jam pertama. Pasien diberi
bantuan ventilasi apabila terdapat gangguan jalan napas.
2) Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
DIlakukan dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena
dan menghindari pemberian cairan hipotonik (seperti glukosa),
pemasangan kateter sentral dianjurkan, dan upayakan tekanan vena
sentral 5-12 mmHg, pemantauan jantung juga hilakukan selama 24
jam pertama.
3) Pengendalian tekanan intrakranial
Dilakukan dengan pemantauan ketat pada kasus dengan risiko
edema serebri (TIK harus <20 mmHg dan tekanan perfusi otak >70
mmHg), monitor TIK juga harus dipasang pada pasien dengan GCS
<9 dan pada pasien penurunan kesadaran akibat peningkatan TIK.
Apabila terjadi peningkatan TIK: tinggikan posisi kepala 20-30°,
posisikan pasien untuk menghindari penekanan vena jugulare,
hindari pemberian cairan hipotonik, hindari hipertermia, jaga
normovolemia, berikan osmoterapi, intubasi untuk menjaga pCO2
35-40 mmHg, dll.

2
4) Pengendalian kejang
Apabila terjadi kejang, berikan diazepam IV bolus lambar 5-20mg
diikuti fenitoin dosis bolus 15-20mg/kg dengan kecepatan maksimum
50 mg.menit, apabila kejang belumm teratasi pasien harus dirawat
di ICU.
5) Pengendalian suhu tubuh
Pasien stroke dengan febris harus diobati dnegan antipiretik
(asetaminofen) dan diatasi penyebabnya. Apabila berisiko terjadi
infeksi, harus dilakukan kultur (trakeal, darah, dan urin), atau apabila
memakai kateter ventricular dilakukan analisis CSF, dan pemberian
antibiotik.
6) Tata laksana cairan
Dilakukan dengan pemberian cairan isotonis (seperti NaCl 0,9%, dll)
untuk menjaga volume cairan tubuh normal dan hindari pemberian
cairan hipotonis. Central venous pressure (CVP) dipertahankan
dalam rentang 5-12 mmHg.
7) Nutrisi
Nutrisi enteral maksimal diberikan dalam 48 jam sementara nutrisi
oral hanya diberikan ketika hasil tes fungsi menelan sudah baik.
Pemberian makanan dilakukan melalui pipa nasograstik apabila
terdapat gangguan menelan, pabila terdapat kemungkinan
penggunaan >6 bulan, dipertimbangkan untuk gastrostomi. Apabila
tidak mungkin diberikan secara enteral, nutrisi dapat diberikan
secara parenteral. Diet pasien harus diperhatikan agar tidak
bertentangan dengan obat yang diberikan.
8) Pencegahan dan penanganan komplikasi
Dengan melakukan pencegahan komplikasi subakut, memberi
antibiotik dengan indikasi dan sesuai tes kultur, mencegah decubitus
(luka akibat tekanan terus menerus) dengan mobilisasi atau
menggunakan kasur antidekubitus.
9) Penatalaksanaan medik umum lain

3
Tata Laksana Spesifik2
Penatalaksanaan spesifik stroke meliputi:
1. Trombolisis intravena
Terapi ini dilakukan dnegan menggunakan recombinant tissue
plasminogen activator (rTPA) seperti alteplase. Dilakukan dengan
onset <6 jam secara intravena. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5-
0,9 mg/kgBB.2
Mekanisme kerja dari alteplase ini adalah dengan mengubah
plasminogen menjadi enzim proteolitik plasmin yang akan melisiskan
fibrin dan fibrinogen. Alteplase akan mengalami clearance oleh hati
dengan waktu paruh awal kurang dari 5 menit dan waktu paruh
terminal sebesar 72 menit.2
2. Terapi neurointervensi/endovascular
Terapi dilakukan dnegan menggunakan kateterisasi untuk
menyingkirkan thrombus di pembuluh darah dengan cara
melisiskannya langsung (trombolisis intraarterial) atau dengan
menarik thrombus yang menyumbat (trombektomi mekanik).2

Gambar 1. Trombektomi menggunakan stent retriever2


3. Pemberian antikoagulan sebagai pencegahan sekunder

4
Pemberian antikoagulan rutin dengan tujuan memperbaiki output
atau pencegahan sekunder dini tidak direkomendasikan. Pemberian
antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemeriksaan
pencitraan otak yang memastikan tidak ada pendarahan intracranial
primer.2
Pemberian aspirin dan dilanjutkan warfarin dapat dilakukan untuk
prevensi jangka panjang. Warfarin merupakan lini pertama untuk
pencegahan sekunder stroke iskemik pada kebanyakan kasus kardio-
emboli, akan tetapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat
meningkatkan risiko pendarahan (perlu dimonitor 1 bulan sekali).2
4. Pemberian agregrasi trombosit
Untuk stroke iskemik akut, pemberian aspirin sebagai pencegahan
sekunder, dengan dosis awal 325 mg dalam 12 jam setelah onset
stroke, direkomendasikan.2
5. Tata laksana spesifik lain dan neuroproteksi
Tindakan carotid endarterectomy (CEA) dan carotid artery stenting
(CAS) dapat dipertimbangkan dilakukan setelah fase akut pada
pasien stroke iskemik dengan stenosis karotis komunis sebagai
upaya pencegahan sekunder.2

Pencegahan

Gambar 2. Ilustrasi pencegahan primer dan sekunder

a. Pencegahan Primer

5
Pencegahan primer adalah upaya pencegahan yang dilakukan pada
orang yang masih sehat atau kelompok yang memiliki risiko stroke
tetapi belum mengalami stroke. Tujuan pencegahan primer adalah
untuk mencegah kemungkinan pasien mengalami serangan stroke
pertama. Terdapat 3 poin penting dalam pencegahan primer stroke:
pengendalian faktor risiko, modifikasi gaya hidup, serta pemeriksaan
kesehatan secara rutin dan teratur dan patuh terhadap anjuran
dokter mengenai diet dan obat.1,3

Identifikasi faktor risiko sangat penting dalam upaya pengobatan dan


pencegahan stroke. Terdapat dua jenis faktor risiko stroke: faktor
risiko yang dapat dimodifikasi (diabetes melitus, hipertensi, obesitas,
penyakit kardiovaskular, dll) dan yang tidak dapat dimodifikasi (usia,
etnis, jenis kelamin, dsb). Pencegahan stroke dilakukan dengan cara
mengendalikan faktor risiko stroke, terutama yang dapat
dimodifikasi, secara optimal. Contoh faktor risiko yang dapat
diidentifikasi: riwayat penyakit pada keluarga; penyakit
kardiovaskular yang dapat dicegah berkembang menjadi stroke
dengan pemberian antiplatelet, hipertensi yang dapat dicegah
perkembangannya menjadi stroke dengan rutin melakukan skrining
tekanan darah dan penanganan yang sesuai; diabetes yang dapat
dikontrol dengan rutin melakukan cek kadar gula darah dan
modifikais gaya hidup serta terapi farmakologi; fibriasi atrium yang
dapat dikontrol dengan pemberian antikoagulan dengan
memperhatikan indikasi yang sesuai; dll.1

Modifikasi gaya hidup untuk mencegah terjadinya serangan stroke


yang pertama dapat dilakukan dengan memperhatikan diet dan
nutrisi: metode diet DASH (dietary approach to stop hypertension)
untuk menurunkan tekanan darah, penurunan asupan natrium dan
meningkatkan asupan kalium; melakukan aktivitas fisik;

6
memperhatikan dan taat terhadap anjuran dokter terkait obat dan
diet.1

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan yang dilakukan
pada pasien yang sudah mengalami stroke dan bertujuan untuk
mencegah terjadinya serangan stroke berulang.4
Selain beberapa upaya yang telah disebutkan pada beberapa
bahasan di atas, upaya pencegahan sekunder tersebut meliputi:
kontrol hipertensi, berhenti merokok, rutin berolahraga dan jaga
berat badan, control kadar kolesterol, control diabetes.

Rehabilitasi dan Integrasi (Fungsi Luhur dan Psikologi)


Tahapan tata laksana rehabilitasi dan neurorestorasi meliputi rehabilitasi
fase hiperakut dan akut. Pada tata laksana rehabilitasi fase hiperakut,
lakukan tes uji menelan untuk memastikan pasien dapat menelan.
Sementara itu, pada tata laksana rehabilitasi fase akut, meliputi: posturing
posisi terapeutik dan perubahan posisi secara berkala, mobilisasi duduk dan
terapi latihan aktif, terapi fisik dada, terapi latihan luas gerak sendi dan
terapi latihan peregangan, serta stimulasi sensorik multimodal/stimulasi
koma.1

Perawatan rehabilitasi dan restorasi ini bertujuan untuk mencegah


komplikasi stroke dan memaksimalkan fungsi psikomotor, kognitif, afektif,
agar pasien dapat beraktivitas kembali.1
Disfagia • Skrining disfagia dengan pemeriksaan menelan
• Untuk pasien disfagia: lakukan pemasangan pipa
nasogastric dan pipa gastrotomy perkutan apabila
perkiraan disfagia lebih lama (>2-3 minggu)
• Strategi kompensasi dapat dilakukan dengan:
memposisikan pasien, manuver terapeutik, tau
modifikasi makanan dan cairan

7
Gangguan • Latihan motorik terbatas untuk mencegah
motorik komplikasi perawatan
• Latihan meningkatkan kekuatan motor (motor
learning) dengan tahanan progresif
• Latihan meningkatkan kecepatan dan kecekatan
gerak (missal: menangkap bola, menggunakan
alata, dll)
• Latihan tugas spesifik (diberi instruksi)
• Latihan berjalan
Spastisitas • Latihan range of motion, peregangan, splinting,
serial casting
• Pemberian tizanidine, dantrolene, baclofen oral
untuk spastisitas yang mengganggu
Gangguan • Latihan sensorik dasar (unimodal) dan multimodal
sensorik • Latihan sensorik khusus dan stimulasi elektrik
kutaneus
• Kacamata prisma untuk pasien dengan gangguan
visual (hemianopsia homonym)
Kerusakan • Pemeriksaan integritas kulit secara lengkap
kulit • Penggunaan Teknik posisi yang tepat, pergerakan,
dan pemindahan, penggunaan matras khusus,
pakaian pelindung, dll.
Nyeri • Penilaian nyeri menggunakan skala 1-10
• Penilaian terhadap kemungkinan penyebab, lokasi,
kualitas, kuantitas, dan faktor yang memperberat
dan memperingan
• Penggunaan analgesik yang bekerja sentral dengan
dosis rendah
Fungsi • Penilaian fungsi berkemih
berkemih • Penggunaan rutin kateter dalam (indwelling
dan catheter) tidak direkomendasikan
pencernaan • Program bladder training untuk pasien inkontinensia
urin
• Program penanganan pencernaan pada pasien
konstipasi yang persisten atau inkontinensia alvi
Gangguan • Penilaian kognitif, diberi latihan kognitif untuk
kognitif pasien deficit atensi, visual neglect, deficit memori,
kesulitan fungsi eksekutif, gangguan bahasa dan
komunikasi

8


Patient Safety
Risiko Pencegahan
Aspirasi Deteksi dini disfagia, tinggikan
bagian kepala tempat tidur 30°.
Jatuh Edukasi pasien dan keluarga,
meninggikan rail tempat tidur,
membantu berjalan dan mobilisasi
pasien, terapi fisik dini,
menyarankan pengguanaan lensa
korektif, penggunaan alat bantu
berjalan dan kursi roda, penilaian
risiko terjatuh
Infeksi saluran kemih Melepas kateter urin sedini
mungkin, bladder training,
penggunaan intermittent
catheterization dibandingkan
indwelling catheterization pada
pasien yang dirawat di rumah sakit
Pressure ulcers Melakukan mobilisasi, perawatan
kulit, dukungan nutrisi yang baik,
kontrol inkontinesia urin
Deep venous thrombosis Melakukan mobilisasi, penggunaan
awal heparin dengan berat molekul
rendah atau heparin tidak terfraksi

9
Referensi
1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/394/2019
tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Stroke. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2019.
2. P2PTM Kemenkes RI. Pencegahan stroke - primer. 2018 Jul 6 [cited
2023 Feb 23]. Available from: https://p2ptm.kemkes.go.id/
infographic-p2ptm/stroke/pencegahan-stroke-primer
3. Rasyid A, Hidayat R, Harris S, Kurniawan M, Mesiano T. Stroke
iskemik. In: Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar neurologi FKUI.
Jakarta: Penerbit Kedokteran Indonesia; 2017.
4. P2PTM Kemenkes RI. Pencegahan stroke - sekunder. 2018 Jul 6
[cited 2023 Feb 23]. Available from:
https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/page/8/
pencegahan-stroke-sekunder

10

Anda mungkin juga menyukai