Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN INDIVIDU

DEPARTEMEN: KEPERAWATAN MEDICAL

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Oleh:

Muhammad Syaifulloh Mahdzur

NIM. 190070300011049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
LAPORAN INDIVIDU

DEPARTEMEN: KEPERAWATAN MEDICAL

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh:

Muhammad Syaifulloh Mahdzur

NIM. 190070300011049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA TROMBOSIS

1. DEFINISI

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala- gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).

Stroke non hemoragik merupakan keadaan sementara atau temporer dari


disfungsi neurologik yang dimanifestasikan oleh kehilangan fungsi motorik, sesorik
atau visual secara tiba-tiba. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik terjadi akibat
obstruksi atau bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh organ distal (Price & Wilson, 2006). Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder
(Wijaya & Putri, 2013).

Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis adalah stroke yang terjadi
karena adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak oleh karena adanya
gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik (pengerasan arteri). Stroke
karena trombosis ini merupakan stroke yang paling sering terjadi (hampir 40% dari
seluruh stroke). Plak aterosklerotik tersebut akan menyumbat suatu pembuluh darah
tertentu di otak yang pada akhirnya daerah otak yang seharusnya mendapat pasokan
oksigen dan nutrisi tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan oksien (iskemia) dan
akhirnya menjadi mati (infark). Plak aterosklerotik biasanya menyumbat pembuluh
darah besar di sekitar leher ataupun di dasar otak.

Proses aterosklerosis itu sendiri dipercepat oleh berbagai faktor, seperti


hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol, dan faktor-faktor lainnya. Aterosklerosis
terjadi oleh karena penimbunan lipid termasuk kolesterol di bawah lapisan intima
pembuluh darah. Plak aterosklerotik sering dijumpai di kelokan-kelokan atau
percabangan arteri besar, seperti misalnya arteri karotis leher. Setelah umur 50
tahun, tampaknya ada kecenderungan bahwa arteri-arteri serebral yang kecil juga
terkena proses aterosklerosis. Penyempitan yang disebabkan oleh plak aterosklerotik
bisa mencapai 80-90% dari diameter pembuluh darah, tanpa menimbulkan gangguan
pada daerah yang diperdarahi arteri yang bersangkutan. Namun, arteri-arteri yang
sudah mempunyai plak aterosklerotik itu cenderung mendapat komplikasi berupa
trombosis.
Sumbatan karena bekuan darah (trombus) sering terjadi di malam hari pada
saat tidur atau tidak beraktivitas. Pasien biasanya baru sadar bahwa mereka
mengalami kelemahan anggota badan pada saat mereka bangun. Gejala kelemahan
tersebut biasanya akan semakin memburuk dalam beberapa hari ke depan, kemudian
stabil, baru mengalami perbaikan setelah kurang lebih 7 hari kemudian.

2. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderita
hipertensi (Ngoerah, 1991).Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara
permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini adalah jenis stroke
yang paling mematikan. Stroke hemoragik dibagi menjadi :
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai
di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll)
(Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam
TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina
dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme
otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.

b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh
sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri
yang mengarah ke otak dan karena embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung
atau arteri ekstrakranii (arteri yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan
sumbatan di satu atau beberapa arteri intrakranii (arteri yang ada di dalam
tengkorak). Gangguan darah, peradangan, dan infeksi merupakan penyebab
sekitar 5-10 persen terjadinya stroke hemoragi dan menjadi penyebab tersering
pada orang berusia muda (Mansjoer, 2000). Stroke iskemik dibagi menjadi :
a) Berdasarkan manifestasi klinis
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

b) Berdasarkan Kausal:
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik
terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah
yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar
kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh
darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.

2) Stroke Emboli/Non Trombotik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

3. ETIOLOGI
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis. 40 %
kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses
aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar.
Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel
ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga
lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek danterjadi perdarahan.
2) Arteritis( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain).Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari
penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya
merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak
ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat
mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-
bagian yang sempit.Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi
pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi
suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam
subtansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).

4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Rismanto; Madiyono, 2003):
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan
hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002),
dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami
stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun
(Madiyono, 2003; Ritarwan, 2003).
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum
pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan
oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai
gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke
menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari
penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik tahun (Madiyono ,
2003; Utami, 2002).
3. Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah,
dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di
Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar 29,3% (Madiyono, 2003; Sinaga, 2008).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Madiyono, 2003):


1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima
tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai
42%
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai
enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama
terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan
Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai
apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan
darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya
penyumbatan atau perdarahan otak (Madiyono, 2003; Sudoyo, 2006).
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya
pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah otak.
4. (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain
case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke
3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus
(Madiyono, 2003; Sinaga, 2008).
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tapi biasanya 24 jam. Satu
dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu
kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari
para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan
pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah
serangan pertama (Price, 2005).
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna
klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam
plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor
dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu
kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein
LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia
menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas
normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko
stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit
jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer
(2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%,
hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%
(Price, 2005).
7. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat
badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal
BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2
selebihnya adalah obesitas.
8. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah
sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan
merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali (Sinaga,
2008).
5. PATOFISIOLOGI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagai neuron berbeda-
beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat
tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per
100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak  adalah
700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu disalurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri
dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior,
selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum
posterior membentuk suatu sirkulus Willisi (Sinaga, 2008; Mardjono, 2010).
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu
di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih  terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses
yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahai otak diantaranya berupa (Price,
2005):
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya
kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai
darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur,
yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari stroke sangat beragan  tergantung dari arteri serebral
yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan cerebral manifestasi klinis yang sering
terjadi diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak penurunan kesadaran
gangguan penglihatan gangguan komunikasi sakit kepala dan gangguan
keseimbangan. Tanda gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal dan
mengenai satu sisi.
Menrut Masriadi (2016) tanda dan gejala stroke iskemik di hubungkan
dengan bagian artei yang terkena sebagai berikut :
a. Arteri karotis interna
 Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
 Gangguan sensori pada wajah tangan dan kaki
b. Arteri serebri anterior
 Paralisis pada kaki sisi yang berlawanan
 Gangguan sensori kaki an jari daerah yang berlawanan daerah
terkena
 Gangguan koknitif
 Inkontenensia uri
c.  Arteri cerebri posterior
 Gangguan kesadaran sampai koma
 Kerusakan memori
 Gangguan penglihatan
d. Arteri cerebri media
 Hemiplegi pada kedua ekstermitas
 Kadang kadang kebutaan
 Afasia global

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Neurologis dan Fisik
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan
1) Refleks hammer
2) Garputala
3) Kapas dan lidi
4) Penlight atau senter kecil
5) Opthalmoskop
6) Jarum steril
7) Spatel tongue
8) 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9) Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10) Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11) Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
12) Baju periksa
13) Sarung tangan

b. Pemeriksaan Saraf Kranial


1) Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-
bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.
Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau
menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm,
minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah
mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda
yang berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila
pertama melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan
mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama
kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic
disk (warna dan bentuk)
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva,
dan ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien
mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala
yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus
ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
refleks menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi
periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya,
minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan
mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan
ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan
weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat
apakah klien dapat mempertahankan posisi
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila
uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita
suara saat klien berbicara.

8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)


a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu
secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan
kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa
sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong
kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan
sisi yang lain

c. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal
medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang
agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a) Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap
sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi
dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi
dan ekstensi extremitas klien.
b) Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan
tangan.
c) Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
1: tidak ada kontraksi sama sekali.
2: kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3: cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
d. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang
lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena
pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus. Gejala
paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli
(tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness)
atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh
klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik
meliputi:
1) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2) Kapas untuk rasa raba.
3) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4) Garpu tala, untuk rasa getar.
5) Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c) Pen / pensil, untuk graphesthesia.

e. Pemeriksaan Fungsi Refleks


Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang
lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul
dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan
pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai
otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan
jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari
kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput
otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala
klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan
tidak terangkat.
Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi
pada
sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila
tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan
menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.

3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/
luas terjadinya perdarahan otak.
5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalahsistem karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat
menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk
metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan
dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber untuk
metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke
hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke
hemoragik
8. PENATALAKSANAAN STROKE
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
- Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
- Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan Utama Adalah Memperbaiki Aliran Darah Serebral:
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien tia.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

9. KOMPLIKASI
Menurut Brunner & Suddarth (2006) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai
berikut:
Komplikasi neurology yang terbagi menjadi :
1. Cacat mata dan cacat telinga
2. Kelumpuhan
3. Lemah
Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi :
1. Akibat neurology yang terbagi menjadi :
a. Tekanan darah sistemik meninggi
b. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
c. Oedema paru
d. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
e. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)
2. Akibat mobilisasi meliputi :
Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor,
deformitas, infeksi   traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot. 

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan
data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)

a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup
klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke
infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri
copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)

(g) Pola-pola fungsi kesehatan


 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
 Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
 Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes,
2000: 290)
 Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
 Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
 Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
 Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.

 Pola reproduksi seksual


Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
 Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

 Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
(h) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.
Merokok merupakan faktor resiko.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999,
Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan radiologi
(b) Pemeriksaan laboratorium

DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1 Diagnosa Keperawatan : Penurunan kapasitas adaptif intrakranial


Luaran : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
diharapkan kapasitas adaptif intrakranial meningkat
dengan kriteria:
Kriteria 1 2 3 4 5
Tingkat kesadaran
Tekanan darah

tekanan nadi MAP

Respon pupil
Intervensi : 1) Menejemen peningkatan tekanan intrakranial

Observasi
˗ Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
˗ Monitor tekanan darah (MAP)
˗ Monitor status pernafasan
˗ Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
˗ Minimalkan stimulus dan menyediakan lingkungan
yang tenang
˗ Berikan posisi semi fowler
˗ Cegah terjadinya kejang
˗ Hindari pemberian cairan IV hipotonik
˗ Pertahankan suhu tubuh normal

2) Pemantauan tekanan intracranial

Observasi
˗ Monitor peningkatan tekanan darah
˗ Monitor pelabaran tekanan nadi
˗ Monitor frekwensi jantung
˗ Monitor ireguleritas irama nafas
˗ Monitor penurunan tingkat kesadaran
˗ Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon
pupil

Edukasi
˗ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
˗ Informasikan pemantauan

2 Diagnosa Keperawatan : Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis


serebral
Luaran : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
status menelan membaik dengan kriteria hasil :
Kriteria 1 2 3 4 5
Reflek menelan
Usaha menelan

Intervensi : Pemberian makanan enteral


Observasi
˗ Periksa posisi NGT
˗ Monitor residu lambung

Terapeutik
˗ G
unakan teknik bersih dalam pemberian makanan
via selang
˗ Be
rikan tanda pada selang untuk mempertahankan
lokasi yang tepat
˗ Ti
nggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama
pemberian makan
˗ Uk
ur residu sebelum pemberian makanan

Edukasi
˗ Jelaskan tujuan dan
langkah-langkah prosedur

Kolaborasi
˗ Ko
laborasi pemilihan jenis dan jumlah
˗

3 Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan diri: mandi berhubungan


dengan kelemahan dan gangguan neuromuskular

Luaran : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan


perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil:
1) Verbalisasi keinginan untuk melakukan perawatan
diri meningkat
2) Kemampuan mandi meningkat
Kriteria 1 2 3 4 5
Kerusakan lapisan
kulit

Intervensi : 1) Dukungan perawatan diri


Observasi :
˗ Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
sesuai usia
˗ Monitor tingkat kemandirian
˗ Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
berpakaian
Terapeutik :
˗ Sediakan lingkungan yang terapeutik (suasana
hanga, rileks, privasi)
˗ Siapkan keperluan pribadi
˗ Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri

2) Dukungan Perawatan Diri:Mandi:


Observasi:
˗ Identifikasi usia dan budaya dalam membantu
kebersihan diri
˗ Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
˗ Monitor kebersihan tubuh
˗ Monitor integritas kulit

Terapeutik:
˗ Sediakan peralatan mandi
˗ Fasilitasi menggosok gigi sesuai kebutuhan
˗ Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
˗ Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
Edukasi:
- Ajarkan keluarga cara memandikan

4 Diagnosa Keperawatan : Risiko Jatuh


Luaran : Setelah dilakukan intervensi tingkat risiko jatuh
menurun dengan kriteria hasil :

Kriteria 1 2 3 4 5
Jatuh dari tempat tidur
menurun

Jatuh saat
dipindahkan

Intervensi : 1) Pencegahan jatuh


Observasi :

˗ Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap


shift atau sesuai dengan kebijakan institusi
˗ Identifikasi fator lingkungan yang meningkatkan
resiko jatuh
˗ Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala

Terapeutik:

˗ Orientasi ruangan pada pasien dan keluarga


˗ Pastikan roda tempat tidur dalam keadaan
terkunci
˗ Pasang handrall tempat tidur
˗ Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
˗ Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan
pasien
Edukasi:

˗ Anjurkan memanggil perawat jika


membutuhkan bantuan untuk berpindah
˗ Anjurkan cara menggunakan bel pemanggil
untuk memanggil perawat

5 Diagnosa Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik


Luaran : Setelah dilakukan intervensi kemampuann dalam gerak
fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
meningkat dengan kriteria hasil :

Kriteria 1 2 3 4 5
Pergerakan
ektremitas

Kekuatan otot

Rentang gerak (ROM)


Intervensi : Manajemen Program Latihan
Observasi :

˗ Identifikasi pengetahuan dan pengalaman aktivitas


fisik sebelumnya
˗ Identifikasi aktifitas
˗ Identifikasi kemampuan pasien beraktivitas
˗ Monitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah latihan

Terapeutik:

˗ Memotivasi untuk memulai/melanjutkan aktivitas fisik


˗ Memotivasi menjadwalkan aktivitas fisik dari regular
menjadi rutin
˗ Berikan infomcement jika aktivitas sesuai dengan
jadwal yang telah di tentukan bersama
˗ Libatkan keluarga dalam merencanakan dan
memelihara program aktivitas

Edukasi:

˗ Jelaskna manfaat aktivitas


˗ Ajarkan teknik latihan sesuai kemampuan
˗ Ajarkan menghindari cedera saat melakukan aktivitas
fisik

6 Diagnosa Keperawatan : Gangguan Rasa Nyaman


Luaran : Setelah dilakukan intervensi status kenyaman meningkat
dengan kriteria hasil :

Kriteria 1 2 3 4 5
Kesejahteraan fisik

Kesejahteraan
psikologis

Perawatan sesuai
kebutuhan

rileks

Intervensi : Pengaturan posisi


Observasi :

˗ Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah


mrngubah posisi

Terapeutik:

˗ Tempatkan pada posisi terapeutik


˗ Atur posisi tidur yang di sukai (jika tidak
kontraindikasi)
˗ Atur posisi untuk mengurangi sesak
˗ Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
˗ Hindari posissi yang dapat meningkatkan nyeri
˗ Ubah posisi setiap 2 jam

Edukasi:

˗ Komunikasikan saat akan di lakukan perubahan


posisi
˗ Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan
mekanika tubuh yang baik selama melakukan
perubahan posisi

7 Diagnosa Keperawatan : Ketidak Berdayaan


Luaran : Setelah dilakukan intervensi keberdayaan meningkat
dengan kriteria hasil :

Kriteria 1 2 3 4 5
Verbalisasi frustasi
ketergantungan pada
orang lain

Perasaan di asingkan

Pernyataan rasa malu

perasaan tertekan

Intervensi : Promosi koping


Observasi :

˗ Identifikasi kegiatan jangka pendek dan panjang


sesuai tujuan
˗ identifikasi kemampuan yang dimiliki
˗ identifikasi pemahaman tentang proses penyakit
˗ identifikasi dampak situasi trrhadap peran dan
hubungan
˗ identifikasi metode pemecahan masalah
˗ identifikasi kebutuhan dan kenginginan terhadap
dukungan sosial
Terapeutik:

˗ diskusikan perubahan peran yang di alami


˗ fasilitasi dalam memperoleh informasi yang di
butuhkan
˗ motivasi dalam melakukan kegiatan social
˗ motivasi mengidentifikasi sumber pendukung yang
tersedia
˗ perkenalkan dengan orang atau kelompok yang
berhasil mengalami hal yang berhasil mengalami
pengalaman yang sama
Edukasi:

˗ anjurkan penggunaan sumber spiritual


˗ anjurkan mengungkapkan perasaan dan depresi
˗ anjurkan keluarga terlibat
˗ latihan keterampilan social
˗ latihan mengembangkan penilaianobjektif

8 Diagnosa Keperawatan : Gangguan Komunikasi Verbal


Luaran : Setelah dilakukan intervensi komunikasi verbal
meningkat dengan kriteria hasil :

Kriteria 1 2 3 4 5
Kemampuan
berbicara

Kontak mata
Intervensi : Promosi koping
Observasi :

˗ monitor kecepatan, tekanan, kualitas, volume, dan


diksi bicara
˗ monitor proses koknitif, anatomis, dn fisiolagis yang
berkaitan dengan bicara
˗ identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai
bentuk komunikasi
Terapeutik:

˗ gunakan metode komunikasi alternative


˗ sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
˗ modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
˗ ulangi apa yang di sampaikan pasien
˗ berikan dukungan psikologis
˗ gunakan juru bicara (jika perlu)
Edukasi:

˗ anjurkan berbicara perlahan


˗ ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif,
anatomis, dan fisiolagis yang berhubungan dengan
kemampuan bicara
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC
LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S


DENGAN CVA TROMBOSIS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Penugasan Individu Departemen Medikal

Disusun Oleh:
Muhammad Syaifulloh Mahdzur
NIM. 190070300011049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
JURUAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN


Nama Mahasiswa : Muhammad Syaifulloh Mahdzur Tempat Praktik : Unit Stroke
NIM : 190070300011049 Tgl. Praktik : 16.03. 2020

B. IdentitasKlien
Nama : Ny. S No. RM : xxxxxxx

Usia : 65 tahun Tanggal masuk : 14.03.202012.00

Jeniskelamin : Perempuan Jam masuk RS : 12.00

Alamat : kedungkandang Jam pengkajian : 16.03.202009.00

Status pernikahan :Menikah Sumber infromasi : Keluarga

Agama :Islam Keluarga dekat : Nn.A

Suku :Jawa Status hubungan : Cucu

Pendidikan : SD Alamat : Malang

Pekerjaan : tidak bekerja Pendidikan :SMA

Lama bekerja :- Pekerjaan : Siswa

No. Telepon :tidak terkaji No. Telepon : tidak terkaji

C. Status kesehatanSaat Ini


1. Keluhan utama saat pengkajian : Lemah pada tangan dan kaki kiri, bicara pelo

2. Lama keluhan : 2 hari

3. Kualitas keluhan : Menetap sampai pasien tidak mampu melakukakan aktvitas fisik

4. Faktor pencetus : Saat selesai aktivitas

5. Faktor pemberat : Penderita hipertensi 4 tahun

6. Upaya yang telah dilakukan : Pasien melakukan pengecekan kesehatan di bidan


desa pada 27.02.2020 tetapi tidak kunjung sembuh

7. Diagnosa Medis : CVA Trombosis

D. Riwayat Kesehatan Saat Ini


Keluarga mengatakan bahwa pada tanggal 27.02.2020 pasien tidak dapat melakukan
aktivitas seperti biasanya , hanya tidur dan makan minum serta toileting ditrempat tidur. Klien
juga tidak berbicara seperti biasnya, sehingga keluarga membawa klien di bidan desa untuk
dilakukan pengobatan. Pada 14.03.2020 keluarga mengatakan klien tidak kunjung membaik
sehingga dilakukan pengobatan di RST untuk lebih lanjut. Setelah di IGD dilakukan
penatalaksanaan dan foto CT scan klien di bawa ke ruang ICU unit Stroke untuk perawatan
lebih lanjut. Pada saat pengkajian keadaan umum pasien lemah, Kateter, Infus. TTV: 170/70
mmhg, N: 70x/mnt, RR: 24x/mnt GCS 456 kesadaran CM. pasien masih belum bicara lancar
dan masih pelo, keluarga pasien mengatakan pasien kesulitan berbicara sejak hari sabtu
padahal sebelumnya pasien berbicara normal. Keluarga mengatakan pasien tidak melakukan
aktivitas dan sukar berbicara sejak sabtu, riwayat hipertensi 4 tahun dan mulai pengobatan 1
tahun tetpai tidak rutin. Pasien tampak mengalami kelemahan otot ekstermitas 2/4/2/4. Score
risiko jatuh menggunakan morse fall scale dengan skore 60 (risiko tinggi).

E. Riwayat KesehatanTerdahulu
˗ Penyakit yang pernah dialami
a. Kecelakaan : Tidak pernah
b. Operasi (jenis&waktu): Tidak pernah
c. Penyakit:
 Kronis : Menderita hipertensi yang diketahui sejak 4 tahun lalu terkontrol
1 tahun
 Akut : -
˗ Terakhir masuki RS : Tidak pernah
˗ Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Tipe Reaksi Tindakan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

˗ Imunisasi:Tidak terkaji
() BCG () Hepatitis
() Polio () Campak
() DPT ()

˗ Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok Tidak pernah
Kopi 1 kali dalam 2 hari 1 gelas sejak muda
Alkohol Tidak pernah Tidak ada Tidak ada
( merokok dan minum kopi sudah berhenti sejak satu tahun yang lalu)
˗ Obat – obatan: -
Jenis Lamanya Dosis

Amlodipine 1 tahun Tidak teratur

F. Riwayat Keluarga
Ayah dan ibu klien telah meninggal karena sakit tetapi tidak tau sakit apa, klien menderita CVA Jantung
dan HT, suami klien menderita sakit jantung dan telah meninggal, sedangkan anak klien
menderita diabetes mellitus
GENOGRAM

65 th

Keterangan:
: Laki-laki : Pasien/ Klien
: Perempuan : Menikah
: Tinggal satu rumah : Meninggal
: Hubungan anak kandung

G. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan

 Kebersihan Keluarga/anak mengatakan rumah bersih

 Bahaya Keluarga mengatakan tidak ada risiko


kecelakaan kecelakaan

 Polusi Keluarga mengatakan tidak ada polusi


 Ventilasi Keluarga mengatakan jendela dibuka setiap
hari, kamar yang ditempati klien terdapat
jendela dan ventilasi.

 Pencahayaan Keluarga mengatakan cahaya dapat masuk


ke rumah. Klien bisa membedakan siang
dan malam dari dalam rumah.

H. Pola Aktifitas-Latihan
Jenis Rumah RumahSakit

 Makan/minum 0 1 dibantu alat

 Mandi 0 3 dibantu 2 perawat

 Berpakaian/berdandan 0 2 dibantu perawat

 Toileting 0 1 terpasang kateter

 Mobilitas ditempat tidur 0 2 dibantu perawat

 Berpindah 0 Klien bedrest

 Berjalan 0 Klien bedrest

 Naik tangga 0 Klien bedrest

PemberianSkor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain (1 orang) , 3 = dibantu orang
lain (> 1 orang), 4 = tidak mampu ( sumberdata dari wawancara dengan anak klien)

I. Pola Nutrisi Metabolik


Jenis Rumah Rumah Sakit

 Jenis diit/makanan Tidak teratur Susu cair

 Frekuensi/pola 2-3x/hari 3x/hari

 Porsi yang dihabiskan Tidak habis 1-2 gelas

 Komposisi menu Nasi,sayur, buah Susu

 Pantangan Tidak ada -

 Nafsu makan baik Turun

 Fluktuasi BB 6bln terakhir

 Jenis minuman Air putih, kopi, dan teh Air putih & susu

 Frekuensi/pola 3-5 kali/hari 1-2 kali/hari

 Gelas yang dihabiskan 4-5 gelas 1-2 gelas


 Sukar menelan Tidak ada Ya (padat)

 Pemakaian gigi palsu ya Tidak ada

 Rwt peyembuhan luka lama Tidak ada Tidak ada

J. Pola Eliminasi
Jenis Rumah Rumah Sakit

BAB

 Frekuensi/pola 1-2 kali/hari Belum BAB

 Konsistensi Lembek Tidak ada

 Warna dan bau Khas feses Tidak ada

 Kesulitan Tidak ada Tidak ada

 Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada

BAK

 Frekuensi/pola >5 kali/hari Terpasang kateter

 Konsistensi Cair jernih Cair

 Warna dan bau Khas urine Khas urine

 Kesulitan Tidak ada Iommobilitas

 Upaya mengatasi Tidak ada Kateter

K. Pola Tidur-Istirahat
Jenis Rumah Rumah Sakit

Tidur siang

 Lamanya 1-2 jam Hari 1 perawatan dirs

 Jam .... s/d .... 12.00-14.00 Tidak pasti


 Kenyamanan setelah tidur cukup

Tidur malam

 Lamanya 7-8 jam 6-7 jam

 Jam .... s/d .... 21.00 – 05.00 23.00 – 05.00

 Kenyamanan setelah tidur cukup Cukup

 Kebiasaan sebelum tidur Tidak ada Tidak ada

 Kesulitan - Tidak ada Tidak ada

 Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada

L. Pola Kebersihan Diri


Jenis Rumah Rumah Sakit

 Mandi/frekuensi 2x/hari Diseka

 Penggunaan sabun + +

 Keramas/frekuensi 1x/2-3 hari Belum keramas

 Penggunaan shampoo +

 Gosok gigi/frekuensi 2x/hari Belum gosok gigi

 Penggunaan odol +

 Ganti baju/frekuensi 2-3x/hari 2 x/ hari

 Memotong kuku/frekuensi 1x/minggu Belum potong kuku

 Kesulitan Tidak ada Hambatan mobilitas fisik

 Upaya yang dilakukan Tidak ada Dibantu perawat

M. Pola Toleransi-KopingStres
1. Pengambilan keputusan:(√)sendiri (√) dibantu orang lain, sebutkan: anak cucu
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan diri, dll):
BPJS Kesehatan
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: berdo’a dan diskusi dengan kel
4. Harapan setelah menjalani perawatan: segera pulang dan tidak terjadi kekambuhan
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: berubahnya cara melakukan ibadah karena
menggunakan alat medis dan badan yang lemas.
N. Konsep Diri
1. Gambaran diri: tidak terkaji
2. Ideal diri: tidak terkaji
3. Harga diri: tidak terkaji
4. Peran: tidak terkaji
5. Identitas diri: tidak terkaji

O. Pola Peran&Hubungan
1. Peran dalam keluarga: sebagai ibu dan nenek
2. Sistem pendukung: anak dan cucu
3. Kesulitan dalam keluarga:
( - ) Hub. dengan orang tua ( - ) Hub.dengan pasangan
( - )Hub. dengan sanak saudara ( - ) Hub.dengan anak
( - ) Lain-lain sebutkan, Tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada
masalah saat dirumah sakit
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: tidak ada

P. Pola Komunikasi
˗ Bicara: () Normal (  ) Bahasa utama:Madura
( ) Tidak jelas ( ) Bahasa daerah:Madura

( ) Bicaraberputar-putar ( ) Rentang perhatian:Adekuat

( ) Mampu mengerti pembicaraan orang lain( ) Afek:Adekuat

˗ Tempat tinggal:
() Sendiri
( ) Kos/asrama
(√) Bersama anak pertama dan keluarga
˗ Kehidupankeluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan& agama yg dianut: Penganut islam taat
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 ( ) Rp. 1 juta – 1.5 juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 ( ) Rp. 1.5 juta – 2 juta

( ) Rp. 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta


Q. Pola Seksualitas
˗ Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: ( ) tidak ada () tidak terkaji
˗ Upaya yang dilakukan pasangan:
( ) perhatian ( )sentuhan ( )lain-lain, seperti:

R. Pola Nilai &Kepercayaan


˗ ApakahTuhan, agama,kepercayaan penting untuk Anda: keluarga mengatakan saat sebelum
sakit klien taat beribadah
˗ Kegiatan agama/kepercayaan yg dilakukan dirumah (jenis&frekuensi): sholat dan mengaji
˗ Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: sholat
˗ Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: tidak terkaji
˗
S. PemeriksaanFisik
Keadaan Umum:lemah, tepasang kateter dan infuse pada tangan
 Kesadaran:composmetis GCS 4.4.6
 Tanda-tanda vital:- Tekanan darah :170/ 70mmHg - Suhu :36,5oC
- Nadi :76 x/menit - RR :24x/menit

 Tinggi badan: 145 cm


 Berat Badan:49kg
2. Kepala & Leher
a. Kepala :
 Bentuk :simetris
 Massa:tidak ada………………………….
 Distribusi rambut merata, warna hitam putih:………………………….
 Warna kulit kepala : putih kecoklatan………………………….
 Keluhan : tidak ada ………………………………..
b. Mata:
 Bentuk:simetris
 Konjungtiva:tidak anemis .
 Pupil : ( +) reaksi terhadap cahaya ( +)isokor ( ) miosis ( )pin point ( )midriasis
 Tanda radang :tidak ada………………………….
 Fungsi penglihatan : () baik ( v ) kabur
 Penggunaan alat bantu : ( ) ya ( ) tidak
c. Hidung:
 Bentuk :Simetris ………………………….
 Warna:tidak sianosis………………………….
 pembengkakan:tidak ada………………………….
 Nyeri tekan:tidak ada………………………….
 pendarahan:tidak ada………………………….
 sinus:tidak ada………………………….
d. Mulut & tenggorokan:
 Warna bibir:kemerahan tidak sianosis………………………….
 mukosa:kering………………………….
 ulkus:tidak ada………………………….
 lesi:tidak ada………………………….
 Massatidak ada:………………………….
 Warna lidah:merah keputihan………………………….
 Perdarahan gusi:tidak ada………………………….
 karies:tidak ada………………………….
 Gangguan bicara:pelo………………………….
e. Telinga:
 Bentuk:simetris………………………….
 Warna :kecoklatan………………………….
 Lesi:tidak ada………………………….
 Massa: tidak ada ………………………….
 Nyeri: tidak ada ………………………….
 Nyeri tekan: tidak ada ………………………….
f. Leher:
 Kekakuan: tidak ada ………………………….
 Benjolan / massa : tidak ada :………………………….
 Vena junggulris:tidak ada bendungan………………………….
 Nyeri: tidak ada ………………………….
 Nyeri tekan: tidak ada ………………………….
 Keterbatasan gerak: tidak ada ………………………….
 Keluhan lain: tidak ada ………………………….

3. Thorak & Dada:

 Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak pada dada sebelah kiri
Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V medial line midclavicularis sinistra

Perkusi: Terdengar dullness/pekak dari batas, yaitu:

 Kanan atas : ICS 2 ± 2 cm linea sternalis dekstra


 Kiri atas : ICS 2 ± 2 cm dari linea sternalis sinistra
 Kanan bawah : ICS 4 ± 4 cm linea sternalis dekstra,
 Kiri bawah : ICS 5 ± 7 cm midclavicula dari linea sternalis dekstra
Auskultasi: bj I dan bj II tunggal

 Paru
Inspeksi: Bentuk dada terlihat normal, terlihat retraksi dinding dada, pergerakan
dinding dada kiri dan kanan terlihat simetris

Palpasi: Tidak teraba adanya massa, tidak ada nyeri tekan

Perkusi: Terdengar sonor dari pada semua lapang paru

Auskultasi: Suara nafas terdengar vesikuler, Ronchi (-), wheezing (-)

4. Payudara & Ketiak


 Benjolan / massa tidak ada:………………………….
 Bengkak: tidak ada ………………………….
 Nyeri: tidak ada ………………………….
 Nyeri tekan: tidak ada ………………………….
 Kesimetrisan :simetris………………………….

5. Punggung & Tulang Belakang

I : tidak terlihat kelainan tulang belakang

P : tidak teraba adanya massa pada punggung, tidak


terdapat nyeri tekan

6. Abdomen

 Inspeksi: tidak terdapat luka, acites, sipernavy


 Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan di seluruh kuadrant abdomen
 Perkusi: timpani diseluruh lapang abdomen
 Auskultasi: peristaltik 6x/menit

7. Genetalia & Anus

I : tidak terkaji
8. Ekstermitas
 Ekstrimitas Atas: warna kulit sawo matang, Kekuatan otot tangan ka.4/ ki.2.
 Ekatrimitas Bawah: warna sawo matang, simetris. Kekuatan otot kaki ka.4/ ki.2,edema -
/-

9. Sistem Neorologi
Kesadaran pasien kompos mentis, GCS 456
Reflek fisiologis:refleks patela normal, reflek otot bisep trisep normal
Reflek patologis : -

 Syaraf I: klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan sabun
 Syaraf II: klien mampu melihat obyek dari arah depan , samping kanan dan kiri, serta
mengikuti pergerakan tangan pemeriksa dari atas ke bawah
 Syaraf III, IV, VI: tidak ada edema di palpebra, tidak ada ptosis di kelopak mata
 Syaraf V: sensor nyeri normal, klien mampu mengunyah makanan lunak walaupun
lama , minum dengan sedotan dari botol
 Syaraf VII: mampu merasakan rasa manis, pada saat tersenyum bibir tidak simetris
 Syaraf VIII: tditemukan penurunan pendengaran
 Syaraf IX, X Klien mampu menelan makanan lunak dan minum dalam posisi tidur
tanpa tersedak
 Syaraf XI: Gerakan bahu pada posisi tidur normal
 Syaraf XII: Lidah simetris, tidak terdapat defiasi pada satu sisi, indra pengecapan
normal

10. Kulit& Kuku


a. Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit <2 detik, tidak pucat,
b. Kuku : Kuku klien bersih, tidak pucat, CRT < 2 detik
T. Hasil Pemeriksaan Penunjang

JenisPemeriksaan

Hasil Satuan Nilai Rujukan

Tanggal 14.03.2020

Hematologi

Hemoglobin 11,3 g/dL 14,4-17,5

Leukosit 9130 103/ µL 4000-10000

Trombosit 301000 103/ µL 150- 450

PCV 34,1 % 40 - 50

GDA 98 mg/dl < 125

Faal Ginjal

Ureum 95 Mg/dl 14-15

Kreatinin 1,29 Mg/dl 0,7-1,4

Elektrolit

Na 134,2 mmol/l 135-155

K 3,57 mmol/l 3,6 – 5,5

Cl 99.3 mmol/l 98 - 107

Hasil CT Scan CVA


Trombosis
MORSE FALL SCALE

No Skala
Pengkajian Nilai Keterangan
. Tidak Ya

1. Riwayat jatuh: Pernah


0 25 25
Apakah pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir

2. Diagnosa sekunder:
Apakah memiliki lebih dari satu diagnose 0 15 15 Hipertensi
penyakit?

3. Alat bantu jalan:


0
- Bed rest/ dibantu perawat
15 0
- Kruk/ tongkat/ walker
30
- Berpegangan pada benda-benda
sekitar
4. Terapi intravena: Terpasang
0 20 20
Apakah saat ini terpasang infus? IV line

5. Gaya berjalan/ cara berpindah:


0
- Normal / bed rest/ immobile (tidak
dapat bergerak sendiri) 0
10
- Lemah (tidak bertenaga)
20
- Gangguan/ tidak normal
(pincang/diseret)
6. Status mental:
0 0
- Menyadari kondisi dirinya
15
- Mengalami keterbatasan daya ingat
Total Nilai 60

RisikoRendah 0 - 24 RisikoSedang 25 - 45 Risiko Tinggi >45

U. Terapi
♦ Infus D10% 20 tpm
♦ Citikolin inj 2x 250 mg
♦ CPG 1x75
♦ Simvastatin 0-0-1

V. Persepsi KlienTerhadap Penyakitnya


Tidak terkaji karena ada keterbatasan klien dalam komunikasi verbal
W.Kesimpulan
Klien mengalami masalah keperawatan Penurunan kapasitas adaptif intrakranial, hambatan
mobilitas fisik, risiko jatuh dan defisit perawatan diri

X. Perencanaan Pulang.
 Tujuan pulang: ke rumah klien
 Transportasi pulang: mobil
 Dukungan keluarga: dukungan anak cucu
 Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: biaya ditanggung BPJS
 Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang:perawatan diri dapat dilaksanakan klien
dibantu keluarga
 Pengobatan:Mendapat terapi dari dokter spesialis penyakit dalam dan saraf
 Rawat jalanke: Poliklinik Penyakit Dalam dan saraf
 Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: diet rendah garam, pengurangan aktifitas fisik
sesuai keadaan.
ANALISIS DATA

Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan

1. Subyektif: Factor pencetus hipertensi 4 Penurunan


tahun kapasitas adaptif
 Keluarga mengatakan sejak
↓ intrakranial
14.03,2020 pasien tidak
Terdapat bekuan darah/udara
melakukan aktivitas dan
lipid
komunikasi seperti biasanya

Meenyumbat pembuluh darah
Obyektif:

 T: 170/70 mm Hg Penurunan kapasitas adiptif
 N: 70x/mnt intrakranial
 Hasil CT scan: infark akut
dikapsula limb anterior
kiri, nucleus lentiformis
kiri , corona radiate kiri
dan senile brain atropy
 Riwayat HT 4 tahun lalu
 Bicara pelo
 Kelemahan anggota
gerakn atas bawah
sebelah kiri
Hambatan Mobilitas
2. Data Subyektif: Kerusakan pada persyarafan Fisik
Klien mengatakan badannya ↓
terasa lemas Gangguan keseimbangan dan
Data Obyektif: koordinasi

 Keadaan umum klien lemah,
Penurunan kemampuan
tampak berbaring, terpasang
berjalan dan bergerak
infus, kateter

 Kekuatan otot
Hambatan Mobilitas Fisik

2 4
2 4

 GCS: 4-4-6
 CT scan: CVA Trombosis
 Klien tidak dapat melakukan
pergerakan sesuai dengan
arahan perawat
 Kesadaran: compos mentis

GCS:4-4-6

Risiko Jatuh
3. Data Subyektif: Kerusakan pada persyarafan

 Klien mengatakan
Gangguan keseimbangan dan
badannya terasa lemas
koordinasi

Data Obyektif:
Penurunan kemampuan
 Keadaan umum klien berjalan dan bergerak
lemah, tampak ↓
berbaring, terpasang Hambatan Mobilitas Fisik
infus , kateter ↓
 Kekuatan otot Risikojatuh

2 4

2 4

 Score risiko jatuh


menggunakan Morse
Fall Scale: 60
 CT scan: CVA
Trombosis
 Klien tidak dapat
melakukan pergerakan
sesuai dengan arahan
perawat
 Kesadaran: compos
mentis
 GCS:4-5-6

4. Data Subyektif Kerusakan pada persyarafan Defisit perawatan


otak diri
 Keluarga mengatakan

pasien masih lemah dan
Penurunan kemampuan
butuh banyak bantuan
dalam koordinasi gerak
untuk personal hygine

(mandi, ganti baju & makan)
Tidak mampu ADL mandiri
Data Obyektif

 Pasien bed rest
Defisit perawatan diri
 Risiko jatuh tinggi
 Tidk bias memenuhi ADL
mandiri
 Kekuatan otot 3/3/4/4
 Ct scan CVA Trombosis
DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN

(Berdasarkan prioritas)

Ruang : US

Nama Pasien : Ny. S

Diagnosa : CVA

No. TANGGAL TANGGAL TANDA


DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Dx MUNCUL TERATASI TANGAN
1. 16/03/2020
Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d
edema cerebral (stroke hemoragik) d.d pasien
lemah separuh badan kiri

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


gangguan neurovaskular, penurunan kekuatan
2. 16/03/2020
otot, penurunan kendali otot dibuktikan dengan
keterbatasan rentang gerak, penurunan
kemampuan melakukan motorik kasar

3. 16/03/2020
Defisit perawatan diri b.d kelemahan dan
gangguan neuromuskular d.d ketidakmampuan
untuk mandi secara mandiri

4. 16/03/2020 Risiko jatuh dibuktikan dengan penurunan


kekuatan otot dan hambatan mobilitas, nilai
Morse Fall Scale: 60
Intervensi Keperawatan:

No. Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1 Penurunan Setelah dilakukan intervensi dalam waktu 3 hari kapasitas adaptif Menejemen peningkatan tekanan
kapasitas adaptif intrakranial meningkat, dengan kriteria intrakranial
intrakranial b.d Observasi
edema cerebral MAP sistolik >180 171- 161-170 151-160 130-15- ˗ Monitor tanda dan gejala
membaik 180
(stroke hemoragik) peningkatan TIK
d.d pasien lemah
˗ Monitor tekanan darah (MAP)
separuh badan kiri MAP >110 101- 91-100 81-90 60-80
diastolic 11-
membaik ˗ Monitor status pernafasan
Parase 1 2 3 4 5
ekstermitas ˗ Monitor intake dan output cairan
(kekuatan
otot)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dan
menyediakan lingkungan yang
tenang

2. Berikan posisi head up 300

3. Cegah terjadinya kejang

4. Hindari pemberian cairan IV


hipotonik
5. Pertahankan suhu tubuh normal

Pemantauan tekanan intrakranial


Observasi
1. Monitor peningkatan tekanan
darah

2. Monitor pelabaran tekanan nadi

3. Monitor frekuensi jantung

4. Monitor ireguleritas irama nafas

5. Monitor penurunan tingkat


kesadaran

6. Monitor perlambatan atau


ketidaksimetrisan respon pupil

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

2. Informasikan pemantauan jika


perlu

2 Hambatan Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam mobilitas fisik meningkat, Dukungan Ambulasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut:
mobilitas fisik
Observasi:
berhubungan Pergerakan Diam berges Melakukan Dapat Dapat 1. Identifikasi adanya nyeri atau
ekstremitas er rom aktiv duduk berjalan keluhan fisik lainnya
dengan gangguan meningkat
sendiri sendiri 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
neurovaskular, ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan
penurunan
tekanan darah sebelum memulai
kekuatan otot, Kekuatan 1 2 3 4 5 ambulasi
otot 4. Monitor kondisi umum selama
penurunan kendali meningkat
melakukan ambulasi
Rentang tidak rom Melakukan Melakuk Melakukan
otot dibuktikan gerak melakukan pasif rom an rom rom aktiv
(ROM) Terapeutik:
dengan rom dengan dengan
meningkat 1. Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan
keterbatasan bantuan keluarga alat bantu
medis 2. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik
rentang gerak,
jika perlu
penurunan 3. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
kemampuan Kelemahan k/u buruk k/u k/u cukup k/u baik tidak ada
fisik ambulasi
lemah kelemahan
melakukan motorik menurun
fisik Edukasi:
kasar
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Anjurkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan misalnya berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda dll.
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari perawatan diri meningkat Dukungan perawatan diri
diri b.d kelemahan dengan kriteria hasil: Observasi :
dan gangguan
1 2 3 4 5 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
neuromuskular d.d Verbalisasi keinginan untuk Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri
ketidakmampuan perawatan diri sesuai usia
melakukan perawatan diri mampu >1 keluarga keluarga
untuk mandi
secara mandiri meningkat mandiri orang >1 orang (1 orang) 2. Monitor tingkat kemandirian
dan
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
perawat
kebersihan diri, berpakaian
Kemampuan mandi meningkat Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri Terapeutik :
mampu >1 keluarga keluarga 1. Sediakan lingkungan yang
mandiri orang >1 orang (1 orang)
terapeutik (suasana hangat rileks,
dan
perawat privasi)
2. Siapkan keperluan pribadi
Kemampuan diri pakaian Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri
3. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
meningkat mampu >1 keluarga keluarga
mandiri orang >1 orang (1 orang)
tidak mampu perawatan diri
dan Dukungan Perawatan Diri: Mandi
perawat Observasi:

1. Identifikasi usia dan budaya dalam


membantu kebersihan diri
2. Identifikasi jenis bantuan yang
dibutuhkan
3. Monitor kebersihan tubuh
4. Monitor integritas kulit
Terapeutik:

1. Sediakan peralatan mandi


2. Fasilitasi menggosok gigi sesuai
kebutuhan
3. Berikan bantuan sesuai tingkat
kemandirian
Edukasi:

1. Ajarkan keluarga cara


memandikan pasien, jika perlu

4 Risiko jatuh Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 24jam tingkat jatuh Pencegahan jatuh
dibuktikan dengan menurun dan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
1. Identifikasi factor risiko jatuh
penurunan Pernah pernah Risiko Risiko Risiko Terapeutik
Jatuh dari
kekuatan otot dan jatuh 2x jatuh 1 x tinggi sedang rendah
tempat tidur
jatuh jatuh jatuh 2. Hitung skala risiko jatuh (morse)
hambatan menurun.
3. Pasang handrall tempat tidur
mobilitas, nilai 4. Atur tempat tidur mekanis pada
Pernah pernah Risiko Risiko Risiko
Morse Fall Scale: Jatuh saat posisi terendah
jatuh 2x jatuh 1 x tinggi sedang rendah
duduk Dukungan mobilisasi
60 jatuh jatuh jatuh
menurun. Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri
Tidak dapat Rom pasif Rom aktif Rom 2. Identifikasi toleransi fisik
ROM
dapat bergerak dengan dengan aktiv melakukan kegiatan
meningkat
bergerak ringan bantuan bantuan mandiri
3. Monitor kondisi umum saat
mobilisasi
Terapeutik

4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi


dengan alat bantu handrall
5. Fasilitasi melakukan pergerakan

Edukasi

6. Menganjurkan mobilisasi dini


sederhana
ANALISIS INTERVENSI DENGAN

JURNAL

No Intervensi Rasional Jurnal Pendukung Isi Jurnal Screenshot Jurnal


dx
Keperawatan
2. Ajarkan teknik ROM berfungsi untuk Judul Jurnal : ROM memberikan
latihan Range Of
mencegah kontraktur Pengaruh Range of pengaruh yang
Motion
dan melatih Motion (ROM) pasif bermakna terhadapt
kemampuan gerak terhadap peningkatan peningkatan sudut
pada ekstremitas sudut rentang gerak retang gerak
ekstremitas atas ekstremitas atas
pasien stroke di RSUD pasien stroke. Latihan
Tujurejo Semarang rentang gerak pasca
Nama penulis : stroke dapat
Elisa Ling Dinanti, meningkatkan
Mugi Hartoyo, kemampuan gerak dan
Wulandari M fungsi. Latihan ROM
Jurnal : - dapat menimbulkan
Volume & No : - rangsangan sehingga
Tahun : 2015 dapat mengaktivasi
Halaman Jurnal : 6 proses kimiawi
neuromuscular dan
muskuler akan
meningkatkan
rangsangan pada serat
saraf otot ekstremitas
terutama saraf
parasimpatis yang
merangsang produksi
asetilcholin, sehingga
mengakibatkan
kontraksi.
2 Ajarkan teknik Judul Jurnal : Berdasarkan
latihan Range Of
Pengaruh pemberian penelitian ini terdapat
Motion
range of motion (ROM) pengaruh latihan ROM
pasif terhadap pasif terhdap
fleksibilitas sendi pada penignkatan rentang
lansia di panti sosial gerak sendi. Manfaat
tresna werda minaula dari latihan ROM pasif
kendari untuk memperbaiki
Nama penulis : toleransi otot untuk
Sahmad, Reni Yunus, latihan, meningkatkan
Andi Sarmawan massa otot dan
mengurangi
Jurnal : Jurnal kehilangan tulang.
kesehatan Malang Untuk ROM aktif, klien
Volume & No : 2 (2) dianjurkan untuk
Tahun :2016 melakukan gerakan
Halaman Jurnal : 93 sesuai yang sudah
diajarkan, hindari
perasaan
ketidaknyamanan saat
latihan dilakukan.
Gerakan dilakukan
secara sistematis
dengan urutan sama
dalam setiap sesi,
gerakan dilakukan tiga
kali dengan frekuensi
dua kali sehari

Anda mungkin juga menyukai