Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN ORAL MEDICINE

ANGULAR CHEILITIS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Gimas Nuansa
Tempat/tanggal lahir : Palembang / 10 Juli 2013
Suku : Melayu
Jenis kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Panti Asuhan Al-Amin, Suka Bangun II
Pendidikan terakhir :-
Pekerjaan : Siswa
No. Rekam Medik : 073016
Peserta Asuransi :-

B. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Pasien laki-laki berisa 10 tahun dating ke RSGM mengeluhkan rasa sakit pada
susut mulut kanan dn kirinya sejak ± 3 minggu yang lalu, rasa sakit hilang
timbul, terasa sakit ketika membuka mulut dan makan makanan yang pedas,
seperti sensasi rasa terbakar pada sudut mulut, pasien belum pernah diobati
lukanya dan ingin lukanya diobati/dihilangkan.
b. Keluhan Tambahan
Tidak ada
c. Riwayat perawatan gigi
Pernah dirawat : Pembersihan karang gigi ± 3 minggu yang lalu
d. Kebiasaan buruk
Tidak ada
e. Riwayat sosial
Pasien merupakan seorang anak yang tinggal dipinti Asuhan.
f. Riwayat penyakit sistemik
Tidak memiliki penyakit sistemik

C. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL


Wajah : Simetris
Bibir : Terdapat lesi fissure di komisura bibir bilateral, berbentuk
garis horizontal dengan panjang ± 2cm berwarna putih kemerahan, berbatas
jelas, konsistensi lumak dan sakit saat dipalpasi.

Gambar 3. Foto Pemeriksaan Awal (Terdapat lesi dissure pada komisura bibir kanan
dan kiri pasien )

Kelenjar getah bening submandibula:


 Kanan : tidak teraba dan tidak sakit
 Kiri : tidak teraba dan tidak sakit

D. PEMERIKSAAN INTRA ORAL


Debris : Ada, regio c, d
Plak : Ada, regio b,c, d, e
Kalkulus : Tidak ada
Perdarahan Papila Interdental : Tidak ada
Gingiva : Tidak ada kelainan
Mukosa : Terdapat lesi plak di mukoasa bukal bilateral
membentuk garis horizontal yang memanjang
dari oklusal gigi P1-M1, berwarna mukosa
sekitar, menyerupai teraan gigi,
Palatum : Tidak ada kelainan
Lidah : Tidak ada kelainan
Dasar Mulut : Tidak ada kelainan
Hubungan rahang : Ortognati
Kelainan gigi geligi : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Gigi Geligi : Lesi D3 oklusal gigi 36

Tambalan resin komposit gigi 46,47

Terdapat malposisi gigi 41 dan 43


E. DIAGNOSA SEMENTARA

Angular Cheilitis
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak diperlukan dan tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
G. TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
Angular cheilitis atau disebut juga perleche atau angular cheilosis
merupakan suatu lesi yang ditandai dengan adanya fisur-fisur, pecah-pecah
pada sudut bibir, berwarna kemerahan, mengalami ulserasi serta disertai rasa
terbakar, nyeri dan rasa kering pada sudut mulut. Pada kasus yang parah,
retakan tersebut dapat berdarah ketika membuka mulut dan menimbulkan
ulser dangkal atau krusta.
Penyakit yang menyerang sudut mulut ini sering menimbulkan rasa
nyeri dan sakit ketika sang pasien mengalami mulut kering atau xerostomia.
Kelainan ini disebabkan oleh defisiensi vitamin B kompleks, defisiensi zat
besi dalam darah, denture sore mouth dan beberapa faktor lainnya seperti
bernafas melalui mulut, membasahi bibir dengan lidah, serta menjilat sudut
mulut dengan lidah.
b. Etiologi
Etiologi angular cheilitis antara lain disebabkan oleh anemia
defisiensi besi, dental sore mouth dan defisiensi vitamin B kompleks. Selain
itu dapat disebabkan oleh kebiasaan bernafas melalui mulut, gangguan
mental dimana anak sering mengeluarkan air ludah seperti penderita
rhagades pada mongolism. Membasahi bibir dengan air ludah, menjilati
sudut mulut dan sering mengeluarkan air liur (mengences). Jaringan pada
sudut mulut akan terlumasi oleh ludah dan terbentuklah lingkungan yang
sesuai untuk proliferasi mikroorganisme. Keadaan ini dapat menjadi lebih
parah dengan membiarkan bibir yang basah dikeringkan oleh angin dan sinar
matahari. Biasanya pada anak angular cheilitis sering diikuti oleh demam.
Pada beberapa kasus juga ditemukan dapat juga disebabkan oleh sensitivitas
terhadapa kontak dengan agen seperti mainan, makanan dan sinar matahari,
alergi terhadap obat – obatan dan kosmetik serta terapi antibiotic dalam
jangka waktu yang lama.(Burket’s. 1994)
Defisiensi vitamin B yang menyebabkan angular cheilitis adalah
akibat dari kekurangan riboflavin (vitamin B2), asam folat dan piridoksin
(vitamin B6). Sedangkan vitamin lainnya yang juga tergabung di dalam B
kompleks tidak menyebabkan terjadinya angular cheilitis walaupun
menimbulkan lesi – lesi di rongga mulut. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa angular cheilitis dapat disebabkan oleh defisiensi
riboflavin(vitamin B2) yang bertumpang tindih dengan infeksi jamur
atau infeksi bakteri. Penelitian dilakukan oleh Ohman dkk (1985) yang
melibatkan 64 pasien (31 pria dan 33 wanita) usia 18-89 tahun yang
menderita angular cheilitis unilateral dan bilateral. Dimana dari hasil
penelitian didapat hasil mikroorganisme penyebab angular cheilitis selain
candida albicans yaitu staphylococcus aureus dan streptococcus B
hemolitikus. (Derrick, DD. 1987)
Cawson mengevaluasi sekelompok pasien yang menderita denture
sore mouth yang banyak menderita angular cheilitis. Ia mampu mengisolasi
candida albicans dan mikroorganisme lainnya dalam jumlah yang besar, dan
menyimpulkan bahwa angular cheilitis disebabkan oleh infeksi intraoral oleh
candida albicans. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli lain yang menyatakan
bahwa lebih dari 80% pasien penderita angular cheilitis dimana sebelumnya
menderita denture stomatitis.(Burket’s. 1994
Rose (1968) menduga bahwa terlihat hubungan antara angular
cheilitis dengan defisiensi zat besi dalam plasma darah, dimana pasiennya
seorang wanita yang menderita lesi ini diberikan pengobatan selama 1
minggu, tetapi setelah 10 hari tidak juga menunjukkan penyembuhan. Setelah
dilakukan pemeriksaan secara hematologi dan biokimia menunjukkan bahwa
terjadi defisiensi besi. Kemudian pasien dianjurkan terapi besi secara
sistemik dan pengaturan diet. Sepuluh hari kemudian hemoglobinnya normal
dan lesinya menghilang. (Burton, JF.1969).

Beberapa faktor yang dianggap sebagai factor predisposisi antara lain :


1) Penyakit – penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, AIDS, herpes labialis
dan sifilis
2) Penyakit kulit seperti dermatitis
3) Terapi obat – obatan dan antibiotika dalam jangku waktu yang lama
4) Xerostomia
5) Lingkungan, seperti udara dingin dan kekeringan
6) Sensitivitas terhadap sinar matahari
7) Malnutrisi

Secara garis besar, ada beberapa faktor yang dapat dikelompokkan sebagai
faktor utama etiologi cheilitis angular :
1) Candidiasis

Candidiasis adalah infeksi jamur yang berwarna merah dan krem yang
awalnya terlihat seperti bercak terbentuk pada permukaan lembab dimulut dan
bisa menyebabkan rasa sakit. Kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan menelan
dan mengubah indera perasa. Candidiasis lebih sering terjadi pada anak yang
masih muda dan orangtua dan juga pada orang yang sistem imunnya sangat
rendah. Hal ini bisa dipicu oleh perawatan antibiotik, yang dapat mengganggu
aktivitas normal bakteri mulut. Jika antibiotik adalah etiologinya, dokter gigi
harus segera mengurangi dosis atau mengubah pengobatan. Anti jamur dapat
digunakan untuk mengobati kondisi gangguan kesehatan ini. (Murray, J.J. 2008)

2) Trauma

Ada banyak penyebab trauma pada rongga mulut, seperti mekanik, kimia, dan
termal. Trauma mekanis bisa disebabkan oleh:
1. Trauma cups yang tajam

2. Peralatan ortodonti

3. Menggigit bibir atau pipi

Diagnosa jenis ini biasanya tidak sulit tergantung pada posisi, bentuk dan ukuran
ulserasi yang harus sesuai dengan penyebab yang dicurigai. Ulserasi biasanya
mulai sembuh dalam 10 hari. Jika penyembuhan tidak terjadi maka penyebab
lain dari ulserasi harus dicurigai.

3) Gigi Tiruan
Gigi tiruan termasuk etiologi yang sering terjadi, dimana ketidaknormalan
anatomi dari pemasangan gigi tiruan penuh atau sebagian dengan stabilitas yang
tidak baik, kehilangan vertikal dimensi atau lingual yang terletak pada gigi
anterior, kehilangan gigi posterior, atrisi, dan kehilangan gigi tanpa memakai gigi
tiruan. Pada kasus ini, pasien sering mengalami bilateral angular cheilitis dan
dengan periode yang lama. Selain itu, gigi tiruan yang tidak terpasang dengan
baik dapat menyebabkan penutupan mulut yang kurang tepat sehingga
menyebabkan saliva memenuhi sudut mulut dan terjadi infeksi. Bagian- bagian
yang tajam dan celah yang dihasilkan oleh gigi tiruan yang tidak pas dapat
menyebabkan angular cheilitis. Selain itu, gigi tiruan yang tidak pas dapat
menyebabkan saliva menumpuk pada sudut mulut dan infeksi.

4) Status Gizi Pada Usia Anak – Anak


Angular cheilitis disebabkan oleh kekurangan zat besi dan beberapa jenis
vitamin. Kekurangan gizi paska usia dini mempunyai dampak yang buruk pada
masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan
tingkat produktivitas yang lebih rendah. Dampak kekurangan gizi pada usia dini
makin menjadi penting bila memperhatikan analisis berbagai data yang ada.
Hasil- hasil analisis tersebut memperkuat hipotesa mengenai besarnya peranan
kekurangan gizi pada usia dini terhadap terjadinya penyakit degenerative pada
dewasa yang justru merupakan usia produktif.
Kekurangan gizi paska masa anak- anak selalu dihubungkan dengan vitamin
dan mineral yang spesifik, yang berhubungan dengan mikronutrien tertentu.
Konsekuensi defisiensi mikronutrien selama masa anak- anak sangat berbahaya.
a) Defisiensi Zat Besi
Defisiensi zat besi dapat menyebabkan angular cheilitis mengganggu
perkembangan mental dan motorik anak dan juga menyebabkan anemia.
Mengingat tingginya prevalensi defisiensi zat gizi tertentu serta efek
negatifnya, maka suplementasi zat gizi seperti zat besi pada anak- anak
akan sangat bermanfaat, khususnya karena secara praktis sulit
meningkatkan zat gizi yang adekuat dari pola makan bayi yang ada
selama ini. Beberapa makanan yang diberikan pada anak cenderung
menghambat penyerapan zat besi seperti asam filtrat yang terkandung di
dalam padi- padian dan susu sapi yang dapat menurunkan absorbsi zat
besi
Sampai saat ini, anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah
gangguan nutrisi yang paling umum di dunia dan mempengaruhi lebih
dari 700 juta orang di dunia. ADB lebih banyak terjadi pada negara
berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan pada negara berkembang
terjadi sebesar 36% atau sekitar 1,4 milyar populasi. Walaupun pada pria
dewasa juga memiliki resiko terjadinya ADB, namun resiko terbesar
adalah pada masa bayi, prasekolah, remaja, dan wanita usia reproduktif.
Konsekuensi anemia defisiensi zat besi diakui memberi pengaruh
terhadap metabolisme energi dan fungsi kekebalan yang akan
berpengaruh pada fungsi kognitif dan perkembangan motorik. Defisiensi
zat besi juga berhubungan dengan menurunnya fungsi kekebalan yang
diukur dengan perubahan dalam beberapa komponen sistem kekebalan
yang terjadi selama defisiensi zat besi. Konsekuensi dari perubahan
fungsi kekebalan adalah resistensi terhadap penyakit infeksi. Pada anak-
anak defisiensi zat besi berhubungan dengan kelesuan, daya tangkap
rendah, mudah marah dan menurunnya kemampuan belajar.(Tageman,
CA.2010)
b) Defisiensi vitamin B
Kekurangan yang paling dikenal adalah vitamin B12. Vitamin ini
ditemukan terutama di hati, telur, daging, dan susu. Kekurangan vitamin
B12 biasanya terlihat pada anemia pernisiosa, yang terdapat kekurangan
faktor intrinsik lambung yang dibutuhkan untuk penyerapan vitamin B12.
Glossitis dan stomatitis dapat disebabkan dari kekurangan vitamin B12.
Ujung lidah memerah pada tahap awal kekurangan dan pada akhirnya
menyebar dengan fissuring yang disebut dengan atrofi papiler. Angular
stomatitis, apthae, dan lesi erosi juga dapat dilihat. Beberapa pasien
mungkin memiliki burning mouth sindrom.
Kekurangan vitamin B 12 dapat menyebabkan kekurangan darah
(anemia), yang sebenarnya disebabkan oleh kekurangan folat. Tanpa
vitamin B12, folat tidak dapat berperan dalam pembentukan sel- sel darah
merah. Gejala kekurangan lainnya adalah sel- sel darah merah menjadi
belum matang (immature) yang menunjukkan sintesis DNA yang lambat.
Kekurangan vitamin B12 dapat juga mempengaruhi system syaraf,
berperan pada regenerasi syaraf peripheral, mendorong kelumpuhan.
Selain itu juga dapat menyebabkan hipersensitif pada kulit.(Tageman
CA.2010)
c. Gambaran Klinis
Angular cheilitis ditandai dengan adanya inflamasi ringan sudut
mulut. Secara umum angular cheilitis mempunyai gejala utama sakit, eritema
dan terdapat fissur/kulit yang retak pada sudut mulut. Kondisi ini dapat
menetap ataupun rekuren. Angular cheilitis paling sering menunjukkan
tampilan daerah seperti segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa
atropi, eritema, ulser, krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang
berulang. Lesi biasanya meluas disepanjang vermillion border hingga kulit
dalam bentuk alur linear atau fissur yang menyebar dari sudut mulut
(rhagades), terutama pada bentuk yang lebih parah, khususnya pada
pengguna gigi tiruan. Reaksi jangka panjang, terjadi supurasi dan jaringan
granulasi.4,6,7,10
Pada pasien angular cheilitis yang dihubungkan dengan defisiensi
nutrisi dapat terlihat penipisan papilla lidah (depapillated tongue)
dikarenakan defisiensi besi. Lidah yang merah dan berkilat (depapillated
glossy red tongue) pada pasien dengan defisiensi asam folat, atau lidah ungu
kemerahan (reddish-purple depapillated tounge) pada defisiensi vitamin B.
Angular cheilitis yang disertai alopesia, diare dan ulserasi oral non-spesifik
yang biasanya terdapat di lidah dan mukosa bukal, dapat diduga dikarenakan
defisiensi seng.(Burket’s.1994)

Gambar 2.1. Angular Chailitis

d. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Biasanya diagnosis klinis dibuat dengan pemeriksaan klinis. Permukaan lesi
harusnya bisa di swab dan smears untuk hifa jamur. Apabila dicurigai adanya
keterlibatan sistemik, diindiksikan untuk melakukan kultur mikroba dan
pemeriksaan darah (Blood picture dan tes level serum besi/ferritin, serum
vitamin B12 dan pemeriksaan sel follate). Diagnosis sering didukung
pemeriksaan, khususnya jika terdapat lesi ulserasi dan atau glossitis.6,7
Kondisi yang serupa dengan angular cheilitis adalah exfoliatif cheilitis,
actinic cheilitis, contact allergic reaction
a. Exfoliatif Cheilitis
Exfoliatif Cheilitis merupakan pengelupasan yang persistent pada
vermilion border. Biasanya melibatkan kedua bibir.8 Proses ini ditimbulkan
akibat dari produksi berlebihan dan deskuamasi dari superficial keratin.
Dimana biasanya terkait injuri kronis seperti : kebiasaan menjilat bibir,
kebiasaan menggigit bibir, maupun menghidap bibir. Kebiasaan tersebut
sering kali pasien menyangkalnya dikarenakan kebiasaan tersebut bisa karena
gangguan kepribadian/ gangguan psikologis/ stress. Dari 48 pasien exfoliatif
cheilitis diantaranya 87% diakibatkan karena gangguan psikologis sedangkan
47% disebabkan karena fungsi tiroid abnormal. Paparan sinar matahari,
angin, udara dingin, bernafas melalui mulut, infeksi bakteri atau jamur dan
merokok adalah faktor yang berkontribusi dalam terjadinya penyakit ini.8
Gambaran klinis exfoliatif cheilitis antara lain:
- Lebih sering terjadi pada wanita biasanya pada usia muda dibawah 30 tahun.
- Pada kasus ringan tampak tampilan: mulut kering kronis, retakan, berkerak
pada vermillion bibir. Pada perkembangannya, vermillion ditutupi dengan
penebalan, krusta hiperkeratosis berwarna kekuningan yang mudah berdarah
atau meluasnya penyebaran fissur. Dapat juga terjadi pada kedua bibir atau
bibir bawah saja yang terlibat.
- Kulit perioral mungkin terlibat dan menyebabkan daerah krusta eritema
(circumoral dermatitis)
- Pada pasien cheilitis kronis sering berkembang fissur pada vermillion
border.6
- Studi pada 165 pasien AIDS, lebih dari ¼ mengalami perubahan yang
menyerupai exfoliative cheilitis. Tampilan paling umum infeksi bakteri/jamur
dari bibir adalah angular cheilitis.8
Perawatan untuk exfoliatif cheilitis adalah aplikasi lipbalm atau
lipstick bisa digunakan untuk proteksi. Untuk kasus yang disebabkan oleh
infeksi Candida seringkali tidak sembuh hingga trauma kronis juga
dihilangkan. Anti jamur topikal, antibiotik atau keduanya dapat diberikan
kepada pasien yang trauma kronis disangkal. Jika kondisi tidak menunjukkan
penyembuhan, memerlukan investigasi lebih lanjut untuk mengetahui sumber
perubahan yang terjadi pada bibir.8
b. Herpes Labialis
Adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus herpes simplex.
Virus dapat menjadi aktif dalam keadaan panas, dingin dan juga stress.
Pasien sering mengeluh telah ada lesi yang sama seperti pada waktu
sebelumnya. Terlihat vesikel atau lesi yang ulseratif yang kecil pada bibir di
mucocutaneus junction sudut mulut atau dibawah hidung.
Pada saat perkembanganannya lesi sering terasa gatal, bias juga
dijumpai flu ringan. Secara objektif ditemukan vesikel sebesar 2-4 mm pada
daerah mucocutaneus junction di bibir, sudut mulut dan bawah hidung.
Vesikel akan pecah setelah 36-48 jam, kemudian bergabung membentuk
krusta kekuning – kuningan. Proses penyembuhan terjadi selama 7-10 hari.
Emapt puluh delapan jam pertama adalah waktu infeksi mncapai puncaknya
dan menurun. Ulser dapat hilang tanpa terbentuknya parut. Biasanya lesi
akan rekuren dan tampak pada tempat yang sama.
c. Ulser
Merupakan kerusakan kulit atau membrane mukosa yang lebih
dalamdan dapat mencapai jaringan dibawah epitel. Tepi dari sebuah ulser
bias tampak kasar dan mencolok, sera semakin lama semakin dalam. Ulser
bias terbentuk akibat penyakit local ataupun sistemik atau dapat berupa
gambaran sekunder dari suatu lesi primer. Ulser dapat terjadi akibat factor
fisika seperti panas atau dingin, factor kimia seperti asam atau basa, factor
trauma seperti gigi – gigi tajam, makanan – makanan kering, bulu – bulu
sikat gigi yang tajam, ataupun benda asing didalam mulut. Ulser bias tidak
terasa sakit dan nyeri, tetapi bias sangat sensitive. (Kerr DA.1974)

d. Perawatan
Perawatan angular cheilitis terkadang sulit dan terapi mungkin membut
uhkan waktu yang lama
 Eliminasi faktor predisposisi
 Eliminasi faktor traumatik
 Penghentian kebiasaan menggunakan tembakau
 Penyebab penyakit sistemik harus dicari tahu dan diobati : suplemen zat
besi oral dan vitamin B mungkin membantu.
 Perawatan infeksi Candida intraoral penyebab Angular cheilitis. Jika
infeksi adalah penyebab Angular cheilitis, perawatan hanya akan efektif
jika infeksi juga diobati. Penyembuhan permanen dapat dicapai hanya
dengan eliminasi candidosis. Rekurensi Angular cheilitis harus dicegah
dengan eliminasi organisme dari reservoirnya pada gigi tiruan, jadi gigi
tiruan harus dilepaskan saat tidur malam dan didensifeksi dengan
candidacidal solution seperti hypochloride.
 Perbaiki dimensi vertikal
 Peningkatan oral hygiene dan kebersihan gigi tiruan
 Angular cheilitis harus dirawat diobati dengan antibiotik topikal
dengan anti jamur topikal, contohnya: miconazole. Infeksi
Staphylococcus dapat seperti fucidic acid (fucidin) salap atau krim
digunakan 4 kali sehari. Kombinasi infeksi Candida dan
Staphylococcus mersepon baik terhadap miconazole topical. Pilihan
perawatannya dapat berupa miconazole dan krim hydrocortisone ,
fucidin dan krim hydrocortisone, clotrimazole dan krim
hydrocortisone, nystatin krim hydrocortisone, atau clioquinol dan krim
betamethason.
 Angular cheilitis pada pasien immunokompromise diobati dengan
miconazole oral gel 3 kali sehari.3,5,7
H. DIAGNOSA
Angular Cheilitis

I. DIAGNOSA BANDING
1. Exfoliatif Cheilitis
2. Ulser

3. RENCANA PERAWATAN
Perawatan yang diberikan pada pasien Angular Cheilitis pemberian
multivitamin yang diminun 1 tablet sehari, salap pelembab bibir dan obat kumur
antiseptik minosep yang dioleskan dengan menggunakan kapas pada sudut bibir
setiap 3 kali sehari.
4. PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan adanya luka pada sudut bibir sebelah
kanan sejak 3minggu yang lalu. Luka tersebut berukuran lumayan besar dengan
warna putih kemerah. Pasien mengaku luka tersebut disertai rasa sakit ketika
pasien membuka mulut, makan makanan pedas dan asam, dan jika terkena
sendok makan. Hal tersebut jarang terjadi pada dirinya, luka tersebut hilang
timbul dan mengganggu fungsi pengunyahan. Awalnya luka tersebut kecil dan
makin besar seiring waktu.
Pasien mengaku belum pernah merawat atau mengobati luka pada sudut
bibir kanan dan kirinya. Pasien jarang sekali makan daging, sayur-sayuran,
buah-buahan dan juga kacang selama di panti. Pasien tidak memiliki kebiasaan
menghisap bibir dan mengelupas kulit bibir, dan pasien mengaku tidak ada
alergi terhadap makanan apapun. Menurut pengakuan pasien, luka tersebut
hanya ada pada sudut bibir kanan dan kiri saja dan tidak ada pada bagian tubuh
lain.
Pada pemeriksaan ekstra oral terdapat lesi fissure di komisura bibir
bilateral, berbentuk garis horizontal dengan panjang ± 2cm berwarna
kemerahan, berbatas jelas, konsistensi lumak dan sakit saat dipalpasi.
Sedangkan pada pemeriksaan intra oral tidak ada kelainan.
Dari pemeriksaan klinis dan riwayat pasien, lesi tersebut didiagnosis
dengan angular cheilitis. Angular cheilitis adalah suatu kondisi khusus pada
individu yang memiliki fold yang dalam pada komisura yang menyebabkan
mandibular overclossure. Angular cheilitis dapat terlihat pada infantile thrush,
pengguna gigi tiruan atau berhubungan dengan chronic hyperplastic candidosis.
Secara klinis, terlihat adanya inflamasi ringan pada sudut mulut. 4 Lesi ini
ditandai dengan adanya fisur-fisur/pecah-pecah pada sudut bibir dan eritema
pada sudut mulut yang menyebar sampai ke bawah bibir dan kemungkinan
meluas ke mukosa pipi. Angular cheilitis menjadi masalah yang serius karena
perkembangannya yang cepat, karena itu tidak boleh ada keterlambatan dalam
pengobatan jika gejala angular cheilitis telah terjadi dan sangat jelas. Sejumlah
faktor (infeksi, mekanik, nutrisi atau imunological) mungkin menjadi penyebab
tunggal ataupun kombinasi dari faktor tersebut. Angular cheilitis banyak
ditemukan pada pasien usia tua yang menggunakan gigi tiruan penuh pada
rahang atas yang terdapat denture stomatitis. Agen infeksi, terutama Candida
albicans atau Staphylococcus aureus bisa didapati pada lebih dari 54% lesi.6,7
Pada kasus ini etiologi dari angular cheilitis yaitu kurangnya asupan nutrisi atau
defisiensi nutrisi pada pasien. Defisiensi nutrisi seperti defisiensi zat besi,
vitamin B, dan asam folat berkaitan dengan angular cheilitis. Keduanya saling
berhubungan karena zat besi dan vitamin ialah zat yang esensial untuk
mempertahankan sistem imun. Bila tidak tercukupi, sistem imun akan melemah
dan mikroorganisme yang awalnya merupakan flora normal seperti Candida
albicans dapat berproliferasi dan menyebabkan infeksi. Sehingga mudah terjadi
infeksi atau luka di sudut bibir yang didukung oleh kondisi sudut bibir yang
lembab. Berdasarkan riwayat sosial pasien yang tinggal di panti asuhan, dimana
pasien jarang sekali makan makanan yang bergizi. Hal ini didukung juga dengan
kondisi penghuni panti asuhan yang rata-rata juga mengalami angular cheilitis.6
Pasien ini dirawat dengan pemberian multivitamin yang diminun 1 tablet
sehari, salap pelembab bibir dan obat kumur antiseptik minosep yang dioleskan
dengan menggunakan kapas pada sudut bibir setiap 3 kali sehari. Pasien
diintruksikan untuk tidak menyentuh lesi dengan tangan.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis, maka diagnosa lesi yang
terdapat pada komisura bibir kanan dan kiri pasien adalah angular cheilitis. Pasien
diobati dengan pemberian multivitamin yang diminum 1 tablet sehari, obat kumur
antiseptik minosep yang dioleskan dengan menggunakan kapas pada sudut bibir
setiap 3 kali sehari.
L. DAFTAR PUSTAKA

1. Scully C, Flint SR, Bagan JV, Porter SR, Moos KF. Oral and maxillofacial
diseases. In: Oral mucosa. 3rd ed. New York: Informa Healthcare; 2013. p. 224.

2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology: clinical pathologic
correlation. 6th ed. Philadephia: W. B. Saunders Company. 2012. p.1-6, 43-46,
90, 106.

3. Greenberg MS, Glick M, Ship JA. Burket’s Oral Medicine. 11st Ed. Hamilton:
BC Decker Inc. 2008. p.81.

4. Cawson RA, Odell EW, Porter S. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and
Oral Medicine. 8th Ed. New York: Churchill Living Stone. 2008. p. 215,236.

5. Muray J.J, Nunn J. H.Steele J. The prevention of oral disease 4th ed. Newyork:
oxford University Press; 2008: 177

6. Scully C, Flint SR, Bagan JV, Porter SR, Moos KF. Oral and maxillofacial
diseases. In: Oral mucosa. 3rd ed. New York: Informa Healthcare; 2013. p. 223-5.

7. Gandolfo S, Scully C, Carrozzo M. Oral medicine. Philadelphia: Churchill


Livingstone; 2006. p. 4,42,158.

8. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial
Pathology. In: Allergies and immunologic diseases. 3rd ed. Philadelpia: Saunders
Company; 2008. p. 216, 304-5, 350, 405.

9. Tageman CA, Davis JR. Nutritional Care 3th ed. St,Louis; Saunders Elsevier;
2010;p.251-9.

10. Bruch JM, Treister NS. Clinical oral medicine and pathology. In: Infectious
conditions. New York: Humana Press; 2011. p. 48,92-4.

11. Coleman GC. Principle of oral diagnosis.Newyork,Mosby. 1993:286.p. 286-7.

12. Hebbar PB, Sheshaprasad R, Anuradha P. Stomatitis Venenata-A Diagnostic


Challenge. J Dent Oral Med. 2014. 2(1): 14-16.

Anda mungkin juga menyukai