Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN

Cerebrovascular Accident: Intracerebral Hemorrhage


(CVA-ICH)

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Oleh:
MUHAMMAD SYAIFULLOH MAHDZUR
NIM. 190070300011049

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

Cerebrovascular Accident: Intracerebral Hemorrhage


(CVA-ICH))

1. DEFINISI
CVA merupakan suatu penyakit yang mengacu pada setiap gangguan neurologi
mendadak yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya
pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang dan mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Bahrudin, 2012).

CVA Intracerebral Haemorrhage (ICH) adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak
yang diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah (intraparenkimal) di otak (Nishijima et al., 2012).
Perdarahan intraserebral menyebabkan 10-15% kasus serangan stroke pertama kalinya, dengan angka
kematian selama 30 hari dari 35% menjadi 52% dimana setengahdari angka kematian tersebut terjadi
dalam 2 hari pertama. Dalam suatu penelitian pada1041 kasus ICH didapatkan 50% pada lokasi yang
dalam, 35% lobar, 10% cerebelar,dan 6% pada otak (Broederick et al., 2007).

2. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Menurut Batticaca (2008) terdapat dua macam stroke, yaitu:

a. Stroke(CVA) Iskemik
Stroke iskemik adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke otak sebagian atau keseluruhan menjadi terhenti. 85% stroke iskemik disebabkan
oleh sumbatan akibat bekuan darah, penyempitan pembuluh darah arteri otak, dan
embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau pembuluh darah arteri ekstrakranii
yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa pembuluh darah arteri intrakranii
(Muttaqin, 2008).

b. Stroke (CVA) Hemoragik


Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
otak. Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalamjaringan otak atau
kedalamruang subaraknoid (ruang permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak) dan termasuk jenis stroke yang memiliki angka kematian tinggi
(PERDOSSI, 2011). Stroke hemoragik dibagi menjadi :

1) Subarachnoid Hemorrhage
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM(Arteriovenous
Malformations) (Morgenstern et al., 2010).Pecahnya arteri tersebut menyebabkan
keluarnya darah ke ruang subarachnoiddan menyebabkan TIK (Tekanan Intra
Kranial) meningkat secara mendadak dan vasospasme pembuluh darah serebral
yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, dan afasia).

2) Intracerebral Hemorrhage
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) disebabkan oleh hipertensi yang
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak (Morgenstern et al., 2010).
Hal ini menimbulkan peningkatan TIK secara cepat dan dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons
dan serebelum (Mardjono, 2009).
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ICH (Morgenstern et al., 2010), yaitu:
PRIMARY
a. Chronic Hypertension
Akibat tekanan darah sitolik >140 mmHg dan diastolic >90 mmHg atau terjadinya krisis
hipertensi dengan peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolic >120 mmHg
secara mendadak, dapat menyebabkan tekanan pada dinding arteri otak yang memicu
terjadinya perdarahan di otak
b. Cerebral amyloid angiopathy (CAA)
Protein (amyloid) menumpuk di dalam pembuluh darah di otak. Hal ini menyebabkan
kerusakan yang menyebabkan rupturnya arteri didalam otak.
c. Penggunaan Anticoagulant/fibrinolytic
Peningkatan resiko perdarahan pada individu yang baru saja menjalani operasi dan aneurisma
otak
d. Penggunaan Antiplatelet (Aspirin)
Menghambat secara irreversible siklooksigenase sehingga mencegah konversi asam
arakhidonat menjadi tromboxan A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat dan stimulator
agregasi platelet. Aspirin juga menghambat aktifitas prostasiklin (PGI2) pada otot polos
dinding vascular. Namun, memiliki efek samping pada gastrointestinal, perdarahan, dan alergi.
e. Penggunaan Obat
(Methamphetamine, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain). Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang mengakibatkan pendarahan petechial menyebar atau iskemia dan
infark.
f. Bleeding Disorders
- Hemophilia (lamanya darah untuk membeku); akibat perdarahan yang berlebih dan sulit
untuk diatasi pada bagian otak
- Sickle cell anemia; akibat kondisi tubuh menyebabkan Pembuluh darah mengalami
vasokontriksi >> dan darah yang berasal dari jantung tidak bisa mengirimkan O 2 ke otak.

SECONDARY
a. Vascular Malformations; adanya malformasi pda arteri, vena, dan limfe dapat menyebabkan
pembengkakan pada area tertentu di bagian pembuluh darah yang dapat memicu perdarahan.
b. Aneurysms
Menggelembungnya bagian dari dinding pembuluh darah akibat titik lemah di dinding terakhir.
Seiring dengan tumbuhnya aneurisma, dinding pembuluh darah menjadi menipis dan melemah.
c. Tumors; akibat perdarahan dari tumor atau massa otak dapat menyebabkan stroke hemoragik.
d. Hemorrhagic transformation; komplikasi dari acute ischemic stoke setelah menjalani terapai
thrombolyticyang mengacu pada spectrum perdarahan otaj dan berhubungan dengan kondisi
iskemia.
e. Venous infraction with hemorrhage secondary to cerebral venous thrombosis; disebabkan oleh
penyumbatan lumen pembuluh darah otak akibat penebalan dari trombus dan terjadi pada titik
percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna
f. Moya Moya disease; bagian dinding arteri mengalami vasokontriksi>>, sehingga sirkulasi
darah ke bagian otak menurun

3. FAKTOR RISIKO
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya stroke dikelompokan menjadi dua menurut
Bahrudin (2012) dan Nishijima et al.(2012)., yaitu:
Tidak dapat di modifikasi
Umur Sekitar 30%stroke terjadi sebelum usia 65 tahun dan 70% terjadi pada usia >65
tahun
Seks Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dari pada wanita, tetapi serangan stroke pada
pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi.
Keturunan Jenis stroke bawaan adalah cerebral autosomal-dominant arteriopathy dengan
infark subkortikal dan leukoensepalopati (cadasil)pada kromosom 19Q12.

Dapat di modifikasi
Hipertensi Tekanan darah sitolik >140 mmHg dan diastolic >90 mmHg menyebabkan
tekanan pada dinding arteri otak dan mendorong terbentuknya bekuan darah,
serta aneurisma yang memicu terjadinya perdarahan di otak
Infark Miokard Terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena yang dapat
menyebabkan jantung kekurangan O2 (iskemia) dan sel-sel jantung mengalami
nekrosis
Fibrilasi Atrial Aktivitas atrium yang cepat dan tidak efektif serta kontraksi ventrikular yang
tidak teratur menyebabkan atrium gagal mengalirkan darah ke ventrikel yang
ditandai dengan HR ±100-175 x/menit, sehingga dapat meningkatkan resiko
terjadinya penggumpalan darah di otak dan gagal jantung
Diabetus Melitus Terbentuknya plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan
oleh gangguan metabolisme glukosa sistemik.Hiperglikemia dapat menurunkan
sintesis protasiklin, meningkatkan pembentukan trombosis dan menyebabkan
lisis protein pada dinding arteri.

Hiperlipidemia Berhubungan dengan artherosclerosis yang menyebabkan terjadi akumulasi


lemak dan sel-sel mengalami inflamasi, apabila diikuti dengan hipertropi sel otot
polos arterial akan menghasilkan pembentukan plak. Pada keadaan stress, plak
akan pecah sehingga terjadi pemejanan kolagen, agregasi platelet dan
pembentukan klot yang masuk dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan
penyumbatan dan gangguan aliran darah.
Stenosis arteri Terjadi penyempitan pada pembuluh darah arteri karotis yang dapat
karotis asimtomatis mengakibatkan ventrikel tidak dapat mengembang sempurna dan fungsi jantung
tidak adekuat, sehingga suplai O2 ke otak berkurang
Merokok Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh,
sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran
darah, dan menyebabkan darah cepat menggumpal (karena meningkatkan
konsentrasi fibrinogen). Merokok juga dapat meningkatkan pembentukan dan
pertumbuhan aneurisma intrakranium.
Kurang Aktivitas Kurangi aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan tekanan darah dan gula
fisik darah, meningkatkan kadar kolesterol LDL dan menurunkan kolesterol HDL,
dan meningkatkan berat badan.
Obesitas Obesitas dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau
mendengkur dan sleep apnea, karena terhentinya suplai oksigen secara
mendadak di otak.

4. PATOFISIOLOGI
(terlampir)
5. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat beberapa manifestasi CVA-ICH menurut Nishijimaet al. (2012) yaitu:
Pupils Eye Motor and Other
Movement sensory deficit
Terkadang Mengarah ke Contralateral Sakit kepala dan
mengecil sisi yang lesi hemiparesis pusing
+ + (kelemahan
pada sebagian
ekstermitas)
Normal Mengarah ke Contralateral Aphasia
+ + sisi yang lesi Hemiparesis jika lesi di
dan bagian kiri
hemisensory

Dilatasi Mengarah ke Contralateral Penurunan


kearah lesi sisi yang lesi hemiparesis kesadaran
+ + dan
hemisensory

rekatif pada Posisi mata > Contralateral Aphasia


cahaya turun dan di hemiparesis, jika lesi di
_ _ tengah tetapi bagian kiri
>hemisensory

Normal Normal, Transient Contralateral


Simetris hemiparesis Hemianopsia
+ + ka/ki (defek
pengelihatan)

rekatif pada Mengarah Quadriplegia koma


cahaya ke
_6. PEMERIKSAAN
_ atas DIAGNOSTIK
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menilai dan menegakkan
mengecil berlawanan, Lateral ataxia, Gait ataxia,
diagnose
mengarah ke terkait CVA tidak
mengikuti menurut (Batticaca,
muntah2008; Wijaya, 2013), yaitu:
lesi arah lesi; hemiparesis
+ A. Pemeriksaan
+ cranial Saraf Kranial
nerve palsy
1) Fungsi saraf kranial I (N. Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan
seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.Lakukan
untuk lubang hidung yang satunya.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan
snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta
untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan
mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari
arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda
tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur
berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan
opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)
yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta
klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan
ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang merasakan
sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
refleks menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa
otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta
klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber
test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah
klien dapat mempertahankan posisi
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila
uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara
saat klien berbicara.
8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu
secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua
telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-
kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan
ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi
dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain

B. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.Pemeriksaan motorik dilakukan
dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2) Tonus otot: Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang
agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap
sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi
dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan
fleksi dan ekstensi extremitas klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan
tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji.Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa.Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
1 : tidak ada kontraksi sama sekali.
2 : kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
tahanan atau gravitasi.
3 : cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 : cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 : cukup kuat dengan kekuatan penuh.
A. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus.Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus.Gejala
paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli
(tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin
(coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan
motorik (kelemahan otot, twitching/kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya)
disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk
pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya),
untuk pemeriksaan stereognosis
c) Pen/pensil, untuk graphesthesia.

4) Pemeriksaan Fungsi Refleks


Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer.Skala untuk peringkat refleks yaitu:

0 = tidak ada respon


1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


a. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul
dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
b. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
c. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
d. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
e. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
f. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting .Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi
plantar semua jari kaki.

C. Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan paling
sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.

3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.

5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi
adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul
dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap
Mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat menjadi
faktor risiko stroke hemoragik
2. Pemeriksaan glukosa darah
Mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber nutrisi untuk metabolism sel
otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi
kerusakan pada jaringan otak
3. Pemeriksaan serum elektrolit
4. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi faktor risiko stroke
hemoragik
5. Pemeriksaan faal hemostatis
Mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke
hemoragik

7. PENATALAKSANAAN CVA-ICH
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA untuk mengobati keadaan
akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
A. Cairan
- Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
- Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
- Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah
500ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml /0C
pada penderita panas).
- Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
- Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
- Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada
keadaan hipoglikemia.
B. Nutrisi
- Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oralhanya
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
- Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan,
nutrisidiberikan melalui pipa nasogastrik.
- Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
 Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
 Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
 Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0g/kgBB/hari
(pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
- Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6
minggu,pertimbangkan untuk gastrostomi.
- Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan,dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
- Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan.Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K
pada pasien yang mendapat warfarin (obat antikoagulan)
C. Terapi Umum
1) Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
- Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan darah,
suhutubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan
defisit neurologis yang nyata.
- Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%
- Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar.
- Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran
ataudisfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
- Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia
- Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), syok, dan pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
- Pipa endotrakeal diusahakan terpasang <2 minggu. Jika pipa terpasang >2
rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
2) Stabilisasi Hemodinamik
- Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
- Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk
memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan
nutrisi.Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
- Optimalisasi tekanan darah
- Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-
obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik
berkisar 140 mmHg.
- Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama
setelah serangan stroke iskernik
- Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
- Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus
dikoreksidengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan
penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi

Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
D. Pengobatan Pembedahan (Setyopranoto, 2011)
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

8. KOMPLIKASI
Menurut Wijaya (2013) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai berikut:
Komplikasi neurology
a. Kerusakan pada mata dan telinga
b. Kelumpuhan
c. Penurunan kesadaran (koma)
d. Tekanan darah sistemik meninggi
e. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
f. Oedema paru
g. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
h. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)

Akibat mobilisasi meliputi :


a. Bronco pneumonia
b. emboli paru
c. depresi
d. nyeri dan kaku bahu
e. kontraktor dan deformitas
f. infeksi   traktus urinarius,
g. dekubitus dan atropi otot
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN CVA-ICH

A. Pengkajian
1) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri
copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.

b. Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa
kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
c. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria.
Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
d. Pola aktivitas dan latihan
 Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
 Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti
obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil dan
ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri

l. Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

8) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest
2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara
nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan,
adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan
XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan
penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu
sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon
melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik
kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan
fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan
nukhal, kejang,
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial b/d penurunan perfusi cerebral, hipertensi sistemik
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunantingkat kesadaran,
penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuanmengeluarkan sekret
3. Ketidakefektifan Pola Napas b/d adanya sumbatan pada jalan napas yang d.d RR >20x/menit atau
<16 x/menit
4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol, nyeri, depresi
5. Resiko Jatuh
6. Resiko kerusakan integritas kulit

Tujuan Rencana Intervensi (NOC)


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
a. Status Pernapasan: kepatenan jalan napas
2. Penurunan kapasitas adaptif intracranal
a. Tissue perfusion : cerebral (tekanan intakranial dalam batas normal, tekanan darah dalam batas
normal (90-120/60-80) mmHg, MAP antara 30-40 mmHg, penurunan level kesadaran tidak
terjadi, gangguan kognitif tidak terjadi)
3. Resiko Jatuh
a. Kejadian jatuh (pencegahan kejadian jatuh berulang)
4. Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan kognitif-motorik akibat
hemoragik serebral
a. Self care : ADL (klien mendapat bantuan untuk makan, berpakaian, toileting, mandi, oral
hygiene)
5. Resiko kerusakan integritas kulit
a. Integritas kulit: (pencegahan terjadinya decubitus)

Intervensi Keperawatan (NIC)


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
a. Monitor Pernafasan
 Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitaan bernapas
 Monitor pola nafas
 Auskultasi suara nafas tambahan
b. Manajemen jalan napas
 Buka jalan napas klien dengan menggunakan oropharingeal airway (OPA)
 Lakukan penyedotan melalui OPA
 kolaborasi dalam pemberian oksigen: NRBM 10 ltr/mnt
 Berikan posisi eksetensi untuk membantu membuka jalan napas klien
2. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
a. Edema sereebral
 Monitor status neurologi
 Hindari hiperfleksi pada leher
 Kolaborasikan dengan tim medis tentang pemberian posisi head of bed antara 15-30°, dan
monitor respon pasien terhadap posisi kepala
 Kolaborasi pemberian antikoagulan
 Monitor tanda-tanda perdarahan
3. Resiko Jatuh
a. Pencegahan jatuh
 Kaji adanya gangguan lingkungan yang berpotensi meningkatkan resiko jatuh klien
 Identifikasi perilaku klien yang menimbulkan resiko jatuh
 Monitor adanya kelianan mobilisasi, keseimbangan, dan level kelemahan klien
 Asistensi klien pada saat ambulasi/mobilisasi
 Gunakan bedside rails untuk mencegah klien jatuh dari tempat tidur
 Ajarkan klien untuk meminta bantuan kepada orang lain jika ingin melakukan
ambulasi/mobilisasi
4. Defisit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan kognitif-motorik akibat
hemoragik serebral
a. Self care assistance
 Kaji batasan kemampuan klien dalam melakukan ADL dan perawatan diri
 Fasilitasi peralatan hygiene klien
 Bantu klien memenuhi ADL dan perawatan diri
 Tetapkan jadwal melakukan ADL perawatan diri untuk klien seperti sistensi mandi, makan,
dll.
 Mandirikan klien sesuai dengan kemampuannya dalam melaksanakan ADL dan perawatan
diri, bantu jika diperlukan
5. Resiko Kerusakan integritas kulit
a. Pencegahan luka tekan
 Observasi keadaan kulit setiap hari, terutama area yang memiliki resiko tinggi luka tekan
 Lakukan perubahan posisi 1-2 jam sekali
 Hindari kerutan pada linen
 Gunakan air hangat dan sabun lembut saat memandikan
 Gunakan pengganjal/bantal pada area-area resiko tinggi luka tekan seperti sacrum, siku,
tungkai
 Edukasi keluarga untuk melaporkan adanya kerusakan integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. 2012. Diagnosa Stroke.Scientifc Jurnal UMM.I: 193-197


Batticaca, F. B. 2008. Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan sistem persyarafan. Jakarta: Salemba medika.
Gofir. 2009. Manajemen Stroke Evidance Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press
Mardjono, M. 2009. Mekanisme gangguan vascular susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar edisi kesebelas. Dian
Rakyat
Morgenstern L., BJ. Claude H, Craig A, Kyra B, Joseph PB, Sander C, et al. 2010. Guidelines for the management of
spontaneous intracerebral hemorrhage.J of American Heart Association. (1):2115-21.
Muttaqin, A. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sisitem persyrafan. Jakarta: Salemba medika.
Nishijima DK, Offerman SR, Ballard DW, Vinson DR, Chettipally UK, Rauchwerger AS, et al. 2012.Immediate and
delayed traumatic intracranial hemorrhage in patients with head trauma and preinjury warfarin or clopidogrel
use.Ann Emerg Med. 2012 Jun. 59(6):460-8.e1-7. [Medline].[Full Text].
Setyopranoto, I. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. (online) (tersedia di http://journal.rskariadi.co.id) diakses 9
Agustus 2017.
Wijaya, A.K. 2013. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragis Akibat Trombus.(Online).(tersedia di http://ojs.unud.ac.id)
diakses 9 Agustus 2017.
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN


Nama Mahasiswa : Anak Agung Istri Catur Dyah Tempat Praktik: R 26 Stroke
NIM : 190070300111002 Tgl. Praktik : 30 September-5 Oktober 2019

A. Identitas Klien
Nama : Tn. S No. RM : 114567xx
Usia : 72 tahun Tgl. Masuk : 29 September 2019
Jenis kelamin : Laki-laki Tgl. Pengkajian : 30 September 2019
Alamat : Lawang Sumber informasi: Keluarga Klien (anak dan istri)
No. telepon : Tidak ada Nama klg. yg bisa dihubungi: Tn. P
Status pernikahan : Kawin
Agama : Islam Status : Anak
Suku : Jawa Alamat : Klojen, Malang
Pendidikan : SMU No. telepon : 082142971xxx
Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan : Magister (S2)
Lama berkerja : 25 tahun dulunya Pekerjaan : Dosen
sebagai wiraswasta

B. Status kesehatan Saat Ini


1. Keluhan saat MRS : Pasien datang dengan kondisi tidak sadar secara tiba-tiba
2. Keluhan saat pengkajian: Pasien mengalami penurunan kesadaran.
3. Lama keluhan : Penurunan kesadaran terjadi pada jam 19.30 (sekitar 4 jam
sebelum MRS)
4. Kualitas keluhan : -
5. Faktor pencetus : CVA
6. Faktor pemberat : Kepikiran ATM nya yang hilang
7. Upaya yg. telah dilakukan: Dibawa dengan ambulans dirujuk ke RSSA
8. Diagnosa medis :
1) CVA ICH 2nd Attack vol 78 cc OH-2 Tanggal 29 September 2019
2) SAH Tanggal 29 September 2019
3) IVH Tanggal 29 September 2019
4) HT Stad. 2 Tanggal 29 September 2019
5) Hiperglikemia dt. Reactive dd DM Tipe 2 Tanggal 29 September 2019
6) Leukositosis Tanggal 29 September 2019
7) Azotemia pre renal Tanggal 29 September 2019
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Klien datang ke IGD RSSA dengan keadaan penurunan kesadaran secara tiba-tiba
pada pukul 19.30 setelah sholat isya. Tekanan darah klien 200/160, klien mengalami krisis
hipertensi. Terdengar suara ngorok dari pasien. Keluarga mengatakan sebelumnya pasien
mengatakan sakit kepala (+), mual (+), muntah (+), muncul keringat dingin (+), kaku dan kebas
pada sebagian bagian tubuh dan bicara pelo (+). Bicara pelo bertambah ketika selesai sholat
dan makan kurma. Demam (-) dan nyeri dada (-), klien memiliki riwayat Dabetes Mellitus dan
Hipertensi tapi tidak pernah kontrol. Sebelumnya pada tahun 2017 klien pernah mengalami
CVA serangan yang pertama. Keluarga mengatakan pada saat serangan pertama, klien tidak
dibawa kerumah sakit. Klien hanya dirawat oleh istrinya dengan diberikan obat herbal seperti
abatus saudah, madu, minyak zaitun dan propolis. Klien diajarkan berjalan sedikit- demi
sedikit dan kondisi saat itu sudah membaik. Pada saat serangan kedua klien secara tiba-tiba
tidak sadarkan diri sehingga keluarga membawa klien dengan ambulans dirujuk ke RSUD dr.
Saiful Anwar pada tanggal 29 September 2019 pukul 23.30 untuk dilakukan perawatan lebih
lanjut. Pada hari Senin tanggal 30 September 2019 pukul 00.40 pasien dipindah diruang 26
unit stroke.

D. Riwayat Kesehatan Terdahulu


1. Penyakit yg pernah dialami:
a. Kecelakaan (jenis & waktu) : Klien pernah jatuh di rumah pada tahun 2017, lalu
mengalami CVA (yang pertama)
b. Operasi (jenis & waktu) : Tidak pernah
c. Penyakit:
Kronis : CVA
Akut : SAH, IVH, HT Stad. 2, DM Tipe 2
d. Terakhir masuk RS : Tidak pernah selama 3 bulan terakhir
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Tipe Reaksi Tindakan

Tidak ada tidak ada tidak ada


3. Imunisasi:
( ) BCG ( ) Hepatitis
( ) Polio ( ) Campak
( ) DPT (v ) Tidak ingat
4. Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok tidak pernah tidak ada tidak pernah
Kopi tidak pernah tidak ada tidak pernah
Alkohol tidak pernah tidak ada tidak pernah
Obat-obatan yg digunakan: Obat herbal (abatus saudah dan propolis)
E. Riwayat Keluarga
Keluarga mengatakan ayah pasien menderita Hipertensi dan ibu pasien menderita
penyakit jantung.
GENOGRAM
Keterangan:
Bp. M Ibu S = Laki-laki
(HT) (Penyakit jantung)
= Perempuan
X = Meninggal
Bp. S (72th) Ibu S = Pasien
(Stroke, krisis HT) (61 th) = Tinggal serumah
= garis pernikahan
= garis keturunan

An. N
(37th) An. P An. S An. S
(33th) (19th) (19th)

B. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan

Kebersihan Bersih, rumah disapu 2 x/hari Tidak ada


Bahaya kecelakaan Minimal, jauh dari bahaya kecelakaan Tidak ada
Polusi Tidak ada, rumah jauh dari pabrik Tidak ada
Ventilasi Baik , jendela banyak dan dibuka setiap hari Tidak ada
Pencahayaan Baik, cahaya cukup dari matahari dan lampu Tidak ada

C. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
Makan/minum 2 (dibantu istri) 1 (via NGT)
Mandi 2 (dibantu istri) 2 (dibantu oleh perawat)
Berpakaian/berdandan 2 (dibantu istri) 2 (dibantu oleh perawat)
Toileting 2 (dibantu istri) 1(BAK via kateter, BAB spontan)
Mobilitas di tempat tidur 0 2 (dibantu perawat mikamiki)
Berpindah 2 (dibantu istri) 2 (dibantu oleh perawat)
Berjalan 2 (dibantu istri) 4 (Pasien bedrest)
Naik tangga 4 4 (Pasien bedrest)
Total 16 (partial care) 18 (intermediate care)
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain, 4 =
tidak mampu
Total skor : 0-8: Mandiri, 9-16: Partial care, 17-24: Intermediate care, 25-32: Total care, >32: Intensive care
D. Pola Nutrisi Metabolik
Rumah Rumah Sakit
Jenis diit/makanan tidak ada Diet cair
Frekuensi/pola 3x/hari 3x1
Porsi yg dihabiskan 1 piring 1 gelas
Komposisi menu Nasi,ikan,telur,daging, ayam Susu DM
Pantangan Tidak ada Tidak ada
Napsu makan Baik Tidak terkaji (penurunan kesadaran)
Fluktuasi BB 6 bln. terakhir Tidak ada Tidak terkaji
Jenis minuman air putih susu, air putih
Frekuensi/pola minum 2 x 400 cc 3 x 300 cc
Gelas yg dihabiskan 2 gelas (800cc) 900 cc
Sukar menelan (padat/cair) Tidak ada Menggunakan NGT
Pemakaian gigi palsu (area) Tidak ada tidak ada
Riw. masalah penyembuhan luka Tidak ada tidak ada

E. Pola Eliminasi
Rumah Rumah Sakit
BAB:

- Frekuensi/pola 1-2x sehari Belum BAB


- Konsistensi Padat, normal Belum BAB
- Warna & bau Khas feses Belum BAB
- Kesulitan Tidak ada Tidak terkaji
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
BAK:

- Frekuensi/pola 5x sehari terpasang kateter ±700cc/8 jam


- Konsistensi cair cair
- Warna & bau Kuning jernih, bau urine kuning bau urine
- Kesulitan Tidak terkaji terpasang kateter
- Upaya mengatasi Tidak terkaji terpasang kateter

F. Pola Tidur-Istirahat
Rumah Rumah Sakit
Tidur siang:Lamanya 1 jam Tidak terkaji
- Jam …s/d… 12.00 - 13.00 Tidak terkaji
- Kenyamanan stlh. tidur Nyaman Tidak terkaji
Tidur malam: Lamanya 7 jam Tidak terkaji
- Jam …s/d… 21.00-04.00 Tidak terkaji
- Kenyamanan stlh. tidur Nyaman Tidak terkaji
- Kebiasaan sblm. tidur Tidak ada Tidak terkaji
- Kesulitan
Tidak ada Tidak terkaji
- Upaya mengatasi
Tidak ada Tidak terkaji

G. Pola Kebersihan Diri

Mandi:Frekuensi Rumah Rumah Sakit


2x/hari 2x/hari (seka)
- Penggunaan sabun
Menggunakan sabun Menggunakan sabun
Keramas: Frekuensi
1x/minggu Belum keramas
- Penggunaan shampoo
Menggunakan shampoo Tidak ada
Gosok gigi: Frekuensi
2 kali sehari 2 kali sehari (oral hygine)
- Penggunaan odol
Menggunakan odol Menggunakan odol, mouthwash
Ganti baju:Frekuensi
2 kali sehari 2 kali sehari
Memotong kuku: Frekuensi
1x/minggu Belum potong kuku
Kesulitan
Tidak terkaji Tidak mampu melakukan
kebersihan diri secara mandiri
Upaya yg dilakukan
Tidak terkaji Dibantu 2 orang perawat

H. Pola Toleransi-Koping Stres


1. Pengambilan keputusan: ( ) sendiri () dibantu orang lain, sebutkan: istri dan anak
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan diri, dll):
biaya perawatan menggunakan umum, namun tidak terdapat masalah
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: keluarga mengatakan klien
adalah seseorang yang selalu memikirkan terus-menerus terkait masalah yang dialami
sehingga mudah stress
4. Harapan setelah menjalani perawatan: tidak terkaji
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: tidak terkaji

I. Konsep Diri
1. Gambaran diri: tidak terkaji
2. Ideal diri: tidak terkaji
3. Harga diri: tidak terkaji
4. Peran: tidak terkaji
5. Identitas diri : tidak terkaji

J. Pola Peran & Hubungan


1. Peran dalam keluarga : Ayah dan Suami
2. Sistem pendukung:suami/istri/anak/tetangga/teman/saudara/tidak ada/lain-lain,

3. Kesulitan dalam keluarga: ( ) Hub. dengan orang tua ( ) Hub.dengan pasangan ( ) Hub.
dengan sanak saudara ( ) Hub.dengan anak
(v) Lain-lain sebutkan,tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: Tidak ada

K. Pola Komunikasi
1. Bicara: ( ) Normal ( )Bahasa utama: Indonesia
( )Tidak jelas ( ) Bahasa daerah: Jawa
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang perhatian: Tidak
terkaji
( ) Mampu mengerti pembicaraan orang lain( ) Afek:
(v) Lain-lain: Pasien tidak sadar
2. Tempat tinggal: ( ) Sendiri
( ) Kos/asrama
(V) Bersama orang lain, yaitu: Istri
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: tidak ada
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 ( ) Rp. 1 juta – 1.5 juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 ( ) Rp. 1.5 juta – 2 juta
( ) Rp. 500.000 – 1 juta (V) > 2 juta

L. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: (V) tidak ada ( ) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan:
(V) perhatian (V) sentuhan ( ) lain-lain, seperti,

M. Pola Nilai & Kepercayaan


1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk Anda, tidak terkaji
2. Kegiatan agama/kepercayaan yg dilakukan dirumah (jenis & frekuensi): tidak terkaji
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: tidak terkaji
4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: tidak terkaji

N. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: Pasien bedrest (+) dengan terpasang infus pada tangan kiri memakai
masker NRBM 10lpm, Terpasang NGT (+) dan dower cateter (+)
Kesadaran: Coma, GCS: E1 VX M1
Tanda-tanda vital: - TD : 140/61 mmHg - Suhu : 37 0C
- Nadi : 82 x/menit - RR : 24 x/menit
- SaO2 : 100%
Tinggi badan: tidak terkaji Berat Badan: tidak terkaji LLA: 26,5 cm (normal)
2. Kepala & Leher
a. Kepala:
Rambut tersebar tidak merata, berwarna putih, tampak bersih
b. Mata:
Reflek pupil 4mm/4mm, respon cahaya +/+, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik.
c. Hidung:
Bentuk hidung simetris, lubang hidung tidak kotor, tidak ada perdarahan dan luka,
mukosa hidung lembab, hidung tidak terdapat lesi, terpasang O2 masker NRBM 10 lpm.
d. Mulut & tenggorokan:
Mukosa bibir lembab. Tidak ada pembesaran tonsil, adanya gurgling, snoring
dan pemasangan mayo pada mulut.
e. Telinga:
Telinga tampak bersih, tidak ada sumbatan darah atau benda asing.
f. Leher:
Tidak ada deviasi trakea, tidak ditemukan pembesaran kalenjar tiroid, tidak
ditemukan.distensi vena jugularis.
3. Thorak & Dada:
Jantung
- Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada lesi
- Palpasi: Ictus kordis teraba di ICS 5 Midclavikula Sinistra
- Perkusi: Dullness
- Auskultasi: S1 S2 tunggal, irama regular, murmur (-), gallop (-).
Paru
- Inspeksi: Pengembangan dada simetris, tidak terdapat retraksi intercostal, tidak
ada jejas maupun lesi.
- Palpasi: Taktil fremitus normal
- Perkusi: Sonor
- Auskultasi: Wheezing (-), ronkhi (-)
4. Payudara & Ketiak
Normal dan tidak ada massa
5. Punggung & Tulang Belakang
Normal dan tidak ada massa
6. Abdomen
Inspeksi: simetris, rounded
Palpasi: supel, tidak teraba adanya massa, hepar tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising usus 10 x/menit
7. Genetalia & Anus
Inspeksi: Tidak ada kelainan, terpasang dower kateter.
Palpasi: Tidak terkaji
8. Ekstermitas
Atas: tidak ada oedem, ekstremitas teraba hangat, terdapat hematoma pada lengan kiri
bagian atas (bekas pengambilan sample darah BGA), tangan kiri terpasang IVFD NS
0,9% 20 tpm dan drip nicardipin 5-15 cc/jam (melalui syringe pump jika TD > 150-220,
saat ini dihentikan).
Bawah: tidak ada oedem, ekstremitas teraba
hangat. Kekuatan otot : tidak terkaji
9. Sistem Neorologi
GCS: E1 VX M1
Reflek fisiologis
N I (olfaktorius/penciuman) Tidak dapat dikaji
N II (Optikus/penglihatan) + I + pupil 4mm I 4mm,
klien dapat bereaksi
terhadap cahaya senter
N III, IV, VI (Okulamotoris/ angkat kelopak mata, Gaze Conjugate (-)
toklearis, abdusen)
N V (Trigeminus) Tidak dapat dikaji

N VII (Fasialis/ pengecapan/ asimetris) Tidak tampak perot


N XI (Aksesorius/ atropi otot Tidak dapat dikaji
sternokleidomastoideus)
N VIII Tidak dapat dikaji
N IX, X (glasofaringeus. Fagus) Tidak dapat dikaji
N XII (Hipoglasus/ Lidah simetris) Keluarga mengatakan klien
bicara pelo, Tidak dapat
dikaji

Pemeriksaan Reflek Patologis

- Reflek Babinski : - / -
- Reflek Hoffman : - / -
- Reflek Chadock : - / -
- Reflek Oppenheim : - / -
- Reflek Gordon : - / -

Pemeriksaan Reflek Fisiologis

- Reflek bisep : - / -
- Reflek trisep : - / -
- Reflek patella : - / -
- Reflek ankle : - / -

10. Kulit & Kuku


Kulit: Turgor kulit baik,
Kuku: CRT < 2 detik

O. Hasil Pemeriksaan Penunjang


a) Hasil foto CT-Scan tanpa kontras:
b)

Hasil CXR : Congestive pulmonum


c) Pemeriksaan darah
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL Interpretasi
30/9/2019
Hemoglobin (HGB) 12,20 g/dL 11,4 - 15,1 Normal
Leukosit (WBC) 15,70 x 103 /µL 4,7 - 11,3 Tinggi, infeksi dan inflamasi
Eritrosit (RBC) 3,86 x 106/µL 4-5 Normal
Hematokrit 33,50% 38-42 Rendah, Menandakan volume
darah sedikit rendah
Trombosit 249 x 103 /µL 142-424 Normal
Neutrofil 85,1 % 51-67 Tinggi, ada inflamasi
SGOT 21 U/L 0-32 Normal
SGPT 8 U/L 0-33
Albumin 3,97 g/dL 3,5-5,5 Normal
Glukosa Darah 242 mg/dL <200 Normal
Sewaktu
Ureum 68,1 mg/dL 16,6-48,5 Gangguan ginjal
Kreatinin 2,84 mg/dL <1,2 Tinggi, fungsi ginjal menurun dan
volume darah rendah

ELEKTROLIT
Na 139 mmol/L 136-145 Normal
K 4,14 mmol/L 3,5-5,0 Normal
Cl 109 mmol/L 98-106 Tinggi

P. Terapi

21 April 2019 22 April 2019


- Head elevasi 300 - Head elevasi 300
- Suction - Suction
- O2 NRBM 10-12 lpm - O2 NRBM 10-12 lpm
- IVFD NS 0,9% 16 tpm + IVFD NaCl 3% - IVFD NS 0,9% 16 tpm
26cc/jam
- Inj. Citicolin 2x250mg (IV) jika TD> 100
- Inj. Citicolin 2x250mg (IV) jika TD> 100 mmHg (untuk penurunan fungsi otak)
mmHg
- Inj. Antrain 3x 1 gr (IV) (mengurangi nyeri dan
- Inj. Antrain 3x 1 gr (IV) demam)
- Inj. Omeprazole 1x40mg (IV) - Inj. Omeprazole 1x40mg (IV) (untuk
gastrointestinal)
- Inj. Metoclopramide 3x10mg (IV)
- Inj. Metoclopramide 3x10mg (IV) (meredakan
- Drip Nicardipin 5-15 mg/ jam jika TD >150-
mual)
220 mmHg, target < 140 mmHg
- Drip Nicardipin 5-15 mg/ jam jika TD > 150-
- Inf. Manitol 6x 100 (IV)
220 mmHg, target < 140 mmHg (Hipertensi)
Diet NGT:
- Inf. Manitol 6x 100 (IV) (mengurangi TIK)
- Acetazolamide 3 x 250 mg
Diet NGT:
- Nimodipin 4x 60 mg
- Acetazolamide 3 x 250 mg (untuk
menurunkan hipertensi intracranial)
- Nimodipin 4x 60 mg (perbaikan aliran darah)

Q. Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya


Tidak dapat dikaji
R. Kesimpulan
Pasien mengalami penurunan kesadaran dan membutuhkan bantuan total. Pasien
direncanakan untuk CT Angiography, monitoring keadaan umum dan tanda-tanda vital serta
pemberian terapi lanjutan sesuai hasil pemeriksaan penunjang.

S. Perencanaan Pulang
Tujuan pulang: Rumah (Lawang) dengan pasien sudah sadarkan diri
Transportasi pulang:ambulans
Dukungan keluarga:anak, istri
Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: menggunakan umum (dana pribadi)
Antisipasi masalah perawatan diri setalah pulang: Edukasi cara perawatan pasien dengan
tepat seperti latihan ROM pasif, motivasi keluarga pasien untuk selalu memberikan
dukungan untuk kesembuhan pasien
Pengobatan: Sesuai saran dan resep dokter
Rawat jalan ke: Puskesmas
Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: Menjaga pola makan pasien yaitu rendah gula
dan garam agar mengontrol penyakit DM dan HT pasien, pasien juga dapat melakukan
aktivitas sesuai kemampuan pasien jangan dipaksakan yang berlebihan.
Keterangan lain: Pasien belum dapat pulang dikarenakan masih mengalami penurunan
kesadaran dan kondisi bedrest total
ANALISA DATA
Masalah Keperawatan Aktual
No Masalah
Data Etiologi
. keperawatan
S: Hipertensi Penurunan
1. O: ↓ kapasitas adaptif
 GCS: 1-x-1 intrakranial
Pembuluh darah pecah
 Kesadaran : coma

 Tanda-tanda vital
X TD : 140/61 mmHg Ekstravasasi darah dari
X Nadi : 82 x/menit pembuluh darah arteri di

X Suhu : 37,0 0C otak

X RR : 24 x/menit ↓

Masuk ke dalam jaringan


otak

terjadinya edema cerebri


cerebri

Peningkatan TIK

Penurunan kapasitas adaptif


intrakranial

2 S: Kerusakan pada persyarafan Defisit perawatan


O: ↓ diri: mandi,
 Pasien bed rest total Penurunan kemampuan makan,
 Tidak bisa mobilisasi mandiri dalam koordinasi gerak berpakaian,

 Kesadaran: coma ↓ toileting

 GCS: 1 – x - 1 Tidak mampu ADL mandiri



 Klien terpasang NGT
 Selama dirumah sakit Defisit Perawatan Diri:
kebutuhan klien seluruhnya Mandi, Berpakaian, Makan,
dibantu oleh perawat. Eliminasi
No Masalah
Data Etiologi
. keperawatan

 Kekuatan otot:
1 1
1 1

Masalah Keperawatan Risiko


No Faktor Risiko Masalah
3  Kesadaran: soporcoma Risiko luka tekan
 GCS: 1-x-2
 Kekuatan otot:
1 1
1 1
 Klien bedrest, dan terpasang dower
chateter dan NGT
 Klien tidak dapat melakukan pergerakan
sesuai dengan arahan perawat
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Berdasarkan prioritas)

Ruang : Ruang 26 Stroke RSSA Malang


Nama Pasien : Tn. S
Diagnosa : CVA ICH

TANGGA
No. TANGGAL L TANDA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx MUNCUL TERATAS TANGAN
I
1. 30 September Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
2019 berhubungan denganadanya edema cerebri
3. 30 September Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan
2019
eliminasi berhubungan dengan kelemahan dan
gangguan neuromuskular ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mandi, mengganti pakaian,
makan, dan eliminasi secara mandiri
4. 30 September Risiko luka tekan ditandai dengan hambatan mobilitas
2019
dan klien bedrest
Intervensi Keperawatan:

No. Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1 Penurunan Setelah dilakukan intervensi dalam waktu 3 x 24 jam kapasitas adaptif Menejemen peningkatan tekanan
kapasitas adaptif intrakranial meningkat, dengan kriteria intrakranial
intrakranial b.d No. Indikator 1 2 3 4 5 Observasi
1. Tekanan >180 165 – 180 150 – 164 130 – <130
edema cerebral mmHg mmHg mmHg 149 mmHg ˗ Monitor tanda dan gejala
darah
d.d pasien coma systole mmHg peningkatan TIK
2. Tekanan >110 101 – 110 91 – 100 81 – 90 60 –
mmHg mmHg mmHg mmHg 80 ˗ Monitor tekanan darah (MAP)
darah
diastole mmHg ˗ Monitor status pernafasan
3. Penuruna ˗ Monitor intake dan output cairan
n Sopor Somnolen Delirium Apatis Comp
(GCS: (GCS: 7- (GCS: 10- (GCS: os Terapeutik
kesadaran
5-6) 9) 11) 12-13) mentis 1. Minimalkan stimulus dan
(GCS:
14 -15) menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi head up 300
3. Cegah terjadinya kejang
4. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
5. Pertahankan suhu tubuh normal
Pemantauan tekanan intrakranial
Observasi
1. Monitor peningkatan tekanan
darah
2. Monitor pelabaran tekanan nadi
3. Monitor frekuensi jantung
4. Monitor ireguleritas irama nafas
5. Monitor penurunan tingkat
kesadaran
6. Monitor perlambatan atau
ketidaksimetrisan respon pupil
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan pemantauan jika
perlu

2 Defisit perawatan Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jamperawatan diri meningkat Dukungan perawatan diri
diri b.d kelemahan dengan kriteria hasil: Observasi :
dan gangguan 1 2 3 4 5 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
neuromuskular d.d Verbalisasi keinginan untuk Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri
perawatan diri sesuai usia
ketidakmampuan melakukan perawatan diri mampu >1 keluarga keluarga
untuk mandi meningkat mandiri orang >1 orang (1 orang) 2. Monitor tingkat kemandirian
secara mandiri dan 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
perawat kebersihan diri, berpakaian

Kemampuan mandi meningkat Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri Terapeutik :


mampu >1 keluarga keluarga 1. Sediakan lingkungan yang
mandiri orang >1 orang (1 orang) terapeutik (suasana hangat rileks,
dan
privasi)
perawat
2. Siapkan keperluan pribadi
Kemampuan diri pakaian Tidak Dibantu Dibantu Dibantu Mandiri 3. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
meningkat mampu >1 keluarga keluarga
tidak mampu perawatan diri
mandiri orang >1 orang (1 orang)
dan
Dukungan Perawatan Diri: Mandi
perawat Observasi:
1. Identifikasi usia dan budaya dalam
membantu kebersihan diri
2. Identifikasi jenis bantuan yang
dibutuhkan
3. Monitor kebersihan tubuh
4. Monitor integritas kulit
Terapeutik:
1. Sediakan peralatan mandi
2. Fasilitasi menggosok gigi sesuai
kebutuhan
3. Berikan bantuan sesuai tingkat
kemandirian
Edukasi:
1. Ajarkan keluarga cara
memandikan pasien, jika perlu

3 Risiko luka tekan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24jam integritas kulit Intervensi utama pencegahan luka
meningkat dengan kriteria hasil: tekan
1. Observasi
menurun Cukup sedang Cukup meningk • Periksa luka tekan dengan
Perfusi
menuru meningka at menggnakan skala braden
jaringan
t • Monitor suhu kulit yang tertekan
meningka Cukup sedang Cukup menuru • Monitor status kulit harian
kemerahan • Monitor kulit diatas area tonjolan
t menigkat menurun n
tulang atau titik tekan saat mengubah
posisin
• Monitor sumber tekanan dan
gesekan
• Montor aktifitas dan mobilitas
individu
2. Terapeutik
• Keringkan daerah kulit yang
lembab akibat keringat, cairan luka, dan
inkontinensia fekal dan urin
• Gunakan barrier seperti otion
dan bantalan penyerap air
• Ubah posisi dengan hati – hati
setiap 1 - 2 jam
• Berikan bantalan pada titik
tonjolan dan titik tekan
• Jaga sprei tetaap kering, kering
dan tidak ada kerutan
• Pastikan asupan makanan yang
cukup seperti protein dll

3. Edukasi
• Jelaskan tanda tanda kerusakan
kulit
1. • Ajarkan cara merawat
kulit Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat bantu
handrall
2. Fasilitasi melakukan pergerakan
ANALISIS INTERVENSI DENGAN JURNAL

NO.dx Intervensi Rasional Jurnal Pendukung Isi Jurnal Screenshot Jurnal


Keperawatan
1 Head up kepala 300 Judul Jurnal : Pengaturan posisi
Memfasilitasi head up 30° pada
Efektifitas
peningkatan aliran darah pasien cedera kepala
ke serebral dan pemberian posisi
memberikan hasil
memaksimalkan head up 300 yang lebih baik yaitu
oksigenasi jaringan terhadap mampu meningkatkan
serebral serta peningkatan saturasi perfusi jaringan
meminimalkan oksigen pada pasien serebral, sehingga
peningkatan TIK mampu mempercepat
stroke di IGD rumah proses penyembuhan
sakit pusat otak pasien yang cedera
nasional kepala. Berdasarkan
hasil penelitian pada
Penulis pasien stroke yang
diberikan posisi head
Fuji paramita dewi up 30° sangat efektif
Tahun 2017 karena posisi 30°
mampu melancarkan
venous return serebral
yang akan
meningkatkan perfusi
jaringan serebral
1 Head up kepala 300 Pemberian posisi Judul Elevasi kepala
headup 300 mencegah berdasarkan respon
Study kasus
dan meminimalkan fisiologis dapat
gangguan perfusi
peningkatan TIK merupakan perubahan
jaringan serebral
posisi untuk
dengan penurunan
meningkatakan aliran
pada klien stroke
darah ke otak dan
hemoragik setelah
mencegah
dilakukan head up 300
peningkatan TIK
Nama penulis
abdul kadir hasan
jurnal
jurnal ilmiah multi

volume & No
Vol , no. 2
tahun 2018
halaman jurnal 233

Anda mungkin juga menyukai