Anda di halaman 1dari 17

Referat

PENATALAKSANAAN STROKE INFARK


DENGAN MENGGUNAKAN
TROMBOLISIS

Oleh

Helna Amelia, S. Ked


I4A012006

Pembimbing

dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FKUNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2016
0

BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau
kematian. Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejalagejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain selain vaskuler.1
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia
atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. 2
Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran
darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan
hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak
tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan
subrakhnoid.3
Stroke iskemik berdasarkan patogenesisnya dapat digolongkan menjadi stroke
iskemik trombotik dan stroke iskemik embolik. Sedangkan berdasarkan manifestasi klinisnya
terdiri atas:4
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang
akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosis TIA berimplikasi bahwa lesi vaskular yang
terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi.
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang berangsur-angsur dan bertahap.
1

RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral
berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.
3. Stroke in evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin
berat.
4. Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah
memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak
terganggu.
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi
akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Peningkatan intracranial
pada stroke hemoragik cenderung menghasilkan sakit kepala dan muntah-muntah serta
penurunan kesadaran. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pencitraan dapat melengkapi evaluasi yang diperlukan. Perbedaan antara stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik, yaitu:5,6
Tabel 1.1 Perbedaan antara Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik

Pemeriksaan pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasikan diagnosis


stroke iskemik. Computed tomography (CT) scanning non kontras adalah bentuk yang paling
umum digunakan dari neuroimaging dalam evaluasi akut pasien dengan stroke. Punksi
lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau perdarahan subarachnoid ketika CT
scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap tinggi.7
Tes laboratorium dilakukan dalam diagnosis dan evaluasi stroke iskemik adalah
sebagai berikut:7

Hitung darah lengkap: dapat mengungkapkan penyebab stroke (misalnya, polisitemia,


trombositosis, trombositopenia, leukemia) atau memberikan bukti penyakit lain yang

menyertai (misalnya, anemia)


Kimia darah: dapat menunjukkan kondisi yang mempunyai gejala mirip stroke
(misalnya, hipoglikemia, hiponatremia) atau memberikan bukti penyakit yang menyertai

(misalnya, diabetes, insufisiensi ginjal)


Koagulasi darah: mengungkapkan koagulopati dan berguna dalam rencana penggunaan

fibrinolitik atau antikoagulan.


Biomarker jantung: penting karena asosiasi penyakit pembuluh darah otak dan penyakit

arteri koroner
Toksikologi screening: membantu dalam mengidentifikasi pasien mabuk dengan gejala /

perilaku mirip sindrom stroke


Analisis gas darah arteri: pada pasien dengan dugaan hipoksemia, gas darah arteri
mendefinisikan keparahan hipoksemia dan dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan
asam-basa.
Stroke iskemik merupakan salah satu stroke yang banyak terjadi dibandingkan dengan

stroke perdarahan (88% vs 12%). Dengan melihat penyebab terjadinya stroke maka tujuan
penatalaksanaan stroke adalah untuk mengembalikan aliran darah pada otak yang tersumbat
dengan cepat, mengurangi angka kematian, mencegah terjadinya sumbatan ulang dan
kejadian keterulangan stroke pada masa mendatang.8,9

Penatalaksanaan stroke iskemik dapat menggunakan berbagai pilihan terapi, antara


lain: trombolitik (rtPA/ recombinant tissue plasminogen activator) untuk digunakan sebagai
terapi reperfusi untuk mengembalikan perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke
akut; antikoagulan untuk mencegah terjadinya kembali stroke emboli; antiplatelet digunakan
untuk pencegahan stroke ulangan dengan mencegah terjadinya agregasi platelet; dan
neuroprotektif yang digunakan untuk menunda terjadinya infark pada bagian otak yang
mengalami iskemik khususnya penumbra.10 Penatalaksanaan stroke infark dengan
menggunakan trombolitik akan dibahas lebih lanjut.

BAB II
MANAJEMEN TROMBOLISIS PADA STROKE ISKEMIK
Alteplase intravena (bahan aktif menjadi rt-PA) adalah satu-satunya agen trombolitik
yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan stroke iskemik akut .
Rt-PA adalah agen trombolitik fibrin selektif yang memecah fibrin ke dalam produk
degradasi fibrin, akhirnya memecah trombus dan mengakibatkan rekanalisasi arteri yang
tersumbat. Agen trombolitik lain seperti streptokinase dapat bermanfaat bagi pasien dengan
infark miokard akut, namun pada pasien dengan stroke iskemik akut telah terbukti
meningkatkan risiko perdarahan intrakranial dan kematian.11
1. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Jika pasien adalah kandidat untuk diberikan terapi fibrinolitik, tinjauan menyeluruh dari
kriteria inklusi dan eksklusi harus dilakukan. Kriteria eksklusi sebagian besar fokus pada
identifikasi risiko perdarahan yang terkait dengan penggunaan fibrinolitik. Berdasarkan The
American Heart Association / American Stroke Association (AHA / ASA), kriteria pasien
4

yang dapat menggunakan obat ini berdasarkan rentang waktu dari onset gejala stroke dapat
dilihat pada tabel 1.2 (onset gejala <3 jam) dan 2.2 (onset gejala 3-4,5 jam).10

Tabel 1.2 Kriteria Indikasi dan Kontraindikasi Pasien Stroke Iskemik Akut yang Dapat
Menggunakan rtPA dalam 3 jam Setelah Onset Gejala.10

*memerlukan pertimbangan risk to benefit untuk pemberian fibrinolitik pada pasien dengan
kondisi tersebut. aPTT (activated partial thromboplastin time); CT (computed tomography);
ECT (ecarin clottin time), PT (partial thromboplastin); INR (international normalized ratio);
rtPA (recombinant tissue plasminogen activator); TT (thrombin time)

Tabel 2.2 Kriteria Tambahan Indikasi Dan Kontraindikasi Pasien Stroke Iskemik Akut yang
Dapat Menggunakan rtPA dalam Rentang 3 4,5 Jam Setelah Onset Gejala.10

Tabel 2.3 Parameter Penilaian National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)12

Berdasarkan hasil dari The European Cooperative Acute Stroke Study III (ECASS III),
pedoman AHA / ASA dan ESO tahun 2009 memperpanjang rentang waktu untuk perawatan
pasien stroke iskemik akut yang memenuhi syarat pemberian rt-PA intravena dari 3 jam
sampai 4,5 jam setelah timbulnya gejala stroke 13-15, ditegaskan kembali pada pedoman AHA /
ASA pada tahun 201310. Meskipun FDA belum menyetujui penggunaan alteplase lebih dari 3
jam setelah onset, European Medicines Agency telah menyetujui penggunaan alteplase hingga
4,5 jam. Penelitian dari ECASS III menyatakan bahwa pasien stroke iskemik akut yang
diberikan trombolisis intravena 3-4,5 jam setelah onset menunjukkan penurunan risiko
kematian dalam waktu 3 bulan, meskipun terjadi peningkatan risiko perdarahan intraserebral

dan perdarahan intrakranial16. Temuan ECASS III ini didukung oleh hasil dari Safe
Implementation of Treatments in Stroke-International Stroke Thrombolysis Registry (SITSISTR), yang membandingkan 664 pasien stroke iskemik akut yang diberikan trombolisis
intravena dengan onset 3 sampai 4,5 jam dengan 11.865 pasien yang diobati dalam waktu 3
jam17.
Dalam meta-analisis dari sembilan penelitian besar tentang pengobatan trombolisis
yang melibatkan 6.756 pasien dengan stroke iskemik akut, menyatakan bahwa pemberian
alteplase dalam waktu 4,5 jam onset secara signifikan dapat meningkatkan hasil, terlepas dari
faktor usia dan keparahan stroke. Hasil baik yang dimaksud adalah hanya sedikit atau tidak
adanya gejala cacat sisa pada 3-6 bulan. Pasien yang mendapatkan alteplase dalam waktu 3
jam setelah onset gejala sebanyak 75% mendapatkan hasil yang baik dibandingkan dengan
pasien yang tidak mendapatkan alteplase. Pasien yang diberikan alteplase dalam waktu 3
sampai 4,5 jam setelah onset gejala stroke sebanyak 26% mendapatkan hasil yang baik, dan
pasien dengan penundaan lebih dari 4,5 jam dalam menerima pengobatan alteplase sebanyak
15% secara tidak signifikan mendapatkan kesembuhan yang baik.18,19
2. MANAJEMEN PRE-TROMBOLISIS
Manajemen variabel fisiologis seperti tekanan darah, gula darah dan suhu tubuh
sebelum trombolisis sangat penting karena variabel-variabel ini dapat mempengaruhi hasil
klinis pasien stroke iskemik akut yang diobati dengan rt-PA intarvena.
a. Tekanan darah.
Tekanan darah yang tinggi dapat berkaitan dengan risiko terjadinya perdarahan
intrakranial.20 Analisis retrospektif dari SITS-ISTR menunjukkan hubungan linear yang kuat
antara tekanan darah sistolik dan risiko perdarahan intrakranial. 21 Meskipun manajemen
tekanan darah dalam pengaturan stroke iskemik akut adalah kontroversial, dianjurkan bahwa
agen trombolitik seharusnya hanya diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <185
10

mmHg dan tekanan darah diastolik <110 mmHg pada saat pengobatan untuk menghindari
terjadinya perdarahan intrakranial.22 Tekanan darah tinggi dapat diobati dengan agen
intravena seperti labetalol, yang lebih disukai karena mudah dititrasi dan memiliki efek
vasodilatasi minimal pada pembuluh darah otak. Agen lain yang perlu dipertimbangkan
termasuk nicardipine intravena dan nitrogliserin transdermal. Jika tekanan darah tidak
merespon dan tetap> 185/110 mmHg, rt-PA tidak boleh diberikan.10
Penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut yang akan diberikan rt-PA
berdasarkan pedoman AHA/ASA 2013 adalah sebagai berikut:10
1. Tekanan darah sistolik > 185 mmHg atau diastolik >110 mmHg
a. Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulangi 1x;atau
b. Infuse nikardipin 5 mg/jam, titrasi dinaikkan 2,5 mg/jam dengan interval 5-15 menit,
maksimal 15 mg/jam, saat tekanan darah yang diinginkan tercapai, turunkan menjadi 3
mg/jam
c. Bila tekanan darah tidak turun dan tetap >185/110 mmHg, jangan berikan rt-PA
intravena
2. Manajemen tekanan darah selama dan setelah penggunaan rt-PA untuk mempertahankan
tekanan darah 180/105
a. Monitor tekanan darah tiap 15 menit selama terapi dan selama 2 jam berikutnya,
kemudian tiap 30 menit selama 6 jam, kemudian setiap jam selama 16 jam
b. Tekanan darah sistolik >180-230 mmHg atau diastolik >105-120 mmHg
Labetalol 10 mg IV, kemudian infus IV 30 menit selama 6 jam dan kemudian tiap
kontinu 2-8 mg/menit, atau jam selama 16 jam
Nikardipin 5 mg/jam IV, titrasi sampai 2,5 mg/jam tiap 5-15 menit, maksimum 15
mg/jam.

11

Bila tekanan darah tidak terkontrol, pertimbangkan pemberian natrium nitroprusid


intravena
b. Gula darah
Hiperglikemia adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan
pada pasien dengan stroke iskemik akut, dengan atau tanpa trombolisis intravena. Kadar
glukosa> 7,7 mmol/l sebelum diterapi dengan trombolisis telah terbukti menjadi faktor risiko
untuk kegagalan rekanalisasi,23 dan berkaitan dengan kurangnya perbaikan neurologis, ukuran
infark yang lebih besar, dan hasil klinis yang lebih buruk dalam waktu 3 bulan. 24 Dalam studi
kohort pada pasien stroke iskemik dengan pengobatan trombolisis, kadar glukosa> 8,0
mmol / l secara independen dapat meningkatkan risiko kematian, perdarahan intrakranial, dan
hasil pengobatan yang buruk dalam 3 bulan. 25 Hal ini menunjukkan bahwa kontrol awal kadar
gula darah sebelum pemberian trombolisis intravena dapat meningkatkan hasil, dan koreksi
dengan insulin kerja cepat dianjurkan dalam pedoman (pedoman ESO: <10 mmol / l atau
setara dengan <180 mg/dL; pedoman AHA / ASA: 7,7-9,9 mmol / l atau setara dengan 140180 mg/dL).

3. PROSEDUR PENGGUNAAN ALTEPLASE


Berdasarkan rekomendasi NIH tentang response time pasien yang akan diberikan rtPA di Unit Gawat Darurat, golden hour untuk rencana pemberian rt-PA adalah < 60 menit14
1. Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke
2. Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk anamnesis, permintaan
laboratorium dan menilai NIHSS) waktu < 10 menit
3. Didiskusikan oleh tim stroke ( termasuk keputusan dilakukan pemberian rTPA) waktu <15
menit
4. Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, waktu <25 menit
5. Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dan laboratorium, waktu < 45 menit
6. Pemberian rt-PA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu < 60 menit
Protokol penggunaan rt-PA intravena berdasarkan pedoman AHA/ASA tahun 2013
adalah sebagai berikut:10

12

1. Infus rt-PA 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit dengan 10% dosis diberikan
sebagai bolus dalam 1 menit
2. Masukkkan pasien ke ICU atau unit stroke untuk pemantauan
3. Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama pemberian infus dalam setiap 30
menit setelahnya selama 6 jam berikutnya, kemudian tiap jam hingga 24 jam setelah terapi
4. Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, atau muntah, hentikan infus (bila rtPA sedang dimasukkan) dan lakukan CT Scan segera
5. Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama dan setaip 30 menit selama 6
jam berikutnya, dan kemudian setiap jam hingga 24 jam setelah terapi
6. Naikkan frekuensi pengukuran tekanan darah bila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau
bila diastolik > 105 mmHg; berikan medikasi antihipertensi untuk mempertahankan
tekanan darah pada level ini atau level dibawahnya
7. Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin atau kateter tekanan intraarterial
8. Lakukan CT Scan untuk follow up dalam 24 jam sebelum pemberian antikoagulan atau
antiplatelet
4. MANAJEMEN POST TROMBOLISIS
Pengawasan yang sangat ketat harus dilakukan pada pasien dengan pemberian
trombolisis. Pengawasan yang harus dilakukan adalah adanya perburukan gejala neurologis
dan tanda-tanda perdarahan intrakranial.26-28
Status neurologis (menggunakan NIHSS) dan tekanan darah harus dipantau setiap 15
menit untuk 2 jam pertama, kemudian setiap 30 menit selama 6 jam, dan kemudian setiap jam
selama 16 jam.22 Monitoring tekanan darah dianjurkan untuk deteksi dini hipotensi,
kemungkinan besar karena overtreatment, yang dapat memperburuk iskemia serebral.29
Pemeriksaan CT scan atau MRI harus dilakukan dalam 24 jam untuk menyingkirkan
kemungkinan perdarahan sebelum pemberian antiplatelet dan antikoagulan. Jika perdarahan
terjadi, konsultasi dengan spesialis bedah saraf dan persiapan darah termasuk fresh frozen
plasma dan trombosit harus dipertimbangkan.30

13

Pengawasan yang ketat juga penting untuk menetapkan faktor etiologi yang
berkontribusi terhadap stroke iskemik akut, seperti hipertensi, stenosis arteri karotis, atau
fibrilasi atrium, dan mengambil langkah-langkah pencegahan jangka panjang yang sesuai
(misalnya antihipertensi, endarterektomi, antikoagulan, obat antiplatelet) untuk terhindar dari
kekambuhan stroke.
5. KOMPLIKASI TROMBOLISIS
Pemberian terapi trombolitik intravena dapat mengalami komplikasi seperti
perdarahan (perdarahan intraserebral dan perdarahan sistemik), angioedema dan cedera
reperfusi dengan edema. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi adalah reoklusi dan
embolisasi sekunder, yang berhubungan dengan tidak efektifnya trombolisis atau redistribusi
dari trombosis yang lisis. Rt-PA juga dapat mempengaruhi parenkim otak, menyebabkan
neurotoksisitas dan kejang.31
Perdarahan intrakranial

adalah

salah

satu

komplikasi

yang

paling

tidak

menguntungkan dan ditakuti dari pemberian trombolisis intravena, sebanyak 1,7-8,0% dari
pasien yang diobati.32-36,16
Sembilan faktor risiko independen untuk perdarahan intrakranial yaitu: skor NIHSS,
glukosa serum, tekanan darah sistolik, usia, berat badan, waktu pengobatan, penggunaan
aspirin atau gabungan aspirin dan clopidogrel, serta riwayat hipertensi.36
Pemantauan juga harus dilakukan untuk pasien dengan bukti atenuasi rendah (edema
atau iskemia) yang melibatkan sepertiga lebih dari distribusi arteri serebri media pada CT
scan nonkontras dalam pemberian rt-PA. Pasien tersebut cenderung memiliki hasil yang
kurang menguntungkan setelah terapi fibrinolitik dan berada pada risiko tinggi untuk
mengalami transformasi hemoragik.37
6. OBAT TROMBOLISIS LAIN
Alteplase (rt-PA) merupakan satu-satunya agen trombolitik yang disetujui untuk
pengobatan stroke iskemik akut. Alteplase memiliki spesifisitas terhadap fibrin terbatas dan
kemungkinan bersifat neurotoksik telah memicu pencarian aktivator plasminogen lainnya.
Trombolitik yang lebih baru dengan spesifisitas target yang lebih tinggi dan profil keamanan
yang lebih baik sedang dievaluasi dalam uji klinis. Dalam percobaan ditemukan reperfusi
14

signifikan lebih besar (P = 0,004) dan hasil klinis yang lebih baik (P <0,001) dalam waktu 24
jam pada pasien yang diberikan tenecteplase dibandingkan alteplase dalam waktu <6 jam
setelah onset stroke iskemik.38 Demikian pula, uji coba tahap 2 desmoteplase in acute
ischaemic stroke (DIAS) and Dose Escalation Study of Desmoteplase in Acute Ischaemic
Stroke (DEDAS) menunjukkan hasil yang menjanjikan dengan pemberian desmoteplase
dalam waktu 3-9 jam setelah onset stroke.39,40 Contoh uji coba lain yang masih berlangsung
adalah reteplase, plasmin dan mikroplasmin.11

15

BAB III
PENUTUP
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi.
Tujuan penatalaksanaan stroke adalah untuk mengembalikan aliran darah pada otak
yang tersumbat dengan cepat, mengurangi angka kematian, mencegah terjadinya sumbatan
ulang dan kejadian keterulangan stroke pada masa mendatang.
Trombolisis digunakan sebagai terapi reperfusi untuk mengembalikan perfusi darah
yang terhambat pada serangan stroke akut. Penggunaan trombolisis harus dilakukan dengan
mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang didapat, serta harus sesuai dengan indikasi
agar komplikasi tidak terjadi.

16

Anda mungkin juga menyukai