Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN
Angular cheilitis (AC) merupakan lesi inflamasi pada sudut mulut yang dimulai pada
sambungan mukok-kutaneus dan meluas hingga ke kulit. Penyakit ini juga dikenal sebagai
stomatitis sudut, atau “perlèche” yang berasal dari istilah Perancis “pourlècher” yang berarti
menjilat bibir. AC adalah lesi yang relatif umum yang secara klinis ditandai dengan eritema,
maserasi lembab, ulserasi, dan pengerasan kulit di bagian komisura mulut (Gambar 1 & 2).
Faktor-faktor yang menciptakan lingkungan yang kronis, kondusif, lembab untuk pertumbuhan
mikroba pada rongga mulut seperti kebiasaan menjilat bibir, menghisap jempol atau menggigit
sudut mulut, dan jaringan kendur di sudut mulut telah terlibat dalam perkembangan penyakit
Angular Cheilitis.

Gambar 1. Kasus Angular Cheilitis yang berhubungan dengan alergi bracket (nikel) pada pasien yang
menjalani perawatan ortodontik.

Gambar 2. Angular cheilitis yang pada pasien usia lanjut akibat xerostomia.

Angular cheilitis dapat terjadi unilateral atau bilateral. Mereka dapat muncul dengan rasa sakit,
nyeri, pruritus, atau bahkan sensasi terbakar. Kejadian ini dilaporkan terjadi antara 0,7-3,8%
dari lesi mukosa mulut pada orang dewasa dan antara 0,2-15,1% pada anak-anak. Hal ini
terlihat terutama pada orang dewasa, baik pada pria maupun wanita, dan paling sering terjadi
pada usia dekade ketiga hingga keenam. Pada tahun 1986, Ohman dkk mengklasifikasikan AC
menjadi empat tipe dasar bergantung pada kedalaman dan jumlah rhagades (lipatan). Lesi tipe
I ditandai dengan rhagade tunggal yang terbatas pada sudut mulut, sedangkan lesi Tipe II
memiliki kedalaman dan panjang yang lebih luas dibandingkan lesi tipe I. Lesi tipe III
menunjukkan beberapa rhagades yang menjalar dari sudut mulut ke kulit yang berdekatan
dengan kemerahan terbatas di sekitar rhagades. Lesi tipe IV menunjukkan eritema yang luas
pada kulit yang berdekatan dengan batas vermilion tanpa adanya rhagades.

Pasien yang datag ke dokter gigi biasanya lebih sering menunjukkan lesi tipe I dan pasien
edentulous cenderung menunjukkan jenis lesi lainnya. Penyebab Angular Cheilitis bersifat
multifaktorial, dan tinjauan singkat ini bertujuan untuk membahas berbagai faktor etiologi,
diagnosa banding, dan pilihan terapi yang digunakan jika ada kasus seperti di jurnal ini.

II. ETIOLOGI
Penyebab Angular Cheilitis bersifat multifactorial, yaitu lokal dan sistemik. Faktor lokal yang
terlibat dalam perkembangan Angular Cheilitis dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi,
mekanik, alergi, kimia, dan infeksi. Faktor-faktor lokal ini dapat bekerja sendiri atau bergabung
satu sama lain sehingga menimbulkan lesi, Faktor sistemik meliputi defisiensi nutrisi, penyakit
sistemik, dan efek samping terkait penggunaan obat.
1. Fakor Lokal.
- Anatomi dan Fisik.
Faktor lokal yang paling sering dilaporkan yang termasuk dalam kategori anatomi
adalah berkurangnya atau hilangnya dimensi vertikal rahang yang dapat
menyebabkan mulut tertutup secara berlebihan. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh
edentulous dan migrasi gigi. Penurunan berat badan pada beberapa pasien dapat
menyebabkan hilangnya jaringan elastis wajah, turgor kulit, dan penurunan
dimensi vertikal struktur wajah.
Penurunan dimensi vertikal wajah menyebabkan pengumpulan dan stasis saliva di
komisura mulut dan akhirnya terjadi maserasi pada kulit dan mukosa. Malnutrisi,
bernafas melalui mulut, dan merokok juga berperan dalam penurunan tinggi
wajah, stasis saliva dan menyebabkan Angular Cheilitis.
- Alergi dan Kimia.
Keadaan Dermatitis dapat memperparah Angular Cheilitis yang sudah ada.
Dengan adanya alergen yang berpotensial, dinding mukosa yang terganggu akan
memudahkan terjadinya penetrasi, dan dengan demikian dapat memperparah
keadaan lesi. Hal ini umumnya terlihat pada pasien yang sensitif terhadap nikel
pada saat meggunakaan alat ortodontik atau memakai gigi tiruan berbahan logam
yang mengandung nikel (Gambar 1.)
secara klinis komponen restorasi gigi, bridge, dan retainer seperti emas, merkuri,
paladium, kalium dikromat, kobalt, dan lain-lain dilaporkan dapat menimbulkan
reaksi alergi dan menyebabkan Angular Cheilitis. Bahan penyedap dan penambah
wewangian seperti cinnamic aldehyde, eugenol, spearmint oil, peppermint,
menthol, carvone, propolis,mint esens, yang terdapat dalam lipstik, permen karet,
pasta gigi, rokok dan produk kebersihan mulut, juga terlibat dalam terjadinya
Angular Cheilitis sebagai akibat dari reaksi alergi.

- Mikorba.
Penumpukan saliva pada komisura mulut dapat menyebabkan kondisi menjadi
kronis, kondusif, dan lembab untuk pertumbuhan mikroba di daerah tersebut.
Pertumbuhan mikroba ini dapat menyebabkan infeksi dan bermanifestasi secara
klinis sebagai Angular Cheilitis. Candida albicans, Staphylococcus aureus,
dan/atau streptokokus β-hemolitik adalah penyebab paling umum sebagi agen
mikroba yang menyebabkan Angular Cheilitis.
Studi mikrobiologi menunjukkan bahwa 20% Angular Cheilitis disebabkan oleh
Candida albicans, 60% disebabkan oleh kombinasi infeksi Candida albicans dan
Staphylococcus aureus, dan 20% area disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Hal
ini umumnya terlihat pada pasien lanjut usia dan pasien dengan sistem imun lemah,
terutama pasien yang terinfeksi HIV dan AIDS. Dalam studi perbandingan,
Candida albicans dan Staphylococcus aureus ditemukan lebih umum pada lesi
Angular Cheilits dan pada pasien HIV seropositif, dibandingkan pada pasien HIV
seronegative, pada pasien HIV seropositif dengan jumlah CD4 kurang dari 200
terdapat peningkatan kolonisasi Candida dan Staphylococcus aureus bila
dibandingkan dengan pasien dengan jumlah CD4 lebih dari 200. Kandidiasis
multifokal bisa bermanifestasi sebagai Angular Cheilitis dan sebagai bagian dari
spektrum klinis yang luas. Fulminan systemic candidiasis yang mengenai sudut
mulut secara klinis disebut Angular Cheilitis.

2. Faktor Sistemik.
- Nutrisi.
Defisiensi nutrisi merupakan faktor etiologi yang banyak dipelajari dalam
perkembangan Angular Cheilitis, berbagai macam kekurangan nutrisi telah
menyebabkan perkembangan terjadinya Angular Cheilitis, yang paling signifikan
di antaranya adalah kekurangan zat besi dan beberapa vitamin yang termasuk
dalam kelompok Vitamin B kompleks.

- Defisiensi zat besi.


Rose A John pada tahun 1968 mengusulkan bahwa kekurangan zat besi merupakan
faktor predisposisi terjadinya Angular Cheilitis, dengan atau tanpa manifestasi
klinis anemia. Konsentrasi zat besi plasma yang rendah dapat mengganggu sintesis
enzim yang mengandung zat besi seperti sitokrom oksidase, katalase, dan
peroksidase. Hal ini akan mengganggu fungsi seluler dan reproduksinya. Karena
sel-sel epitel mengalami pergantian yang cepat, sel-sel tersebut akan terkena
dampaknya cukup dini karena penurunan proliferasi terutama di sudut mulut,
sehingga menyebabkan atrophic epithelium. Epitel atrofi ini dapat terkikis dengan
mudah dan menjadi tempat berkembangnya Angular Cheilitis karena pertumbuhan
berlebih dan kolonisasi flora mulut normal seperti Candida, Staphylococcus, dan
Streptococcus. Pada pasien dengan zat besi plasma rendah tanpa manifestasi klinis
anemia, pengobatan Angular cheilitis dengan zat besi tanpa pemeriksaan
menyeluruh bisa menjadi penting karena penyebab yang lebih berbahaya seperti
karsinoma gastrointestinal atau penyakit mendasar lainnya yang menyebabkan
kehilangan darah kronis dapat terabaikan.
Pada anemia defisiensi zat besi, kadar protein pengikat zat besi yang disebut
transferin mengalami penurunan. Transferrin mempunyai sifat fungistatik dan
penipisan atau pengurangan serum dapat mempengaruhi pertumbuhan berlebih
bagi Candida di rongga mulut, sehingga meningkatkan infeksi Candida dan
Angular Cheilitis. Atrofi dan hiperkeratinisasi epitel mulut terlihat pada kondisi
anemia defisiensi zat besi. Epitel atrofi yang kondusif menguntungkan bagi
pertumbuhan mikroba, sedangkan hiperkeratinisasi adalah lingkungan yang
menguntungkan bagi pertumbuhan Candida.

- Defisiensi Vitamin B Kompleks.


Vitamin B kompleks adalah golongan vitamin yang larut dalam air, yang berperan
penting dalam metabolisme sel, dan terdiri dari enam vitamin utama. Defisiensi
vitamin golongan B kompleks yang sering dilaporkan adalah riboflavin (B2),
piridoksin (B6), niasin (B3), sianokobalamin (B12), folat (B9), dan biotin (vitamin
BW atau vitamin H).

Ariboflavinosis (defisiensi riboflavin (B2) kronis) dapat bermanifestasi secara


klinis sebagai Angular cheilitis, glositis, sakit tenggorokan, dan pembengkakan
serta eritema pada mukosa mulut. Anemia normositik, normokromik, dan
dermatitis seboroik juga dapat terjadi. Obat anti tuberkulosis tertentu seperti
isoniazid merupakan antagonis piridoksin (B6). Oleh karena itu, pasien yang
menjalani pengobatan anti tuberkulosis jangka panjang mungkin akan mengalami
defisiensi Vitamin B6. Manifestasi oral dari defisiensi piridoksin dapat berupa
glositis dan cheilitis. Gambaran klinis ini identik dengan gambaran klinis yang
diamati pada keadaan defisiensi niasin (pellagra).
Cyanocobalamin (B12), juga dikenal sebagai faktor ekstrinsik, diperlukan untuk
produksi eritrosit, glikoprotein yang dikenal sebagai faktor intrinsik memfasilitasi
penyerapannya di duodenum, dengan tidak adanya cyanocobalamin atau faktor
intrinsik, produksi sel darah merah dapat terpengaruh dan mengakibatkan anemia.
Dinding mukosa mulut akan terganggu pada kondisi anemia dan dapat menjadi
predisposisi terjadinya Angular Cheilitis.

Asam folat telah dipelajari secara luas dalam perkembangan terjadinya Angular
Cheilitis. Penyerapan asam folat dipengaruhi oleh kontrasepsi oral, fenobarbital,
dan banyak obat lainnya. Defisiensi asam folat terkadang terlihat bersamaan
dengan defisiensi sianokobalamin dan muncul sebagai Angular Cheilitis di antara
temuan mukosa mulut lainnya, dan menyebabkan sindrom burning sensation yang
berhubungan dengan Angular cheilitis dan Glossodynia. Defisiensi biotin telah
dilaporkan berhubungan dengan Angular Cheilitis. Dry Eye dan alopecia
merupakan manifestasi klinis lain dari defisiensi biotin

- Penyakit Sistemik.
Banyak penyebab kondisi sistemik yang dilaporkan menyebabkan Angular
Cheilitis. Salah satu penyebab penyakit sistemik yang paling penting adalah
xerostomia. Kondisi ini terjadi pada sekitar 5% kasus yang didiagnosis dengan
Angular Cheilitis. Pemeriksaan subjektif berupa kekeringan pada mukosa mulut,
telah dilaporkan sebagai keluhan pada 1/3 pasien yang mengalami diabetes.
Penyebab sistemik lain dari xerostomia antara lain adalah kelainan kelenjar saliva,
terapi radiasi kepala dan leher, kemoterapi, penyakit autoimun seperti sindrom
Sjogren, lupus eritematosus sistemik, penyakit radang usus seperti penyakit Crohn
dan kolitis ulserativa, dehidrasi. Xerostomia dapat bersifat fisiologis bila terlihat
pada lansia sebagai bagian dari proses penuaan, akibat atrofi asinar dan duktus.
Pada pasien ini mungkin terdapat kelainan pengecapan, sindrom mulut terbakar,
karies gigi, dan eksaserbasi Angular Cheilitis yang sudah ada. Xerostomia juga
merupakan efek samping umum dari berbagai pengobatan. Lebih dari 500 obat
diperkirakan menyebabkan xerostomia sebagai efek samping. Yang paling banyak
dikutip di antaranya adalah antihistamin seperti difenhidramin, klorfeniramin, dan
dekongestan seperti pseudoefedrin. Kategori obat lain yang dapat menyebabkan
xerostomia adalah antidepresan, antipsikotik, obat penenang dan obat anxiolytic,
antihipertensi, antikolinergik.

Angular Cheilitis dapat dilihat pada kasus malnutrisi, dan gangguan makan seperti
anoreksia nervosa, dan bulimia. Hal ini kemungkinan besar berhubungan dengan
kekurangan nutrisi yang terlihat pada kelainan ini. Angular Cheilitis telah
dilaporkan sebagai salah satu manifestasi oral yang umum dari penyakit infeksi
sistemik seperti infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan sifilis. Pada
infeksi HIV, lesi pada mukosa mulut merupakan bagian integral dari kriteria klinis
dalam sejumlah sistem klasifikasi. Klasifikasi ini didasarkan pada faktor etiologi
atau kekuatan atau intensitas keterkaitannya. Angular Cheilitis diklasifikasikan
sebagai lesi mulut yang sangat berhubungan dengan infeksi HIV/AIDS dan
etiologi pada kasus ini sebagian besar adalah infeksi Candida atau infeksi
campuran Candida dan Staphylococcus. Pasien dengan jumlah CD <200 telah
dilaporkan menderita Angular Cheilitis yang berasal dari infeksi bercampur,
dibandingkan dengan yang murni karena Candida. Prevalensi Angular Cheilitis
pada HIV/AIDS adalah sekitar 5,6% hingga 28,9% dan dilaporkan sebagai
manifestasi HIV oral yang paling umum pada anak-anak. Sifilis sekunder sering
muncul dengan papula terbelah di sudut mulut dan muncul sebagai Angular
Cheilitis, serta manifestasi dermatologis lainnya.

Angular Cheilitis merupakan manifestasi yang sering terjadi pada penyakit


diabetes melitus (DM). DM adalah penyakit endokrin yang menyerang banyak
organ dan xerostomia adalah salah satu temuan umum pada penderita diabetes.
Telah dibuktikan bahwa, karena konsentrasi glukosa darah yang lebih tinggi,
spesies Candida dapat menunjukkan aktivitas enzimatik hemolitik dan esterase
yang lebih tinggi pada pasien diabetes. Hal ini terjadi karena berkontribusi
terhadap peningkatan aktivitas enzim dan spesies Candida mungkin lebih
patognomonik pada pasien yang menderita diabetes melitus. Penekanan imun yang
terlokalisasi dapat mengganggu homeostasis mikroflora mulut, sehingga
berkontribusi lebih jauh terhadap pertumbuhan organisme jamur patognomonik.
Candida, telah sering diisolasi dari rongga mulut pasien DM. Hingga 77% pasien
diabetes yang diobati dengan insulin dilaporkan menjadi pembawa Candida oral
dan rentan terhadap kandidiasis oral.

Penyakit radang usus seperti kolitis ulserativa dan penyakit Crohn dapat
menunjukkan manifestasi oral dalam bentuk ulkus aphthous, fisura, glositis, dan
Angular Cheilitis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lisciandrano et al.,
frekuensi terjadinya Angular Cheilitis pada penyakit Crohn dilaporkan sebesar
7,8%, sedangkan pada kolitis ulserativa adalah 5%. Discoid lupus erythematous
(DLE), suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi kulit, juga dapat
bermanifestasi cheilitis dalam bentuk AC, di antara temuan dermatologis dan oral
lainnya. Sekitar 18% pasien DLE dilaporkan menunjukkan Angular Cheilitis.
Stomatitis uremik merupakan komplikasi gagal ginjal kronik. Pada stomatitis
uremik Angular Cheilitis mungkin merupakan tanda klinis awal sebelum area
mukosa mulut lainnya terkena. Lesi pada mulut termasuk Angular Cheilitis. Bisa
jadi disebabkan oleh penguraian urea yang berlebihan dalam air liur pasien ini oleh
bakteri mulut dan pelepasan amonia.

- Agen Farmakologi.
Agen farmakologi tertentu terlibat dalam etiopatogenesis Angular Cheilitis,
diantaranya, paroxetine, inhibitor reuptake serotonin selektif, yang diresepkan
untuk gangguan kecemasan dan depresi, sering terlibat dalam perkembangan
Angular Cheilitis. Pada pasien yang menerima terapi tetrasiklin jangka panjang,
Angular Cheilitis sering ditemukan. Metronidazol, obat antiprotozoa, dengan
aktivitas spektrum luas melawan protozoa anaerobik dan bakteri mikroaerofilik,
dilaporkan menyebabkan Angular Cheilitis bersamaan dengan stomatitis
aphthous. Dalam beberapa kasus lain, isotretinoin terlibat dalam perkembangan
Angular Cheilitis dan digunakan sebagai indikator tingkat toksisitas obat. Obat anti
psoriatis yang disebut secukinumab, yang dikenal sebagai penekan proliferasi dan
diferensiasi keratinosit, menyebabkan bentuk Angular Cheilitis yang membandel.
Obat lain yang diketahui menyebabkan Angular Cheilitis adalah warfarin, alkaloid
vinca, metilprednisolon dan deksametason, statin, benzodiazepin, felodipin,
karbamazepin, siklosporin dan digoxin.

III. Differential Diagnosis / Diagnosa Banding


Setiap kondisi yang menyebabkan xerostomia harus dipertimbangkan dalam
menentukan diagnose banding. Diagnosa banding yang signifikan secara klinis
yang perlu dipertimbangkan saat merawat Angular Cheilitis adalah infeksi herpes
simpleks. Lesi herpes labialis berawal dari makula, kemudian menjadi vesikuler,
lalu pustular. Pustula-pustula ini akhirnya pecah dan membentuk krusta. Jika
terdapat krusta pada komisura mulut, maka akan menyerupai Angular Cheilitis,
Namun lesi herpes cenderung unilateral, dan riwayat pembentukan vesikel berisi
cairan sebelumnya akan berguna dalam menegakkan diagnosa lesi herpes. Sifilis
sekunder (papula sifilis), lichen planus oral atau lesi oral lichenoid yang erosif,
impetigo, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, cheilitis kontak alergi, cheilitis
kontak iritan, cheilitis difus awal atau terisolasi, cheilitis aktinik, cheilitis
glandularis, cheilitis granulomatosa, dan cheilitis eksfoliatif harus
dipertimbangkan dalam menentukan diagnosa banding Angular Cheilitis

IV. Management Angular Cheilitis (Penatalaksanaan Angular Cheilitis)


Perawatan Angular Cheilitis dimulai dengan mengidentifikasi etiologinya.
Penyebab infeksi, non-infeksi, alergi, dan kombinasi dari penyebab-penyebab ini
harus diidentifikasi dan diobati dengan tepat. Lesi infeksi biasanya merespons
terhadap antijamur, antiseptik, atau kombinasi keduanya. Jika lesi tidak
memberikan respon terhadap antimikroba ini, faktor etiologi lain harus
dipertimbangkan. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas dan komponen gigi
lainnya harus direkonstruksi untuk mengembalikan fungsi dan kontur wajah. Pada
pasien lanjut usia yang menggunakan gigi tiruan, perawatan suportif termasuk
pembuatan gigi tiruan mungkin diperlukan. Mungkin diperlukan perbaikan pada
pemasangan gigi tiruan atau pembuatan gigi tiruan yang lebih baru untuk
meningkatkan tinggi wajah vertikal. Aplikasi topikal petrolatum jelly, emolien,
atau lip balm efektif sebagai penghalang untuk mengurangi maserasi komisura dan
menginduksi penyembuhan. penggunaan prostetik anti air liur pada kasus air liur
yang parah seperti kanula yang dimasukkan ke dalam gigi tiruan dapat
menyalurkan aliran air liur ke orofaring, dan terapi fotodinamik menggunakan
fotosensitizer dan lampu dioda pada kasus yang tidak responsif telah dicoba dan
cukup berhasil. Dalam beberapa kasus, untuk mencegah penumpukan air liur
akibat hilangnya turgor kulit, salah satu cara dengan melalukan suntik filler dan
implan bedah dapat dipertimbangkan. Pasien harus diberitahu tentang kebersihan
gigi tiruan seperti melepas gigi di malam hari dan membersihkannya dengan baik
sebelum dipasang kembali di pagi hari. Mengunyah permen karet yang
mengandung xylitol, atau klorheksidin asetat atau xylitol, dapat mengurangi
Angular Cheilitis, pada pasien lanjut usia dapat meningkatkan produksi air liur ata
saliva. Xerostomia pada pasien lanjut usia merupakan faktor predisposisi
terjadinya kandidiasis pada rongga mulut yang dapat bermanifestasi sebagai
Angular Cheilitis. Pada pasien lanjut usia, prosedur kebersihan mulut harus dijaga
dengan baik dan benar, karena dapat mengurangi risiko kandidiasis pada rongga
mulut. Mengurangi kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi perkembangan
Angular Cheilitis seperti menggigit bibir, merokok harus di hentikan.

Penggunaan antijamur lokal, seperti nistatin, amfoterisin B, ketokonazol, dan


mikonazol nitrat, tampaknya menjadi pilihan yang populer di kalangan dokter
untuk pengobatan Angular Cheilitis . Nistatin salep 100.000 unit/mL dioleskan dua
kali sehari, atau larutan gentian violet dioleskan dua sampai tiga kali sehari efektif
dalam banyak kasus. Sebagai alternatif, krim ketoconazole 2% secara topikal, krim
klotrimazol 1% secara topikal, krim miconazole 2% secara topical, merupakan
pilihan pengobatan yang baik. Jika dicurigai terdapat infeksi campuran,
pengobatan topikal dengan kombinasi mupirocin atau asam fusidat dan krim
hidrokortison 1% mungkin efektif. Satu kelompok berhasil menemukan
pengobatan Angular Cheilitis dengan kombinasi salep isoconazole nitrate (ISN)
1% dan salep diflucortolone valerate (DFV) 0,1%. Hal ini disebabkan oleh aksi
spektrum luas ISN terhadap banyak spesies dermatofita dan bakteri, serta sifat
anti-inflamasi DFV. Namun, ketika antimikroba dan strategi pengelolaan lokal
gagal, faktor sistemik mungkin perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Penyebab sistemik ini bisa berupa kekurangan nutrisi atau penyakit sistemik, atau
keduanya. Pada sindrom Plummer Vinson (suatu bentuk kekurangan zat besi),
Angular Cheilitis bisa menjadi gejala yang timbul.

Tabel 1. Summary of the local etiologies and their management.


V. KESIMPULAN
Angular Cheilitis dapat muncul dalam berbagai bentuk, meskipun Angular Cheilitis secara
luas dianggap sebagai penyakit multifaktorial yang berasal dari infeksi, hal ini tidak berarti
bahwa organisme mikroba mengawali lesi dengan menyerang jaringan di sudut mulut.
Kemungkinan adanya faktor-faktor lokal yang memicu terjadinya kondisi yang
memfasilitasi invasi mikroba tidak dapat disangkal. Menggali etiologi Angular Cheilitis
sangat penting untuk menghasilkan rencana perawatan yang efektif. Evaluasi awal yang
baik terhadap faktor-faktor pemicu lokal dapat sangat membantu dalam menangani
penyakit multifaktorial ini secara efektif. Karena Angular Cheilitis biasanya didiagnosis
secara klinis, dokter wajib mengumpulkan semua riwayat medis dan gigi yang berpotensi
berkaitan dengan kondisi tersebut. The Health Care Provider (HCP) harus sadar dan
waspada untuk menangkap isyarat yang mungkin sebagai indikasi diagnosis Angular
Cheilitis. Hal ini dapat membantu dalam rencana perawatan yang efektif untuk pasien.
Misalnya, ketika dihadapkan dengan seorang anak dengan Angular Cheilitis terorganisir
dengan atau tanpa pembengkakan bibir, sangat penting untuk mempertimbangkan
diagnosis Penyakit Crohn sebagai pembedanya. Tindak lanjut untuk pasien yang
mengalami Angular Cheilitis direkomendasikan dalam 2 minggu untuk dilakukan evaluasi
oleh Profesi Kesehatan untuk melihat keberhasilan atau efektivitas pengobatan yang
diberikan.

Anda mungkin juga menyukai