Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK

Disusun oleh:
Hafidz Naeriansyah Djajawiguna (1920221160)

Pembimbing:
dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, Sp. KJ (K), MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN
PERIODE 8 MARET - 3 APRIL 2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat


Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah referat yang berjudul “Depresi Berat Dengan Gejala
Psikotik”. Shalawat serta salam tidak lupa saya sampaikan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Terimakasih kepada dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, Sp. KJ (K), MPH
selaku pembimbing saya yang telah memberikan kesempatan dan waktunya
membimbing saya selama masa studi klinik di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto
Heerdjan. Tentunya makalah referat ini masih jauh dari kata sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saya harap adanya kritik dan saran dari
pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Demikian, semoga makalah referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya maupun bagi saya, penulis yang sedang menempuh kegiatan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan.

Jakarta, 17 Maret 2021

Hafidz Naeriansyah Djajawiguna

ii
PENGESAHAN

Referat diajukan oleh


Nama : Hafidz Naeriansyah Djajawiguna
NIM : 1920221160
Program studi : Profesi dokter
Judul referat : Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik

Telah berhasil dipertahankan di hadapan pembimbing dan diterima sebagai


syarat yang diperlukan untuk ujian kepaniteraan klinik Psikiatri Program Studi
Profesi Dokter Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta.

Pembimbing,

dr. Adhi Wibowo N, Sp. KJ (K), MPH

iii
DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
PENGESAHAN......................................................................................................iii
Referat diajukan oleh..............................................................................................iii
Judul referat : Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik.......................................iii
Pembimbing,...........................................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................2
I.1 Latar Belakang..........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
II.1 DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK...............................3
II.2 EPIDEMIOLOGI......................................................................................3
II.3 PATOFISIOLOGI.....................................................................................4
II.4 KERITERIA DIAGNOSIS.......................................................................5
II.5 PEMERIKSAAN FISIK............................................................................8
A. TEMUAN FISIK.......................................................................................8
II.6 TATALAKSANA.....................................................................................9
BAB III..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai
masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif,
gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar
serta bipolar. Depresi dapat juga diartikan sebagai suatu periode terganggunya
fungsi manusia yang dikaitkan dengan perasaan yang sedih serta gejala
penyertanya yang mencakup hal-hal seperti perubahan pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, rasa lelah, murung, rasa tak berdaya, putus asa
dan bunuh diri.
Penderita gangguan depresi mayor mungkin awalnya tidak hadir dengan
keluhan mood rendah, anhedonia, atau gejala khas lainnya. Dalam pengaturan
perawatan primer, di mana banyak dari pasien ini pertama kali mencari
pengobatan, keluhan yang muncul seringkali dapat bersifat somatik (misalnya,
kelelahan, sakit kepala, tekanan perut, atau perubahan berat badan). Pasien
mungkin lebih banyak mengeluh tentang iritabilitas atau kesulitan berkonsentrasi
daripada kesedihan atau suasana hati yang rendah.
Anak-anak dengan gangguan depresi mayor mungkin juga datang dengan
gejala awalnya yang menyesatkan seperti mudah tersinggung, penurunan prestasi
sekolah, atau penarikan diri dari pergaulan. Orang lanjut usia mungkin datang
dengan kebingungan atau penurunan fungsi secara umum; mereka juga
mengalami lebih banyak keluhan somatik, gejala kognitif, dan lebih sedikit
keluhan suasana hati sedih atau disforik.
Pasien dengan gangguan depresi mayor biasanya menunjukkan cara
berpikir yang merenung. Meskipun demikian, penting untuk mengevaluasi setiap
pasien untuk mencari bukti gejala psikotik, karena hal ini mempengaruhi
penatalaksanaan awal.
Psikosis, bila terjadi dalam konteks depresi unipolar, biasanya isinya
sesuai dengan keadaan mood pasien; misalnya, pasien mungkin mengalami delusi
tidak berharga atau penurunan fisik yang progresif.

v
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK


Depresi dapat juga diartikan sebagai suatu periode terganggunya fungsi
manusia yang dikaitkan dengan perasaan yang sedih serta gejala penyertanya yang
mencakup hal-hal seperti perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, rasa lelah, murung, rasa tak berdaya, putus asa dan bunuh diri.
Presentasi dari gangguan depresi mayor yang parah mungkin termasuk
gambaran psikotik. Gambaran psikotik termasuk delusi dan halusinasi dan
mungkin mood congruent atau mood incongruent. Psikosis kongruen-mood sering
kali konsisten dengan tema depresi klasik, seperti ketidakcakapan pribadi, rasa
bersalah, penyakit, atau hukuman yang pantas. Psikosis yang tidak selaras dengan
suasana hati tidak konsisten dengan tema-tema khas ini, tetapi dapat juga terjadi
pada depresi.
Depresi dengan ciri-ciri psikotik adalah ketika seseorang mengalami depresi
dan psikosis. Psikosis mengacu pada pemutusan hubungan dari kenyataan dan
mungkin termasuk gejala seperti halusinasi atau delusi. Depresi berat dengan ciri-
ciri psikotik juga kadang-kadang disebut sebagai depresi psikotik.

II.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi dapat terjadi pada semua umur dengan riwayat keluarga
mengalami gangguan depresi, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia
paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan rerata pada usia 30
tahun.
Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun. Beberapa
perkiraan menunjukkan bahwa 14,7 hingga 18,5 persen orang dengan depresi
berat mungkin mengalami fitur psikotik dan tingkat prevalensinya dapat
meningkat seiring bertambahnya usia.

vi
Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi seumur
hidup kira-kira 15%, pada perempuan mungkin sampai 25%. Perempuan
mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresif
daripada lakilaki karena masalah hormonal, dampak melahirkan, stressor dan pola
perilaku yang dipelajari. Gangguan depresif sangat umum terjadi, setiap tahun
lebih dari 17 juta orang Amerika mengalaminya (Depkes, 2007).

II.3 PATOFISIOLOGI
Depresi dapat disebabkan oleh penurunan jumlah neurotransmiter
norepineprin (NE), serotonin (5-HT) dan dopamin (DA) dalam otak.
Ketidakseimbangan kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi
antar serabut saraf membuat tubuh menerima komunikasi secara salah dalam
pikiran, perasaan, dan perilaku.
Abnormalitas metabolit biogenik amin yang sering dijumpai pada depresi
yaitu 5 hydroxy indoleacetic acid (5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy
4-hydrophenylglycol (MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan bahwa
penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas
metabolik biogenic amin pada darah, urin dan cairan serebrospinal. Keadaan
tersebut didukung hipotesis ganggua depresi berhubungan dengan disregulasi
biogenikamin. Dari biogenik amin, serotonin dan norepinefrin merupakan
neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi.
Serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]) neurotransmitter sistem menunjukan
keterlibatan dalam patofisiologi gangguan afektif, dan obat-obatan yang
meningkatkan aktifitas serotonergik pada umumnya memberi efek antidepresan
pada pasien . Selain itu , 5 - HT dan / atau metabolitnya, 5-HIAA, ditemukan
rendah pada urin dan cairan serebrospinal pasien dengan penyakit afektif.14 Hal
ini juga dibuktikan terdapat kadar 5-HT yang rendah pada otak korban bunuh diri
dibandingkan dengan kontrol. Selain itu , ada beberapa bukti bahwa terdapat
penurunan metabolit serotonin, 5 – hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) dan
peningkatan jumlah reseptor serotnin postsinaptik 5- hydroxytryptaminetype 2
(5HT2) di korteks prefrontal pada kelompok bunuh diri.

vii
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru
reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan
pascasinaptik dopamin memperkaya antara dopamin dan gangguan mood. Dua
teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbic
mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin
hipoaktif pada depresi.
Oleh karena itu pada terapi tujuan dari farmakologik adalah memperbaiki
kerja neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan dopamine serbagai faktor
psikologik memainkan peran terjadinya gangguan depresif. Kebanyakan
gangguan depresif karena faktor psikologik terjadi pada gangguan depresif ringan
dan sedang, terutama gangguan depresif reaktif. Gangguan depresif reaktif
biasanya didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian diri selama masa pengobatan.

II.4 KERITERIA DIAGNOSIS


A. Kriterian Diagnosis DMS 5 untuk Depresi Berat

Setidaknya 5 dari gejala berikut harus muncul selama periode 2 minggu yang
sama (dan setidaknya 1 dari gejala harus berkurang minat / kesenangan atau
suasana hati yang tertekan):

 Suasana hati tertekan: Untuk anak-anak dan remaja, ini juga bisa menjadi
suasana hati yang mudah tersinggung
 Minat berkurang atau hilangnya kesenangan di hampir semua aktivitas
(anhedonia)
 Perubahan berat badan yang signifikan atau gangguan nafsu makan: Untuk
anak-anak, ini bisa menjadi kegagalan mencapai penambahan berat badan
yang diharapkan
 Gangguan tidur (insomnia atau hipersomnia)
 Agitasi atau keterbelakangan psikomotorik
 Kelelahan atau kehilangan energi
 Perasaan tidak berharga
 Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi; keraguan

viii
 Pikiran berulang tentang kematian, keinginan bunuh diri yang berulang
tanpa rencana khusus, atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus
untuk bunuh diri
 Gejala tersebut menyebabkan gangguan atau gangguan yang signifikan
dalam bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
 Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (mis.,
Penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis lainnya.
 Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif
persisten, skizofrenia, gangguan delusi, atau spektrum skizofrenia tertentu
atau tidak spesifik dan gangguan psikotik lainnya.
 Tidak pernah ada episode manik atau episode hipomanik

Gangguan depresi dapat dikategorikan ringan, sedang, atau berat. Gangguan


ini juga dapat terjadi dengan gejala psikotik, yang bisa berupa mood congruent
atau incongruent. Gangguan depresi dapat ditentukan menjadi remisi penuh atau
sebagian.
DSM-5 lebih lanjut mencatat pentingnya membedakan antara kesedihan
normal dan kesedihan dari gangguan depresi mayor. Meskipun duka cita dapat
menyebabkan penderitaan yang hebat, hal itu biasanya tidak menyebabkan
gangguan depresi yang berat. Jika keduanya muncul secara bersamaan, gejala dan
gangguan fungsional menjadi lebih parah dan prognosisnya lebih buruk
dibandingkan dengan kehilangan saja. Ketika gangguan depresi mayor
kemungkinan besar disebabkan oleh kematian pada orang-orang dengan
kerentanan lain terhadap gangguan depresi. Diagnosis gangguan depresi mayor
setelah kehilangan yang signifikan memerlukan penilaian klinis berdasarkan
riwayat individu dan konteks budaya untuk ekspresi kesedihan

B. Kriteria Diagnosis Menurut PPDGJ Untuk Depresi Berat Dengan


Psikotik

Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat) :


1) Afek depresif

ix
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya
aktivitas.

Gejala Lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan psimistik
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.
 Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan
berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah
salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


 Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
 Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
 Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresif berat masih dapa dibenarkan.
 Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangkurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka

x
masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang
dari 2 minggu.

 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,


pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


 Episode depresif berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2 tersebut
diatas.
 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.
 Waham malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging
membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.
 Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent)

II.5 PEMERIKSAAN FISIK


A. TEMUAN FISIK
Tidak ada temuan fisik yang spesifik untuk gangguan depresi mayor;
sebaliknya, diagnosis didasarkan pada riwayat dan pemeriksaan status mental.
Namun demikian, evaluasi kesehatan mental yang lengkap harus selalu mencakup
evaluasi medis untuk menyingkirkan kondisi organik yang mungkin menyerupai
gangguan depresi. Sebagian besar termasuk dalam kategori umum utama berikut:
 Infeksi
 Pengobatan
 Gangguan endokrin
 Tumor
 Gangguan neurologis

B. PENAMPILAN DAN PENGARUH

xi
Kebanyakan pasien dengan gangguan depresi mayor datang dengan
penampilan normal. Pada pasien dengan gejala yang lebih parah, penurunan
perawatan dan kebersihan dapat diamati, serta perubahan berat badan. Pasien
mungkin menunjukkan keterbelakangan psikomotor, yang bermanifestasi sebagai
perlambatan atau hilangnya gerakan dan reaktivitas spontan, serta menunjukkan
perataan atau hilangnya reaktivitas pada pengaruh pasien (yaitu, ekspresi
emosional). Agitasi psikomotor atau kegelisahan juga dapat diamati pada
beberapa pasien dengan gangguan depresi mayor.

C. CARA BERBICARA
Ucapan mungkin normal, lambat, monotonik, atau kurang spontanitas dan
konten. Bicara yang ditekan harus menunjukkan kecemasan atau mania,
sedangkan bicara yang tidak teratur harus mendorong evaluasi psikosis. Pikiran
yang cepat juga bisa menjadi indikasi kecemasan, mania, atau hipomania.

II.6 TATALAKSANA
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik
atau pola perilaku maladaptive. Psikoterapi pada penderita gangguan depresif
dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan
gangguan psikologik yang mendasarinya.

II.6.1 Fase Pengobatan


Tiga Fase Pengobatan Gangguan Depresif
Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada
penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesual dengan perjaianan
gangguan depresif :
• Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
• Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
• Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

xii
Sumber:
II.6.2 Alur Tatalaksana Depresi Berat dengan gambaran Psikotik
Gangguan depresi mayor dengan gambaran psikotik mempengaruhi sekitar
20% orang dewasa dengan depresi berat, dengan persentase yang lebih tinggi
dilaporkan pada populasi yang lebih muda dan lebih tua. Bukti terbaik yang
tersedia mendukung kombinasi antidepresan dengan antipsikotik, atau terapi
elektrokonvulsif sebagai pengobatan pilihan untuk depresi berat dengan psikosis.
Sangat disarankan bahwa depresi berat dengan psikosis tidak diobati dengan
psikoterapi berbasis manual sebagai modalitas pengobatan yang berdiri sendiri.

Perawatan Awal:
 Pengobatan dengan antidepresan Tingkat 1 untuk gangguan depresi mayor
tanpa gambaran psikotik. Penghambat reuptake serotonin selektif (SSRI)
atau penghambat reuptake serotonin-norepinefrin (SNRI) + antipsikotik
generasi kedua (SGA) *
 Terapi elektrokonvulsif (ECT) (jika kesejahteraan pasien menjadi
perhatian langsung)
 Terapi perilaku kognitif (CBT) dan psikoterapi interpersonal (IPT) tidak
direkomendasikan sebagai modalitas lini pertama.
* Pertimbangkan risiko gejala ekstrapiramidal (EPS) dan masalah metabolik,
termasuk penambahan berat badan.

Jika Level 1 tidak efektif dan / atau tidak ditoleransi dengan baik:
 Antidepresan alternatif + kombinasi SGA
 ECT

Level 3 Jika Level 1 dan 2 tidak efektif dan / atau tidak dapat ditoleransi
dengan baik:
 Evaluasi ulang diagnosis
 Kombinasi antidepresan lain dengan SGA

xiii
 Kombinasi antidepresan lain dengan generasi pertama antipsikotik (FGA)
 ECT (jika tidak dilakukan sebelumnya)

II.6.3 Terapi Pemeliharaan


Bukti menunjukkan bahwa sebagian besar individu dengan depresi berat
berisiko kambuh, dengan setiap episode semakin meningkatkan kemungkinan
risiko. Rekomendasi saat ini untuk perawatan pemeliharaan adalah minimal 6-12
bulan setelah selesainya farmakoterapi fase akut. Individu dengan risiko lebih
tinggi untuk kekambuhan (misalnya, gejala sisa, frekuensi episode ganda,
komorbiditas, stres psikososial yang sedang berlangsung) dapat tetap menjalani
pengobatan untuk jangka waktu yang lebih lama, individual berdasarkan kasus per
kasus.
Kebanyakan intervensi farmakoterapi telah menunjukkan kemanjuran akut
dan pemeliharaan, sementara perawatan psikososial memiliki tingkat bukti yang
berbeda untuk setiap modalitas di seluruh fase terapi. Misalnya, terapi perilaku
kognitif memiliki bukti kuat yang mendukung pencegahan akut dan rekurensi
pada depresi berat, sementara modalitas psikososial lainnya memiliki bukti yang
lebih kuat dalam pencegahan kambuh daripada pengobatan fase akut (misalnya,
psikoterapi berbasis kesadaran).

II.6.3 Farmako Terapi


A. Trisiklik & Tetrasiklik
Mekanisme kerja dari obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari seia sinaps di ujung-ujung saraf
Efek samping terdiri atas:
 Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung
dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.
 Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan
menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia,
serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat berlebihan. Sedasi
Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek

xiv
antinoradrenalin, hai ini sering terjadi pada penderita iansia,
mengakibatkan gangguan fungsi seksual.
 Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan
bertambahnya nafsu makan dan berat badan.
 Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul
antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala
dan otot.

B. SSRI dan SNRI


SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) : Obat-obat ini menghambat
resorpsi dari serotonin. Sedangkan, SNRI ( Serotonin Noradrenalin Re-uptake
Inhibitor ): Obat-obat ini tidak berkhasiat selektif, menghambat reuptake dari
serotonin dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih
efektif dari pada SSRI.
Efek samping terdiri atas:
• Efek seretogenik; berupa mual .muntah, malaise umum, nyeri kepala,
gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang sementara,
disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme terlambat.
• Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan menggigil,
konvuisi, dan kekakuan hebat, tremor. diare, gangguan koordinasi.
• Efek antikollnergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang atau sama
sekali tidak ada.

C. Antidepresan MAO
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI).
Farmakologi Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang
terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti
norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim
ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B.
Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam

xv
sensitivitas terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi
epinefrin, norepinefrin, dan serotonin,sedangkan MAO-B memetabolisme
benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan tiramin dimetabolisme oleh kedua
isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini mengatur dekomposisi metabolik
katekolamin dan serotonin.
Indikasi Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan
depresi atipikal (eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon
terhadap terapi antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.
Kontraindikasi hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung
kongestif; riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal
parah; gangguan serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat
sakit kepala; pemberian bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait
dibenzazepin termasuk antidepresan tiisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin;
bupropion; SRRI; buspiron; simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan;
senyawa anestetik; depresan SSP; antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain
dengan kandungan tiramin tinggi.
Tabel 1. Obat Antidepresan
No Derivat Zat Aktif

1 Trisiklik Imipramin
Amitriptilin
2 Tetrasiklik Maproptilin
Mianserin
3 MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor) Moclobemide
4 SSRI (Selective Serotonin Reuptake Sertalin
Inhibitor) Fluoxetine
Fluvoxamine
Paroxetine
Escitalopram
5 SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Venlafaxine
Inhibitor) Desvenlafaxine
Duloxetine

xvi
Tabel 2. Obat Antidepresan Yang Sering Digunakan
Nama Generik Sediaan Dosis perhari

Fluoxetine 10 mg, 20 mg 1 x 10-20 mg


Paroxetine 10 mg, 20 mg 1 x 10-20 mg
Sertalin 25 mg, 50 mg 1 x 25-50 mg
Fluxoamine 25 mg, 50 mg. 100 mg 1 x 25-50 mg
Escitalopram 5 mg, 10 mg 1 x 5-20 mg
Duloxetine 30 mg, 60 mg 1 x 30-60 mg

II.6.4 Terapi Elektrokonvulsif


Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah pengobatan yang sangat efektif untuk
depresi. Onset kerja mungkin lebih cepat daripada terapi obat, dengan manfaat
yang sering terlihat dalam waktu 1 minggu setelah terapi dimulai. Kursus ECT
(biasanya hingga 12 sesi) adalah pengobatan pilihan untuk pasien yang tidak
menanggapi terapi obat, psikotik, atau ingin bunuh diri atau berbahaya bagi diri
mereka sendiri.
Dengan demikian, indikasi penggunaan ECT antara lain sebagai berikut:

 Perlu respon antidepresan yang cepat


 Kegagalan terapi obat
 Sejarah respon yang baik untuk ECT
 Preferensi pasien
 Resiko tinggi bunuh diri
 Resiko tinggi morbiditas dan mortalitas medis

Meskipun kemajuan dalam anestesi singkat dan paralisis neuromuskuler telah


meningkatkan keamanan dan tolerabilitas ECT, modalitas ini menimbulkan
banyak risiko, termasuk yang terkait dengan anestesi umum, kebingungan
postiktal, dan, yang lebih jarang, kesulitan memori jangka pendek. Khususnya
pada pasien usia lanjut, pemeriksaan praprosedur harus dilakukan dan harus
memeriksa risiko jantung dan vaskular, karena prosedur tersebut menempatkan
kebutuhan kardiovaskular yang tinggi pada pasien.

xvii
II.6.5 Psikoterapi
A. Behavioral Activation (BA)
BA berkhasiat dan spesifik untuk pengobatan depresi akut. Ada juga bukti
yang menunjukkan bahwa BA mungkin sangat cocok untuk individu dengan
depresi yang lebih parah. Sebagian besar penelitian tentang BA telah dilakukan
dengan orang dewasa, ada alasan teoritis yang menunjukkan bahwa BA mungkin
juga efektif dengan remaja. Selain itu, ada beberapa pendapat anjuran untuk
penggunaan BA dengan orang dewasa yang lebih tua di panti jompo dan
pengaturan komunitas. BA menekankan penjadwalan aktivitas yang berfokus pada
peningkatan keterlibatan dalam acara yang menyenangkan, namun versi yang
lebih baru telah menekankan aktivitas yang terkait dengan nilai seseorang. Pasien
biasanya diberi tugas aktivitas untuk diselesaikan di antara sesi, dengan kesulitan
yang meningkat dari waktu ke waktu.

B. Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)


CBT untuk depresi biasanya mencakup strategi perilaku (yaitu, penjadwalan
aktivitas), serta restrukturisasi kognitif untuk tujuan mengubah pikiran otomatis
negatif dan mengatasi skema maladaptif. Terapi kognitif (CT) adalah versi CBT
yang paling banyak dipraktikkan untuk depresi. Hal ini didasarkan pada premis
bahwa pasien yang mengalami depresi menunjukkan “tiga serangkai kognitif”
depresi, yang mencakup pandangan negatif tentang diri mereka sendiri, dunia, dan
masa depan. Terkait dengan tiga serangkai kognitif, pasien depresi diyakini
menunjukkan distorsi kognitif yang dapat mempertahankan keyakinan negatif ini.
Untuk orang dewasa, CBT dianggap efektif dan spesifik untuk pengobatan
depresi akut dan CBT sebelumnya dianggap efektif dan spesifik untuk
pencegahan kekambuhan. Ini sangat berharga untuk pasien lanjut usia, yang
mungkin lebih rentan terhadap masalah atau efek samping dengan obat-obatan.
Pada anak-anak dan remaja, 4 penelitian telah menunjukkan kelompok CBT lebih
baik daripada tidak ada intervensi dalam pengurangan gejala depresi dan
peningkatan harga diri.

xviii
C. Interpersonal Therapy (IPT)
Terapi interpersonal (IPT) adalah pengobatan terbatas waktu (biasanya 16
sesi) untuk gangguan depresi mayor. IPT diambil dari teori keterikatan dan
menekankan peran hubungan interpersonal, berfokus pada kesulitan interpersonal
saat ini. Area penekanan khusus termasuk kesedihan, perselisihan antarpribadi,
transisi peran, dan defisit antarpribadi.
Tahap awal perawatan (sesi 1-4) berfokus pada membangun aliansi kerja
serta mengidentifikasi area fokus interpersonal utama berdasarkan empat area
yang disebutkan sebelumnya, meskipun area lain juga dapat ditangani. Pasien
didorong untuk mengambil "peran sakit", memberikan mereka waktu untuk
mengatasi gejala mereka dan memiliki jeda singkat dari beberapa tanggung jawab.
Selama fase tengah pengobatan (sesi 4-12), intervensi khusus digunakan untuk
menangani area fokus. Ini termasuk memberikan validasi dan dukungan,
meningkatkan keterampilan komunikasi, dan bekerja untuk memecahkan masalah
interpersonal. Fase terakhir pengobatan (sesi 13-16) berfokus pada penghentian
terapi. Ini termasuk meninjau kemajuan, mengembangkan strategi pencegahan
kambuh, dan mengatasi emosi yang datang dengan mengakhiri hubungan terapi.
IPT adalah pengobatan yang mujarab dan spesifik untuk gangguan depresi
mayor pada orang dewasa. IPT dapat dimodifikasi untuk remaja dengan secara
fleksibel menentukan frekuensi dan durasi sesi, dan penggunaan kontak telepon
antar sesi untuk mendukung pengembangan aliansi terapeutik. Ada bukti yang
menunjukkan bahwa IPT mungkin juga bermanfaat bagi lansia yang depresi.

D. Mindfulness Based Cognitive Therapy (MBCT)


Terapi kognitif berbasis kesadaran (MBCT) dirancang untuk mengurangi
kekambuhan di antara individu yang telah berhasil diobati untuk episode
gangguan depresi mayor berulang. MBCT secara khusus berfokus pada proses
berpikir ruminatif sebagai faktor risiko kambuh, dengan strategi pengobatan yang
sesuai untuk mengubah hubungan seseorang dengan pikiran seseorang melalui
upaya untuk menghilangkan dan menjauhkan diri dari mereka. Perhatian
menyajikan metode khusus untuk melepaskan dan menjauhkan diri dari pikiran
seseorang.

xix
MBCT adalah program terstruktur yang mencakup delapan sesi kelompok 2
jam mingguan. Pasien diberi pekerjaan rumah setiap hari. Pekerjaan rumah terdiri
dari latihan kesadaran yang dirancang untuk membantu pasien meningkatkan
kesadaran tidak menghakimi saat demi saat akan sensasi tubuh, pikiran, dan
perasaan, bersama dengan latihan yang dirancang untuk mengintegrasikan
penerapan keterampilan kesadaran ke dalam kehidupan sehari-hari. Ini termasuk
kesadaran dan penerimaan perasaan dan sensasi yang tidak nyaman daripada
upaya untuk menghindari kontak dengan pengalaman semacam itu. Pasien
didorong untuk memasukkan perhatian penuh ke dalam aktivitas sehari-hari
mereka serta untuk mempraktikkan latihan kesadaran khusus.
Penelitian menunjukkan bahwa MBCT mengurangi risiko kekambuhan atau
kekambuhan di antara pasien yang menyelesaikan pengobatan dengan pengobatan
depresi. Sebuah meta-analisis menemukan bahwa MBCT efektif dalam
mengurangi risiko kambuh pada pasien dengan depresi berulang, terutama pada
mereka dengan gejala sisa yang paling parah.

E. Problem-Solving Therapy (PST)


Terapi pemecahan masalah (PST) bertujuan untuk meningkatkan sikap dan
perilaku pemecahan masalah individu untuk mengurangi kesusahan dan
meningkatkan kualitas hidup. Menurut teori pemecahan masalah sosial,
kemampuan seseorang untuk berhasil memecahkan masalah didasarkan pada
orientasi masalah dan gaya pemecahan masalah.
Orientasi masalah mencakup keyakinan, sikap, dan reaksi emosional
individu terhadap masalah dan kemampuan mereka untuk mengatasi masalah
tersebut. Orientasi masalah dapat bersifat positif (yaitu, optimis bahwa seseorang
dapat menyelesaikan masalah secara efektif, memahami bahwa emosi negatif
adalah bagian proses yang tak terhindarkan, memahami bahwa waktu dan upaya
diperlukan untuk memecahkan masalah) atau negatif (yaitu, masalah dipandang
sebagai ancaman, individu merasa pesimis tentang kemampuan mereka untuk
memecahkan masalah, dan mereka menjadi sangat kesal saat menghadapi masalah
dan emosi negatif).

xx
Gaya pemecahan masalah mengacu pada aktivitas yang dilakukan
seseorang saat mencoba mengatasi masalah. Ini bisa jadi adaptif atau maladaptif.
Gaya pemecahan masalah yang adaptif disebut sebagai pemecahan masalah yang
rasional, yang mencakup penerapan keterampilan secara sistematis untuk
memecahkan masalah secara efektif. Keterampilan ini meliputi: (a)
mendefinisikan masalah, (b) menentukan solusi alternatif, (c) pengambilan
keputusan mengenai strategi solusi yang berbeda, dan (d) menerapkan dan
mengevaluasi strategi solusi tertentu. Gaya koping maladaptif termasuk gaya
impulsif-kecerobohan dan penghindaran. Penanganan termasuk pelatihan dalam
orientasi masalah, pelatihan dalam setiap langkah pemecahan masalah rasional,
dan mempraktikkan keterampilan ini.

xxi
BAB III
KESIMPULAN

Depresi dapat juga diartikan sebagai suatu periode terganggunya fungsi


manusia yang dikaitkan dengan perasaan yang sedih serta gejala penyertanya yang
mencakup hal-hal seperti perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, rasa lelah, murung, rasa tak berdaya, putus asa dan bunuh diri. Pada
pasien depresi dengan gejela psikotik memiliki gambaran seperti delusi dan
halusinasi dan mungkin mood congruent atau mood incongruent. Bukti terbaik
yang tersedia mendukung kombinasi antidepresan dengan antipsikotik, atau terapi
elektrokonvulsif sebagai pengobatan pilihan untuk depresi berat dengan psikosis.
Sangat disarankan bahwa depresi berat dengan psikosis tidak diobati dengan
psikoterapi berbasis manual sebagai modalitas pengobatan yang berdiri sendiri

xxii
DAFTAR PUSTAKA

1. Jerry L Halverson, MD. 2020. Depression Clinical Presentation.


Oconomowoc. https://emedicine.medscape.com/article/286759-
clinical
2. Departemen Kesehatan RI. 2007. Phamaceutical Care Untuk
Penderita Gangguan Depresif. Jakarta.
3. Timothy J. Legg, Ph.D., CRNP. 2018. What to know about
depression with psychosis.
https://www.medicalnewstoday.com/articles/323193#steps-to-
recovery
4. Medicaidmentalhealth. 2018. Treatment of Adult Major Depressive
Disorder.
https://medicaidmentalhealth.fmhi.usf.edu/_assets/file/Guidelines/20
17-2018%20Treatment%20of%20Adult%20Major%20Depressive
%20Disorder.pdf
5. Elvira, Sylvia D & Hadisukanto, Gitayanti. 2013. Buku Ajar
Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
6. Kaplan & Sadock’s. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta : EGC
7. Willy F.Maramis, Albert A.Maramis.2009. Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press
8. DEPARTEMEN KESEHATAN RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa III(PPDGJ-III). Direktorat Kesehatan Jiwa
Depkes RI.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai