Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

Manajemen Noma pada Pasien Perempuan 47 tahun dengan Menggunakan


Estlander Flap: Laporan Kasus

Oleh :
Ridha Aldina, S.KG
04074881921012

Dosen Pembimbing:
drg. Ade Puspa Sari, Sp.PM

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
Laporan Kasus Oral Medicine
Manajemen Noma pada Pasien Perempuan 47 tahun dengan Menggunakan Estlander
Flap: Laporan Kasus

I. TINJAUAN PUSTAKA

1. Noma (Cancrum Oris)

a. Definisi
Noma (Cancrum Oris) merupakan suatu kondisi infeksi pada mulut yang parah
yang diawali pada gingiva sebagai Acute Necrotising Ulcerative Gingivitis (ANUG) dan
meluas serta menghancurkan bagian rahang atau wajah. Noma berkembang dengan cepat
dan bisa berakibat fatal jika tidak diobati dengan benar.
b. Epidemiologi
Sebagian besar kasus Noma dilaporkan di negara berkembang di Afrika, Asia dan
Amerika Selatan. Diperkirakan ada sekitar 100.000 kasus baru noma setiap tahun, dengan
tingkat kematian 80% tanpa pengobatan. Karena tantangan dalam mengumpulkan data
yang dapat diandalkan, WHO telah mengembangkan alat untuk studi epidemiologi pada
kasus yang dirujuk dan survei retrospektif nasional tentang mutilasi orofasial dan noma.
WHO juga merekomendasikan untuk memasukkan noma ke dalam sistem surveilans
epidemiologi yang ada.
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak. Terutama pada usia 2-5 tahun.
Jarang terjadi pada orang dewasa. Penyakit ini dapat terjadi terjadi pada perempuan
maupun laki-laki. Penyakit ini jarang terjadi dan hanya terbatas pada daerah tropis.
Daerah yang sering terkena adalah Afrika.
c. Etiologi dan Etiopatogenesis
Infeksi Noma berkembang sebagai akibat dari infeksi yang disebabkan oleh
organisme fusospiroketa, pada pasien dengan gangguan sistem imun. Mikroorganisme
termasuk Fusobacterium necrophorum, Fusobacterium nucleatum dan Prevotella
intermedia, dll. Namun, organisme lain yang sering menjadi komplikasi proses penyakit
termasuk Saureus dan Borrelia vincentii, dll.
Faktor predisposisi pada Noma yaitu :
• Malnutrisi protein karena kemiskinan yang ekstrim
• Penyakit eksantema seperti demam tifoid, leukemia, dll.
• Stres
• Kekurangan vitamin
• Kebersihan mulut dan umum yang buruk
• Imunitas yang menurun termasuk AIDS
• Kemoterapi

Saaat terjadi infeksi jaringan rongga mulut oleh bakteri, terjadi proses perlawanan
oleh sistem imun didalam tubuh untuk melawan bakteri tersebut. Ketika sistem imun
pasien tidak cukup kuat untuk melawan bakteri maka jaringan tersebut menjadi
membusuk yang menyebabkan timbulnya gangren dan menyebar ke jaringan keras
wajah. Tidak kuatnya sistem imun melawan bakteri dikarenakan adanya faktor
predisposisi sehingga tidak ada nutrisi dan energi yang dapat mengaktifkan antibodi.
d. Diagnosis
Diagnosis Noma umumnya didasarkan pada riwayat dan pemeriksaan klinis.
Riwayat penyakit saat ini yang dikombinasikan dengan pembengkakan yang terjadi di
wajah dan keluarnya cairan berbau busuk dari rongga mulut anak yang kekurangan gizi
sangat mendukung terhadap penegakan diagnosis Noma. Perkembangan nekrosis wajah
beberapa hari kemudian memperkuat diagnosis. Selain itu, diagnosis noma dapat
dilakukan lewat pemeriksaan mikrobilogi (kultur bakteri). Bakteri yang dicurigai
memiliki kaitan dengan infeksi ini adalah bakteri Fusobacterium necrophorum.
Fusobacterium nucleatum dan Prevotella intermedia, dll
e. Diagnosis Banding
Kadang-kadang, Noma dapat disalahartikan sebagai keganasan karena muncul
sebagai lesi ulseratif, namun perforasi yang terkait dengan noma dikelilingi oleh
pinggiran bewarna kehitaman dan lesi ulserasi yang terkait dengan keganasan seperti
karsinoma, lesi oral maligna, granuloma memiliki batas yang terbalik dan terfiksasi pada
jaringan di bawahnya dan terkait kelenjar getah bening. Noma berkembang sangat cepat
dalam beberapa hari dan terdapat riwayat ANUG yang sudah ada sebelumnya, di sisi lain
keganasan berkembang lebih lambat, yaitu membutuhkan dua hingga tiga bulan untuk
mencapai ukuran terebut dan sebagian besar jarang terjadi pada anak usia 2-5 tahun.
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terhadap infeksi Noma dapat berupa pemeriksaan
imunoserologi yang bertujuan untuk melihat kereaktifan antibodi serta pemeriksaan foto
X-Ray dan CT scan, dimana tujuannya untuk mengetahui penyebaran infeksi apakah
meluas dan mengenai jaringan lain.
g. Tampilan Klinis
• Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak antara usia 1 sampai 10 tahun, hal itu
sangat umum terjadi pada tahanan yang kelaparan (terutama anak-anak) di kamp
konsentrasi Nazi selama Perang Dunia Kedua.
• Pada tahap awal penyakit ini terdapat pembentukan papula yang nyeri, merah, indurasi
di atas gingiva, pada tahap ini tampak seperti khas ANUG dengan edema ekstrim.
• Diikuti dengan pembentukan ulkus di atas gingiva yang menyebar dengan cepat ke arah
fasial dan lingual dan memperlihatkan tulang di bawahnya.
• Ulkus dengan cepat meluas ke permukaan mukosa bibir dan pipi dan kondisi ini dikenal
sebagai necrotizing ulcerative mucositis.
• Dalam beberapa hari muncul area kecil, gelap, ungu kemerahan pada kulit di atas pipi,
yang dengan cepat menjadi gangren nekrosis.
• Saat jaringan menjadi iskemik, kulit wajah di atasnya tampak biru-hitam.
• Kemudian, sebuah lubang besar berukuran beberapa inci berkembang di pipi karena
pengelupasan jaringan; yang memperlihatkan bagian dalam mulut (gigi dan tulang)
dengan kerusakan yang parah.
• Nyeri mulut yang parah, peningkatan air liur dan edema difus pada wajah terjadi
bersama dengan bau busuk yang ekstrim.
• Lesi bisa unilateral atau bilateral dan melibatkan kedua rahang.
• Penyebaran infeksi ke tulang rahang menyebabkan osteomyelitis, yang menghasilkan
sekuestrasi tulang dengan pelonggaran gigi.
• Noma akhirnya menimbulkan kerusakan wajah yang besar di mulut dan kematian dapat
terjadi karena pneumonia aspirasi, diare berat atau dehidrasi, dll
• Manifestasi sistemik Noma meliputi demam, takikardia, limfadenopati, frekuensi
pernapasan tinggi, anoreksia, edema umum, asites, dan kelainan hematologi

Gambar 1. Noma pada maksila terdapat perluasan necrotizing gingivitis ke prosesus alveolaris dan di lengkung
bawah anterior, yang mengakibatkan kerusakan sebagian besar bibir bawah.

Gambar 2. Noma pada seorang anak enam tahun yang meluas dan mengenai bibir dan pipi.

h. Perawatan
Selain menggunakan antibiotik yang tepat untuk mengobati Noma, dokter harus
mengarahkan perhatian terapeutik tidak hanya pada perawatan luka lokal tetapi juga ke
arah koreksi nutrisi yang tidak memadai, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
dengan memberikan cairan parenteral. Penisilin dan metronidazole adalah antibiotik
terapi lini pertama untuk noma. Debridemen konservatif pada area nekrotik sangat
direkomendasikan, tetapi pengangkatan yang agresif dikontraindikasikan karena tidak
menghentikan perpanjangan proses dan memperumit masalah rekonstruksi. Dianjurkan
untuk berkumur dengan chlorhexidine digluconate (0,12-0,20%) setiap hari. Setelah
penyakit telah dikendalikan dan setelah periode stabilitas 6-18 bulan, rehabilitasi bedah
dan fungsional dapat dimulai, meskipun rekonstruksi bedah definitif mungkin tertunda
pada anak-anak hingga dewasa.
i. Prognosis
Tanpa terapi, hanya 10% sampai 20% dari pasien yang terkena bertahan hidup.
Dengan intervensi yang tepat, kelangsungan hidup lebih besar dari 90%. Penyebab umum
kematian termasuk komplikasi infeksi seperti pneumonia, diare dan septikemia. Infeksi
noma dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan bila tidak berakibat fatal.
Kerusakan wajah yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pasien di masa
depan seringkali terjadi. Rekonstruksi seringkali sangat menantang dan harus ditunda
sampai penyembuhan selesai.

PENATALAKSANAAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Mrs. Y
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
B. STATUS UMUM PASIEN
Pasien datang dengan status kecukupan gizi yang terkategori malnutrisi.
C. KELUHAN UTAMA
Pasien perempuan berusia 47 tahun datang ke poliklinik bedah RSU Dharma Yadnya
Bali, dengan keluhan terdapat luka terbuka yang terasa bengkak, nyeri dan bernanah pada
bibir atas kanan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat bibir sumbing sejak 45
tahun terakhir tepatnya saat pasien berusia 2 tahun. Pasien tidak berusaha untuk mencari
pengobatan bahkan sampai saat itu karena alasan ekonomi. Ia memutuskan untuk berobat
sekarang karena pasien telah mendapatkan bantuan berupa dana dari yayasan setempat.
Pasien ingin kondisinya dirawat.
D. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
Terdapat lesi ulser di vermilion bibir atas kanan, berwarna putih kekuningan,
terdapat eritema disekitarnya, bentuk irreguler, ukuran kurang lebih 1cm, jumlah single dan
terasa sakit sakit saat dipalpasi.
E. PEMERIKSAAN INTRA ORAL
- Terdapat lesi ulser di attached gingiva bagian labial gigi 21, berwarna kuning-kehitaman,
terdapat eritema disekitarnya, bentuk oval, ukuran kurang lebih 2cm, jumlah single dan
terasa sakit sakit saat dipalpasi
- Terdapat lesi ulser di attached gingiva bagian bukal gigi 14, berwarna putih-kekuningan,
terdapat eritema disekitarnya, bentuk irreguler, ukuran kurang lebih 2cm, jumlah single
dan terasa sakit sakit saat dipalpasi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan darah pasien dan hasil foto thorax yang kategori dalam
batas normal.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis kondisi infeksi mulut pasien
Noma (Cancrum Oris)
H. PENATALAKSANAAN
a. Kunjungan I (Pemeriksaan awal, tgl. 28-07-2021)
S Pasien perempuan (47 thn) mengeluhkan terdapat luka terbuka yang terasa bengkak, nyeri
dan bernanah pada bibir atas kanan sejak 1 bulan. Pasien memiliki riwayat bibir sumbing
sejak 45 tahun terakhir tepatnya saat pasien berusia 2 tahun. Pasien tidak berusaha untuk
mencari pengobatan bahkan sampai saat itu karena alasan ekonomi. Ia memutuskan untuk
berobat sekarang karena pasien telah mendapatkan bantuan berupa dana dari yayasan
setempat. Pasien ingin kondisinya dirawat.
O - Terdapat lesi ulser di vermilion bibir atas kanan, berwarna putih kekuningan, terdapat
eritema disekitarnya, bentuk irreguler, ukuran kurang lebih 1cm, jumlah single dan terasa
sakit sakit saat dipalpasi
- Terdapat lesi ulser di attached gingiva bagian labial gigi 21, berwarna putih kehitaman,
terdapat eritema disekitarnya, bentuk oval, ukuran kurang lebih 2cm, jumlah single dan
terasa sakit sakit saat dipalpasi
- Terdapat lesi ulser di attached gingiva bagian bukal gigi 14, berwarna putih kekuningan,
terdapat eritema disekitarnya, bentuk irreguler, ukuran kurang lebih 2cm, jumlah single
dan terasa sakit sakit saat dipalpasi
A D/ Noma
P Pro-Oral Medicine
 Menjelaskan kepada pasien mengenai diagnosis pasien yaitu infeksi mulut yang
disebut Noma
 Menjelaskan kepada pasien bahwa luka tersebut disebabkan oleh bakteri serta
diperparah dengan status gizi pasien
 Medikasi : Suplemen nutrisi (Lipofundin 20%) IV , Elektrolit (Clinimix) IV,
resusitasi cairan (ringer-lactate) IV, antibiotik (Penisilin 500mg dan metronidazole
5000mg), Steroid topikal (salep deksametason racikan), vitamin B12 per oral,
asam folat per oral
 Menginstruksikan pasien berkumur dengan klorheksidin 0,2%
 Pasien diinstruksikan untuk mengonsumsi obat secara teratur, meningkatkan
kebersihan mulut (oral hygiene) dan mengonsumsi makanan yang bergizi.

Gambar 3. Foto Pemeriksaan Awal (Terdapat lesi ulserasi pada vermilion bibir atas kanan dan attached gingiva
rahang atas pasien )
b. Kunjungan II (Kontrol I, tgl. 16-09-2021)
S Pasien perempuan (47 thn) datang dengan kondisi kesehatan umum pasien membaik dan
luka pada bibir dan gusinya berkurang sepenuhnya
O Setelah dilakukan kontrol 1,5 bulan setelah perawatan, terlihat progress penyembuhan lesi
yang signifikan dan rasa sakit pasien berkurang.
A Proses penyembuhan lesi ulseratif pada bibir dan gingiva
P Pro-Oral Medicine dan Pro- Bedah Mulut
 Lanjutkan terapi + obat kumur antispetik (chlorhexidine gluconate 0,2%),
suplemen nutrisi (entrasol) per oral
 Dilanjutkan dengan manajemen bedah dengan anestesi umum untuk rekonstruksi
bibir menggunakan flap Estlander
 Pemberian obat antiinflamasi (ibuprofen)
 Pasien diinstruksikan untuk mengonsumsi obat secara teratur, meningkatkan
kebersihan mulut (oral hygiene), instruksi cara dan aturan pakai obat serta
instruksi pasca operasi.

Gambar 4. Desain Flap Estlander dan Foto intraoperatif menunjukkan rotasi flap setelah penjahitan akhir
c. Kunjungan III (Kontrol II, tgl. 17-10-2021)
S Pasien perempuan (47 thn) datang dengan kondisi kesehatan umum pasien membaik dan
pasien tidak merasakan rasa sakit akibat dari operasi pada bibir
O Kondisi bibir pasca operasi dalam proses pemulihan
A Tidak ada kelainan
P Terapi pada lesi ulserasi di bibir dan gingiva pasien serta operasi rekonstruksi bibir
sumbing pasien selesai. Diberikan instruksi kepada pasien : memberitahu bahwa kondisi
gingiva dan bibir pasien telah sembuh, instruksi untuk berhenti menggunakan obat,
instruksi pada pasien agar tetap menjaga kebersihan rongga mulut (OHIS) dan saran
untuk mengonsumsi makanan bergizi yang seimbang.

III. PEMBAHASAN
Pasien perempuan (47 tahun) datang ke poliklinik bedah RSU Dharma Yadnya
Bali. Pada saat diperiksa pasien mengeluhkan bibir atas kanannya terdapat luka yang
terbuka, pasien merasakan rasa sakit dan bengkak serta terdapat nanah disekitar daerah luka.
Keadaan tersebut sudah dirasakan pasien sejak dua yang bulan lalu. Pasien memiliki riwayat
bibir sumbing sejak 45 tahun terakhir tepatnya saat pasien berusia 2 tahun, pasien berasal
dari keluarga yang tinggal di pedesaan dengan status ekonomi yang rendah, sehingga
membuat pasien terlambat dalam menangani penyakit yang diderita dan status gizi pasien
yang kurang baik.
Malnutrisi merupakan salah satu faktor resiko yang sangat penting dalam
menyebabkan Noma, dimana malnutrisi parah yang terjadi pada individu dapat
menyebabkan defisiensi imun. Akibat dari defisiensi imun, respon imun didalam tubuh
kesulitan dalam proses perlawanan terhadap bakteri tersebut. Hal ini menyebabkan jaringan
yang terserang membusuk, sehingga menjadi gangren dan menyebar ke jaringan keras wajah
yang mengakibatkan timbulnya Noma.
Pada pemeriksaan klinis pertama dokter gigi menemukan sebuah bekas luka yang
luas, bersama dengan setengah dari bibir atas yang hilang, menyebabkan gigi anterior rahang
atas terbuka. Lalu pada bibir terdapat lesi ulser di vermilion bibir atas kanan serta lesi ulser
attached gingiva bagian labial gigi 21 dan lesi ulser di attached gingiva bagian bukal gigi 14.
Pada temuan kasus ini didapatkan lesi khas seperti ANUG yang merupakan tanda awal
terbentuknya Noma. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosa awal
yaitu Noma (Cancrum Oris).
Salah satu diagnosis banding dari Noma yaitu karsinoma dimana lesi keganansan
ini memiliki batas yang terbalik dan terfiksasi pada jaringan di bawahnya dan kelenjar getah
bening terkait serta di sisi lain keganasan berkembang lebih lambat, yaitu membutuhkan dua
hingga tiga bulan untuk mencapai ukuran terebut dan sebagian besar jarang terjadi pada
anak usia 2-5 tahun. Pada Noma berkembang sangat cepat dalam beberapa hari dan terdapat
riwayat ANUG yang sudah ada sebelumnya.
Manifestasi oral yang umum pada pasien Noma yaitu pembentukan lesi yang
nyeri, merah, indurasi di atas gingiva, pada tahap ini tampak seperti khas ANUG dengan
edema ekstrim. Pembentukan ulkus di atas gingiva yang menyebar dengan cepat ke arah
fasial dan lingual. Ulkus dengan cepat meluas ke permukaan mukosa bibir dan pipi. Terjadi
peningkatan produksi air liur serta timbulnya nana dan bau busuk di sekitar lesi. Pernyataan
ini sesuai dengan temuan kasus dimana terdapat riwayat ANUG yang kemudian lesi tersebut
meluas mengenai vermilion bibir atas kanan pada pasien menyebabkan necrotizing mucositis
akut.
Perawatan yang diberikan pada pasien Noma berupa koreksi malnutrisi yang
terjadi pada pasien, koreksi dehidrasi dan ketidak seimbangan elektrolit, terapi antibiotik
(amoksisilin dan metronidazole), selanjutnya pembedahan rekonstruktif biasanya diperlukan
untuk mencegah kerusakan permanen. Pada pasien kasus ini dilakukan koreksi malnutrisi
pasien dengan pemberian suplemen nutrisi (Lipofundin 20%), kemudian dilanjutkan dengan
koreksi dehidrasi dan ketidak seimbangan elektrolit dengan pemberian elektrolit (Clinimix)
IV, resusitasi cairan (ringer-lactate). Terapi antibiotik yang diberikan yaitu penisilin 500mg
dan metronidazole 500 mg. Steroid topikal (salep deksametason racikan) digunakan untuk
terapi pada bibir pasien dengan cara dioleskan, serta penggunaan obat kumur Chlorhexidin
(antiseptik) untuk menjaga kebersihan mulut pasien. Setelah dilakukan kontrol 1,5 bulan
pasca perawatan pertama pada pasien, didapatkan hasil berupa proses penyembuhan lesi di
bibir dan gingiva pasien.

Setelah mengonsumsi obat untuk terapi lesi di rongga mulut dan kondisi lesi
pasien sudah mengalami penyembuhan, pasien menjalani operasi bedah dengan flap
Estlander untuk rekonstruksi pada bibir sumbing pasien. Setelah menjalani operasi bibir
sumbing pasien mengonsumsi ibuprofen yang merupakan obat antiinflamasi yang bekerja
dengan mengurangi rasa sakit pasca operasi bedah. Kemudian pasien diinstruksikan untuk
mengonsumsi obat secara teratur, instruksi untuk meningkatkan kebersihan mulut (oral
hygiene) dan instruksi cara dan aturan pakai obat serta instruksi pasca operasi bibir sumbing.
Dilakukan kontrol sebulan pasca rekonstruksi bibir, pasien tidak mengeluhkan
gusi dan bibirnya serta daerah operasi bibir sumbing terasa nyeri. Keadaan pasien juga sudah
membaik. Penanganan lesi ulseratif dan prosedur bedah rekonstruksi bibir sumbing pada
kasus ini menunjukkan prognosis yang baik. Terlihat setelah 1 bulan dilakukannya control
pasca operasi, lesi ulseratif hampir seluruhnya sembuh dan pasien tidak mengeluhkan gusi,
bibir serta daerah sekitar operasi terasa nyeri. Pasien juga diinstruksikan untuk tetap
menjaga kebersihan mulut (oral hygiene) serta diberikan saran untuk mengonsumsi makanan
dengan gizi yang seimbang untuk memperbaiki status gizi pasien agar mencegah terjadinya
rekurensi dari Noma.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan subjektif dan objektif, pemeriksaan penunjang dan teori
dapat ditegakkan diagnosa kasus ini adalah Noma (Cancrum Oris). Dilakukan medikasi obat
amoksisilin, metronidazole, suplemen nutrisi dan obat kumur Chlorhexidin untuk
menghilangkan fokal infeksi pada rongga mulut pasien. Setelah itu dilakukan prosedur
bedah dibawah anestesi umum yaitu dengan flap Estlander untuk memperbaiki kondisi bibir
sumbing pada pasien. Setelah semua prosedur perawatan dilakukan didapatkan hasil
prognosis paien baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ongole, Ravikiran. Praveen BN. Textbook of Oral Medicine, Oral Diagnosis and Oral
Radiology 2th Ed. India : Elsevier. 2013
2. Neville, Brad W. et all. Color Atlas of Oral and Maxillofacial Diseases. India : Elsevier. 2019
3. Scully, Crispian. Handbook of Oral Disease Diagnosis and Management. London : Martin
Dunitz. 1999
4. Cyril O Enwonwu, William A Falkler Jr, Reshma S Phillips. Noma (cancrum oris). USA :
Vol 368 July 8, 2006.
5. Purkait, Swapan Kumar. Essentials of Oral Pathology 3th Ed. India : Jaypee. 2011
6. Farah, Camile S.et all. Contemporary Oral Medicine. Australia : Springer. 2019
7. Umarji, HR. Concise Oral Medicine. India : CBS Publishers & Distributors. 2018
8. Marx, Robert E. Diane Stern DDS. Oral and Maxillofacial Pathology A Rationale for
Diagnosis and Treatment 2th Ed. USA : Quintessence Publishing. 2012

Anda mungkin juga menyukai