Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

Ortopedik merupakan segala sesuatu yang mencakup pencegahan, pengenalan


dan perawatan dari perubahan-perubahan bentuk tulang, gangguan-gangguan
fungsi, penyakit-penyakit, luka dan akibat-akibat luka dari organ-organ penopang
dan gerak dan rehabilitasi. Ada berbagai macam gangguan atau penyakit tulang,
antara lain : fraktur dan dislokasi.

A. FRAKTUR
1. Pengertian
Fraktur adalah pemisahan atau robekan pada kontinuitas tulang yang terjadi
karena adanya tekanan yang berlebihan pada tulang dan tulang tidak mampu
untuk menahannya.
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan.

2. Etiologi
a. Trauma Direct ( langsung)
Yaitu trauma langsung yang menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan atau trauma misalnya trauma akibat kecelakaan.
b. Trauma Indirect ( tidak langsung)
Trauma ini menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan, yang patah biasanya bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vector kekerasan.
c. Patologis
Fraktur yang disebabkan oleh adanya proses patologis misalnya tumor,
infeksi atau osteoporosis tulang karena disebabkan oleh kekuatan tulang
yang berkurang dan disebut patah tulang patologis.
d. Kelelahan atau Stres
Misalnya pada olahragawan mereka yang baru saja meningkatkan
kegiatan fisik misalnya pada calon tentara. Dimana ini diakibatkan oleh
beban lama atau trauma ringan ringan yang terus menerus.

1
3. Klasifikasi
Fraktur di klasifikasikan sebagai berikut :
a. Berdasarkan sifat fraktur
- Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar
- Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar
b. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
- Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran bergeser dari posisi normal)
- Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
Misal : - Hair line fraktur
- Green stick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang
sisi yang lain membengkok.
c. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme
trauma
- Fraktur transversal
d. Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
- Fraktur oblik
e. Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat dari trauma langsung
- Fraktur spiral
f. Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
- Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
Istilah lain
- Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
- Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
- Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
tumor, metastasis tulang)
- Fraktur avulsi

2
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
(Smelter & Bare, 2002).

4. Tanda dan Gejala


a. Nyeri tekan karena adanya kerusakan syaraf dan pembuluh darah.
b. Bengkak dikarenakan tidak lancarnya aliran darah ke jaringan.
c. Krepitus yaitu rasa gemetar ketika ujung tulang bergeser.
d. Deformitas yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek
karena kuatnya tarikan otot-otot ekstremitas yang menarik patahan
tulang.
e. Gerakan abnormal, disebabkan karena bagian gerakan menjadi tidak
normal disebabkan tidak tetapnya tulang karena fraktur.
f. Fungsiolaesa/paralysis karena rusaknya syaraf serta pembuluh darah.
g. Memar karena perdarahan subkutan.
h. Spasme otot pada daerah luka atau fraktur terjadi kontraksi pada otot-
otot involunter.
i. Gangguan sensasi (mati rasa) dapat terjadi karena kerusakan syaraf atau
tertekan oleh cedera, perdarahan atau fragmen tulang.
j. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
k. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
l. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

5. Komplikasi
a. Malunion : Fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi,
perpendekan/rotasi)
b. Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari
normal.
c. Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut
pseudoarthritis, nonunion yaitu terjadi karena penyambungan yang
tidak tepat, tulang gagal bersambung kembali.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
b. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
c. Mengetahui tempat dan type fraktur
d. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodic

3
e. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
f. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
g. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple)
h. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
i. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

B. DISLOKASI
1. Pengertian
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi)
(brunner&suddarth).
Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.

2. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini
disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan
saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat

4
anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang /
fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang
patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan
tarikan.

3. Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
a. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok
akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak
bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena
secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
c. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin
d. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang
merupakan kompenen vital penghubung tulang

5
4. Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan
sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral
bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat
diraba tepat di bawah klavikula.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada
bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih
antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah
dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi.

6. Komplikasi Dini
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut
b. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
c. Fraktur disloksi

7. Komplikasi lanjut
a. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi
b. Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
c. Kelemahan otot

C. ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DAN DISLOKASI


Pada kasus gangguan sistem muskuloskleletal, sebagian besar tindakan
dilakukan dengan pemasangan Gips serta traksi.
1. GIPS
a. Pengertian

6
Gips merupakan suatu alat yang bersifat sementara yang
menggunakan lapisan-lapisan seperti plester, fiber glass untuk
imobilisasi anggota tubuh, biasanya pada daerah ekstremitas.

b. Tujuan
1) Untuk Imobilisasi dan menurunkan fragmen tulang
2) Menekan daripada jaringan lunak
3) Untuk memudahkan dalam mobilisasi
4) Untuk memperbaikia atau mencegah deformitas
5) Untuk menstabilkan dari kelemahan-kelemahan sendi atau
tulang
6) Untuk menurunkan nyeri
7) Mempercepat proses penyembuhan

c. Prinsip Pemasangan
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

d. Tipe dan Karakteristik Gips


1) Upper Ekstrimitas Cast
a) Short Arm Cast (SAC)
Digunakan untuk menstabilkan fraktur pada
pergelangan tangan (metacarpal, carpal, dan radius distal).
Gips ini digunakan pada bagian bawah siku sampai pada
bagian-bagian tangan dalam posisi ekstensi.
b) Long Arm Cast (LAC)

7
Digunakan untuk fraktur pada pergelangan tangan,
distal humerus, radiu dan ulna. Gips ini digunakan pada
bagian lengan atas dan bagian tangan lainnya.
c) Hanging Arm Cast (HAC)
Digunakan untuk fraktur humerus. Gips ini digunakan
sama dengan LAC, tetapi diangkat dengan posisi lengan
adduksi.
d) Thumb Spica cast (TSC)
Digunakan untuk ibu jari. Digunakan sama dengan
SAC dengan Thumb casted abduksi.
e) Shoulder Spica Cast (SSC)
Digunakan untuk fraktur shoulder, humerus, dan dislokasi
shoulder.
2) Lower Ekstrimitas Cast
a) Short Leg Cast (SLC)
Digunakan intuk fraktur untuk ankle (pergelangan kaki,
metatarsal dan kaki). Digunakan dari bawah lutut sampai
jari kaki.
b) Long Leg Cast (LLC)
Dari mid sampai upper thigh (paha) sampai jari kaki.
c) Walking Cast
Alat untuk berjalan yang pada dasarnya sama dengan
SLC atau LLC.
d) Leg Cilinder
Digunakan untuk menstabilkan femur distal, proksimal
tibia dan fraktur lutut. Pemakaiannya sama dengan SLC,
tetapi ankle dan kaki tidak dibalut.
e) Long Leg Cilinder
Sama dengan LLC, tetapi ankle dan kaki tidak dibalut.
Digunakan untuk menstabilkan femur distal, tibia bagian
proksimal dan fraktur lutut.

3) Brace Cast
a) Patella Weight Bearing Cast
Sama dengan SLC atau Leg Cylinder.
b) External Polycentric Knee Hinge Cast

8
Sama dengan Patella Weight Bearing Cast.

4) Body Cast
a) Hip Spica Cast
Digunakan untuk dislokasi pada hip, pelvic, dan injury hip.
b) Risser’s Cast
Digunakan untuk skoliosis, fraktur toraks spinal.
c) Halo Cast
Digunakan untuk fraktur servikal spine.

e. Komplikasi
1) Compartment Syndrome
Trauma atau efek dari pembedahan pada ekstremitas akan
menyebabkan bengkak (dihasilkan oleh adanya perdarahan
pada tulang dan sekeliling jaringan dan edema pada
jaringan)
2) Tekanan Cast pada Neurovaskular dan struktur tulang yang
dapat menyebabkan nekrosis, menekan luka dan
melumpuhkan saraf.
3) Imobilisasi dan Balutan Cast, terutama pada tubuh yang
dapat menyebabkan:
 Nausea, Vomiting dan distensi abdomen serta obstruksi
usus.
 Cemas (perubahan perilaku dan respon autonomic,
meningkatkan tekanan darah dan diaphoresis).
4) Trombophlebitis/Emboli Paru
5) Atelektasis dan Pneumonia
6) Urinary Tract Infection
7) Anoreksia dan Konstipasi
8) Reaksi Psikologis (Depresi)

f. Pengkajian
1) Mengkaji status Neurovaskuler ekstrimitas dengan
Cast
- Nyeri
- Swelling
- Discloration (Pucat atau Kebiruan)
- Rasa Gatal atau Kekauan serta Parasthesia.
- Nyeri pada posisi ekstensi
- Lambat pengisian kembali kapiler (nadi tidak teraba)
- Paralisis

9
2) Mengkaji Status Integritas Kulit pada Ekstremitas yang
dipasang Gips
- Nyeri Hebat pada bagian tulang-tulang tertentu
- Nyeri meningkat bila terjadi Ulserasi
- Bengkak
- Drainase pada Cast
3) Perhatikan pada saat mengkaj posisi dan potensial tekanan
ekstremitas yang terpasang Gips.
- Ekstremias bawah: Tumit, Head Fibula, permukaan
anterior patella
- Ekstremitas atas: Humerus, Ulna.
- Plester Jacket atau Body spica Cast: sacrum, anterior
dan superior spina iliaka, vertebrae ke scapula.
4) Kaji kardiovaskuler, respiratori dan Gastro Intestinal
5) Kaji reaksi psikologis tentang penyakitnya, pemasangan
Gips dan Imobilisasi
g. Diagnosa Keperawatan, Tujuan dan Intervensi
1) Gangguan Perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
Swelling dan Kontriksi bdari balutan atau Cast.
Tujuan: perfusi jaringan dapat terjaga secara adekuat
Intervensi:
 Angkat Ekstremitas dengan posisi lebih tinggi dari
jantung.
 Hindari dari permukaan yang keras sehingga dapat
menyebabkan Gips rusak atau menjadi rata maka akan
menekan luka.
 Peganglah Cast basah dengan telapak tangan
 Mobilisasi pasien setiap 2 jam setelah cast kering
 Kaji status Neurovaskuler selama 24 jam pertama.
2) Kerusakan Mobilitas fisik berhubungan dengan kondisi
pemasangan Gips
Tujuan: Meminimalkan efek imobilisasi
Intervensi:
 Dorong pasien untuk bergerak sesuai dengan
kondisinya
 Dorong pasien untuk latihan sehingga mencegah terjadi
atrofi otot dan hilangnya kekuatan
 Gunakan kaos kaki anti emboli sesuai indikasi
 Observasi tanda sindrom Cast

10
h. Evaluasi
1) Perfusi jaringan adekuat ditunjukkan dengan tidak adanya
nyeri, discloration, atau gangguan pada sensori motorik
yang berefek pada ekstremitas
2) Tidak ada tanda-tanda komplikasi
3) Ambulasi; aktifkan melakukan ROM dan latihan selama 1-2
jam

2. TRAKSI
a. Pengertian
Traksi adalah penarikan nagian tubuh atau tulang pada titik
fiksasinya ditarik berlawanan dengan tarikan yang sesuai atau sama
besar.

b. Tujuan
1) Mengurangi rasa nyeri
2) Menguarangi spasme.
3) Mengurangi pergerakan atau Imobilisasi.
4) Memperbaiki atau koreksi sikap.
5) Mencegah cacat fisik lebih lanjut.
6) Untuk Istirahat.
7) Mempersiapkan pasien untuk operasi

C. Indikasi
1) Fraktur
2) Dislokasi
3) Deformitas
4) Skoliosis
5) Artritis
6) pasien TB sendi atau tulang
7) Back Pain

d. Prinsip Pemasangan
1) Sirkulasi: meliputi warna kulit, gerak sendi, keluhan dingin,
kesemutan dan pembengkakan
2) Kondisi kulit: bagian sekitar tendon asciles, belakang kaki, tumit
dan sacrum.
3) Alignment tubuh pada anggota yang ditraksi
4) Mencegah cacat.
5) Slidding/selid yaitu tali traksi meleset dari roda, pembalut perlu
dilapisi.
6) Penekanan bagian materal fibula.

11
7) Kenyamanan yaitu traksi tidak perlu membuat pasien tidak
nyaman, keluhan pasien perlu diatasi.
8) Komplikasi: bedrest lama, aktifitas yang kurang.

e. Jenis-jenis Traksi
1) Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan
memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada
ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi
Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
Traksi buck
2) Ektensi buck ( unilateral/ bilateral )
Adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada
satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang
diinginkan. Digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah
cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer &
Bare,2001 ).
Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana,
dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka
waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi
ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma
sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
(Wilson, 1995 ).
Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid atau
pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut.
Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular
yang digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal
dan lateral dari stoking tersebut lalu stoking tersebut dibungkus
lagi dengan perban elastis. Ujung plester traksi pada pergelangan
kaki di hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah
penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang diikat ketengah
blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada
kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb.
Penggunaan traksi kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi.

12
Ban perban elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi
yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah menderita
penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester juga dapat
menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin
akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi
berlebih dapat merusak kulit yang rapuh pada orang yang berusia
lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih disukai traksi pin
rangka, terutama bila perawatanharus dilakukan selama beberapa
hari.
3) Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut
yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik
horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila
perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar
fleksi dan menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare,
2001).
Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah
bergesernya penderita kebagian kaki ketempat tidur,sehingga
kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun kelantai.
Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur
sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson,
1995).
Walaupun traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk
menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk fraktur
panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi
Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi
longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi
tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan
ini adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik
vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada
kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan
yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi

13
rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul selama
evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan.
Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan
keperawatan yang utama dan penting untuk patah tulang panggul
pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan lemah
biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul karena
berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia,
dan tromboplebitis.
4) Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan
pada lengan bawah dalam posisi fleksi.

5) Traksi kulit Bryant


Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang
mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak
dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg.
kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan
berat.
6) Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi
ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia,
humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat
seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena,
memungkinkan gerakan pasien sampai batas- batas tertentu dan
memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh keperawatan
sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk
skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).
7) Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat
patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas
pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah
satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal
atau tibia proksimal. Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama

14
dipasang pada pancang tersebut. Ektermitas pasien ditempatkan
dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35° , kerekan
primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial
dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban
yang cukup berat dipasang sedemikian rupa mencapai panjang
normalnya. Paha penderita disokong oleh alat parson yang
dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu sendiri
dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga
kaki tergantung bebas diudara. Dengan demikian pemeliharaan
penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat
berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh
bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk memperbaiki
deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan
lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral
posisi dan angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain
traksi elefasi keaksial. Longitudinal pada tulang panjang yang
patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan
ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka lokal serta
mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang
mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari
untuk mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin,
geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik dari tulang
(Wilson, 1995 ).
8) Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak
usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen –
fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan
dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan
cukup bebas diatas tempat tidur (Wilson, 1995 ).

f. Komplikasi
1) Dekubitus
2) Kongesti paru/pneumonia

15
3) Konstipasi dan anoreksia
4) Stasis dan infeksi saluran kemih
5) Trombosi vena profunda

g. Diagnosa, Tujuan dan Intervensi Keperawatan


1) Kurang pengetahuan mengenai program terapi
2) Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi
Tujuan :
- klien tampil santai, dapat beristirahat atau tidur cukup
- klien melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang
berkurang ke tingkat yang dapat diatasi
Intervensi:
- identifikasi tingkat rasa takut
- validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan
factual
- berikan petunjuk atau penjelasan yang sederhana pada pasien
yang tenang
- kontrol stimuli eksternal
3) Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan traksi dan
imobilisasi.
Tujuan :
- Klien mengatakan nyeri hilang
- Klien menunjukan tindakan santai : mampu berpartisipasi dalam
aktivitas atau tidur atau istirahat dengan tepat
Intevensi :
- evaluasi keluhan nyeri atau ketiknyamanan, perhatikan lokasi
dan karakterristik, termasuk intensitas ( skala 0 – 10 ).
- Perhatikan petunjuk nyeri non verbal ( perubahan pada tanda
vital dan emosi atau perilaku )
- Dorong klien menggunakan teknik manajemen stres, contoh
relaklasi progresif, latihan nafas dalam, imaji asai visualisasi.
- Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif
- Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba atau
dalam, lokasi progresif atau buruk tidak hilang dengan analgesic
- kaji tiap adanya keluhan pada klien
- ubah posisi klien dalam batas traksi
4) Kurang perawatan diri : makan, hygiene, atau toileting yang
berhubungan dengan traksi
Tujuan : klien menunjukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat
kemampuan pribadi

Intervensi :

16
- Tentukan kemampuan saat ini (skala 0-4) dan hambatan untuk
partisipasi dalam perawatan
- Dorong perawatan diri.
- Berikan keramas atau gaya rambut sesuai kebutuhan. Sediakan
atau bantu dengan perawatan kuku
- Dorong atau bantu dengan perawatan mulut atau gigi setiap hari
- Beri bantuan aktivitas perawatan diri slma immobilisasi
- Beri alat penjangkau dan gantungan di atas tempat tidur
5) Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit
dan traksi
Tujuan:
- mempertahankan posisi fungsional
- meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh
Intervensi
- kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera atau
pengobatan dan memperhatikan persepsi pasien terhadap
imobilisasi
- bantu pasien dalam rentang gerak aktif pada ekstremitas yang
sakit dan yang tak sakit
- ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk atau
napas dalam
- anjurkan klien melatih otot dan sendi yang tidak diimmobilisasi
- konsultasikan dgn fisiotherapi untuk latihan di tempat tidur
- Dorong klien untuk berlatih

h. Evaluasi
1) klien tampil santai, dapat beristirahat atau tidur cukup, klien melaporkan
penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat
diatasi
2) Klien mengatakan nyeri hilang
3) Klien menunjukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
pribadi
4) Klien dapat meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh

17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ortopedik merupakan segala sesuatu yang mencakup pencegahan,
pengenalan dan perawatan dari perubahan-perubahan bentuk tulang, gangguan-
gangguan fungsi, penyakit-penyakit, luka dan akibat-akibat luka dari organ-
organ penopang dan gerak dan rehabilitasi. Ada berbagai macam gangguan
atau penyakit tulang, antara lain : fraktur, yaitu Fraktur adalah putusnya
hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
kekerasan dan dislokasi , yang merupakan keadaan keluarnya (bercerainya)
kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang
membutuhkan pertolongan segera. Adapun intervensi yang dapat dilakukan
adalah dengan pemasangan gips, serta traksi dimana setiap tindakan
memerlukan perawatan yang intensif dengan tujuan yang sama, yaitu untuk
mengusahakan agar bagian tubuh khususnya musculoskeletal dapat kembali
dalam keadaan normal ataupun melakukan fungsinya sepertis semula.

B. Saran

18
Sebagai mahasiswa keperawatan, kita harus dapat mngetahui hal-hal yang
berkaitan dengan gangguan system musculoskeletal, sehingga dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi pendidikan, maupun profesi
keperawatan kelak. Serta dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
perawatan pada klien dengan gips maupun traksi.

19

Anda mungkin juga menyukai