Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KELOMPOK A MODUL 6.

03
Proses Menua, Perawatan Oral Pasien Lansia










Maria Prastica 04011127
Maria Shinta Ully 04011128
Maria Sutjiati Volvina 04011129
Marilyn Olivia 04011130
Mario 04011131
Marisa Intanries 04011132
Meitsalisa Sufi Mardina 04011133
Mellisa Sanjaya 04011135
Mentari Kartika Sari 04011136
Mentari Tri Iriani 04011137
Meta Ariyani Sidharta 04011138


Michael Harland H 04011139
Michael Liauw 04011140
Michelle Natalie 04011141
Monica Andajana 04011142
Monica Eriyanti Metariana 04011143
Muliza Ganda Putra 04011145
Muthia Setiadarma 04011146
N Adhinka Asharika 04011147
Nabilah Akmaliyah 04011148
Nadhira Dini Pratiwi 04011149
Nadia Felita Sari 04011150

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

SKENARIO
Seorang pasien perempuan berusia 59 tahun datang ke klinik dengan beberapa keluhan,
antara lain tidak bisa makan dengan enak, ada rasa perih di sudut mulut, hasil kunyahan tidak
halus, gigi tiruan yang selama ini dipakainya terus selama 24 jam terasa agak longgar dan
bergerak-gerak kalau mengunyah. Ada juga gigi yang ngilu kalau kena rangsangan dingin.
Sendi rahang kadang-kadang terasa mengganggu, karena kaku dan agak sulit pada saat
membuka mulut.
Pada pemeriksaan klinis, dijumpai:
a) Resorpsi tulang rahang bawah mencolok.
b) Gigi tiruan yang dipakainya kurang terawat kebersihannya, ada plak yang menempel.
c) Gingival bagian anterior rahang atas agak kendor.
d) Lesi erosi pada sudut mulut yang bersifat bilateral.
e) Oklusi gigi tiruan rahang atas dan bawah tidak kontak pada bagian posterior.
f) Gigi yang masih ada sudah mengalami extrusi.

Pertanyaan:
1. Secara keseluruhan apa nama kelainan/sindrom pada hubungan rahang atas dan
bawah pasien ini?
2. Apa penyebab utama kelainan/sindrom tersebut? Jelaskan.
3. Apa diagnosis pada sudut mulut?
4. Apa penyebab kelainan pada sudut mulut?
5. Sebutkan perubahan gingival yang terjadi pada gigi-gigi ekstrusi pada pasien di atas.
Jelaskan patogenesisnya.
6. Jelaskan penatalaksanaannya?








1. Secara keseluruhan, apa nama kelainan/sindroma pada hubungan rahang atas dan
bawah pasien ini?
Menurut pemeriksaan klinis yang dijumpai pada pasien, dapat ditentukan pasien
tersebut menderita sindroma Kelly. Sindroma Kelly merupakan suatu perubahan
kerusakan oral yang spesifik yang sering terlihat pada pasien yang menggunakan gigi
tiruan lengkap rahang atas dan gigi tiruan sebagian rahang bawah. Secara umum, ada
beberapa karakteristik yang terdapat pada sindroma Kelly, yaitu:
1. Kehilangan tulang pada bagian anterior di linggir maksilla
2. Tuberositas yang menonjol
3. Hiperplasia papila dari mukosa palatum keras
4. Ekstrusi dari gigi-gigi anterior rahang bawah
5. Kehilangan tulang alveolar dan ketinggian linggir bawah landasan gigi tiruan
lepasan rahang bawah
6. Gangguan estetik
7. Penurunan tinggi dimensi vertikal

Dari gejala tersebut, sesuai dengan yang dikeluhkan pasien, yaitu gigi tiruan
terasa agak longgar dan bergerak-gerak kalau mengunyah, hal ini dikarenakan adanya
resopsi tulang pada linggir maksila. Serta dijumpai pada pemeriksaan klinis, yaitu pasien
dijumpai resopsi tulang rahang bawah yang mencolok, gingiva bagian anterior rahang
atas agak kendor, oklusi gigi triuan rahang atas dan bawah tidak kontak pada bagian
posterior (dikarenakan adanya penurunan tinggi dimensi vertikal), serta gigi-gigi yang
masih ada mengalami ekstrusi.












Faktor predisposisi terjadinya sindroma Kelly:
a. Kebiasaan parafungsi.
b. Hubungan rahang kelas III angle.
c. Penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus dan osteoporosis.
d. Pencabutan gigi yang terlalu dini dan dibiarkan tanpa gigi tiruan.
e. Traumatik oklusal, adaptasi yang buruk dari gigi tiruan, dan perluasan plat
yang tidak sempurna.

2. Apa penyebab utama kelainan / sindrom tersebut? Jelaskan.
Penyebab utama sindrom Kelly adalah hilangnya/ resorpsi tulang bagian
anterior atas. Perubahan bentuk dan kesehatan jaringan lunak pada sindrom ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Jika hanya gigi-gigi asli anterior rahang bawah yang
masih tersisa, pasien cenderung memakai gigi-gigi ini lebih sering, sebab lebih dapat
menghasilkan daya kunyah yang maksimum. Fungsi anterior yang berlebih dan gerakan
yang menyimpang ini terlalu menekan linggir anterior rahang atas sehingga resorpsi
tulang alveolar terjadi. Dengan hilangnya tulang di bagian anterior atas, mengakibatkan
gigi tiruannya menjadi longgar dan tidak nyaman dipakai lagi, sehingga menimbulkan
jaringan ikat hiperplastik yang flabby terbentuk pada linggir anterior.
Ketika ketinggian tulang dan linggir di bagian anterior berkurang, tuberositas di
bagian posterior turun ke bawah. Ada teori yang menyebutkan bahwa tekanan negatif
dari gigi tiruan lengkap rahang atas menarik tuberositas ke bawah seiring dengan naiknya
linggir anterior karena oklusi di bagian anterior. Linggir bagian posterior rahang atas
akan menjadi lebih lebar sesuai dengan perkembangan tuberositas fibrous yang
membesar. Menurunnya tuberositas menghasilkan tekanan berlebih pada linggir
posterior rahang bawah dan menyebabkan resorpsi pada linggir posterior rahang bawah.
Dengan adanya perubahan ini, dataran oklusal berpindah lebih ke atas pada regio anterior
dan ke bawah pada regio posterior.
Gerakan tipping pada bagian anterior gigi tiruan lengkap rahang atas dan
gerakan yang lebih menurun pada bagian posterior akan mengurangi kontak pada gigi-
gigi anterior rahang bawah, sehingga setelah beberapa lama gigi-gigi anterior rahang
bawah akan ekstrusi. Kemudian terjadi ketidaksesuaian dataran oklusal dan pasien dapat
mengalami kehilangan dimensi vertikal yang sesuai. Retensi dan stabilisasi gigi tiruan
juga berkurang.

3. Apa diagnosis pada sudut mulut?
Bedasarkan deskripsi pemeriksaan klinis pada skenario, diagnosis pada sudut
mulut adalah cheilitis angularis atau sering disebut dengan stomatitis angularis. Cheilitis
angularis merupakan inflamasi yang terjadi di sudut mulut yang dapat berhubungan
dengan infeksi Candida albicans maupun infeksi bakteri Staphylococcus. Kondisi ini
dapat disertai erythema, fissura (celah), ulserasi/erosi, dan krustae. Pada umumnya
terjadi secara bilateral (terjadi di kedua sudut mulut) dan simetris. Gejala yang menjadi
keluhan pasien adalah rasa sakit dan perih yang dirasakan pada daerah komisura labial.
Infeksi sekunder dapat terjadi karena Candida albicans, jamur, kuman streptokokus
maupun stafilokokus.
Banyak faktor predisposisi terjadinya cheilitis angularis, baik lokal maupun
sistemik, sehingga keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh faktor tersebut. Beberapa
kondisi di bawah ini yang mendorong terjadinya Cheilitis angularis:
Kekurangan zat besi
Kekurangan vitamin B terutama B2
Kekurangan zat folate
Penggunaan gigi tiruan dengan dimensi vertikalnya terlalu rendah
sehingga kedua sudut bibir turun dan membentuk fisura. Fisura ini
menjadi tempat berkumpulnya saliva, menjadikan kulit lembab dan
mudah terinfeksi jamur/bakteri penyebab lesi cheilitis angularis.
Pemeriksaan klinis kondisi rongga mulut dan kesehatan penderita secara
menyeluruh beserta anamnesis diperlukan dalam menegakkan diagnosa, menentukan
prognosis serta perencanaan perawatan. Pada kasus tertentu perlu dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi dan hematologi terutama bila pada perawatan pertama tidak menunjukkan
adanya perbaikan.

4. Apa penyebab kelainan pada sudut mulut?
Etiologi dari cheilitis angularis adalah tidak diketahui. Diduga etiologi yang
paling umum adalah infeksi yang melibatkan organisme berupa candida albicans,
staphylococcus aureus, and -hemolytic streptococci.
Banyak faktor predisposisi untuk terjadinya cheilitis angularis, baik local
maupun sistemik, sehingga keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh faktor tersebut.
Banyak pendapat yang mengemukakan tentang etiologi dari angular cheilitis, antara lain
defisiensi vitamin B kompleks, denture sore mouth, defisiensi zat besi, kebiasaan
bernafas melalui mulut, membasahi bibir dengan air ludah, menjilati samping mulut dan
sering mengeluarkan air liur (mengences).
Dalam kasus ini, disebutkan pasien mengeluh ada rasa perih di sudut mulut.
Gigi tiruannya dipakai terus menerus selama 24 jam, terasa agak longgar dan bergerak-
gerak kalau mengunyah. Pada pemeriksaan klinis terlihat lesi erosi pada sudut mulut
yang bersifat bilateral, dan gigi tiruan yang dipakai pasien kurang terawat kebersihannya
yang ditandai dengan ada plak yang menempel.
Demikian faktor presdisposisi cheilitis angularis dalam kasus ini adalah gigi
tiruan yang agak longar. Gigi tiruan yang sudah longgar menyebabkan bibir pasien terus
bergerak-gerak untuk menyesuaikan gigi tiruan tersebut kemudian menyebabkan erosi
pada sudut mulut kiri dan kanan.

5. Sebutkan perubahan gingiva yang terjadi pada gigi - gigi yang ekstrusi pada pasien
diatas. Jelaskan patogenesisnya!
A. Resesi gingiva
Resesi gingiva didefinisikan sebagai pemindahan (displacement) jaringan
lunak secara apikal dalam kaitannya dengan cemento-enamel junction (CEJ). Kondisi
klinis ini sering ditemukan pada populasi umum dan bisa menimbulkan pengaruh
yang bisa mengganggu estetik, serta kerentanan yang meningkat terhadap karies akar
dan hipersensitivitas dentin.
Penyebab terjadinya resesi gingiva bersifat multifaktorial. Resesi gingiva
dapat disebabkan oleh karena faktor usia, kesalahan teknik penyikatan gigi sehingga
terjadi abrasi pada gingiva, inflamasi gingiva dan sebagainya. Cara menyikat gigi
yang kurang tepat dan terjadi berulang kali dapat menjadi awal dari terjadinya resesi
gingiva.
Tingkat keparahan dari resesi gingiva dapat meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Insidensi pada usia anak-anak adalah 8%, sedangkan pada usia
diatas 50 tahun adalah 100%. Insidensi tersebut menunjukkan adanya asumsi bahwa
resesi gingiva adalah suatu pergeseran fisiologis dari perlekatan gingiva. Resesi pada
gingiva ini bukanlah merupakan proses fisiologis yang pasti, namun dapat merupakan
akibat kumulatif dari inflamasi atau trauma yang terjadi pada periodontal.

B. Peradangan atau Pembesaran Gingiva akibat Poket Periodontal
Ekstrusi gigi merupakan pergerakan translasi dimana gigi bergerak melewati
bidang oklusal yang diikuti oleh pergerakan dari tulang pendukungnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi ekstrusi gigi adalah gaya gravitasi, kondisi periodonsium, dan
juga umur.
Kemungkinan terjadinya ekstrusi gigi juga dapat disebabkan oleh tanda awal
dari penyakit periodontal. Lesi pertama yang timbul pada periodontitis adalah
keradangan pada gingiva sebagai respon terhadap bakteri. Perubahan pada gingiva
tampak pada terjadinya transisi dari sulkus gingiva normal menjadi poket periodontal,
yang berhubungan dengan sel bakteri pada plak gigi.
Poket periodontal adalah sulkus gingiva yang mengalami pendalaman karena
migrasi apical junctional epithelium dan kerusakan ligamen periodontal serta tulang
alveolar. Pembesaran gingiva juga berperan dalam meningkatkan kedalaman poket.
Dalam kasus pasien diatas, perubahan pada gingiva gigi yang sudah mengalami
ekstrusi adalah pembesaran pada gingiva.
Gambaran klinis poket periodontal ditandai dengan gingiva yang membesar
dan menggulung berwarna merah kebiruan, perdarahan gusi, supurasi, kegoyangan
dan ekstrusi gigi, serta terbentuknya celah antara gigi atau diastema. Kandungan
poket berupa plak mikroorganisme, produk dari mikroorganisme yaitu enzim,
endotoksin lipopolisakarida, cairan sulkus gingiva, sisa makanan, mucin, sel epitel
deskuamasi, dan leukosit.
Patogenesis : Pembentukan poket dimulai sebagai perubahan inflamasi pada
dinding jaringan penghubung pada sulkus gingiva. Eksudat inflamasi selular dan
cairan menyebabkan degenerasi jaringan penghubung sekitarnya, termasuk serat
gingiva. Hanya apikal pada epitel junctional. Serat kolagen hancur dan daerah ini
ditempati oleh sel-sel inflamasi dan edema.
Berdasarkan Page dan Schoeder, dua orang ahli patologis yang terkemuka,
tahap pathogenesis poket periodontal adalah sebagai berikut:
Permulaan terjadinya lesi
Karakteristik dari permulaan lesi adalah vaskulitis pembuluh-pembuluh darah
yang mengarah ke dalam junctional epithelium, meningkatnya aliran cairan
gingival, gerakan leukosit ke dalam junctional epitheliumdan sulkus gingival,
protein serum ekstraseluler, perubahan aspek koronal dan junctional epithelium,
dan hilangnya serabut-serabut kolagen di sekitar pembuluh darah gingiva.
Lesi tingkat awal
Lesi awal dimulai dengan karakteristik permulaan lesi dalam jumlah yang
besar, munculnya sel-sel limfosit di bawah junctional epithelium di mana terdapat
konsentrasi akut, perubahan fibroblas, serabut-serabutkolagen gingiva mengalami
kerusakan yang lebih parah, dan proliferasi awalsel-sel basal pada junctional
epithelium.
Lesi yang telah terbentuk
Dengan adanya lesi yang telah terbentuk, manifestasi inflamasi akut akan
bertahan dan didominasi oleh sel-sel plasma, akumulasi immunoglobulin di
bagian ekstravaskular. Pada tahap ini kerusakan serabut-serabut kolagen terus
berlanjut, terdapat proliferasi migrasi apical dan terlihat perluasan junctional
epithelium di lateral, dan adakemungkinan pembentukan poket periodontal awal,
tetapi tidak terjadi kerusakan tulang yang cukup besar.
Lesi tingkat lanjut
Lesi tingkat lanjut adalah tipikal dari periodontitis dan mempunyai
karakteristik sebagai kelanjutan dari gambaran lesi yang telah terbentuk.
Penyebaran lesi ke dalam tulang alveolar dan ligamen periodontal mengakibatkan
kerusakan tulang, hilangnya serabut-serabut kolagen yang berdekatan dengan
poket epitel, fibrosis pada daerah yang lebih perifer, adanya sel-sel plasma yang
telah berubah, pembentukan poket periodontal, periode eksaserbasi, dan periode
aktifitas patologis yang sangat kecil.
Perubahan sumsum tulang menjadi jaringan fibrosa dan secara umum
terlihat adanya reaksi jaringan inflamasi dan immunopatologis. Isi poket
periodontal terutama mikroorganisme dan produknya seperti enzim, endotoksin,
produk metabolik, selain itu juga ada plak gigi, cairan sulkus gingiva, sisa-sisa
makanan, musin, saliva, epitel deskuamatif danlekosit. Permukaan akar gigi pada
poket periodontal mengalami perubahan oleh karena infeksi yang kronis pada
gingival yang berlanjut hingga ligament periodontal dan tulang alveolar.
Kerusakan pada keduajaringan ini dikenal dengan periodontitis.








6. Jelaskan penatalaksanaannya!
a. Anamnesis
Anamnesis merupakan proses pengambilan data pasien (identitas, keluhan, riwayat,
dll) dalam bentuk wawancara, untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit. Terdapat
dua (2) jenis anamenesis, yaitu allo anamnesis dan auto anamnesis. Allo anamnesis
adalah cerita yang tidak disampaikan sendiri oleh pasien yg bersangkutan melainkan
melalui bantuan orang lain (pasien bisu, kesulitan bahasa,anak). Auto anamnesis
adalah cerita mengenai keadaan penyakit disampaikan sendiri oleh pasien.
b. Pemeriksaan klinis
Terdapat dua jenis pemeriksaan klinis, yaitu pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan
intra oral. Pemeriksaan ekstra oral adalah pemeriksaan keadaan umum pasien di luar
mulut, seperti kesimetrisan wajah, lesi di kulit, suhu tubuh dan lain-lain. Pemeriksaan
intra oral adalah pemeriksaan keadaan di dalam rongga mulut pasien, seperti lesi
dalam mulut, vitalitas gigi, dan lainnya.
c. Terapi
1) Melakukan plak kontrol
2) Terapi terhadap lesi pada sudut bibir pasien
Diagnosis pada lesi di sudut bibir pasien adalah cheilitis angularis. Seperti yang
telah diuraikan pada nomor sebelumnya, etiologi dari lesi ini multifaktorial.
Karena itu, terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor
Pemberian kortikosteroid dengan anti jamur dan antibiotik
Meningkatkan nutrisi
3) Memperbaiki dan membuat gigi tiruan yang baru karena menurut skenario
diatas disebutkan beberapa keluhan pasien yang merupakan akibat dari gigi
tiruan yang tidak sesuai lagi, yaitu gigi tiruan yang agak longgar, oklusi rahang
atas dan rahang bawah tidak kontak pada posterior, serta resorpsi tulang rahang
bawah yang menyebabkan dimensi vertikal pasien menurun sehingga
menyebabkan sendi pasien kaku dan agak sulit saat membuka mulut. Dokter
gigi harus dapat mendesain gigi tiruan tersebut dengan benar dan tepat.
4) Gigi yang ekstrusi dapat dilakukan reposisi dan splinting jika masih dapat
dipertahankan, jika tidak sebaiknya gigi tersebut dicabut karena gigi yang
ekstrusi dapat mengganggu pembuatan gigi palsu yang baru.
5) Gingiva bagian anterior rahang atas agak kendor disebabkan gesekan terus-
menerus oleh gigi tiruan yang longgar. Oleh karena itu, gingiva tersebut harus di
eksisi kemudian dibuatkan protesa rahang atas yang baru.
6) Pasien diinstruksikan untuk menjaga OH, membersihkan protesa dengan benar,
melepas protesa pada malam hari, dan merendamnya di dalam larutan
desinfektan, yaitu sodium hypochloride atau chlorhexidin gluconate.
7) Resesi gingiva dapat ditangani dengan pembuatan kontrol plak yang dilanjutkan
dengan pembuatan gingival mask atau pink composite atau dialkukan
pembedahan.
8) Untuk kaku pada sendi rahang dapat dilakukan pemberian obat untuk
merelaksasikan otot seperti asam diklofenak dan diazepam (sedatif) serta
fisioterapi dan memijat otot rahang.











DAFTAR PUSTAKA
http://ocw.usu.ac.id/course/download/6110000046-prostodonsia-ii-
gtsl/pt_241_slide_konsep_oklusi_linear_pada_pasien_yang_mengalami_sindroma_kombinas
i.pdf.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/sindrom_kombinasi.pdf
Damayanti, L. Sindrom Kombinasi. 2009. Bandung : Universitas Padjadjaran (cited
2014 April 6).
Deepak Nallaswamy. Textbook of Prosthodontics. P. 250-1, 252-5.
http://www.skinsight.com/adult/angularCheilitisPerleche.htm
Barankin B. Angular Cheilitis. 2007. USA: Pubmed (cited 2014 April 6). Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1949217/
Carranza FA, Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Clinical Periodontology.
10
th
Ed. Philadelphia. W.B. Saunders Co. 2002. P.70, 378-81
Carranza FA, Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carranzas Clinical
Periodontology. 10
th
ed. Missouri: Saunders Elsevier, 2006: 46-92,100-69,721-47.

Anda mungkin juga menyukai