Anda di halaman 1dari 165

Kelompok 10

Penyakit Gigi dan Mulut


Akibat
a.Kekurangan Gizi,
b. Auto Imun
c. Penyakit seksual
d. Faktor lingkungan

Mega

a. Kekurangan Gizi
Nutrisi dibagi atas :
a) Protein
b) Karbohidrat
c) lemak
d) Mineral
e) Vitamin

Fungsi nutrisi adalah


a) Pertumbuhan
b) Pemelihara dan perbaikan jaringan tubuh
c) Mekanisme pertahanan tubuh
d) Proses metabolisme dalam tubuh

Dampak Defisiensi Gizi Pada


Penyakit Gigi dan Mulut

Defisiensi zat gizi ini akan menimbulkan


gejala pada tubuh bila berlangsung lama
dan bersifat kronis. Gejala pada tubuh
antara lain dapat terjadi di dalam rongga
mulut. Biasanya yang bermanifestasi pada
rongga mulut adalah defisiensi mineral,
protein, dan vitamin (Atikah, 2010).

Defisiensi mineral
1. Defisiensi kalsium
Manifestasi defisiensi kalsium dalam
rongga mulut adalah terjadi absorpsi
tulang rahang yang merata dan destruksi
ligamentum periodontal dan
berkurangnya kekuatan gigi.
2. Defisiensi fosfor
Manifestasi defisiensi fosfor dalam
rongga mulut adalah terjadinya
gangguan pertumbuhan rahang dan
erupsi gigi. Juga adanya pertumbuhan
kondili yang lambat disertai maloklusi.

3. Defisiensi magnesium
Defisiensi magnesium dalam jangka waktu
yang lama dapat terjadi hipoplasia enamel.
4. Defisiensi besi
Manifestasi defisiensi besi dalam rongga
mulut adalah terjadinya glossitis yang
merupakan penyakit pada lidah, di mana
lidah tampak merah dan sakit.
5. Defisiensi flour
Manifestasi Defisiensi flour dalam rongga
mulut yang paling utama adalah kerentakan
gigi terhadap terjadinya karies gigi.

Defisiensi protein
Manifestasi defisiensi protein dalam
rongga mulut adalah lidah tampak
berwarna merah karena hilangnya
papila, terjadi angular cheilitis dan
fissura bibir atau bibir pecah-pecah.
rongga mulut terasa kering dan
nampak kotor. Resistensi terhadap
infeksi mengalami penurunan
sehingga mudah terjadi infeksi pada
jaringan periodontal

Defisiensi vitamin
Defisiensi vitamin A
Defisiensi vitamin A menyebabkan terjadinya
gingivitis, hiperplasia gingiva serta penyakit
periodontal dan hipoplasia enamel.
Defisiensi vitamin D
Defisiensi vitamin D menyebabkan terjadinya
hipoplasia enamel yang melibatkan gigi
insisivus dan molar permanen yang
umumnya terdapat pada penderita rhiketsia.
Defisiensi vitamin E
Defisiensi vitamin E menyebabkan terjadinya
pendarahan gingival, keluarnya pus dari
poket dan penyakit periodontal serta
leukoplakia

Defisiensi vitamin K
Defisiensi vitamin K menyebabkan
terjadinya pendarahan spontan pada
gingival atau setelah menggosok gigi.
Defisiensi vitamin C
Defisiensi vitamin C menyebabkan
rentannya gingival terhadap iritasi lokal
sehingga terjadi hiperplasia gingival,
mudah berdarah dan dapat terjadi
ulserasi yang biasa disebut Scurvy.

Defisiensi vitamin B kompleks


Tiamin ( B 1 )
Defisiensi Tiamin menyebabkan terjadinya
pembesaran papila fungiformis pada perifer
lidah, adanya retakan pada bibir dan
sensitifitaspada gigi dan mukosa mulut
meningkat.
Ribofavin ( B 2 )
Defisiensi ribofavin menyebabkan terjadinya
angular cheilitis dan atrofi papilla fungiformis.
Asam nikotinat ( B 5 )
Defisiensi Asam Nikotinat menyebabkan
terjadinya atrofi papilla di mana lidah tampak
merah, gingivitis kronis dan periodontitis.

Peridoksin ( B 6 )
Defisiensi Peridoksin menyebabkan terjadinya
angular cheilitis, glossis, serta rasa tidak enak
pada mulut.
Asam Pentotenat
Defisiensi Asam Pentotenat menyebabkan
terjadinya angular cheilitis, ulserasi, dan nekrosis
pada gingiva. Terlihat juga mukosa mulut dan bibir
warna merah mengkilat.
Asam Folat
Manifestasi defisiensinya adalah pembengkakan
pada lidah, gingivitis, angular cheilitis dan ulkus
pada lidah.
Sianokobalamin ( B 12 )
Manifestasi defisiensinya adalah gingival nampak
pucat dan mudah terjadi ulserasi. Lidah tampak
merah licin dan mengkilat serta lebih sensitif (

DAMPAKPENYAKIT
AUTOIMUN TERHADAP
PENYAKIT RONGGA
MULUT

Anton

Gangguan autoimun adalah suatu


kondisi yang terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh secara keliru
menyerang dan menghancurkan
jaringan sehat. Pasien dengan
gangguan autoimun, sistem
kekebalannya tidak bisa membedakan
antara jaringan tubuh yang sehat dan
antigen.Hasilnya adalah resposn imun
yang merusak jaringan tubuh normal

Penyakit Autoimun pada


Sistem Sirkulasi

Autoimmune Hemolytic Anemia


(AIHA)
suatu penyakit autoimun terjadi pada sel
darah merah. Adanya autoantibodi yang
menyerang antigen pada membrane sel
darah merah sehingga terjadi penurunan
kelangsungan hidup sel darah merah
Manifestai oral dari penyakit ini antara
lain deposisi dari pigmen sel darah
merah pada enamel dan dentin pada gigi
yang sedang berkembang yang
berakibat pada diskolorisasi warna hijau,
coklat atau biru pada enamel dan dentin.

Immune Trombocytopenic
Purpura (ITP)
suatu penyakit autoimun yang
dikarakteristikan oleh adanya jumlah
platelet yang rendah dan pendarahan
mukokutan
Manifestasi oral dari penyakit ini
antara lain perdarahan gingival,
perdarahan mukokutan dan perdaran
di dalam jaringan.

Penyakit autoimun pada


sistem gastrointestinal

Pernicious anemia
disebabkan oleh karena penurunan dari
vitamin B12 pada tubuh.
Manifestasi oral dari penyakit ini antara
lain yaitu glositis. Lidah Nampak lembut
dan bengkak merah oleh karena atrophic
glossitis. Peradangan ini juga
mengakibatkan atrophy pada papillapapila lidah.
Gambaran oral memperlihatkan adanya
glositis, keilitis, angularitis, sindrom rasa
terbakar pada mulut atau ulserasi oral
yang berulang

Penyakit Autoimun pada


dermatologic disease

Pemphigus Vulgaris

penyakit autoimun mukokutan yang membahayakan


jiwa yang dicirikan oleh adanya epitel yang melepuh
pada lapisan cutaneous dan mukosa.
Lesi yang timbul pada rongga mulut bersifat kronis oleh
karena melepuh, erosi dan ulser. Bentukan erosi dan
ulser-ulser merupakan manifestasi utama yang sering
muncul pada mukosa bukal, palatum dan bibir. Pada
saat proses penyembuhan, ulser tidak akan
menimbulkan scar.
Merupakan sekumpulan kelainan vesikulobulous yang
ditandai oleh serangan pada kulit, mulut, serta daerah
membran mukosa lainnya
Gambaran klinis pemphigus tidak spesifik dengan
daerah yang mengalami erosi pada mukosa mana saja
Pemphigus biasannya penyakit orang tua dan wanita
lebih banyak terserang dibandingkan pria

Pemphigoid
Merupakan penyakit vesikulobulus
autoimun yang jarang terjadi, dan
dapat menyerang kulit dan mukosa
mulut. Kondisi ini ditandai dengan
pembentukan bulla sub epitalial
Gambaran oral sangat bervariasi
tetapi kadang-kadang terlihat sebagai
daerah-daerah ulserasi mukosa atau
gingivitis deskuamatif

PSORIASIS
penyakit inflamasi kronis pada kulit
yang berhubungan erat dengan
genetic.
Manifestasi oral pada penyakit
psoriasis ini biasanya ditemukan pada
bibir, mukosa bukal, palatum, gingival
dan bagian dasar rongga mulut

Penyakit Autoimun yang


berefek pada sistemik

Windi

Systemic Lupus Erythematous


(SLE)
Penyakit ini biasanya dicirikan dengan
produksi autoantibody yang tinggi dan
kumpulan kompleks sistem immune
yang memicu terjadinya manifestasi
sistemik yang bervariasi
Manifestasi oral pada rongga mulut
biasanya dicirikan dengan lesi pada
palatum, mukosa bukal dan gingival.
Tekadang lesi nampak seperti area
granulomatus.

Sindrom Sjogren

Sindrom Sjogren atau sering disebut


autoimmune exocrinopathy adalah
penyakit autoimun sistemik yang
terutama mengenai kelenjer eksokrin
dan biasanya memberikan gejala
kekeringan persisten pada mulut dan
mata akibat gangguan fungsional
kelenjer saliva dan lakrimalis
20-30 % pasien sindrom sjogren primer
mengalami pembesaran kelenjar parotis
atau submandibularis yang tidak
nyeri.Pemesaran kelenjar ini dapat
bertransformasi menjadi limfoma

Penyakit Autoimun
Berdasarkan Infeksi Jamur,
Infeksi Virus danInfeksi
Bakteri

Infeksi karena jamur (Oral


Candidiasis)
Kandidiasis eritematosa
memberikan gambaran lesi
kemerahan, pipih,lesi dibagian dorsal
lidah dan atau di daerah palatum
durum ataupalatum molle. Pasien
datang dengan keluhan rasa terbakar
di mulutseperti saat makan makanan
yang asin atau berbumbu

Kandidiasis pseudomembranosa
memberikan gambaran plak lunak
berwarna putih pada daerah mukosa
bukal , lidah, dan permukaanmukosa
mulut lainnya, dapat diangkat,
meninggalkan dasar kemerahanatau
berdarah..
Cheilitis angularis
merupakan eritema dan gambaran seperti
pecah-pecah di sudut mulut.
Hiperplastik atau kandidiasis kronis
memberikan gambaran plak putihyang
tidak dapat diangkat di seluruh permukaan
mukosa

infeksi Virus
Oral Hairy Leukoplakia
lesianya terlihat pada
permukaanlateral lidah, tetapi bisa
meluas ke dorsal dan permukaan
ventral Lesi bisa berbagai ukuran dan
bisa terlihat seperti striae putih
vertical,berombak-ombak atau seperti
plak-plak berbulu kasar dengan
proyeksirambut terlihat seperti keratin

Herpes Simpleks Virus (HSV) dan


Varicella Zooster
Kontak denganvirus varicella zoster
(VZV) dapat menyebabkan varicella
(cacar air)sebagai infeksi primer dan
herpes zoster sebagai infeksi yang
diaktifkankembali. Dalam infeksi HIV,
herpes zoster sering
menunjukkanketerlibatan nervus
cranialis dini dan membawa prognosis
yang buruk.

Cytomegalovirus (CMV)
Diagnosis CMVoral didasarkan atas
adanya intranuklear besar dan
sitoplasma kecilCMV masuk di dalam sel
endotel pada dasar ulserasi
Human Papilloma Virus
Pada pasien terinfeksiHIV, HPV terkait
lesi oral memiliki gambaran
papilomatosa, baik menonjol atau tetap,
dan terutama berlokasi di palatum,
mukosa bucal,dan commisura labialis

Kaposis Sarkoma
Lesi ini muncul pada mukosa rongga mulut
terutama pada mukosa palatal dan gingival.
Dalam infeksi HIV, lesi ini lebih sering
ditemukan pada pria.
Sarkoma Kaposi berupa makula berwarna
merah-keunguan pada mukosa mulut, tidak
sakit,tidak memucat saat dipalpasi. Lesi ini
berkembang menjadi nodul dan
membingungkan antara kelainan pada mulut
yang berhubungan dengan vaskularisasi
seperti hemangioma, hematoma, varicosity,
dan pyogenic granuloma (jika terjadi pada
gingiva)

Infeksi Bakteri
Linear Erythematous Gingivitis,
muncul sebagai sebuah pita eritema pada
gingival marginal, seringkali dengan
petechiae.Biasanya tidak menunjukkan
gejala atau hanya pendarahan gingivaringan
dan sakit ringan
Necrotizing Ulcerative Periodontitis(NUP)
Lesi periodontal iniditandai dengan nyeri
tulang dalam yang menyeluruh, eritema yang
signifikan yang sering dikaitkan dengan
perdarahan spontan, dandestruksi cepat dan
progresif dari perlekatan periodontal
dantulang

Bacillary Epithelioid Angiomatosis


(BEA)
Lesi ini tampaknya unik untuk infeksi
HIV dan secara klinis sulit dapat
dibedakan dari SarkomaKaposi oral
(KS). Karena keduanya dapat tampak
eritematosis, massalunak yang dapat
berdarah pada manipulasi lembut
pemeriksaan biopsidan histologi
diperlukan untuk membedakan BEA
dari KS.

Dampak Hubungan Seksual


terhadap Penyakit Gigi dan
Mulut

Yulia

Kondisi traumatik
Cedera frenulum lingualis dan sindrom
felatio adalah kondidi oral umum yang
berkaitan dengan aktivitas seksual.
Fellatio, suatu keadaan traumatik
secara
seksual,
mengakibatkan
eritema dan perdarahan submukosa
yang paling sering terlihat di
perbatasan palatum keras dan lunak.

Mononukleosis menular

Paling umum disebabkan oleh virus Epstein


Bar
Mononukleosis menular adalah suatu infeksi
limfositik yang relatif junak, ditandai oleh
kelelahan,
demam,
malaise,
faringitis,
stomatitis, dan kadang-kadang jaundis.
Fase awal
Lesi oral
Petechiae palatum yang
merah dan multipel
Lesi berwarna kecoklatan
dan memudar
Fase Akut
Gingivitis ulseratiff akut, ulserasi faring,
tonsilitis eksudatif eritematosus

Sifilis
Sifilis disebabkan oleh spirochaeta anaerob
yaitu treonema pallidium.
Tanda dari siilis oral primer adalah chanre
tanpa sakit yang menunjukakan reaksi
granulomatosa terhadap obliterasi vaskuler.
Chanre sifilis pada awalnya tampak sebagai
papula yang menimbul, membesar, erosi ,
dan menjadi ulserasi.
Chanre secara khas menetap selama 2
sampai 4 minggu dan sembuh dengan
spontan , yang dapat menyebabkan pasien
salah duga bahwa tidak ada perawatan yang
diperlukan

HIV (Human Immunodeficiency


Virus)
1.Infeksi Bakteri Oral
a. Gingivitis Ulseratif Akut yang
Nekrosis (ANUG)
b. Gingivitis HIV
c. Periodontitis HIV

2. Infeksi Jamur Oral


a. Kandidiasis eritematosa
b. Kandidiasis pseudomembranosa
c.Hiperplastik atau kandidiasis
kronis

3. Infeksi Virus Oral


a. Infeksi HSV
b. Kontak dengan virus varicella
zoster (VZV)
c. Sitomegalovirus
d. Oral Hairy Leukoplakia
e. Timbulnya Kaposis Sarkoma

Dampak Faktor Lingkungan


Terhadap Kesehatan Gigi dan
Mulut

Kadar Fluor Dalam Air


Pada daerah dengan kandungan fluor
yang cukup dalam air minum (0,7 ppm 1
ppm) prevalensi karies rendah. Bila fluor
diberikan sejak dini, enamel akan banyak
menyerap
fluor
sehingga
akan
memberikan
efek
besar
terhadap
pencegahan karies.

Pendidikan
Tujuan
1.

2.

Meningkatkan kesadaran dan pengertian


masyarakat tentang penting memilihara
kesehatan gigi dan mulut.
Meningkatkan
atau
paling
sedikit
mengurangi penyakit gigi dan mulut dan
ganggan lain pada gigi dan mulut.

Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan dalam
timbulnya penyakit darifaktor-faktor yang
langsung dapat menimbulkan kesakitan
terutama pada benda-benda fisik yang
dapat menimbulkan penyakit.

Penghasilan
Penghasilan dan prevalensi penyakit
gigi dan mulut mempunyai hubungan yang
erat. Hal ini dikarenakan seseorang akan
kurang memanfaatkan pelayanan yang
ada karena mungkin tidak mempunyai
uang untuk membeli obat, membayar
transport dan lain sebagainya.

Penyakit rongga mulut yang


dapat menyebar secara
langsung

Tuberkulosis Rongga Mulut


Tuberkulosis rongga mulut (oral tuberculosis)
dapat primer, tetapi umumnya merupakan
manifestasi sekunder tuberkulosis paru, (Eng, et
al.,1996, cit Von Arx, Husain, 2001).
Catra

Kusta
juga dikenal sebagai penyakit Hansen adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh basil
kolera asam-FAS, Mycobacterium leprae. Kusta
adalah transmisi hanya mondeately menular
penyakit sering membutuhkan kontak langsung
dengan orang yang terinfeksi untuk waktu yang
lama. Inokulasi/penyuntikan melalui saluran
pernafasan juga diyakini potensial mode
transmisi (Regezi, 2008).

Varicella Zoster
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Varicella Zoster. Virus varicella Zoster merupakan virus DNA
yang mirip dengan virus Herpes Simpleks. Virus Varicella
Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan
sekunder. Varicella (chickenpox) merupakan suatu bentuk
infeksi primer virus Varicella Zoster yang pertama kali pada
individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut
sedangkan infeksi sekunder/rekuren disebut Herpes
Zoster/shingles. Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh
dan menyebabkan terjadinya infeksi primer, setelah infeksi
primer sembuh, virus akan tinggal secara laten pada dasar akar
ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat menjadi aktif
kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya
Herpes Zoster (Regezi, 2008).

Herpes Zoster
adalah suatu infeksi kambuhan dari Varicella Zoster.

Sifilis
adalah penyakit menular seksual yang hampir tak
tersembuhkan. Obat yang pertamakali ditemukan adalah
arsphenamine oleh dr Paul Ehrlich, sekitar pergantian abad
kedua puluh. Sebuah perubahan luar biasa dalam
mengendalikan sifilis setelah pengenalan penisilin di awal
1940-an. Pada saat itu, sekitar 600.000 kasus baru dilaporkan
setiap tahunnya di negara-negara bersatu, selama 15 tahun ke
depan turun menjadi 6000 kasus per tahun. Peningkatan
jumlah kasus baru (memuncak pada sekitar 50.000 pada
1990), sebagian karena adanya hubungan dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyalahgunaan narkoba

(Regezi, 2008).

Penyebab Infeksi pada


Rongga Mulut

bakteri

jamur

Streptococcus

Candida albicans

virus
HSV

Penyebab Infeksi pada Rongga


Mulut

LESI RONGGA MULUT


sonda

Makula
Titik sampai bercak
Diameter dari beberapa mm hingga
cm
Warna :
A. Berasal dari vaskularisasi
Warna : Merah kecoklatan
Bila ditekan bewarna pucat
Misalnya : Hiperemia

B. Berasal dari Pigmen darah


Warna : Merah Kebiruan
Misalnya : Petechiae,purpura,
ecymosis(hematom)
C. Berasal dari Pigmen Melanin
Warna : Biru Kecoklatan
Misalnya : Hiperpigmentasi

PAPULA
- Lesi yang membenjol padat
- Kurang dari 1cm diameternya
- Permukaan papula : Erosi atau
deskuamasi- Makula dan papula terasa
gatal, rasa terbakar dan nyeri
Misalnya :
- Lichen Planus (pada mukosa) adalah
papula keputihan
Fordyces spot adalah anomali
pertumbuhan dimana kelenjar lemak
tumbuh ektopik

PLAK
Ukuran diameternya lebih besar dari 1
cm
Misalnya :
- Leukoplakia (Lesi pra-ganas, lesi ini
bisa menjadi ganas)

NODULA
Suatu massa yang padat
- Membenjol yang tebal dan kurang dari 1
cmdiameternya
- Tumor jinak dari jaringan ikat yang terjadi
karenairitasi kronis (iritasi ringan yang
terus menerus)
- Dapat hilang sendiri atau tidak, setelah
iritasi kronisdihilangkan (misal eksisi)
Misalnya :
- Iritasi fibroma
-

VESIKULA
Suatu benjolan kulit berisi cairan dan
berbatas jelas
- Diameternya kurang dari 1cm
Misalnya :
- Cacar Air
-

BULLA
-

Suatu benjolan kulit berisi cairan yang


lebih besardari 1 cm diameternyaDapat terbentuk karena adanya
trauma mekanisatau gesekan
Misalnya : - Pemphigus Vulgaris

Postula
- Suatu vesikel yang berisi eksudat
purulen
Misalnya :
- Penyakit Impetigo, pada kulit berupa
bisul-bisul kecil

Keratosis
- Penebalan yang abnormal dari
lapisan terluar epitel(stratum
korneum)- Bewarna putih keabuan
Misalnya :
- Linea Alba bukalis- LeukoplakiaLichen Planus

Wheals
- Suatu papula atau plak yang bewarna
merah muda ,edema, dan berisi
serum
- Edema kulit yang menjadi gelembung
yang hanya muncul singkat dan
menimbulkan rasa gatal
Misalnya :
- Gigitan nyamuk dan urtikaria

TUMOR
- Massa padat, besar, meninggi dan
berukuran lebihdari 1 sampai 2 cm
- Tumor bisa ganas atau jinak
Misalnya :
- Kanker payudara versus limfoma
(tumor jinak yang sebagian terbentuk
sebagian besar dari jaringan adipose

Tyara

LESI SEKUNDER
EROSI
Hilangnya epitel di atas lapisan
selbasal
Dapat sembuh tanpa jaringan parut
Misalnya :
- Kulit setelah mengalami suatu lepuhan
atau vesikel yang pecah
1.

FISURA
- Retak linier pada kulit yang meluas
melalui epidermis dan memaparkan
dermis
- Dapat terjadi pada kulit kering dan
inflamasi kronis
- Suatu celah dalam epidermis
Misalnya :
- Fissure tongue
- Geographic tongue

- Pembentukan jaringan baru yang


berlebihan dalam proses
penyembuhan luka
Misalnya:
-Keloid

- Pengelupasan lapisan epitel(stratum


korneum)Bisa secara fisiologis
Pelepasan epitel sehingga kulit
mengalami regenerasi

Sinus
- Suatu saluran yang memanjang dan
rongga supuratif , kista atau abses
Misalnya:
-Abses Periapikal

ULSERI
- Hilangnya epidermis dan lapisan kulit
yang lebih dalam (Hilangnya epitel
yang meluas di bawah lapisan sel
basal
Misalnya :-Reccurent Apthous
StomatitisBechets Syndrome

SAR
Stomatitis aftosa rekuren (SAR)
adalah suatu peradangan yang terjadi
pada mukosa mulut, biasanya berupa
ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat
berupa ulser tunggal maupun lebih
dari satu. SAR dapat menyerang
mukosa mulut yang tidak berkeratin
yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan
ventral lidah, dasar mulut, palatum
lunak dan mukosa orofaring

MACAM SAR

SAR Tipe Minor


Tipe minor mengenai sebagian besar
pasien SAR yaitu 75% sampai dengan
85% dari keseluruhan SAR, yang
ditandai
dengan
adanya
ulser
berbentuk bulat dan oval, dangkal,
dengan diameter 1-10 mm, dan
dikelilingi
oleh
pinggiran
yang
eritematous.

SAR Tipe Minor

SAR Tipe Mayor


Tipe mayor diderita 10%-15% dari
penderita SAR dan lebih parah dari
tipe minor. Ulser biasanya tunggal,
berbentuk oval dan berdiameter
sekitar 1-3 cm, berlangsung selama 2
minggu atau lebih dan dapat terjadi
pada bagian mana saja dari mukosa
mulut,
termasuk
daerah-daerah
berkeratin.

SAR Tipe Mayor

SAR Tipe Herpetiformis


Setiap ulser berbentuk bulat atau
oval, mempunyai diameter 0,5- 3,0
mm dan bila ulser bergabung
bentuknya tidak teratur. Setiap ulser
berlangsung selama satu hingga dua
minggu dan tidak akan meninggalkan
jaringan parut ketika sembuh.

SAR Tipe Herpetiformis

Pinborg,J.J. ,1994 , Atlas Penyakit


Mukosa mulut, Edisi ke
4.Diterjemahkan oleh drg
KartikaWangsaraharja , Bina rupa
Aksara hal. 30-4

Perkembangan Menuju Lesi


Pada Kasus

Sonda

LESI ATAU LUKA


Lesi adalah suatu kelainan patologis
pada jaringan
yang menimbulkan
gejala/simptom.
terjadi karena proses beberapa
penyakit seperti trauma fisik, kimiawi,
dan
elektris;
infeksi,
masalah
metabolisme, dan otoimun

Lesi berdasarkan
penyebabnya
traumatik,
Infeksi
Neoplasma
sistemik
lain-lain.

Gejala Klinis Kandidiasis Oral


Kandidiasis Oral terdiri 5 bentuk :
1. Kandidiasis pseudomembran akut
2. Kandidiasis atrofi akut
3. Kandidiasis atrofi kronis
4. Kandidiasis hiperplastik kronis
5. Kheilosis kandida

1.

Kandidiasis pseudomembran akut


Disebut juga oral thrush,kandidosis
pseudomembran akut.
Tampakplak/pseudomembran, putih
seperti sari susu, mengenai mukosa
bukal, lidah dan permukaan oral
lainnya.

Kandidiasis atrofi akut


Mungkin merupakan kelanjutan kandidiasis
pseudomembran akut akibat menumpuknya
pseudomembran.Daerah yang terkena tampak
khas sebagai lesi eritematosa, simetris, tepi
berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal
tengah lidah, sering hilangnya papila lidah
dengan pembentukan pseudomembran
minimal dan ada rasa nyeri.
3. Kandidiasis atrofi kronis
Gambaran khas berupa eritema kronis dan
edema di sebagian palatum di bawah prostesis
maksilaris. Ada 3 stadium yang berawal dari
lesi bintik-bintik (pinpoint) yang hiperemia,
terbatas pada asal duktus kelenjar mukosa
palatum. Kemudian dapat meluas sampai
hiperemia generalisata dan peradangan
seluruh area yang menggunakan gigi palsu.
2.

4.

Kandidiasis hiperplastik kronis


Gejala bervariasi dari bercak putih, yang hampir
tidak teraba sampai plak kasar yang melekat erat
pada lidah, palatum atau mukosa bukal.Keluhan
umumnya rasa kasar atau pedih di daerah yang
terkena. Tidak seperti pada kandidiasis
pseudomembran, plak disini tidak dapat dikerok.

5.

Kheilosis kandida
Khas ditandai eritema, fisura, maserasi
dan pedih pada sudut mulut.Biasanya
pada mereka yang mempunyai
kebiasaan menjilat bibir atau pada pasien
usia lanjut dengan kulit yang kendur pada
komisura mulut.

FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI INFEKSI
C.ALBICANS

Faktor-faktor predisposisi yang dihubungkan dengan


meningkatnya insidens kolonisasi dan infeksi kandida
adalah :
1. Faktor mekanis : trauma (luka bakar, abrasi), oklusi
lokal, lembab dan atau maserasi, gigi palsu, bebat
tertutup atau pakaian, kegemukan
2. Faktor nutrisi : avitaminosis, defisiensi besi (Kandidiasis
mukokutaneus kronis), defisiensi folat, Vit B12,
malnutrisi generalis
3. Perubahan fisiologis : umur ekstrim (sangat
muda/sangat tua), kehamilan, KVV terjadi pada 50%
wanita hamil terutama pada trimester terakhir12,
menstruasi.
4. Penyakit sistemik : Downs Syndrome,
Akrodermatitis enteropatika, penyakit endokrin
(Diabetes mellitus, penyakit Cushing, hipoadrenalisme,
hipotiroidisme, hipoparatiroidisme), uremia, keganasan
terutama hematologi (leukemia akut, agranulositosis13),
timoma, Imunodefisiensi (Sindroma AID, Sindroma
imunodefisiensi kombinasi berat, defisiensi Myelo
peroksidase, Sindroma Chediak Higashi, Sindroma

5. Penyebab iatrogenik : pemasangan


kateter, dan pemberian IV, radiasi sinarX (Xerostomia13), obat-obatan (oral
parenteral topikal - aerosol),
antara lain : kortikosteroid dan
imunosupresi lain, antibiotik spektrum
luas, metronidazol, trankuilaiser,
kontrasepsi oral (estrogen), kolkhisin,
fenilbutason, histamine 2-blocker.
Faktor penting lainnya adalah perbedaan
virulensi di antara spesies Candida.
Juga dalam mulainya infeksi
kandida termasuk perlekatan

Kaposis Sarcoma Oral


Sarkoma Kaposi disebabkan oleh virus yang dulu
bernama KS-herpes virus, tapi sekarang bernama
Human Herpes Virus-8 (HHV-8).Pada tahap awal,
Sarkoma Kaposi berupa makula berwarna merahkeunguan pada mukosa mulut, tidak sakit,tidak
memucat saat dipalpasi. Lesi ini berkembang
menjadi nodul dan membingungkan antara
kelainan pada mulut yang berhubungan dengan
vaskularisasi seperti hemangioma, hematoma,
varicosity, dan pyogenic granuloma (jika terjadi
pada gingiva). Lesi ini muncul pada mukosa
rongga mulut terutama pada mukosa palatal dan
gingival. Dalam infeksi HIV, lesi ini lebih sering
ditemukan pada pria. Kaposis Sarcoma
ditemukan pada penderita HIV

Manifestasi HIV/AIDS terhadap


rongga mulut
A. Thrush
Candida oral biasa ditemukan pada
penderita HIV/AIDS, jarang pada
penderita non-HIV/AIDS.

B. Leukoplakia
Hiperkeratinisasi dan infeksi virus
Epstein Barr sering menimbulkan hairy
leukoplakia yang jarang ditemukan pada
penderita non-imunokompromis.
Nisha

C. Gingivostomatitis
Kondisi rongga mulut penderita HIVAIDS dapat sangat buruk sehingga
mudah terkena stomatitis. Ulkus
sangat sering terjadi pada penderita
HIV-AIDS, baik disebabkan infeksi
atau trauma.

Ulkus yang disebabkan HIV mempunyai gambaran


klinis:
1. Non-keratin
2. Terdapat pseudomembran
3. Ukuran lesi :
- Minor > 5 mm
- Mayor 1-3 cm
- Herpetiform 1-2 mm
4. Dapat lesi tunggal atau multipel
5. Nyeri
6. Kemerahan di sekitar ulkus
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan titer CD4+
< 100 sel/L. Ulkus dapat ditemukan di daerah mukosa
bukal dan labial, palatum molle, dan lidah.

Faktor Penyebab HIV-AIDS

Tingginya penyalahgunaan obat bius


Praktek pelacuran, praktek
homoseksual, dan perilaku bebas lain
yang kurang aman
Rendahnya penggunaan kondom
Penggunaan jarum suntik yang tidak
steril
Donor darah yang tidak melalui uji saring
atau diskrining bebas HI
Mobilitas penduduk terutama dari desa
ke kota
Lemahnya pelayanan kesehatan
(pendidikan kesehatan dan konseling)

HIV hanya menular melalui


cairan tubuh, yaitu :
Cairan Darah
Cairan Vagina
Cairan Sperma
Air Susu Ibu (ASI)

Program Pencegahan HIV AIDS


1. Mempromosikan penggunaan kondom pada setiap
aktifitas seksual berisiko.
2. Menerapkan pengurangan dampak buruk penggunaan
Napza suntik.
3. Mengupayakan pengobatan HIV/AIDS termasuk
penggunaan ARV
4. Mengupayakan pengurangan stigma dan diskriminasi
terhadap Odha.
5. Mengupayakan dukungan peraturan perundangan dan
penganggaran untuk pelaksanaan penanggulangan
HIV/AIDS tersebut.
6. Mempercepat upaya nyata dalam penanggulangan
HIV/AIDS dengan memperhatikan semua aspek
(seperti: pendidikan, pencegahan, KIE, pendidikan
agama dan dakwah) yang nyata yang diketahui
berpengaruh dalam keberhasilan upaya tersebut

Pencegahan HIV-AIDS

1. Abstinenc

e
2. Be
Faithful
3. Condom
4. Drugs

Perawatan yang dilakukan


pada manifestasi HIV di
rongga mulut

Adly

1. Infeksi Jamur
Terapi Topikal
Clotrimazole efektif bila digunakan 5
kali sehari. Drug of choice menggunakan
amphotericin B (0.1 mg/ml) 5 ml-10 ml
digunakan untuk berkumur 3-4 kali
sehari.
Terapi Sistemik
Ketokonazole 200mg (tablet) dapat
dikonsumsi sekali sehari. Drug of choice
menggunakan fluoconazole 100mg dua
kali sehari selama 2 minggu,
Itraconazole 100mg dua kali sehari
selama 2 minggu

2. Infeksi Virus
a. Herpes Labialis
Terapi
Pemberian acyclovir 5%, pencyclovir
1%, atau silica gel topikal sedinimungkin
dapat membantu mengkontrol lesi. Pada
pasien immunocompromised sebaiknya
diberikan pengobatan secara sistemik,
atau dengan antiviral lainnya.
Pengolesan tabir surya pada bibir juga
efektif dalam menurunkan frekuensi
kekambuhan akibat induksi dari sinar
matahari. Foscarnet dapat menjadi obat
pilihan selain yang telah disebutkan di
atas.

Oral hairy leukoplakia


Terapi
Acyclovir, gancyclovir, tretinoin, atau
podophyllin. Peningkatan sistem
imun pada pasien dapat meregresi
OHL.

b.

3. Infeksi Bakteri
Penyakit periodontal
Terapi
Kontrol plak , debridement , irigasi dengan
povidone iodin, scalling dan root planing,
dan obat kumur sehari dua kali. Pada kasus
NUP, metronidazole (satu tablet 250mg
sehari empat kali), amoxicillin (satu tablet
250mg sehari tiga kali) atau clindamycin
(satu tablet 300mg sehari tiga kali). Pada
jangka panjang, peningkatan oral hygiene
diperlukan untuk mencegah kerusakan
gingiva lebih lanjut. Terkadang bedah
periodontal juga diberikan untuk koreksi
gingiva dan defek periodontal.

4. Lesi Neoplastik
Sarkoma Kaposi
Terapi
Terapi lokal dapat dengan operasi atau
kemoterapi. Operasi hanya memiliki
efek yang kecil atau tidak terlalu
berpengaruh. Terapi yang dapat
dilakukan pada pasien HIV dengan
sarkoma kaposi adalah pemberian terapi
antiviral. Utuk ageninfeksi HHV-8,
dengan injeksi vinblastine (0,2mg/ml)
dilaporkan cukup membantu

a.

Lymphoma
Terapi
Kombinasi antara kemoterapi dan
radioterapi, dan juga transplantasi
stem cell hematopoietic.

b.

Jenis Pemeriksaan HIV


1.

ELISA
ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi
antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut
biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah
minggu ke 12 setelah terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka
para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah
minggu ke 12 sesudah melakukan aktivitas seksual berisiko tinggi
atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi.

Sebagai bahan pemeriksaan dipakai


darah, cairan rongga mulut, atau urin.
Umumnya metode EIA mendeteksi
antibodi terhadap protein p6 dan gp 41
yang merupakan bagian virus HIV. Hasil
pemeriksaan dibandingkan dengan nilai
cut off yang didapat saat pemeriksaan
ELISA dilakukan.

Bila nilai sampel lebih kecil dari nilai cut


off dianggap non reaktif, tetapi bila nilai
sampel lebih besar dari nilai cut
off pemeriksaan diulang kembali
(induplikat) dengan memakai sampel yang
baru.
Jika hasil pemeriksaan ulangan tersebut
lebih besar dari nilai cut off berarti hasil
pemeriksaan reaktif terhadap HIV. Bila
nilai sampel mendekati nilai cut
off pemeriksaan ulang dilakukan 2-4
minggu kemudian, karena diharapkan
dalam periode tersebut antibodi yang
terbentuk sudah dapat dideteksi.

2.

Western Blot
Sama halnya dengan ELISA, Western
Blot juga mendeteksi antibodi terhadap
HIV. Western blot menjadi tes konfirmasi
bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih
sensitif dan lebih spesifik, sehingga
kasus 'yang tidak dapat disimpulkan'
sangat kecil. Walaupun demikian,
pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh
keahlian lebih dalam melakukannya.

Hasil dinyatakan positif bila terdapat pita


sekurang-kurangnya dua dari
antigen berikut ini yaitu, inti (Gag) protein
(p24), (env) glikoprotein (gp41) atau gp
120/160, sedangkan hasilnya negatif bila
tidak ditemukan pita. Hasil pemeriksaan
meragukan bila ditemukan ada pita tetapi
tidak memenuhi kriteria untuk disebut
positif. Menurut WHO bila hasil
meragukan, dilakukan pemeriksaan ulang
setelah dua minggu. Bila hasil tetap
negatif selama satu bulan berarti infeksi
HIV dapat disingkirkan.

KETERANGAN GAMBAR. Interpretasi hasil pemeriksaan WB untuk deteksi


antibodi HIV. 1). kontrol positif (kuat), 2). kontrol positif (lemah), 3). Kontrol
negatif, 4). Indeterminate Profile , 5) Indeterminate Profile (Highly
Suggestive)

3.

IFA
IFA atau indirect fluorescent antibody juga meurupakan
pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. Seperti halnya dua
pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap
HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah
biayanya sangat mahal.

4.

PCR Test
PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang
memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam darah
dengan mendeteksi asam nukleat virus hiv. Tes ini dapat
dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah
terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan
alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya
dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil
yang pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara rutin
untuk uji penapisan (screening test) darah atau organ yang
akan didonorkan.

Pengukuran HIV RNA dengan branced chain deoxyribonucleid acid (bdDNA). Dengan cara tersebut beban virus dapat ditetapkan dan diagnosis
HIV dapat ditegakkan

Pemeriksaan Penunjang HIVAIDS

1. Pemeriksaan antibodi
terhadap HIV
Antibodi
terinfeksi

IgG

3-6 minggu pasca

Metode pemeriksaan antibodi :


Enzymelinked Immunosorbant
Assay (ELISA)
Western
Blot

IFA (Indirect
Fluorescent
Antibody)

ELISA
tes ini mendeteksi antibodi yang
dibuat tubuh terhadap virus HIV.
Tes ELISA dapat dilakukan dengan
sampel :
-darah vena
-air liur
-urin

WESTERN BLOT
Metode
yang
digunakan
menegakkan
diagnosis
HIV
dengan
sensitivitasnya yang
tinggi yaitu sebesar
99,6-100%.
Pemeriksaanya
cukup sulit, mahal,
dan membutuhkan
waktu sekitar 24

IFA
IFA atau indirect
fluorescent antibody
juga
meurupakan
pemeriksaan
konfirmasi
ELISA
positif.
Seperti halnya dua
pemeriksaan diatas,
IFA juga mendeteksi
antibodi
terhadap
HIV.

2. Deteksi antigen HIV.


Pendeteksian antigen HIV adalah
menggunakan deteksi protein virus dan
deteksi asam nukleat
Deteksi protein virus dilakukan
dengan mendeteksi protein p24
dengan metode p24 antigen capture
assay.
Deteksi asam nukleat dilakukan
dengan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR).
Nia

PCR Test
PCR atau polymerase chain reaction
adalah uji yang memeriksa langsung
keberadaan virus HIV di dalam darah.
Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu
sekitar seminggu setelah terpapar virus
HIV.
Hanya dilakukan jika uji antibodi diatas
tidak memberikan hasil yang pasti.
Selain itu, PCR test juga dilakukan
secara rutin untuk uji penapisan
(screening test) darah atau organ yang
akan didonorkan.

3. Pemeriksaan kadar CD4 dan


Viral Load

Pemeriksaan kadar CD4 bertujuan


dalam pemantauan keberhasilan terapi
dan tingkat keparahan penyakit.
Pemeriksaan tersebut dapat dialkukan
dengan
imunofloresen
antibodi
monoklonal
atau
dengan
alat
flowcytometer.
Namun, bila terdapat keterbatasan alat,
dapat dilakukan dengan penghitungan
limfosit total.
Pemeriksaan Viral Load dilakukan untuk
mengetahui jumlah virus dan berguna
dalam pemantauan hasil pengobatan.

Patofisiologi HIV

Setelah terkena infeksi, HiV menyerang limfosit


CD4 dan menyebabkan produksinya menurun
bahkan terhambat, dimana fungsi dari limfosit
CD4 ini adalah bertanggumg jawab melawan
penyakit yang disebabkan oleh kuman, bekteri,
dan virus
Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan
sejumlah fungsi imunnologis yang penting
Apabila virus menyerang CD4, maka CD8 akan
meningkat, dimana fungsi dari CD8 adalah
menekan aktifitas sel immunokomplen lainnya
bila antigen mulai eliminasi
CD8 menyebabkan kontrol yang optimal terhadap
replikasi HIV
HIV tidak langsung memperlihatkan tanda atau
gejala, sebagian memperlihatkan gejala tidak
khas pada infeksi HIV akut dan dimulailah HIV

Seiring memburuknya kekebalan tubuh, penderita


akan menampakan gejala akibat infeksi
oportunistik seperti :
Berat Badan menurun : Rata-rata penderita HIV/AIDS
memiliki napsu makan menurun atau hilang sehingga
menyebabkan BB penedrta AIDS menurun
Demam Lama : Demam yang diderita penderita HIV
terjadi dalam waktu yang lama secara terus-menerus
hingga 390 C
Infeksi jamur : Seperti Oral Candiasis
Limphadenopati : Pembesaran kelenjar getah bening,
biasanya terdapat pada leher, ketiak,dan lipatan paha

Perjalanan HIV lebih progresif pada pengguna


narkotika dan pada penderita infeksi lain
Pada akhirnya penderita akan semakin mudah
mendapatkan infeksi dan komplikasi dari penyakit
lain (Corwin, 1998).

Patofisiologi Autoimun

SYNDROM SJORGEN

Gambaran histopatologi yang dijumpai pada SS adalah


kelenjer eksokrin yang dipenuhi dengan infiltrasi dominan
limfosit T dan B terutama daerah sekitar kelenjer dan atau
duktus, gambaran histopatologi ini dapat ditemui dikelenjer
saliva, lakrimalis serta kelenjer eksokrin yang lainnya
misalnya kulit, saluran nafas, saluran cerna danvagina.
Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah sel T CD 4 +.
Sel -sel ini memproduksi berbagai interleukin antara lain IL-2,
IL-4, IL-6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-sitokin ini merubah sel
epitel dan mempresentasikan protein, merangsang apoptosis
sel epitel kelenjer melalui regulasi fas. Sel B selain
mengfiltrasi pada kelenjer, sel ini juga memproduksi
imunoglobulin dan autoantibodi. Adanya infiltrasi limfosit yang
menganti sel epitel kelenjer eksokrin, menyebabkan
penurunan fungsi kelenjer yang menimbulkan gejala klinik.
Pada kelenjer saliva dan mata menimbulkan keluhan mulut
dan mata kering. Peradangan pada kelenjer eksokrin pada
pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjer.

LANJUTAN...

Adanya antibodi Ro dan anti La ini


dihubungkan dengan gejala awal
penyakit, lama penyakit, pembesaran
kelenjer parotis yang berulang,
splenomegali, limfadenopati dan anti
La sering dihubungkan dengan
infiltrasi limfosit pada kelenjer eksokrin
minor.Faktor genetik, infeksi,
hormonal serta psikologis diduga
berperan terhadap patogenesis, yang
merangsang sistim imun teraktivasi

TINGKATAN
HIPERSENSITIVITAS
HIPERSENSITIVITAS TIPE 1 = ALERGI
Keadaan ini merupakan hipersensitivitasanafilaktik
seketika dengan reaksi yang dimulai dalam
tempo beberapa menit sesudah terjadi kontak
dengan antigen. Kalau mediator kimia terus
dilepaskan, reaksi lambat dapat berlanjut sampai
selama 24 jam. Reaksi ini diantarai oleh antibody
IgE (reagin) dan bukan oleh antibody IgG atau
IgM. Hipersensitivitas tipe I memerlukan kontak
sebelumnya dengan antigen yang spesifik
sehingga terjadi produksi antibody IgE oleh selsel plasma. Proses ini berlangsung dalam
kelenjar limfe tempat sel-sel T helper membantu
menggalakan rekasi ini.
1.

LANJUTAN...
Antibody IgE akan terikat dengan reseptor
membrane pada sel-sel mast yang
dijumpai dalam jaringan ikat dan basofil.
Pada saat kontak ulang, antigen akan
terikat dengan antibody IgE di dekatnya
dan pengikatan ini mengaktifan reaksi
seluler yang memicu proses
degranulasi serta pelepasan mediator
kimia. Mediator kimia primer
bertanggung jawab atas berbagai gejala
pada hipersensitivitas tipe I karena
efeknya pada kulit, paru-paru dan
traktus gastrointestinal.

2. Hipersensitivitas Sitotoksik (Tipe II)


Hipersensitivitas sitotoksik terjadi kalau
system kekebalan secara keliru mengenali
konstituen tubuh yang normal sebagai
benda asing. Reaksi ini mungkin
merupakan akibat dari antibody yang
melakukan reaksi silang dan pada
akhirnya dapat menimbulkan kerusakan
sel serta karingan. Hipersensitivitas tipe II
meliputi pengikatan antiodi IgG atau IgM
dengan antigenyang terikat sel.

LANJUTAN...
Reaksi hipersensitivias tipe II
terlibat dalam penyakit miastenia gravis dimana
tubuh secara keliru menghasilkan antibody
terhadap reseptor normal ujung saraf. Contoh
lainnya adalah sindrom Goodpasture yang
pada sindrom ini dihasilkan antibody
terhadap jaringan paru dan ginjal sehingga
terjadi kerusakan paru dan gagal ginjal.
Anemia hemolitik imun karena obat, kelainan
hemolitik Rh pada bayi baru lahir dan reaksi
transfuse darah yang tidak kompatibel
merupakan contoh hipersensitivitas tipe II
yang menimbulkan destruksi sel darah
merah.

3. Hipersensitivitas Kompleks Imun (Tipe


III)
Kompleks imun terbentuk ketika antigen
terikat dengan antibody dan dibersihkan
dari dalam sirkulasi darah lewat kerja
fagositik. Kalau kompleks ini bertumpuk
dalam jaringan atau endothelium
vaskuler, terdapat dua buah factor yang
turut menimbulkan cedera, yaitu :
peningkatan jumlah kompleks imun yang
beredar dan adanya aminavasoaktif.
Sebagai akibatnya terjadi peningkatan
permeabilitas vaskuler dan cedera
jaringn.

4. Hipersensitivitas tipe Lambat (Tiper IV)

Reaksi ini yang juga dikenal sebgaai


hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam
sesudah kontak dengan allergen.
Hipersensitivitas tipe IV diantarai oleh makrofag
dari sel-sel T yang sudah tersensitisasi. Contoh
reaksi ini adalah efek penyuntikan intradermal
antigen tuberculin atau PPD (purified protein
derivative). Sel-sel T yang tersensitisasi akan
bereaksi dengan antigen pada atau didekat
tempat penyuntikan. Pelepasan limfokin akan
menarik, mengaktifkan dan mempertahankan selsel makrofag pada tempat tersebut. Lisozim yang
dilepas oleh sel-sel makrofag akan menimbulkan
kerusakan jaringan. Edema dan fibrin merupakan
penyebab timbulnya reaksi tuberculin yang
positif.
Tiara

LANJUTAN...
Dermatitis kontak merupaka hipersensitivitas
tipe IV yang terjadi akibat kontak dengan
allergen seperti kosmetika, plester, obatobatan topical, bahan aditif obat dan racun
tanaman. Kontak primer akan menimbulkan
sensitiasasi, kontak ulang menyebabkan
reaksi hipersensitivitas yang tersusun dari
molekul dengan berat molekul rendah atau
hapten yang terikat dengan protein atau
pembawa dan kemudian diproses oleh selsel Langerhans dalam kulit. Gejala yang
terjadi mencangkup keluhan gatal-gatal.
Eritema dan lesi yang menonjol

Penatalaksanaan Klinis HIV

a. Penatalaksanaan Umum
Istirahat, dukungan nutrisi yang
memadai berbasis makronutrien dan
mikronutrien untuk penderita
HIV&AIDS, konseling termasuk
pendekatan psikologis dan
psikososial, membiasakan gaya hidup
sehat antara lain membiasakan
senam seperti yang dilakukan di
UPIPI.

b. Penatalaksanaan khusus
Pemberian antiretroviral therapy
(ART) kombinasi, terapi infeksi
sekunder sesuai jenis infeksi yang
ditemukan, terapi malignansi.

Terapi Antiretroviral
Pemberian ARV tidak serta merta segera
diberikan begitu saja pada penderita
yang dicurigai, tetapi perlu menempuh
langkah-langkah yang arif dan bijaksana,
serta mempertimbangkan berbagai
faktor; dokter telah memberikan
penjelasan tentang manfaat, efek
samping, resistensi dan tata cara
penggunaan ARV; kesanggupan dan
kepatuhan penderita mengkonsumsi
obat dalam waktu yang tidak terbatas;
serta saat yang tepat untuk memulai
terapi ARV .

Pemeriksaan penunjang
sebelum tindakan bedah
mulut

Pemeriksaan penunjang dilakukan


oleh dokter gigi untuk membantu
menegakkan diagnosis, apabila tidak
terdeteksi oleh pemeriksaaan klinis.
Pemeriksaan penunjang biasa
dilakukan berupa pembuatan Foto
Rontgen serta pemeriksaan patologis
klinis..

Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan radiologi dilakukan bila


dokter gigi ingin melihat gambaran
radiologis suatu penyakit atau kelainan
dengan bantuan foto rontgen.
Pemeriksaan radiologi dan diagnostik
berupa foto fraktur, abdomen,dan
thoraks (untuk bedah mayor) USG, EKG,
CT scan (computerized
TomographyScan) , MRI (Magnrtic
Resonance Imagine) dan bisa juga
dilakukan pemeriksaan pada sumsum
tulang jika penyakit terkait dengan
kelainan darah.

Tujuan gambar rontgen dalam eksodonsia


diantaranya adalah : membantu diagnosa
penyakit gigi dan jaringan pendukungnya
sehingga dapat disusun perencana
prabedah yang matang. Pengamatan
melalui gambar rontgen gigi ini akan
membantu usaha eksodonsia seperti
fraktur rahang, kerusakan dinding dasar
sinus maksilaris dan tentunya juga akan
mengurangi waktu operasi, menghindari
kemungkinan infeksi pasca bedah.

Pemeriksaan Patologis klinik.

Pemeriksaan patologi klinik dilakukan dokter


gigi sebagai penunjang diagnosis, bila ingin
melihat indikasi penyakit yang terdeteksi dari
hasil pemeriksaan rutin, yang terdiri
dari pemeriksaan darah (hemoglobin,
leukosit, jenis leukosit, golongan darah,
perdarahan, bledding time, clotting time,
trombosit, LED), pemeriksaan urine (protein,
reduksi dan sedimen). Pemeriksaan ini
dilakukan dilaboratorium klinik dengan
pengantar rujukan dari dokter gigi, surat
rujukan biasanya sudah disediakan oleh
laboratorium klinik yang bersangkutan.

Proteksi Diri

a. Perlindungan Diri : cuci tangan, pemakaian


sarung tangan, masker, kaca mata, dan
mantel kerja. Prosedur cuci tangan
dilakukan dengan sabun antiseptik di bawah
air mengalir. Persyaratan yang harus
dipenuhi sarung tangan adalah tidak
mengiritasi tangan, tahan bocor, dan
memberikan kepekaan yang tinggi bagi
pemakainya. Masker berfungsi untuk
melindungi mukosa hidung dan kontaminasi
percikan saliva dan darah pada mata
karena conjunctiva mata merupakan salah
satu port entry sebagian besar infeksi virus.
Sedangkan
mantel
kerja
dianjurkan
digunakan sewaktu melayani pasien yang
setiap saat terkancing baik.

b. Dekontaminasi Peralatan
Dekontaminasi adalah suatu istilah
umum yang meliputi segala metode
pembersihan, desenfeksi dan sterilisasi
yang bertujuan untuk menghilangkan
pencemaran
mikroorganisme
yang
melekat pada peralatan medis.

c. Desinfeksi permukaan lingkungan


kerja
Setiap permukaan yang dijamah
oleh tangan operator harus disterilkan
(misalnya instrumen) atau desinfeksi
(misalnya meja kerja, kaca pengaduk,
tombol-tombol atau pegangan laci dan
lampu).

d. Penanganan limbah klinik


Sampah ini dikumpulkan untuk dibakar,
atau ditanam untuk jenis tertentiu. Limbah
klinik seperti jarum dikumpulkan didalam
wadah plastik berwarna kuninguntuk
dibakar dan jenis limbah tertentu
dikumpulkan untuk ditanam.

Pengambilan,
Penyimpanan dan
Pengiriman Spesimen
untuk Bahan
Pemeriksaan
Mikrobiologi Klinik
Icha

Penanganan Spesimen untuk Pemeriksaan


Mikrobiologi berdasarkan tata cara meliputi:
pengambilan,
penampungan,
penyimpanan,
pemberian label dan
cara pengiriman spesimen.

Tujuan dari penanganan spesimen mikrobiologi


tersebut antara lain agar spesimen tidak tercemari
oleh bakteri lain dan bakteri tersangka yang ada
pada spesimen tidak mati.
Berikut diuraikan bagaimana cara pengambilan,
penyimpanan dan pengirima beberapa spesimen
untuk bahan pemeriksaan mikrobiologi klinik yaitu:

Sputum
Sputum adalah sekret mukus yang dihasilkan dari paruparu, bronkus dan trakea. (Sumber: Petunjuk
Laboratorium Diagnostik R. Gandasoebrata:176)
Secara umum
Pengambilan
Cara pengambilan sputum secara umum:
Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari,
dimana kemungkinan untuk mendapat sputum bagian dalam
lebih besar. Atau juga bisa diambilsputum sewaktu.
Pengambilan sputum juga harus dilakukan sebelum pasien
menyikat gigi.
Agar sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien
mengonsumsi air yang banyak pada malam sebelum
pengambilan sputum.
Jelaskan pada pasien apa yang dimaksud dengan sputum
agar yang dibatukkan benar-benar merupakan sputum, bukan
air liur/saliva ataupun campuran antara sputum dan saliva.
Selanjutnya, jelaskan cara mengeluarkan sputum.

Sebelum mengeluarkan sputum, pasien disuruh untuk berkumurkumur dengan air dan pasien harus melepas gigi palsu(bila ada).
Sputum diambil dari batukkan pertama(first cough).
Cara membatukkan sputum:
Tarik nafas dalam dan kuat(dengan pernafasan dada)batukkan kuat
sputum dari bronkustrakeamulutwadah penampung.
Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan
berpenutup(Screw Cap Medium).

Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan


adalah air liur/saliva, maka pasien harus mengulangi
membatukkan sputum.
Sebaiknya, pilih sputum yang mengandung unsur-unsur khusus,
seperti, butir keju, darah dan unsur-unsur lain.
Bila sputum susah keluarlakukan perawatan mulut
Perawatan mulut dilakukan dengan obat glyseril
guayakolat(expectorant) 200 mg atau dengan mengonsumsi air teh
manis saat malam sebelum pengambilan sputum.

Bila sputum juga tidak bisa didahakkan, sputum dapat diambil


secara:
Aspirasi transtracheal
Bronchial lavage
Lung biopsy

Penyimpanan
Cara penyimpanan sputum:
Yaitu berbeda-beda untuk masing-masing laboratorium.
Pengiriman
Cara pengiriman spesimen:
Baik spesimen yang dikirim dalam pot maupun wadah
harus disertai dengan data/keterangan, baik mengenai
kriteria spesimen maupun pasien. Ada 2 data yang harus
disertakan, yaitu:

Data 1:
Pot/wadah dilabel dengan menempelkan label pada dinding
luar pot. Proses direct labelling yang berisi data: nama,
umur, jenis kelamin, jenis spesimen, jenis tes yang diminta
dan tanggal pengambilan.
Data 2:
Formulir/kertas/buku yang berisi data keterangan klinis:
dokter yang mengirim, riwayat anamnesis, riwayat
pemberian antibiotik terakhir(minimal 3 hari harus dihentikan
sebelum pengambilan spesimen), waktu pengambilan
spesimen, dan keterangan lebih lanjut mengenai biodata
pasien.

Darah
Secara umum
Pengambilan
Cara pengambilan darah:
1. Ada 3 sampel darah yang dapat diambil:
Darah Vena
Biasanya diambil dari lipatan siku tangan.
Pada orang dewasa biasanya diambil dari vena median cubiti.
Pada bayi, dapat digunakan vena jugularis superficialis atau
sinus sagittalis superior.
Digunakan dalam pengambilan sampel darah dengan volume
yang cukup banyak, misalnya, 10 ml.
Gunakan syringe dengan jarum 20-21 Gdewasa
23G(butterfly needle)anak-anak

Darah Arteri
Biasanya dari lipatan paha/pergelangan tangan.
Arteri yang biasanya diambil: arteri femoralis dan arteri radialis.
Digunakan sebagai sampel darah untuk pemeriksaan AGDA dan
elektrolit.

Darah Kapiler
Biasanya dari ujung jari tangan/kaki/anak daun telinga.
Digunakan dalam pengambilan sampel darah dengan volume yang
sedikit, biasanya untuk screening test.

2. Volume darah yang diambil:


10-20 mldewasa
1-5 mlanak-anak
1-3 mlbayi

3. Kaca objek harus bersih


Dari debu dan lemak. Rendam dalam deterjen sebelum dicuci
dalam air biasa. Yang kotorbersihkan dulu dengna larutan
campuran kalim-bikromat dalam air(4,9 g per 100 ml)+asam
sulfat sama banyak.

Penyimpanan
Cara penyimpanan darah:
Yaitu berbeda-beda untuk masing-masing laboratorium.
Pengiriman
Cara pengiriman spesimen:
Baik spesimen yang dikirim dalam pot maupun wadah harus disertai
dengan data/keterangan, baik mengenai kriteria spesimen maupun
pasien. Ada 2 data yang harus disertakan, yaitu:
Data 1:
Botol dilabel dengan menempelkan label pada dinding luar pot. Proses
direct labelling yang berisi data: nama, umur, jenis kelamin, jenis
spesimen, jenis tes yang diminta dan tanggal pengambilan.
Data 2:
Formulir/kertas/buku yang berisi data keterangan klinis: dokter yang
mengirim, riwayat anamnesis, riwayat pemberian antibiotik
terakhir(minimal 3 hari harus dihentikan sebelum pengambilan spesimen),
waktu pengambilan spesimen, dan keterangan lebih lanjut mengenai
biodata pasien.
Jadi, data mengenai spesimen harus jelas: label dan formulir.

Feses
Secara umum
Pengambilan
Cara pengambilan spesimen:
Spesimen berupa feses segar, jika tidak memungkinkan, lakukan
usap rektal.
Cara pengambilan feses segar:

Pasien diminta untuk berkemih terlebih dahulu.


Feses segar tidak boleh bercampur dengan air kloset maupun urin.
Feses ditampung pada pot steril bermulut lebar dan berpenutup.
Feses dikeluarkan dan ditampung di atas kertas plastik.
Dengan lidi, ambil banyak feses yang dibutuhkan:

Feses padat: 2-5 g


Feses cair: 10-15 ml
Cara pengambilan secara usap rektal:
Diambil dengan kapas lidi sintesis steril, putar 360 pada mukosa rektal dengan kedalaman
1-2 cm.
Kemudian, masukkan ke dalam tabung steril, tutup rapat.

Penyimpanan
Cara penyimpanan feses:
Yaitu berbeda-beda untuk masing-masing laboratorium.
Pengiriman
Cara pengiriman spesimen:

Baik spesimen yang dikirim dalam pot maupun wadah harus disertai
dengan data/keterangan, baik mengenai kriteria spesimen maupun
pasien. Ada 2 data yang harus disertakan, yaitu:
Data 1:
Botol dilabel dengan menempelkan label pada dinding luar pot.
Proses direct labelling yang berisi data: nama, umur, jenis
kelamin, jenis spesimen, jenis tes yang diminta dan tanggal
pengambilan.
Data 2:
Formulir/kertas/buku yang berisi data keterangan klinis: dokter yang
mengirim, riwayat anamnesis, riwayat pemberian antibiotik
terakhir(minimal 3 hari harus dihentikan sebelum pengambilan
spesimen), waktu pengambilan spesimen, dan keterangan lebih
lanjut mengenai biodata pasien.

Urin
Urin dalam keadaan normal adalah steril,
pencemaran yang biasanya terjadi pada uretra
atau periuretra. Urin yang digunakan untuk
pemeriksaan mikrobiologi harus urin segar tidak
boleh urin yang telah disimpan selama 24 jam.
Jenis Spesimen Urin
Jenis urin yang dapat digunakan sebagai bahan
pemeriksaan diantaranya :
Urin kateter
Urin porsi tengah ( (Clean Catch Urine)
Urin Aspirasi Suprapubik

Urin Kateter
Pemilihan
Urin yang diambil dengan menggunakan kateter mempunyai resiko tinggi
untuk dimasuki oleh bakteri. Untuk bahan pemeriksaan mikrobiologi tidak
boleh menggunakan Bed side Catheter bag.
Pengambilan spesimen
- Bahan yang dibutuhkan :

Semprit isi 10 ml
Jarum suntik nomor 21
Kapas alkohol

- Cara Pengambilan Sampel :

Jepit dengan kateter (<30 menit)


Bersihkan dengan Alkohol pada tempat dimana akan diambilnya urin
Tusukkan jarum, ambil urin, tampung, tutup rapat.
Beri label

Pengiriman
Urin yang sudah diambil sesegera mungkin dalam waktu 30 menit atau taruh
atau disimpan dalam lemari pendingin untuk pemeriksaan tidak lebih dari 24
jam.

Urin Porsi Tengah (CLEAN CATCH


URINE)

Pemilihan
Dianjurkan urin yang digunakan adalah urin pagi hari
dengan membuang 1/3 aliran urin pertama.
Pengambilan
Bahan yang dibutuhkan :
Botol atau Tabung steril bertutup ulir
Sabun medis
Kasa
Akuades/air suling

Urin Aspirasi Suprapubik

Pemilihan
Cara ini terbebas dari:
pencemar uretra dan perineum
Dan diutamakan untuk:
anak; atau
pemeriksaan anaerobik

Pengambilan spesimen
Bahan yang Dibutuhkan

Desinfektan kulit
Anastesi lokal
Semprit isi 10 ml dan jarum nomor 22
Botol steril bertutup ulir

Cara Pengambilan Spesimen

Desinfeksi kulit: Antar Pusar (Umbilicus) sd penis.


Anastesi pada tempat tusukan ( Mid-line, 2 CM di atas simpisis)
Masukkan jarum ke kandung kemih yang sedang penuh
Hisap, tampung dalam botol dan tutup rapat

Cara pemberian label


Baca Pedoman Umum Cara Pemberian Label
Beri catatan:
Urin suprapubik
Apakah perlu pemeriksaan anaerobik
Catat waktu pengambilan (Jam, tanggal)

Pengiriman
Segera priksa dalam 30 menit; atau taruh dalam almari
es dan paling lama 24 jam.

CATATAN
Pemeriksaan anaerobik hanya atas permintaan
Anak: tempat tusukan 1-2 CM di atas simpisis pubis dan
jumlah 5 ml

Anda mungkin juga menyukai