Anda di halaman 1dari 5

Terapi stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan jaringan pada

ischemic penumbra. Terapi yang dapat diberikan mencakup pemberian recombinant


tissue-type plasminogen activator (rtPA), aspirin, dan terapi suportif. Antihipertensi
tidak lagi disarankan karena justru berkaitan dengan luaran yang buruk (Berge et al.,
2021).

Tatalaksana Medikamentosa Stroke Iskemik, antara lain (Chaudhary et al., 2016)


:

a. Recombinant Tissue-Type Plasminogen Activator

Pemberian rtPA (recombinant tissue-type plasminogen activator) atau


alteplase merupakan pilihan dalam upaya revaskularisasi pada stroke iskemik
menggunakan agen trombolisis. Pemberian trombolisis dengan rtPA pada stroke
iskemik dibahas secara lengkap pada artikel terpisah, termasuk cara pemilihan
pasien dan kontraindikasi pemberian.

Pemberian rtPA harus segera dilakukan dalam 3 jam sejak onset terjadinya
stroke dan kemungkinan stroke hemoragik telah disingkirkan. Dokter juga perlu
menimbang risiko komplikasi yang muncul akibat rtPA, seperti perdarahan
intrakranial dan reaksi alergi.

Kriteria Inklusi, antara lain (Basyiruddin et al., 2015) :

a) Usia ≥ 18 tahun
b) Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas

c) Onset ≤4,5 jam atau ≤6 jam

d) Tidak ada gambaran perdarahan intrakranial pada CT-scan / MRI (DWI)

e) Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan risiko yang
mungkin timbul. Harus ada persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga untuk
dilakukan terapi rtPA (Alteplase)

f) Boleh diberikan pada pasien yang mengonsumsi aspirin atau kombinasi aspirin
dan klopidogrel sebelumnya.

g) Boleh diberikan pada pasien gagal ginjal kronik dengan aPTT normal (risiko
perdarahan meningkat pada pasien dengan peningkatan aPTT)

h) Boleh diberikan pada pasien dengan sickle cell disease

Kriteria Eksklusi, antara lain (Basyiruddin et al., 2015) :

a) Defisit neurologis ringan (NIHSS ≤5) atau cepat mengalami perbaikan

b) Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir

c) Infark multilobar (gambaran hipodens >1/3 hemisfer serebri)

d) Kejang pada saat onset stroke

e) Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis

f) Riwayat stroke iskemik atau cedera kepala berat dalam 3 bulan sebelumnya

g) Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan fisik

h) Riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu sebelumnya


i) Riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3 minggu
sebelumnya

j) Riwayat operasi intracranial / spinal 3 bulan terakhir

b. Aspirin

Penggunaan antiplatelet juga direkomendasikan oleh The American Heart


Association/American Stroke Association tahun 2018. Pemberian aspirin
diberikan 24-48 jam setelah onset. Pada pasien yang mendapat r-tPA, pemberian
aspirin dilakukan setelah 24 jam.

Pemberian aspirin pada stroke akut (<48 jam) dilaporkan efektif dalam
mengurangi angka kematian dan kejadian stroke. Dosis yang dapat diberikan
adalah 160-325mg. Terdapat juga studi yang menemukan pemberian antiplatelet
kombinasi aspirin dan clopidogrel hingga hari ke-21 lebih efektif dibandingkan
pemberian antiplatelet saja, tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.

Risiko perdarahan akibat penggunaan aspirin terjadi berhubungan dengan


dosis yang diberikan. Perdarahan yang paling sering terjadi adalah perdarahan
gastrointestinal.

c. Antikoagulan

Pemberian antikoagulan, seperti warfarin dan rivaroxaban, tidak


dianjurkan pada kasus stroke akut. Antikoagulan tidak diindikasikan dan tidak
berkaitan dengan perbaikan luaran pasien stroke akut. Antikoagulan dapat
diberikan pada pasien yang memiliki kondisi medis yang meningkatkan risiko
stroke, misalnya atrial fibrilasi.

d. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral di pertahankan antara 5-12 mmHg.
Tatalaksana Non-Medikamentosa Stroke Iskemik, antara lain (Chaudhary et al.,
2016) :

a. Terapi Suportif

Pada pasien stroke iskemik, perlu adanya evaluasi apakah terdapat


hipoglikemia atau hiperglikemia, karena kedua kondisi ini memiliki gejala yang
mirip dengan stroke. Keadaan hipoglikemia dan hiperglikemia harus segera
diatasi. Hipoglikemia dapat diatasi dengan dekstrosa 40%, sedangkan
hiperglikemia dapat diatasi dengan pemberian insulin drip.

Pasien stroke iskemik juga umumnya membutuhkan tatalaksana maupun


pencegahan retensi urine dengan cara kateterisasi uretra (produksi urin sehari
ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi
300 ml per derajat celcius pada pasien dengan demam). Namun, bila tidak
memungkinkan atau gagal, dokter dapat melakukan kateterisasi suprapubik.

b. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar glukosa


darah - 36 - >180 mg/dL) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin.
Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50
mg/dL) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infus glukosa 10-20%

Tatalaksana Promotif Stroke Iskemik, antara lain (Chugh, 2019) :

Tenaga medis dapat membantu dengan mengadakan promosi kesehatan untuk


meningkatkan pengetahuan kesehatan tentang penyakit stroke, dari pengertian stroke,
gejala penyakit, penyebab stroke, komplikasi yang ditimbulkan bila tidak segera
ditangani.

Tatalaksana Preventif Stroke Iskemik, antara lain (Chugh, 2019) :


Tenaga medis dapat memberikan penjelasan bagaimana upaya pencegahan
penyakit stroke iskemik, misalnya diet rendah garam pada hipertensi, menganjurkan
untuk olahraga agar dapat melatih dan melenturkan otot-otot yang kaku.

Tatalaksana Kuratif Stroke Iskemik, antara lain (Chugh, 2019) :

Tenaga medis dapat memberikan terapi maupun obat-obatan untuk penderita


stroke iskemik sebagai tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

Tatalaksana Rehabilitatif Stroke Iskemik, antara lain (Chugh, 2019) :

pada pasien stroke iskemik atau pasien stroke iskemik berulang dengan kondisi
yang dapat memburuk sewaktu-waktu, kondisi pada pasien pasca stroke iskemik yang
perlu ditangani adalah meminimalkan kecacatan. Pasca stroke iskemik biasanya klien
memerlukan rehabilitasi seperti terapi fisik, terapi wicara, terapi okupasi. Rehabilitasi
psikologis juga diperlukan, seperti berbagi rasa, motivasi, terapi wisata, dan
sebagainya. Karena pasien pasca stroke iskemik biasanya, merasa kondisi tubuh yang
cacat membuat penderita merasa tidak berguna dan merasa membebani keluarga.

Anda mungkin juga menyukai