Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Angular Cheilitis


2.1.1. Definisi dan Etiologi
Angular cheilitis merupakan salah satu bentuk gambaran klinis dari
candidiasis atau candidiasis atropi kronis yang berkaitan pada individu yang
menggunakan gigi tiruan. Terkadang kondisi ini dilihat sebagai komponen
candidiasis multifokal kronis, tapi juga dapat muncul tunggal. Sebanyak 30%
pasien dengan denture stomatitis juga mempunyai angular cheilitis, dimana hanya
mengenai 10% pasien yang menggunakan gigi tiruan tanpa denture stomatitis.
Kondisi ini sering terjadi kronis, dilihat pada orang lansia, dan karena penyebab
infeksi, mekanis, nutrisi, dan immunologis. Candidiasis disebabkan oleh C.
albican, dan spesies lain dari Candida: C. parapsilosis, C. tropicalis, C. glabrata,
C. krusei, C. pseudotropicalis, dan C. guilliermondii. C. albican merupakan flora
normal pada individu yang sehat. C. albican dapat berubah/bertransformasi
menjadi patogen karena faktor sistemik dan lokal. Faktor predisposisinya
mencakup:
1. Immaturitas immunologi pada bayi
2. Gangguan endokrin
3. Hypoparathyroidism
4. Kehamilan
5. Hypoadrenalism
6. Terapi kortikosteroid, topikal atau sistemik
7. Terapi antibiotik sistemik
8. Malignansi dan terapinya
9. Xerostomia
10. Oral hygiene yang buruk
11. Penyakit dimana hubungan anatomi bibir berubah, seperti ketika dimensi
vertikal oklusi menurun, atau ketika bibir membesar, seperti pada orofasial
granulomatosis, Crohn disease, dan Down syndrome

12 UniversitasSyiah Kuala
13

12. Perangkat gigi atau gigi tiruan, stomatitis karena gigi tiruan, dan penyakit
yang menyebabkan candidiasis, seperti mulut kering (xerostomia) dan
merokok tembakau
13. Keadaan defisiensi, seperti defisiensi vitamin B12, defisiensi zat besi,
hypovitaminoses (khususnya B), keadaan malabsorpsi (penyakit Crohn)
atau eating disorder, defisiensi zinc (jarang), defek imun, seperti Down
sindrom, infeksi HIV, diabetes, kanker, pasien immunosuppressed, eating
disorder
14. Atopi

Pada beberapa keadaan, akumulasi saliva yang sedikit berkumpul pada


lipatan kulit sudut komisura, menghasilkan daerah yang lembab, sehingga terjadi
kolonisasi organisme jamur (dan terkadang oleh Staphylococcus aureus), dimana
pada penelitian mikrobiologi menunjukkan bahwa 20% kasus disebabkan oleh C.
albican, 60% disebabkan oleh kombinasi C. albican dan S. aureus, dan 20%
disebabkan oleh S. aureus. 1-4

2.1.2. Gambaran Klinis


Angular cheilitis merupakan inflamasi yang biasanya tampak pada kedua
sisi komisura/sudut bibir. Merupakan candidiasis yang sering terjadi pada orang
dewasa, tapi dapat muncul pada setiap kelompok usia. Dapat terjadi pada laki-laki
dan perempuan, dan tidak ada insidensi geografis. Secara klinis berupa lesi yang
sakit, fissure yang terinfeksi, erosi, krusta, dan terkadang dikelilingi oleh eritema.
Angular cheilitis juga muncul pada individu yang memiliki kebiasaan menjilat
bibir sehingga terdapat jumlah deposit saliva di sudut komisura. Infeksi candida
dapat menyebar hingga melibatkan kulit sekitar mulut. Hal ini biasanya
dikarenakan kulit menjadi lembab (menggigit bibir kronis, menghisap jempol, dan
penggunaan kronis salep berbahan petrolatum), yang menghasilkan pola klinis
yang disebut sebagai cheilocandidiasis. Kebiasaan buruk seperti menggigit bibir
yang parah juga dapat menyebabkan kulit berbentuk fissure dan menunjukkan
derajat diskolorasi coklat dengan dasar eritema. Kondisi ini dikenal sebagai
perioral dermatitis, yang dikarakteristikkan dengan krusta pada zona sekeliling

UniversitasSyiah Kuala
14

kulit yang bersebelahan dengan junction vermilion-cutaneous. Selain itu, kulit


yang kering juga dapat meningkatkan perkembangan fissure di komisura, yang
mengakibatkan terjadinya invasi mikroorganisme. 1-4

Gambar 2.1. Angular Cheilitis

2.1.3. Gambaran Histopatologi


Organisme candida dapat dilihat secara mikroskopis baik pada preparasi
sitologi eksfoliatif atau pembelahan jaringan yang didapatkan dari spesimen
biopsi. Pada pewarnaan dengan metode Periodic Acid-Schiff (PAS) atau metode
Grocott-Gomori Methenamine Silver (GMS), hyphae candida dan yeast dapat
segera teridentifikasi. Kedua teknik pewarnaan karbohidrat, terdiri dari dinding sel
fungal yang berlimpah; organisme muncul berwarna magenta terang dengan
pewarnaan PAS atau hitam dengan pewarnaan GMS. Untuk membuat diagnosis
candidiasis, salah satunya harus mampu untuk mengidentifikasi hyphae atau
pseudohyphae. Hyphae ini berukuran 2 μm diameternya, bervariasi
kepanjangannya, dan dapat menunjukkan adanya cabang. Terkadang hyphae
bersamaan dengan sejumlah yeast, sel epitel squamous, dan sel inflamasi.
Preparasi 10-20% potassium hidroksida (KOH) juga dapat digunakan secara
cepat untuk mengevaluasi spesimen adanya organime fungal. Dengan teknik ini,
dasar lisis KOH sel epitel, akan memberikan visualisasi lebih banyak yeast
resistan dan hyphae.
Kekurangan preparasi KOH termasuk:
1) Kurangnya catatan permanen

UniversitasSyiah Kuala
15

2) Sulit dalam mengidentifikasi organisme fungal, dibandingkan dengan


pewarnaan PAS
3) Ketidakmampuan untuk menilai populasi sel epitel yang alami dengan
kondisi lainnya, seperti dysplasia epitel atau pemphigus vulgaris

Pola histopatologi oral candidiasis dapat sedikit bervariasi, tergantung


bentuk klinis infeksi yang dibiopsi. Gambaran yang sering ditemukan termasuk
peningkatan penebalan parakeratin pada permukaan lesi dalam konjungasi dengan
elongasi rete ridge epithelial. Secara khusus, infiltrasi sel inflamasi kronis dapat
dilihat pada jaringan ikat yang terletak lebih rendah dari epitel yang terinfeksi, dan
sejumlah neutrophil (microabses) terkadang teridentifikasi pada lapisan
parakeratin dan lapisan sel spinous superfisial dekat dengan organisme. Candida
hyphae menempel pada lapisan parakeratin dan jarang berpenetrasi ke lapisan sel
viable dari epitel kecuali jika pasien secara ekstrim immunocompromised. 1

2.1.4. Diagnosis
Diagnosis candidiasis biasanya didapatkan dengan gambaran klinis dalam
konjugasi dengan pemeriksaan sitologi eksfoliatif. Temuan sitologi harus
menunjukkan fase hyphae organisme, dan terapi antifungal dapat ditentukan. Jika
candidiasis tidak merespon terhadap terapi antifungal, kemudian biopsi harus
dilakukan untuk menentukan kemungkinan C. albican superimposed dengan
dysplasia epitel, squamous cell carcinoma, atau lichen planus.
Identifikasi definitif organime dapat dilakukan dengan kultur. Spesimen
untuk kultur didapatkan dengan menyeka cotton swab steril pada lesi dan seka
pada permukaan Sabouraud agar slant. C. albican akan tumbuh dengan koloni
permukaan halus dan creamy setelah 2-3 hari inkubasi pada temperatur ruang. 1

2.1.5. Diagnosis Banding


A. Exfoliative Cheilitis
1. Definisi
Exfoliative cheilitis merupakan scaling dan flaking yang menetap pada
vermilion border, biasanya mencakup kedua bibir. Terjadi karena produksi

UniversitasSyiah Kuala
16

berlebih dan deskuamasi keratin superfisial. Persentase signifikan kasus muncul


berkaitan dengan injuri kronis sekunder kebiasaan buruk seperti menggigit dan
menghisap bibir. 1

2. Etiologi dan Patogenesis


Kebanyakan pasien menyanggah adanya iritasi kronis pada area tersebut.
Pasien dapat mengalami hal yang berkaitan dengan gangguan kepribadian,
kesulitan psikologis, atau stres. Suatu tinjauan pada 48 pasien dengan exfoliative
cheilitis, 87% menunjukkan kondisi psikis dan 47% juga menunjukkan fungsi
tiroid yang abnormal. Bukti menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
gangguan tiroid dan beberapa gangguan psikis.
Tinjauan pada 165 pasien AIDS, lebih dari ¼ mempunyai perubahan yang
sama seperti exfoliative cheilitis. Pada kelompok ini, perubahan pada bibir
muncul secara sekunder karena infestasi candida kronis.
Pada beberapa investigasi, juga terdapat beberapa pasien dengan exfoliative
cheilitis klasik yang tidak diketahui penyebabnya. Kasus idiopatik ini yang paling
sulit ditangani dan terkadang resisten terhadap berbagai macam intervensi.1

3. Gambaran Klinis
Terdapat predominansi pada perempuan pada kasus factitious, dengan
kebanyakan kasus mengenai anak muda kurang dari 30 tahun. Gambaran kasus
yang ringan berupa kering yang kronis, scaling, atau cracking pada vermilion
border bibir. Seiring dengan berkembangnya lesi, vermilion dapat menebal, krusta
hiperkeratotik yang kekuningan yang dapat berdarah atau dapat menunjukkan
fissure yang ekstentive. Kulit perioral dapat terlibat dan adanya area krusta
eritema. Walaupun pola ini dapat membingungkan dengan perioral dermatitis,
nama yang paling tepat pada proses ini adalah circumoral dermatitis. Baik kedua
bibir, atau hanya bibir bawah dapat terkena. Pada beberapa kasus, perubahan
dapat muncul pada pola siklus yang dapat menghilang, dan kemudian muncul
kembali pada periode waktu yang konsisten.
Pada pasien cheilitis kronis, perkembangan fissure pada vermilion border
dapat terjadi. Pada penelitian prevalensi pada lebih dari 20.000 pasien, fissure ini

UniversitasSyiah Kuala
17

melibatkan bibir, dan paling sering dilihan pada bibir atas. Fissure ini lebih sering
dilihat pada laki-laki. Mayoritas muncul pada dewasa muda, dan jarang terjadi
pada anak-anak dan lanjut usia.
Walaupun penyebabnya tidak diketahui, faktor predisposisi termasuk terpapar
matahari, udara, dan udara dingin; bernapas melalui mulut; infeksi bakteri dan
fungal; dan merokok. Peningkatan prevalensi fissure bibir terjadi pada pasien
Down Syndrome dan dapat terjadi karena frekuensi bernapas melalui mulut.
Adanya fissure juga dapat berhubungan dengan kekuatan fisiologis jaringan yang
lemah. Fissure yang mengenai bibir bawah biasanya mengenai midline, sedangkan
yang mengenai bibir atas seringkali pada posisi lateral.1

Gambar 2.2. Exfoliative Cheilitis

4. Perawatan dan Prognosis


Pada kasus yang penyebabnya jelas, eliminasi dari pemicu dapat
menghilangkan lesi. Pada kasus tanpa keterlibatan fisik, infeksi, atau alergi, dapat
dilakukan psikoterapi (terkadang dikombinasikan dengan transquillisasi ringan
atau penurunan stress) dapat menghasilkan perubahan.
Pada kasus yang tidak diketahui penyebabnya, intervensi terapeutik biasanya
tidak berhasil.
Kasus yang disebabkan infeksi candida terkadang tidak dapat sembuh
sebelum trauma kronis juga dieliminasi. Agen antifungal topikal inisial, antibiotik,
atau keduanya dapat diberikan pada pasien dengan trauma kronis. Jika kondisinya
tidak teratasi, investigasi lanjut diperlukan untuk mengetahui secara lanjut sumber
sebenarnya dari perubahan bibir.

UniversitasSyiah Kuala
18

Hydrocortisone dan iodoquinol (antibakteri dan antimicotik) krim telah


digunakan untuk mengatasi fissure bibir kronis pada beberapa pasien. Terapi
lainnya yang pernah dilaporkan termasuk berbagai kortikosteroid, tacrolimus
topikal, sunscreen, dan pelembab (lipstick atau lipbalm). Pada banyak kasus,
resistensi terhadap terapi topikal dapat terjadi dan juga dapat terjadi rekuren. Pada
kasus ini, cryoterapi atau eksisi dengan atau tanpa Z-plasty telah dilakukan secara
sukses. 1

B. Herpes Labialis
a. Definisi
Herpes labialis (“cold sore” atau “fever blister”) merupakan infeksi herpes
simplex berulang (herpes sekunder, herpes recrudescent) yang dapat muncul baik
pada sisi inokulasi primer atau pada area sekitar permukaan epitel yang disuplai
oleh ganglion yang berkaitan. Sisi yang paling banyak terjadi pada HSV 1 rekuren
adalah vermilion border dan kulit sekitar bibir, sehingga disbut sebagai herpes
labialis. 1

b. Etiologi dan Patogenesis


HSV 1 menyebar secara predominan melalui saliva yang terinfeksi atau lesi
perioral aktif dan dapat terjadi pada area mulut, wajah, dan mata. Faring, mukosa
intraoral, bibir, mata, dan kulit di atas pinggang sering kali terkena. HSV 1 genital
jarang terjadi, walaupun penelitian terkini menunjukkan peningkatan proporsi
herpes genital yang disebabkan oleh HSV 1 di negara berkembang. Hal ini terjadi
karena peningkatan perilaku seksual oral-genital.
Riwayat awal infeksi HSV termasuk infeksi primer, laten, dan infeksi
sekunder. Infeksi primer terjadi pada saat paparan awal terhadap individu tanpa
adanya antibodi terhadap virus. Infeksi primer dengan HSV 1 secara khas terjadi
pada usia muda, terkadang asimptomatik, dan biasanya tidak menyebabkan
morbiditas yang signifikan. Pada kasus simptomatik, periode inkubasi biasanya 3-
9 hari. Setelah infeksi primer terjadi, virus dibawa oleh nervus sensori dan
ditransportasikan ke sensori yang berhubungan, atau bisa juga oleh ganglion
aotonom dimana virus menetap pada tahap laten. Bagian yang paling sering

UniversitasSyiah Kuala
19

menjadi tempat laten HSV 1 adalah ganglion trigeminal, tapi sisi lainnya juga
dapat terjadi termasuk ganglion noduse pada nervus vagus, ganglia dorsal root,
dan otak. Virus menggunakan akson dari neuron sensori untuk kembali ke kulit
atau mukosa.
Infeksi rekuren (sekunder atau recrudescent) muncul karena aktivasi kembali
dari virus. Usia lanjut, cahaya ultraviolet, stres fisik atau emosional, lelah, panas,
dingin, hamil, alergi, trauma, perawatan gigi, penyakit pernapasan, demam,
menstruasi, penyakit sistemik, dan malignansi dapat berhubungan dengan aktivasi
kembali HSV. 1,4

c. Gambaran Klinis
Gejala dan tanda prodromal (sakit, terbakar, gatal, menyengat, panas
terlokalisir, dan eritema pada epitel yang terlibat) muncul 6 hingga 24 jam
sebelum lesi berkembang. Papula eritema kecil, multiple, dan membentuk cluster
vesikel berisi cairan. Vesikel rupture dan menjadi krusta dalam 2 hari.
Penyembuhan biasanya muncul dalam 7-10 hari. Simptom paling parah terjadi
dalam 8 jam pertama, dan replikasi viral aktif sempurna dalam 48 jam. Ruptur
vesikel dan pelepasan cairan yang berisi virus dapat menghasilkan penyebaran lesi
pada bibir yang sebelumnya telah terpecah-pecah akibat paparan matahari.
Rekuren diobservasi jarang terjadi pada kulit hidung, dagu, dan pipi. Mayoritas
pengalaman individu yang terkena tepatnya 2 kali rekuren setiap tahun, tapi
sedikit persentase yang mengalami rekuren per bulan atau lebih sering.
Beberapa lesi muncul hampir segera setelah adanya pemicu dan muncul tanpa
menunjukkan gejala prodromal. Rekuren juga dapat mengenai mukosa intraoral
pada pasien immunocompetent, keterlibatannya terbatas hanya pada mukosa
berkeratin yang melekat ke tulang (gingiva cekat dan palatum keras). Bagian ini
terkadang menunjukkan perubahan yang tidak tampak, dan gejala tidak terlalu
jelas. Lesi bermula sebagai vesikel berukuran 1-3 mm yang bergabung atau
membesar secara perlahan. Epitel yang rusak menghilang, dan terjadi ulser
dengan sentral yang kuning. Penyembuhan terjadi dalam 7-10 hari. 1,4

UniversitasSyiah Kuala
20

Gambar 2.3. Herpes Labialis

d. Perawatan dan Prognosis


Acyclovir salap dalam polyethylene glycol merupakan formulasi antiviral
topikal pertama yang tersedia. Acyclovir salap mempunyai kegunaan yang
terbatas pada herpes labialis pada pasien immunocompetent, karena mencegah
absorpsi signifikan. Penciclovir cream dapat menghasilkan penurunan waktu
penyembuhan dan sakit tepatnya 1 hari. Walaupun hasil yang terbaik didapatkan
saat digunakan pada saat prodromal, aplikasi yang telat juga menghasilkan
kegunaan klinis. Pilihan tambahan adalah acyclovir cream dan 10% docosanol
cream.
Acyclovir sistemik dan dua medikasi terbaru, valacyclovir dan famcyclovir,
menunjukkan efektivitas yang sama melawan HSV dan efektif ketika diberikan
pada pasien dengan penyakit sistemik serta lesi yang persisten.
Pasien harus menghindari pemicu yang telah teridentifikasi. Contohnya, jika
pemicunya adalah cahaya matahari, maka harus menggunakan sun block kualitas
bagus. Harus mendapatkan tidur yang cukup dan pola makan yang baik.
Herpes intraoral rekuren pada pasien sehat dapat diatasi dengan perawatan
simptomatik dengan diet makanan lunak dan cairan yang adekuat,

UniversitasSyiah Kuala
21

antipiretik/analgesik (parasetamol), dan antiseptik local (0,2% obat kumur


chlorhexidine). 1,4

C. Actinic Cheilitis
a. Definisi
Actinic cheilitis merupakan suatu keadaan terjadinya perubahan premalignan
pada vermilion bibir bawah yang dihasilkan dari paparan cahaya ultraviolet yang
kronis. 1

b. Etiologi dan Patogenesis


Etiopatogenesisnya sama seperti actinic keratosis pada kulit, dimana paparan
cahaya ultraviolet dapat menghasilkan mutase pada berbagai gen, seperti tumor
supresor gene TP53. Insidensi actinic cheilitis meningkat pada area khatulistiwa,
dan terdapat predileksi antara usia menengah hingga lanjut usia, dan pada laki-laki
berkulit putih. Pekerjaan outdoor berkaitan dengan kondisi ini, sehingga memiliki
sebutan popular, seperti farmer’s lip dan sailor’s lip. Sebagai tambahan, juga
terdapat peningkatan di antara pasien dengan penyakit genetik tertentu (xeroderma
pigmentosum, albinism, dan porphyria cutaneatarda). Faktor tambahan, seperti
immunoupresi dan merokok dapat meningkatkan progresi ke SCC. 1

c. Gambaran Klinis
Actinic cheilitis jarang muncul pada usia kurang dari 45 tahun. Sering terjadi
pada pria dibandingkan wanita (10:1), yang menunjukkan aktivitas ourdoor yang
lebih sering dilakukan pria dan kurangnya frekuensi pemakaian agen pelindung
pada bibir pada pria dibandingkan wanita.
Lesi berkembang dengan lambat pada pasien sehingga terkadang pasien
kurang memperhatikan lesi tersebut. Temuan klinis awal termasuk atropi
(dikarakteristikkan dengan lembut, blotchy, area pucat), kering, dan fissure pada
vermilion bibir bawah, dengan blurring margin antara vermilion dan kulit
sekitarnya. Sebagaimana lesi berkembang, area yang kasar dan scaly terjadi pada
bagian yang kering di vermilion. Area ini dapat menebal untuk membentuk lesi
leukoplakia, khusunya ketika menyebar ke dekat area bibir yang basah.

UniversitasSyiah Kuala
22

Ulser kronis dapat terjadi. Beberapa ulserasi dapat menetap sebulan dan
menunjukkan progresi SCC. 1

Gambar 2.4. Actinis Cheilitis

d. Histopatologi
Permukaan epitel menunjukkan variasi derajat displasia. Terkadang adanya
hiperkeratosis, dan epitel dapat atropi atau acantotik. Jaringan ikat dibawahnya
menunjukkan ikatan amorphous, acellular, perubahan basophilic yang dikenal
sebagai solar elastosis, suatu perubahan yang diakibatkan cahaya UV pada
kolagen dan serat elastik. Suatu sel inflamasi kronis infiltasi dan dilatasi
pembuluh darah juga dapat terjadi. 1

e. Perawatan dan Prognosis


Banyak perubahan yang berhubungan dengan actinic cheilitis kemungkinan
irreversible, tapi pasien harus diinstruksikan untuk mengurangi paparan terhadap
matahari, menggunakan topi yang lebar, dan menggunakan sunscreen untuk
mencegah kerusakan yang lebih lanjut. Area indurasi, penebalan, ulserasi, atau
leukoplakia harus dibiopsi untuk menentukan potensi carcinoma. Pada kasus yang
secara klinis parah tanpa transformasi malignan yang jelas, prosedur pemotongan

UniversitasSyiah Kuala
23

bibir (vermilionectomy) dapat dilakukan. Mukosa vermilion dibuang, dan bagian


intraoral mukosa labial ditarik kearah luka atau luka dibiarkan sembuh dengan
intensi sekunder. Kegunaan teknik ini adalah menyediakan jaringan untuk
pemeriksaan histopatologi. Perawatan alternative termasuk CO2 atau erbium:
YAG laser ablation, electrodesiccation, cryotherapy, 5-fluorouracil, topical
imiquimod, dan terapi photodynamic. Follow up jangka panjang direkomendasi. 1

D. Allergic Contact Stomatitis (Stomatitis Venenata)


a. Etiologi dan Patogenesis
Sejumlah makanan, zat aditif makanan, permen karet, permen, pata gigi, obat
kumur, restorative metal, material gigi tiruan akrilik, material cetak, telah
disebutkan berkaitan dengan allergy contact stomatitis. Walaupun kavitas oral
terpapar terhadap berbagai macam antigen, frekuensi reaksi alergi yang
sebenarnya terhadap suatu antigen jarang terjadi. Hal ini diverifikasi pada
penelitian prospektif pada 13.325 pasien, dimana hanya 7 kasus yang akut dan 15
kasus kronis yang berkaitan dengan material gigi. Mukosa oral lebih kurang
sensitif dibandingkan permukaan kulit. Hal ini bisa jadi karena:
1) Periode kontak terkadang singkat
2) Saliva mencairkan, mencerna, dan menghilangkan banyak antigen
3) Keratinisasi yang terbatas pada mukosa oral menyebabkan ikatan hapten
lebih sulit, dan vaskularitas yang tinggi menyebabkan pemindahan
antigen secara cepat
4) Allergen dapat tidak dikenali (karena densitas yang rendah dari sel
Langerhan dan limfosit T)

Jika kulit secara alami peka, mukosa dapat atau tidak dapat menunjukkan
gambaran klinis peka. Secara kontras, jika mukosa secara inisial peka, maka kulit
biasanya menunjukkan perubahan yang sama dengan paparan ke depannya.
Paparan oral jangka panjang dapat menginduksi toleransi dan menurunkan
prevalensi sensitivitas kulit pada beberapa kasus. Sebagai contoh, paparan
terhadap perangkat ortodonti yang mengandung nikel berhubungan dengan

UniversitasSyiah Kuala
24

menurunnya prevalensi sensitifitas kulit ke depannya terhadap perhiasan berbahan


nikel.
Sebagai penambahan terhadap lesi oral, reaksi kontak alergi menghasilkan
exfoliative cheilitis atau perioral dermatitis. Kebanyakan kasus cheiliis kronis
menunjukkan iritasi lokal, biasanya dari menjilat bibir kronis, karena hal ini,
investigasi menunjukkan 25% kasus yang terkena merupakan allergic contact
cheilitis dari berbagai antigen yang termasuk obat-obatan, lipstick, sunscreen,
pasta gigi, dental floss, nail polishes, dan kosmetik. 1

b. Gambaran Klinis
Stomatitis kontak alergi dapat berupa akut atau kronis. Baik keduanya,
terdapat predominan terhadap wanita. Setelah mengeliminasi trauma fokal, tanda
dan gejala lokalisata menunjukkan mucositis dari suatu allergen yang terisolasi
(dental metal); sakit mulut yang menyebar menunjukkan keterlibatan dengan
pemicu yang lebih luas, seperti makanan, minuman, perasa makanan, atau
material oral hygiene.
Pada pasien dengan stomatitis kontak akut, gejala yang paling sering terjadi
adalah sensasi terbakar. Gambaran dari mukosa yang terkena bervariasi, dari
ringan dan kemerahan yang sedikit menjadi lesi eritema dengan atau tanpa edema.
Vesikel jarang dilihat dan ketika tedapat vesikel, maka akan dengan segera ruptur
dan membentuk area erosi. Ulserasi superfisial yang menyerupai aphthae juga
dapat terjadi. Gatal, menyengat, perih, dan edema dapat terjadi.
Pada kasus kronis, mukosa yang terkena secara khas berkontak dengan agen
penyebab dan dapat menunjukkan hiperkeratotik merah atau putih. Secara
periodik, erosi dapat terjadi pada zona yang terkena. Beberapa allergen,
khususnya pasta gigi, dapat menyebabkan eritema yang menyebar, dengan
deskuamasi lapisan superfisial epitel. Cheilitis kontak alergi menujukkan
gambaran klinis yang identik pada kasus yang terjadi akibat iritasi konis, dan
muncul seringkali sebagai kekeringan yang kronis, scaling, fissuring, atau
cracking pada vermilion border pada bibir. Secara jarang, gejala identik terhadap
orolingual paresthesia dapat muncul tanpa adanya bukti tanda klinis. 1

UniversitasSyiah Kuala
25

Gambar 2.5. Stomatitis kontak alergi

c. Perawatan dan Prognosis


Pada kasus yang ringan dari stomatitis kontak alergi, menghilangkan allergen
yang diduga merupakan hal yang diperlukan. Pada kebanyakan kasus yang parah,
terapi antihistamin, yang dikombinasikan dengan anastesi topikal biasanya
bermanfaat. Reaksi kronis merespon terhadap penghilangan sumber antigenik dan
aplikasi gel kortikosteroid oral atau suspensi oral.
Ketika mencoba untuk mengetahui sumber dari mucositis alergi yang
menyebar, gunakan baking soda plain atau pasta gigi yang bebas perasa atau
pengawet direkomendasi. Pasien juga harus diinstruksikan untuk mencegah
penggunaan obat kumur, permen karet, mint, coklat, produk mengandung kayu
manis, minuman berkarbonasi, dan makanan yang terlalu asin, pedas, atau asam.
Jika sumber tidak didapatkan, maka lakukan tes cutaneous patch untuk informasi
lanjut. 1

2.1.5. Perawatan dan Prognosis Angular Cheilitis


Manajemen angular cheilitis terkadang sulit dan terapi harus dilakukan
dalam jangka panjang. Kebiaaan merokok harus dihentikan. Penyakit sistemik
yang dimiliki harus didiagnosis dan dirawat: suplemen zat besi dan vitamin B
dapat berguna pada kasus yang lambat. Jika infeksi merupakan penyebab angular
cheilitis, perawatan hanya efektif jika infeksi juga dirawat. Penyembuhan
permanen dapat terjadi hanya dengan mengeliminasi candidiasis. Rekuren angular
cheilitis harus dicegah dengan mengeliminasi organisme, dari reservoir pada gigi
tiruan, jadi gigi tiruan harus dikeluarkan dari mulut pada malam hari dan

UniversitasSyiah Kuala
26

didisenfeksi pada larutan candidacidal, seperti hypochlorite. Stomatitis yang


terkait dengan gigi tiruan harus dirawat dengan antifungal. Miconazole dapat
diberikan (tablet buccal muco-adhesive yang diaplikasikan secara local,
bersamaan dengan gel oral) karena mempunyai beberapa aksi bakteriostatik gram-
positif, tapi mempunyai tingkat relapse yang tinggi kecuali jika perawatannya
jangka panjang. Miconazole diabsorspsi secara sistemik dan dapat bereaksi
dengan warfarin, phenytoin, dan sulphonylurea. Pada pasien yang mengkonsumsi
obat ini, nystatin (sebagai oral suspense) harus dicoba dahulu.
Angular cheilitis harus dirawat dengan antifungal topikal (miconazole).
Infeksi Staphylococcus dapat dirawat dengan antibiotik topical, seperti fusidic
acid (fucidin) ointment atau cream yng digunakan 4 kali sehari. Infeksi campuran
Candida dan Staphylococcus merespon baik terhadap miconazole topical.
Miconazole yang ditambah dengan hydrocortisone cream, fucidin yang
ditambahkan hydrocortisone cream, clotrimazole yang ditambah hydrocortisone
cream, atau clioquinol yang ditambah betamethasone cream, merupakan pilihan
lainnya.
Faktor predisposisi mekanis harus diperbaiki. Perubahan pada gigi tiruan
dapat dibutuhkan; gigi tiruan yang baru yang memperbaiki kontur wajah dapat
membantu. Pada kasus yang jarang, bedah atau, kolagen atau silikon atau injeksi
filler lainnya dapat berguna dalam usaha memperbaiki anatomi komisura bibir
normal.
Nistatin yang ditambahkan triamcinolone acetonide (Mycolog II) ointment
15 gr tube yang diaplikasikan pada area yang terkena setelah setiap makan dan
saat tidur. Ketoconazole (Nizoral) cream 2% 15 gr tubeyang diaplikasikan sedikit
pada sudut mulut setiap hari saat tidur. Clotrimazole (Gyne-Lotrimin, Mycelex-G)
1% yang diaplikasikan sedikit pada sudut mulut 4 kali sehari. Miconazole
(Monistat 7) cream 2% yang diaplikasikan sedikit pada sudut mulut 4 kali sehari.
4,5

UniversitasSyiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai