Anda di halaman 1dari 13

Referat

DEPRESI PASCA SKIZOFRENIA

Oleh

Tasya Dwi Vayari (712019067)


Rizky Saniyyah W (712019034)
Putri Oktaria (712019070)
Hafiza Noka M (712019092)
Febiyolan (712019089)

Pembimbing

dr. Abdullah Shahab, Sp. KJ, MARS

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul
DEPRESI PASCA SKIZOFRENIA

Oleh:
Tasya Dwi Vayari (712019067)
Rizky Saniyyah W (712019034)
Putri Oktaria (712019070)
Hafiza Noka M (712019066)
Febiyolan (712019089)

Telah diterima dan disetujui sebagai tugas ujian kepaniteraan klinik di


Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang Periode 12 Desember 2021 – 25 Desember 2021.

Palembang, Desember 2021


Pembimbing,

dr. Abdullah Sahab, Sp. KJ, MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Depresi Pasca Skizofrenia”.

Referat ini merupakan salah satu tugas ujian Kepaniteraan Klinik di


Bagian/Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdullah Sahab, Sp. KJ,
MARS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan
dan penyusunan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat


ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Desember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................2
BAB III KESIMPULAN........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................8

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan yang menglobal,


berdasarkan data WHO pada tahun 2013, terdapat 450 juta orang yang mengalami
gangguan jiwa atau setidaknya 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental
dan masalah kesehatan jiwa. Menurut sumber yang sama, Skizofrenia merupakan
salah satu bentuk gangguan jiwa berat yang dialami 21 juta orang diseluruh dunia.
Psikosis, termasuk skizofrenia dengan karakteristik gangguan pada pola berpikir,
persepsi, emosi, bahasa, serta kesadaran diri dan tingkah laku. Gejala psikotik
yang biasa ditemukan adalah halusinasi pendengaran, penglihatan, dan delusi.1,2
Prevalensi gangguan depresi pada skizofrenia telah dilaporkan sekitar
40%, namun tingkat penyakit (awal vs kronis) dan faktor keadaan (akut atau
pasca-psikotik) mempengaruhi angka kejadian yang dengan demikian dapat
bervariasi. Pada episode akut, angka mencapai 60%, sedangkan pada skizofrenia
post-psikotik, depresi sedang hingga berat bervariasi antara 20% pada skizofrenia
kronis dan 50% setelah pengobatan episode pertama.3
Sekitar 25 % dari total pasien skizofrenia mengalami keterkaitan dengan
depresi, dan berdasarkan klasifikasi diagnostik yang termuat dalam PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III) seorang dengan
kondisi depresi pasca skisofrenia akan menunjukkan gejala depresi yang lebih
menonjol dibandingkan dengan gejala skizofrenianya. Gejala tersebut dapat
terjadi pada kurang dari 10 hingga 70 persen pasien pasca skizofrenik
dibandingkan dengan gejala skizofrenianya. Gejala tersebut dapat terjadi pada
kurang dari 10 hingga 70 persen pasien pasca skizofrenik. 4
Kehadiran depresi dalam skizofrenia telah menjadi tantangan bagi
penderita skizofrenia, dengan berbagai upaya untuk menyelamatkan perbedaan
mendasar termasuk membangkitkan dan memperbaiki diagnosis seperti gangguan
schizoafektif. Sehingga pasien-pasien pasca skizofrenia tidak jatuh dalam keadaan
depresi.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah
atau pecah dan phren yang berarti jiwa. Terjadi pecahnya/ ketidakserasian
antara afek, kognitif, dan perilaku. Skizofrenia adalah suatu psikosa
fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi
antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai
distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-
bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, serta
psikomotor yang menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku
bizar. Sementara itu gangguan skizofrenia dikarakteristikan dengan gejala
positif (delusi dan halusinasi), gejala negatif (apatis, menarik diri, penurunan
daya pikir, dan penurunan afek), dan gangguan kognitif (memori, perhatian,
pemecahan masalah, dan sosial). Skizofrenia merupakan sebuah sindrom
kompleks yang dapat merusak pada efek kehidupan penderita maupun
anggota-anggota keluarganya atau gangguan mental dini untuk melukiskan
bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia
sekarang.5

2.2 Definisi Depresi Pasca Skizofrenia


Depresi pasca skizofrenia merupakan gejala depresif setelah suatu
episode psikotik pada seorang pasien skizofrenik dikategorikan sebagai
contoh dari gangguan depresif yang tidak ditentukan dalam DSM-II-R.
Orang dengan baik skizofrenia dan depresi mungkin memiliki kesulitan
berkomunikasi suasana hati yang tertekan atau dalam keadaan perasaan,
sehingga membatasi utilitas klinis pertanyaan langsung tentang suasana hati
mereka. Sebaliknya, pertanyaan tentang minat mereka dalam hal- hal dan
kegiatan mungkin lebih berguna dalam membedakan gejala depresi.
Misalnya, kehilangan minat dalam kegiatan yang biasa (anhedonia) adalah
kesamaan depresi. Sebaliknya, pasien dengan gejala negatif skizofrenia

2
sendiri ( “defisit” sindrom) mungkin menggambarkan kepentingan mereka
dalam hambar dan cara afektif dibatasi. perasaan bersalah atau keputusasaan
dan tema bunuh diri dan bunuh juga dapat membantu dalam diferensiasi, dan
dalam mengevaluasi risiko menyakiti diri atau bunuh diri. Fitur lain dari
depresi meliputi gejala neurovegetative signifikan, seperti tidur dan nafsu
makan berkurang, tetapi pada skizofrenia, ritme sirkadian dan nafsu makan
dapat dipengaruhi oleh gangguan inti dan beberapa obat antipsikotik.

Penilaian risiko sangat penting bagi siapa saja dengan skizofrenia dan
gejala depresi, seperti bunuh diri merupakan penyebab utama kematian di
antara orang dengan skizofrenia. risiko lainnya seperti pengabaian diri dan
asupan makanan yang buruk juga harus dinilai, karena banyak orang dengan
skizofrenia terisolasi secara sosial dan tidak memiliki pengasuh mem

2.3 Pedoman Diagnostik


Berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III) depresi pasca skizofrenia masuk ke dalam F20.4 dengan
kriteria sebagai berikut:12

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:

1. Pasien telah menderita skizofrenia ( yang memenuhi kriteria umum


skizofrenia) selam 12 bulan terakhir ini.
2. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya).
3. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-) dan telah ada dalam kurun
waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia


diagnosis menjadi Episode depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia masih
jelas dan menonjol, Diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe
skizofrenia yang sesuai (F20.0- F20.3).

3
2.4 Tatalaksana

13
Terapi farmakologi :

1. Obat Antipsikotik

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Antipsikotik dibagi

dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

a. Dopamine receptor antagonist (DRA) atau antipsikotika generasi

I (APG-I) disebut juga antipsikotika konvensional atau tipikal

Obat APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala

positif sedangkan untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat.

Semua obat APG-I dapat menimbulkan efek samping

extrapiramidal symptoms (EPS) yaitu parkinsonisme, distonia

akut, dan akatisia.

b. Serotonin dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotika

generasi II (APG-II) disebut juga antipsikotika baru atau

atipikal.Obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala positif

maupun negatif.

2. Obat Anti-depresi

a. Penggolongan obat antidepressan adalah:

- Golongan Trisiklik (Amitriptilin, Imipramin, Clomipramine,


Tianeptine)

- Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, Mianserine, Amoxapine)

- Golongan MAOI-Reversible (Moclobemid)

4
- Golongan SSRI (Sertralin, Paroxetine, Fluvoxamine,

Fluoxetin, Duloxetine, Citalopram)

- Golongan Anti depresi Atypical (Trazadone, Mirtazapine,


Venlafaxine.

b. Mekanisme Kerja
Sindrom depresi disebabkan oleh defesiensi relatif salah satu atau
beberapa “aminergic neurotransmitter” (serotonine, dopamine)
pada sinaps neuron di SSP (khususnya pada sistem
limbik)Mekanisme kerja Obat Anti-depresi adalah:
- Menghambat “re-uptake aminerc neurotransmitter”
- Menghambat penghancuran oleh enzim “monoamine
Oxidase”, Sehingga terjadi peningkatan jumlah “aminergic
neurotransmitter” pada sinaps neuron di SSP.

c. Efek Samping

 Sedasi (seperti rasa mengantuk)

 Efek Antikolinergik (seperti mulut kering, takikardi, konstipasi)

 Efek Antiadrenergik (seperti hipotensi)

 Efek Neurotoksis (seperti insomnia, tremor halus)

Terapi Non Farmakologi :

a. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

merupakan pendekatan belajar terhadap terapi yang menggabungkan


teknik kognitif dan behavioral. Terapi ini berusaha untuk
mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk
membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada
perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan, dan sikap
mendasarinya. Pada intervensi cognitive behavior therapy ini terapis
menggunakan teknik konfrontasi dengan menyerang ketidaklogikan
berpikir subjek dan membawa subjek ke arah berpikir yang lebih logik.

5
Ketidaklogikan yang dimaksud adalah keyakinan-keyakinan irasional
subjek. 14

b. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan usaha seorang terapis untuk memberikan suatu
pengalaman baru bagi orang lain. Pengalaman ini dirancang untuk
meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengelola distres subjektif.
14

2.5 Prognosis

Kemungkinan prognosis baik, jika episode depresif ringan pasca skizofrenia ,

waktu rawat inap singkat, indikator psikososial meliputi mempunyai teman

akrab selama masa remaja, fungsi keluarga stabil, lima tahun sebelum sakit

secara umum fungsi sosial baik. Kemungkinan prognosis buruk, jika depresi

berat bersamaan dengan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain,

ditemukan gejala cemas, ada riwayat lebih dari sekali episode depresi

sebelumnya, serta gejala skizofrenia kembali muncul seperti gejala positif

pada skizofrenia.

6
BAB III

KESIMPULAN

1. Depresi Pasca Skizofrenia adalah suatu episode depresif yang mungkin


berlangsung lama dan timbul sesudah suatu serangan penyakit
skizofrenia
2. Beberapa etiologi Depresi Pasca Skizofrenia adalah faktor genetik,
faktor organobiologik, faktor psikososial,faktor kepribadian
3. Kriteria diagnostik Depresi Pasca Skizofrenia ditegakkan jika
menemukan gejala seperti telah menderita skizofrenia selama 12 bulan
terakhir, beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada, Gejala-gejala
depresif menonjol dan menganggu,

4. memenuhi sedikitnya kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada
paling sedikit 2 minggu
5. Terapi yang diberikan adalah berupa farmakoterapi, seperti antipsikotik
untuk mkengobati penyakit primernya, dan anti-depressan untuk
mengurangi gejala depresinya.
6. Prognosis Depresi Pasca Skizofrenia tergantung kepada onset, faktor
lingkungan, faktor genetik, faktor kepribadian, dan lainnya

7
DAFTAR PUSTAKA

1. World Heath Organization (WHO),mental disorders, Fact sheet. April 2016.


2. Current psychiatry, evidence based reviews, treating depression in patient
with schizophrenia. site February 2019.
3. Rachel Upthegrove, Steven Marwaha, and Max Birchwood. 2017.
Depression and Schizophrenia: Cause, Consequence, or Trans-diagnostic
Issue. Samheok. University of Birmingham. Ol. 43 no. 2 pp. 240–244
4. Current psychiatry, evidence based reviews, treating depression in patient
with schi zophrenia. site February 2019.

5. Hendarsyah, fadly :Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid dengan


Gejala-Gejala Positif dan Negatif. Lampung :Medula Unila Volume 4: 3.
2016
6. Siti Zahnia, Dyah Wulan Sumekar. 2016. Kajian Epidemiologi
Skizofrenia. Lampung : fakultas kedokteran universitas lampung.
MAJORITY Volume 5: 5
7. Maslim, Dr. dr. Rusdi, Sp. KJ, M. Kes. 2013. Buku Saku Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Singkat Dari PPDGJ III dan DSM-5. Jakarta: FK
Unika Atmajaya. Hal 46-47.
8. Ktut Dianovinina. Depresi pada Remaja Gejala dan Permasalahannya.
Surabaya : Jurnal Psikogenesis, Volume 6, No.1, Juni 2018
9. Marta BeMBnowska, Jadwiga Jo ko-ochoJska . 2015. What causes
depression in adults. Medical university in Lublin. Pol J Public Health
2015;125(2): 116- 120.
10. Maslim, Dr. dr. Rusdi, Sp. KJ, M. Kes. 2013. Buku Saku Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Singkat Dari PPDGJ III dan DSM-5. Jakarta: FK
Unika Atmajaya. Hal. 64-65
11. Peter bosanac, David J putri. Skizofrenia dan depresi. Melbourne. University
of Melbourne. MJA Open 2016; 1 Suppl 4: 36-39.

8
12. Maslim, Dr. dr. Rusdi, Sp. KJ, M. Kes. 2013. Buku Saku Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Singkat Dari PPDGJ III dan DSM-5. Jakarta: FK
Unika Atmajaya. Hal. 50.
13. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Obat Klinis Psikotropik Edisi IV,
Jakarta : Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. 2014.
14. Martin G., & Pear, J. (2015). Modifikasi perilaku; makna dan
penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai