Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA Referat

FAKULTAS KEDOKTERAN April 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

SKIZOAFEKTIF TIPE CAMPURAN DAN TATALAKSANA

Disusun Oleh:
Nancy Dwi Puspita
C014182113

Residen Pembimbing :
dr. Lilik Haryani

Supervisor Pembimbing :
Dr. dr. Sonny T. Lisal, Sp. KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Nancy Dwi Puspita
Stambuk : C014182113
Judul Referat : Skizoafektif Tipe Campuran dan Tatalaksana
Judul Lapsus : Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik

Adalah benar telah menyelesaikan referat dan laporan kasus yang telah disetujui
serta telah dibacakan dihadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka
kepaniteraan klinik pada bagian ILMU KEDOKTERAN JIWA Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2019

Supervisor Pembimbing, Residen Pembimbing,

Dr. dr. Sonny T. Lisal, Sp.KJ dr. Lilik Haryani

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat
yang berjudul “Skizoafektif Tipe Campuran dan Tatalaksana”. Referat ini penulis
susun untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin tahun 2019.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Sonny T. Lisal, Ph.D, Sp.KJ
dan dr. Lilik Haryani yang telah membimbing dan membantu penulis dalam
melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
referat ini. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata penulis berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui tentang “Skizoafektif Tipe Campuran dan
Tatalaksana”.

Makassar, April 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................iv
Refarat Skizoafektif Tipe Campuran dan Tatalaksana
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................1
A.
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi..............................................................................................3
2.2 Epidemiologi.....................................................................................3
2.3 Etiologi..............................................................................................4
2.4 Gambaran Klinis...............................................................................5
2.5 Kriteria Diagnostik............................................................................6
2.6 Diagnosis Banding............................................................................9
2.7 Penatalaksanaan................................................................................10
2.8 Prognosis...........................................................................................13
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................15
REFERENSI..........................................................................................16

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gangguan skizoafektif merupakan kelainan mental yang rancu yang ditandai


dengan adanya gejala gangguan afektif. Gangguan skizoafektif adalah penyakit
dengan gejala psikotik yang persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama‐
sama dengan masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode
campuran. Statistik umum gangguan ini yaitu kira‐kira 0,2% di Amerika Serikat dari
populasi umum dan sampai sebanyak 9% orang dirawat dirumah sakit karena
gangguan ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada
gangguan bipolar. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definit adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat
yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang
sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif
berulang, baik yang tipe manik, depresif, maupun campuran keduanya. Apabila gejala
skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut
gangguan skizoafektif tipe manik. Pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala
depresif yang menonjol. Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham,
halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan
gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif. Onset biasanya
akut, perilaku sangat terganggu, namun penyembuhan secara sempurna dalam
beberapa minggu.

Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1%,
kemungkinan dalam rentan 0,5 ‐ 0,8%. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, pada pria lebih rendah dari pada wanita. Onset umur pada wanita lebih
besar daripada pria. Pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering
sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar. Laki‐laki
dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial.
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan afektif
mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan resiko terjadinya gangguan
skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif.

3
Pengobatan pada skizoafektif terdiri dari pengobatan secara psikofarmaka dan
psikoterapi. Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon baik terhadap
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood
stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Karena pengobatan yang
konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko‐edukasi pada penderita dan keluarga,
serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting dari pengobatan
pada gangguan skizoafektif. Farmakoterapi yang digunakan adalah risperidon 2x4
mg, fluoxetin 1x10 mg. Pengobatan harus sesuai dengan tipe atau episode skizoafektif
yang terjadi. Karena episode skizoafektif sangat membedakan pemberian obat yang
akan diberikan. Pada keadaan manik akan obat antimanik dan pada saat depresif akan
diberikan antidepresif tetapi terapi skizofrenia pun tetap harus diberikan.

1.2 TUJUAN

Tujuan referat ini dihasilkan adalah sebagai pemenuhan tugas MPPD pada
ilmu kedokteran jiwa Universitas Hasanuddin.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental ditandai dengan adanya
gejala kombinasi anatara skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Pada
gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik, gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode
penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam
beberapa hari.
Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit
yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik dan pada
gangguan skizoafektif depresif, gejala depresif yang lebih menonjol. Gejala
yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan
dalam berfikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan
suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM V dan
juga PPDGJ III merupakan suatu produk untuk mencoba mengklarifikasi
beberapa diagnosis dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria
baik episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode
secara tepat.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sebuah studi epidemiologi baru-baru ini di Finlandia menggunakan
8.028 orang yang berusia sekitar 30 tahun menunjukkan tingkat prevalensi
0,32% untuk gangguan skizoafektif yang menyumbang 10,5% dari semua
gangguan psikotik. Ini adalah perkiraan yang lebih rendah dari banyak
penelitian sebelumnya yang dilaporkan, dan kemungkinan hasil dari
kombinasi faktor (termasuk penyempitan kriteria diagnostik, dan peningkatan
pemanfaatan berbagai sumber informasi seperti catatan kasus dan register, di
samping - lihat data) yang bersama-sama telah meningkatkan akurasi
diagnostik.
Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada

5
skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan
menunjukkan perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau
ketidaksesuaian afek yang nyata.

2.3 ETIOLOGI
Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah dikembangkan. Gangguan skizoafektif dapat berupa tipe
skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin
merupakan ekspresi simultan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan
skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang
bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat,
dan paling mungkin, adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
heterogen gangguan yang mencakup ketiga kemungkinan pertama.
Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gan
gguan skizoafektif didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan
mood merupakan entitas terpisah, beberapa data menunjukan bahwa kedua
gangguan tersebut terkait secara genetis. Beberapa kebingungan yang timbul
pada studi famili pasien gangguan skizoafektif dapat merefleksikan perbedaan
nonabsolut antara dua gangguan primer. Oleh karena itu, tidak mengherankan
bila studi keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif melaporkan hasil
yang tidak konsisten. Peningkatan prevalensi skizofrenia tidak ditemukan
dalam kerabat proban dengan gangguan skizoafektif tipe bipolar ; namun
keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif tipe depresif berisiko lebih
tinggi mengalami skizofrenia dari pada gangguan mood.
Bergantung pada tipe gangguan skizoafektif yang dipelajari,
peningkatan prevalensi skizofrenia atau gangguan mood dapat ditemukan pada
kerabat proban gangguan skizoafektif. Kemungkinan gangguan skizoafektif
berbeda dengan skizofrenia dan gangguan mood tidak ditunjang oleh observasi
bahwa hanya terdapat presentase kecil kerabat proban gangguan skizoafektif
yang menderita gangguan skizoafektif.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai pronosis lebih baik daripada pasien skizofrenia dan pronosis
paling buruk daripada pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu

6
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memberikan respons terhadap
litium dan cenderung mengalami perjalanan penyakit yang tidak memburuk.

2.5 GAMBARAN KLINIS


Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua
tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif.
 Gejala psikotik (disebut juga sebagai gejala positif): halusinasi, delusi,

kebiasaan yang ganjil, dan gangguan berbicara

 Gejala negative: apatis, kehilangan minat dan kegembiraan, kurang bicara, dan

tidak ada ekspresi dan suara yang kecil

 Gejala kognitif: masalah dengan perhatian, kecepatan psikomotorik yang

melambat, lambat dalam memproses informasi, masalah memori, tidak dapat

membuat perencanaan.

 Gejala depresif: merasa putus asa dan sedih, kehilangan minat, perubahan

berat badan yang signifikan, gangguan tidur, gelisah atau lesumerasa tidak

berharga dan menyalahkan diri, susah berkonsentrasi, iritabel, berfikiran untuk

bunuh diri.

 Gejala manik: euforik atau mood iritabel, penurunan kebutuhan tidur,

kebesaran (perasaan tidak realistic seperti merasa memiliki kemampuan

tertentu), menghambur-hamburkan uang, berbicara dengan cepat.

2.6 DIAGNOSIS
a. Kriteria diagnosis DSM-V
1. Sebuah periode terganggu dimana ada episode mood mayor
(depresif atau manik) bersamaan dengan kriteria A skizofrenia.
Catatan : Episode depresif mayor harus mencakup kriteria A1 ;
suasana hati depresif

7
2. Delusi atau halusinasi selama 2 minggu atau lebih dengan tidak
adanya episode moood mayor (depresif atau manik/) selama
durasi seumur hidup penyakit.
3. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood mayor
yang hadir untuk mayoritas total durasi dan residual penyakit.
4. Gangguan tidak disebabkan oleh efek dari zat (misalnya,
penyalah gunaan obat, medikasi) atau kondisi medis lain.
b. Kriteria diagnosis PPDGJ-III
PPDGJ-III membagi skizoafektif (F25) menjadi beberapa jenis
yaitu ;
1. F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manik
2. F25.1 Gangguan skizoafektif tipe depresif
3. F25.2 Gangguan skizoafektif tipe campuran
4. F25.8 Gangguan skizoafektif tipe lainnya
5. F25.9 Gangguan skizoafektif tipe YTT
Pedoman diagnostik gangguan skizoafektif menurut PPDGJ-III
yaitu :
1. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-
gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-
sama menonjol pada saat yang bersamaan ( simultaneously ) atau
dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu
episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia
maupun episode manik atau depresif.
2. Tidak dapat digunakan pada pasien yang menampilkan gejala
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit
yang berbeda.
3. Bila seseorang skizofrenik menunjukan gejala depresif setelah
mengalai suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4
(Depresi pasce-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami
episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun
depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). pasien lain
mengalami satu atau dua episode skizoafektif terselip di antara
episode manik atau depresif (F30-F33).
8
Pedoman diagnostik Gangguan Skizoafektif tipe Manik menurut
PPDGJ-III yaitu:
1. Kategori ini digunakan baik untuk episode skiziafektif tipe manik
yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian
besar episode skizoafektif tipe manik.
2. Afek harus menigkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang
tidak begitu menonjol dikombinaki dengan iritabilitas atau
kegelisahan yang memuncak.
3. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih
baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas ( sebagaimana ditetapkan
untuk skizofrenia, F20-pedoman diagnostik (a) sampai (d))
Pedoman diagnostik Gangguan Skizoafektif tipe Depresif menurut
PPDGJ-III yaitu:
1. Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe
depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian
besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif.
2. Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala
khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti
tercantum dalam uraian untuk episode depresif (F32).
3. Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu dan
sebaiknya ada dua, gejala khas skizofrenia ( sebagaimana ditetapkan
dalam pedoman diagnostik skizofrenia, F20- (a) sampai (d).
Pedoman diagnostik Gangguan Skizoafektif tipe campuran menurut
PPDGJ-III yaitu:
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara
bersama-sama dengan gejala-gejala afektif Bipolar campuran (F31.6).

2.7 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding psikiatri biasanya mencakup semua bentuk
gangguan mood dan skizofrenia. Pada setiap diagnosis banding gangguan
psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab organik gejala. Riwayat penyalahgunaan obat
dengan atau tanpa uji penapisan toksikologi positif dapat mengindikasikan

9
gangguan terinduksi zat. Keadaan medis sebelumnya, pengobatan atau
keduanya dapat menyebabkan gangguan psikotik dan mood.
Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu didukung
dengan pemeriksaan pemindaian (scan) otak untuk menyingkirkan
patologi anatomis dan elektrosefalogram untuk menentukan setiap
gangguan bangkitan yang mungkin ( contoh ; epilepsi lobus temporalis ).
Gangguan psikotik akibat gangguan bangkitan lebih sering terjadi
daripada yang terlihat pada populasi umum. Gangguan tersebut cenderung
ditandai dengan paranoia, halusinasi dan ide rujukan. Pasien epileptik
dengan psikosis diyakini mempunyai tingkat fungsi yang lebih baik
daipada pasien dengan gangguan spektrum skizofrenik. Kontrol bangkitan
yang lebih baik dapat mengurangi psikosis.

2.8 PENATALAKSANAAN
2.8.1 Penatalaksanaan Non Farmakoterapi
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial dan rehabilitas kognitif. Oleh karena bidang psikiatri
sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang
sebenarnya, ketidak pastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien.
Kisaran gejala mungkin sangat luas karena pasien mengalami keadaan
psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung. Anggota
keluarga dapat mengalami kesulitan untuk mengahadapi perubahan sifat
dan kebutuhan pasien tersebut. Perlu diberikan regimen obat yang
mungkin lebih rumit, dengan banyak obat, dan pendidikan
psikofarmakologis.
2.8.2 Penatalaksanaan Farmakologis
Mood stabilizer adalah cara utama pengobatan gangguan bipolar
dan diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan
gangguan skizoafektif. Satu studi yang membandingkan litium dengan
karbamazepin memperlihatkan superioritas karbamazepin pada
gangguan skizoafektif tipe depresif, tetapi tidak ada perbedaan kedua
agen tersebut untuk tipe bipolar. Namun, pada praktiknya, pengobatan
tersebut digunakan luas secara tersendiri, digunakan secara bersamaan,
atau kombinasi dengan agen antipsikotik. Pada episode manik, pasien
10
skizoafektif sebaiknya diobati secara agresif dengan pemberian mood
stabilizer dalam kisaran konsentrasi terapeutik sedang sampai tinggi
didalam darah. Ketika pasien memasuki fase pemeliharaan pemebrian
dosis dapat dikurangi sampai rentan rendah sampai sedang untuk
menghindari efek samping dan efek potensial terhadap sistem organ dan
memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan. Pemantauan
laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan penampisan
periodik tiroid, ginjal dan fungsi hematologis harus dilakukan. Seperti
pada semua kasus mania yang sulit disembuhkan, pemakaian terapi ECT
harus dipertimbangkan.
Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif menderita
akibat episode depresif mayor. Pengobatan dengan antidepresan
menyerupain pengobatan depresi bipolar. Perawatan dilakukan tetapi
bukan untuk mencetuskan suatu siklus pergantian cepat dari depresi
menjadi mania dengan antidepresan. Pilihan antidepresan sebaiknya
memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnnya.
Inhibitor SSRI dan sertralin sering digunakan sebagai agen lini pertama.
Namun, pasien teragitasi atau insomnia atau dapat disembuhkan dengan
antidepresan trisiklik. Seperti pada semua kasus depresi, pemakaian ECT
sebaiknya dipertimbangkan. Seperti telah disinggung sebelumnya,
antipsikotik bermanfaat pada pengobatan gejala psikotik gangguan
skizoafektif.
A. Skizoafektif Tipe Manik ( fase akut )
1. Total skor positive and negative symptom scale Excited
component ( PANSS-EC ) yaitu P4 = gaduh gelisah; P7 =
permusuhan; G4 = ketegangan; G8 = ketidakkooperatifan; G14 =
buruknya pengendalian impuls, minimal satu butir skornya 4 atau
lebih.
2. Kategori nilai the Agitation-Calmness Evaluation Scale ( ACES )
adalah 1 atau 2 ( 1 = Agitasi berat yaitu meningkatnya aktivitas
fisik, banyaknya pembicaraan, dapat terjadi kekerasan fisik, bila
diminta diam, pasien tidak bisa mengontrol tanda-tanda agitasinya
memerlukan perhatian atau supervisi terus-menerus atau perlu
pengikatan; 2 = Agitasi sedang yaitu peningkatan aktivitas fisik
11
derajat sedang, banyak bicara dan mungkin mengancam secara
verbal, tidak ada kekerasan fisik, dapat mengontrol tanda-tanda
agitasi bila diminta, memerlukan supervisi atau perawatan standar.
3. Nilai Young Mania Rating Scale ( YMRS ) adalah20 dan dua butir
skornya 4 yaitu iritabilitas, pembicaraan, isi dan perilaku agresif.
4. Nilai pada Clinical Global Impression Saverity of Illness (CGI-SI)
Psikofarmaka :
Injeksi : Olanzapin 2 X 5-10 mg / hari dengan diazepam 2X10 mg/hari
Oral : Terapi Kombinasi :
1. Olanzapin 1 X 10-30 mg/ hari atau Risperidon 2 X 1-3 mg/ hari
atau quetiapin hari 1 (200mg), hari II (400mg), hari III (600mg)
dan seterusnya atau aripirazol 1 X 20-30 mg / hari.
2. Litium karbonat 2 X 400 mg, dinaikkan sampai kisaran terapeutik
0,8-1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat
1200-1800 mg/hari, pada fungsi ginjal normal) atau divalproat
dengan dosis 3 X 250 mg / hari (atau konsentrasi plasma 50-125
ųg/L.
3. Lorazepam 3 X 1-2 mg/ hari kalau perlu.
ECT : 3 kali perminggu ( untuk pasien refrakter )
Psikoterapi : 2 X / minggu
Edukasi keluarga : 1 kali minggu.
B. Skizoafektif tipe depresif ( fase akut )
Evaluasi risiko bunih diri yaitu :
1. Adanya ide, keinginan kuat, atau rencana bunuh diri.
2. Aksesnya sarana-sarana bunuh diri tersebut atau letalitasnya.
3. Adanya halusinasi komando, gejala psikotik lain atau anxietas yang
berat.
4. Adanya penyalahgunaan zat atau alkohol
5. Riwayat atau pernah melakukan usaha-usaha bunuh diri sebelumnya.
6. Riwayat bunuh diri dalam keluarga.
Kriteria akut yaitu :
1. Total Montgomery Asberg Depression Rating Scal (MADRS)
minimal 20 dan skor 4 atau lebih pada butir; perasaan sedih yang

12
terlihat, ketidakmampuan merasakan (hilangnya minat) dan pikiran-
pikiran bunuh diri.
2. Total skor PANSS minimal adalah 70 dengan minimal satu butir
mempunyai nilai 4 atau lebih yaitu P1, P3, P6, N2, G3, G6, G7, G13.
Psikofarmaka
Injeksi : Olanzapin 2 X 5-10 mg / hari dengan diazepam 2 X 10 mg/hari
Oral : terapi kombinasi
1. Litium 2 X 200 mg/hari, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-1,2
mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800
mg/hari, pada fungsi ginjal normal) atau Divalproat dengan dosis
awal 3 X 250 mg/hari dan dinaikkan setiap beberapa hari hingga
kadar plasma mencapai 50-100 mg/L atau karbamazepin dengan dosis
awal 300-800 mg/hari dan dosis dapat dinaikkan 200mg setiap dua-
empat hari hingga mencapai kadar plasma 4-12 ųg/mL sesuia dengan
karbamazepin 800-1600 mg/hari atau lamotrigin dengan dosis 200-
400 mg/hari.
2. Antidepresan, SSRI misalnya fluoksetin 1 X 10-20 mg/hari.
3. Antipsikotika generasi kedua Olanzapin1 X 10-30 mg/hari atau
Risperidon 2 X 1-3 mg/hari atau quetiapin hari I (200mg), hari II
(400mg), hari III (600mg) dan seterusnya atau aripirazol 1 X 10-30
mg/hari.
ECT : 3 X perminggu (pasien refrakter terhadap obat atau katatonik)
Psikoterapi : 3 X minggu
Edukasi keluarga : 1 X minggu.

2.9. PROGNOSIS
Prognosis sulit ditentukan karena perjalanannya tidak pasti. Adanya
gejala skizoafrenik memperlihatkan hasil yang lebih buruk. Setelah 1 tahun,
apabila gejala dominannya afektif, prognosis lebih baik. Semakin lama
gangguan, akan lebih mengarah ke prognosis buruk.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang dimana gejala
merupaka kombinasi dengan adanya episode depresif mayor, episode manik
atau campuran yang terdapat bersamaandengan gejala-gejala skizofrenia dan
kriteria A skizofrenia yaitu dengan adanya waham, halusinasi, perilaku aneh
atau gejala negatif. Melakukan diagnosis suatu gangguan jiwa bisa
menggunakan pedoman diagnostik yaitu dengan DSM-V dan juga PPDGJ-III.
Dalam bidang psikiatri cukup sulit unutuk menegakkan suatu gangguan jiwa
pada seseorang karena luasnya gejala yang timbul pada seseorang yang
mengalami gangguan, sehingga diperlukan batas-batas dan juuga pedoman
diagnostik untuk memastikan suatu gangguan jiwa pada seseorang.

3.2

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Jeste V, et al. DIAGNOSTIC AND STATISTICAL MANUAL OF MENTAL


DISORDERS, Fifth Edition. American Psychiatric Association. 2013.
2. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Edisi ketiga.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. Penggolongan
obat psikotropik; P.10-11.
3. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Edisi ketiga.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Bab 3. Obat
antipsikosis; P.14-22.
4. Muslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. P56-57
5. Gelger M.G., et al. New Oxford Textbook of Psychiatry. Second Edition.
Oxford. 2009. P.595-599.

15

Anda mungkin juga menyukai