Oleh:
NIM. 190070300011049
MALANG
2020
LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh:
NIM. 190070300011049
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA TROMBOSIS
1. DEFINISI
Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis adalah stroke yang terjadi
karena adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak oleh karena adanya
gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik (pengerasan arteri). Stroke
karena trombosis ini merupakan stroke yang paling sering terjadi (hampir 40% dari
seluruh stroke). Plak aterosklerotik tersebut akan menyumbat suatu pembuluh darah
tertentu di otak yang pada akhirnya daerah otak yang seharusnya mendapat pasokan
oksigen dan nutrisi tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan oksien (iskemia) dan
akhirnya menjadi mati (infark). Plak aterosklerotik biasanya menyumbat pembuluh
darah besar di sekitar leher ataupun di dasar otak.
2. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderita
hipertensi (Ngoerah, 1991).Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara
permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini adalah jenis stroke
yang paling mematikan. Stroke hemoragik dibagi menjadi :
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai
di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll)
(Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam
TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina
dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme
otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh
sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri
yang mengarah ke otak dan karena embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung
atau arteri ekstrakranii (arteri yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan
sumbatan di satu atau beberapa arteri intrakranii (arteri yang ada di dalam
tengkorak). Gangguan darah, peradangan, dan infeksi merupakan penyebab
sekitar 5-10 persen terjadinya stroke hemoragi dan menjadi penyebab tersering
pada orang berusia muda (Mansjoer, 2000). Stroke iskemik dibagi menjadi :
a) Berdasarkan manifestasi klinis
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b) Berdasarkan Kausal:
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik
terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah
yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar
kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh
darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.
3. ETIOLOGI
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis. 40 %
kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses
aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar.
Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel
ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga
lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek danterjadi perdarahan.
2) Arteritis( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain).Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari
penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya
merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak
ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat
mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-
bagian yang sempit.Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi
pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi
suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam
subtansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).
4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Rismanto; Madiyono, 2003):
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan
hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002),
dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami
stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun
(Madiyono, 2003; Ritarwan, 2003).
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum
pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan
oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai
gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke
menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari
penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik tahun (Madiyono ,
2003; Utami, 2002).
3. Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah,
dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di
Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar 29,3% (Madiyono, 2003; Sinaga, 2008).
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Neurologis dan Fisik
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan
1) Refleks hammer
2) Garputala
3) Kapas dan lidi
4) Penlight atau senter kecil
5) Opthalmoskop
6) Jarum steril
7) Spatel tongue
8) 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9) Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10) Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11) Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
12) Baju periksa
13) Sarung tangan
3) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
1: tidak ada kontraksi sama sekali.
2: kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3: cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
d. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang
lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena
pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus. Gejala
paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli
(tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness)
atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh
klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik
meliputi:
1) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2) Kapas untuk rasa raba.
3) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4) Garpu tala, untuk rasa getar.
5) Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c) Pen / pensil, untuk graphesthesia.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan
jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari
kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput
otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala
klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan
tidak terangkat.
Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi
pada
sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila
tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/
luas terjadinya perdarahan otak.
5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalahsistem karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat
menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk
metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan
dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber untuk
metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke
hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke
hemoragik
8. PENATALAKSANAAN STROKE
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
- Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
- Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan Utama Adalah Memperbaiki Aliran Darah Serebral:
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien tia.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
9. KOMPLIKASI
Menurut Brunner & Suddarth (2006) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai
berikut:
Komplikasi neurology yang terbagi menjadi :
1. Cacat mata dan cacat telinga
2. Kelumpuhan
3. Lemah
Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi :
1. Akibat neurology yang terbagi menjadi :
a. Tekanan darah sistemik meninggi
b. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
c. Oedema paru
d. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
e. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)
2. Akibat mobilisasi meliputi :
Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor,
deformitas, infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup
klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke
infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri
copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
(h) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.
Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999,
Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan radiologi
(b) Pemeriksaan laboratorium
Respon pupil
Intervensi : 1) Menejemen peningkatan tekanan intrakranial
Observasi
˗ Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
˗ Monitor tekanan darah (MAP)
˗ Monitor status pernafasan
˗ Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
˗ Minimalkan stimulus dan menyediakan lingkungan
yang tenang
˗ Berikan posisi semi fowler
˗ Cegah terjadinya kejang
˗ Hindari pemberian cairan IV hipotonik
˗ Pertahankan suhu tubuh normal
Observasi
˗ Monitor peningkatan tekanan darah
˗ Monitor pelabaran tekanan nadi
˗ Monitor frekwensi jantung
˗ Monitor ireguleritas irama nafas
˗ Monitor penurunan tingkat kesadaran
˗ Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon
pupil
Edukasi
˗ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
˗ Informasikan pemantauan
Terapeutik
˗ G
unakan teknik bersih dalam pemberian makanan
via selang
˗ Be
rikan tanda pada selang untuk mempertahankan
lokasi yang tepat
˗ Ti
nggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama
pemberian makan
˗ Uk
ur residu sebelum pemberian makanan
Edukasi
˗ Jelaskan tujuan dan
langkah-langkah prosedur
Kolaborasi
˗ Ko
laborasi pemilihan jenis dan jumlah
˗
Terapeutik:
˗ Sediakan peralatan mandi
˗ Fasilitasi menggosok gigi sesuai kebutuhan
˗ Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
˗ Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
Edukasi:
- Ajarkan keluarga cara memandikan
Kriteria 1 2 3 4 5
Jatuh dari tempat tidur
menurun
Jatuh saat
dipindahkan
Terapeutik:
Kriteria 1 2 3 4 5
Pergerakan
ektremitas
Kekuatan otot
Terapeutik:
Edukasi:
Kriteria 1 2 3 4 5
Kesejahteraan fisik
Kesejahteraan
psikologis
Perawatan sesuai
kebutuhan
rileks
Terapeutik:
Edukasi:
Kriteria 1 2 3 4 5
Verbalisasi frustasi
ketergantungan pada
orang lain
Perasaan di asingkan
perasaan tertekan
Kriteria 1 2 3 4 5
Kemampuan
berbicara
Kontak mata
Intervensi : Promosi koping
Observasi :
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC
LAPORAN INDIVIDU
Disusun Oleh:
Muhammad Syaifulloh Mahdzur
NIM. 190070300011049
MALANG
2020
JURUAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
B. IdentitasKlien
Nama : Ny. S No. RM : xxxxxxx
3. Kualitas keluhan : Menetap sampai pasien tidak mampu melakukakan aktvitas fisik
E. Riwayat KesehatanTerdahulu
˗ Penyakit yang pernah dialami
a. Kecelakaan : Tidak pernah
b. Operasi (jenis&waktu): Tidak pernah
c. Penyakit:
Kronis : Menderita hipertensi yang diketahui sejak 4 tahun lalu terkontrol
1 tahun
Akut : -
˗ Terakhir masuki RS : Tidak pernah
˗ Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Tipe Reaksi Tindakan
˗ Imunisasi:Tidak terkaji
() BCG () Hepatitis
() Polio () Campak
() DPT ()
˗ Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok Tidak pernah
Kopi 1 kali dalam 2 hari 1 gelas sejak muda
Alkohol Tidak pernah Tidak ada Tidak ada
( merokok dan minum kopi sudah berhenti sejak satu tahun yang lalu)
˗ Obat – obatan: -
Jenis Lamanya Dosis
F. Riwayat Keluarga
Ayah dan ibu klien telah meninggal karena sakit tetapi tidak tau sakit apa, klien menderita CVA Jantung
dan HT, suami klien menderita sakit jantung dan telah meninggal, sedangkan anak klien
menderita diabetes mellitus
GENOGRAM
65 th
Keterangan:
: Laki-laki : Pasien/ Klien
: Perempuan : Menikah
: Tinggal satu rumah : Meninggal
: Hubungan anak kandung
G. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
H. Pola Aktifitas-Latihan
Jenis Rumah RumahSakit
PemberianSkor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain (1 orang) , 3 = dibantu orang
lain (> 1 orang), 4 = tidak mampu ( sumberdata dari wawancara dengan anak klien)
Jenis minuman Air putih, kopi, dan teh Air putih & susu
J. Pola Eliminasi
Jenis Rumah Rumah Sakit
BAB
BAK
K. Pola Tidur-Istirahat
Jenis Rumah Rumah Sakit
Tidur siang
Tidur malam
Penggunaan sabun + +
Penggunaan shampoo +
Penggunaan odol +
M. Pola Toleransi-KopingStres
1. Pengambilan keputusan:(√)sendiri (√) dibantu orang lain, sebutkan: anak cucu
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan diri, dll):
BPJS Kesehatan
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: berdo’a dan diskusi dengan kel
4. Harapan setelah menjalani perawatan: segera pulang dan tidak terjadi kekambuhan
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: berubahnya cara melakukan ibadah karena
menggunakan alat medis dan badan yang lemas.
N. Konsep Diri
1. Gambaran diri: tidak terkaji
2. Ideal diri: tidak terkaji
3. Harga diri: tidak terkaji
4. Peran: tidak terkaji
5. Identitas diri: tidak terkaji
O. Pola Peran&Hubungan
1. Peran dalam keluarga: sebagai ibu dan nenek
2. Sistem pendukung: anak dan cucu
3. Kesulitan dalam keluarga:
( - ) Hub. dengan orang tua ( - ) Hub.dengan pasangan
( - )Hub. dengan sanak saudara ( - ) Hub.dengan anak
( - ) Lain-lain sebutkan, Tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada
masalah saat dirumah sakit
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: tidak ada
P. Pola Komunikasi
˗ Bicara: () Normal ( ) Bahasa utama:Madura
( ) Tidak jelas ( ) Bahasa daerah:Madura
˗ Tempat tinggal:
() Sendiri
( ) Kos/asrama
(√) Bersama anak pertama dan keluarga
˗ Kehidupankeluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan& agama yg dianut: Penganut islam taat
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 ( ) Rp. 1 juta – 1.5 juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 ( ) Rp. 1.5 juta – 2 juta
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak pada dada sebelah kiri
Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V medial line midclavicularis sinistra
Paru
Inspeksi: Bentuk dada terlihat normal, terlihat retraksi dinding dada, pergerakan
dinding dada kiri dan kanan terlihat simetris
6. Abdomen
I : tidak terkaji
8. Ekstermitas
Ekstrimitas Atas: warna kulit sawo matang, Kekuatan otot tangan ka.4/ ki.2.
Ekatrimitas Bawah: warna sawo matang, simetris. Kekuatan otot kaki ka.4/ ki.2,edema -
/-
9. Sistem Neorologi
Kesadaran pasien kompos mentis, GCS 456
Reflek fisiologis:refleks patela normal, reflek otot bisep trisep normal
Reflek patologis : -
Syaraf I: klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan sabun
Syaraf II: klien mampu melihat obyek dari arah depan , samping kanan dan kiri, serta
mengikuti pergerakan tangan pemeriksa dari atas ke bawah
Syaraf III, IV, VI: tidak ada edema di palpebra, tidak ada ptosis di kelopak mata
Syaraf V: sensor nyeri normal, klien mampu mengunyah makanan lunak walaupun
lama , minum dengan sedotan dari botol
Syaraf VII: mampu merasakan rasa manis, pada saat tersenyum bibir tidak simetris
Syaraf VIII: tditemukan penurunan pendengaran
Syaraf IX, X Klien mampu menelan makanan lunak dan minum dalam posisi tidur
tanpa tersedak
Syaraf XI: Gerakan bahu pada posisi tidur normal
Syaraf XII: Lidah simetris, tidak terdapat defiasi pada satu sisi, indra pengecapan
normal
JenisPemeriksaan
Tanggal 14.03.2020
Hematologi
PCV 34,1 % 40 - 50
Faal Ginjal
Elektrolit
No Skala
Pengkajian Nilai Keterangan
. Tidak Ya
2. Diagnosa sekunder:
Apakah memiliki lebih dari satu diagnose 0 15 15 Hipertensi
penyakit?
U. Terapi
♦ Infus D10% 20 tpm
♦ Citikolin inj 2x 250 mg
♦ CPG 1x75
♦ Simvastatin 0-0-1
X. Perencanaan Pulang.
Tujuan pulang: ke rumah klien
Transportasi pulang: mobil
Dukungan keluarga: dukungan anak cucu
Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: biaya ditanggung BPJS
Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang:perawatan diri dapat dilaksanakan klien
dibantu keluarga
Pengobatan:Mendapat terapi dari dokter spesialis penyakit dalam dan saraf
Rawat jalanke: Poliklinik Penyakit Dalam dan saraf
Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: diet rendah garam, pengurangan aktifitas fisik
sesuai keadaan.
ANALISIS DATA
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
2 4
2 4
GCS: 4-4-6
CT scan: CVA Trombosis
Klien tidak dapat melakukan
pergerakan sesuai dengan
arahan perawat
Kesadaran: compos mentis
GCS:4-4-6
Risiko Jatuh
3. Data Subyektif: Kerusakan pada persyarafan
↓
Klien mengatakan
Gangguan keseimbangan dan
badannya terasa lemas
koordinasi
↓
Data Obyektif:
Penurunan kemampuan
Keadaan umum klien berjalan dan bergerak
lemah, tampak ↓
berbaring, terpasang Hambatan Mobilitas Fisik
infus , kateter ↓
Kekuatan otot Risikojatuh
2 4
2 4
(Berdasarkan prioritas)
Ruang : US
Diagnosa : CVA
3. 16/03/2020
Defisit perawatan diri b.d kelemahan dan
gangguan neuromuskular d.d ketidakmampuan
untuk mandi secara mandiri
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2 Hambatan Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam mobilitas fisik meningkat, Dukungan Ambulasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut:
mobilitas fisik
Observasi:
berhubungan Pergerakan Diam berges Melakukan Dapat Dapat 1. Identifikasi adanya nyeri atau
ekstremitas er rom aktiv duduk berjalan keluhan fisik lainnya
dengan gangguan meningkat
sendiri sendiri 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
neurovaskular, ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan
penurunan
tekanan darah sebelum memulai
kekuatan otot, Kekuatan 1 2 3 4 5 ambulasi
otot 4. Monitor kondisi umum selama
penurunan kendali meningkat
melakukan ambulasi
Rentang tidak rom Melakukan Melakuk Melakukan
otot dibuktikan gerak melakukan pasif rom an rom rom aktiv
(ROM) Terapeutik:
dengan rom dengan dengan
meningkat 1. Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan
keterbatasan bantuan keluarga alat bantu
medis 2. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik
rentang gerak,
jika perlu
penurunan 3. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
kemampuan Kelemahan k/u buruk k/u k/u cukup k/u baik tidak ada
fisik ambulasi
lemah kelemahan
melakukan motorik menurun
fisik Edukasi:
kasar
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Anjurkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan misalnya berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda dll.
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari perawatan diri meningkat Dukungan perawatan diri
diri b.d kelemahan dengan kriteria hasil: Observasi :
dan gangguan
1 2 3 4 5 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
neuromuskular d.d Verbalisasi keinginan untuk Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri
ketidakmampuan perawatan diri sesuai usia
melakukan perawatan diri mampu >1 keluarga keluarga
untuk mandi
secara mandiri meningkat mandiri orang >1 orang (1 orang) 2. Monitor tingkat kemandirian
dan
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
perawat
kebersihan diri, berpakaian
Kemampuan mandi meningkat Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri Terapeutik :
mampu >1 keluarga keluarga 1. Sediakan lingkungan yang
mandiri orang >1 orang (1 orang)
terapeutik (suasana hangat rileks,
dan
perawat privasi)
2. Siapkan keperluan pribadi
Kemampuan diri pakaian Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri
3. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
meningkat mampu >1 keluarga keluarga
mandiri orang >1 orang (1 orang)
tidak mampu perawatan diri
dan Dukungan Perawatan Diri: Mandi
perawat Observasi:
4 Risiko jatuh Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 24jam tingkat jatuh Pencegahan jatuh
dibuktikan dengan menurun dan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
1. Identifikasi factor risiko jatuh
penurunan Pernah pernah Risiko Risiko Risiko Terapeutik
Jatuh dari
kekuatan otot dan jatuh 2x jatuh 1 x tinggi sedang rendah
tempat tidur
jatuh jatuh jatuh 2. Hitung skala risiko jatuh (morse)
hambatan menurun.
3. Pasang handrall tempat tidur
mobilitas, nilai 4. Atur tempat tidur mekanis pada
Pernah pernah Risiko Risiko Risiko
Morse Fall Scale: Jatuh saat posisi terendah
jatuh 2x jatuh 1 x tinggi sedang rendah
duduk Dukungan mobilisasi
60 jatuh jatuh jatuh
menurun. Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri
Tidak dapat Rom pasif Rom aktif Rom 2. Identifikasi toleransi fisik
ROM
dapat bergerak dengan dengan aktiv melakukan kegiatan
meningkat
bergerak ringan bantuan bantuan mandiri
3. Monitor kondisi umum saat
mobilisasi
Terapeutik
Edukasi
JURNAL