BAB I
A. Pendahuluan
B. Identifikasi masalah
C. Tujuan
1. Umum
2. Khusus
BAB II
Pembahasan
A. Sejarah Imunisasi
Vaksin menerobos dunia modern pertama kali pada tahun 1796, ketika Edward
Jenner, seorang dokter dari Inggris, meneliti seorang pekerja harian yang terkena
penyakit cacar, dengan diimunisasi dengan cacar sapi ringan. Dia mengambil beberapa
cairan dari luka penderita cacar sapi dan menggoreskan di permukaan lengan anak
berusia 8 tahun. Empat puluh delapan (48) hari kemudian Jenner memberi nama “vaksin”
(bahasa latin dari Sapi).
Terobosan baru lainnya datang pada akhir abad 19, ketika Louis Pasteur seorang
ahli kimia dari Perancis, mengembangkan tehnik kimia untuk mengisolasi virus dan
melemahkannya, yang efeknya dapat dipakai sebagai vaksin. Sebelum vaksinasi
memancing kontroversi. Pasteur pertama kali mencatat, memasukkan vaksin rabies ke
tubuh manusia yang mendapat protes keras oleh ahli jiwa dan masyarakat.
Upaya untuk menggalakkan imunisasi di Inggris yang menurun pada abad
tersebut merupakan kenyataan pahit akibat dari penentangan/protes terhadap imunisasi.
Meskipun Inggris menghadapi resiko serius terhadap penyakit Tipus yang mewabah di
medan perang Boer (Afrika Selatan).
Pada perubahan jaman ini, peneliti lainnya telah mengembangkan vaksin yang
tidak aktif untuk melawan Tipus, wabah Rabies dan Kolera. Pada pertengahan tahun
1920-an, vaksin telah dikembangkan untuk melawan Dipteri (penyakit yang sering
menyebabakan kematian pada anak-anak) dan Pertusis.
Dua tim ahli dipimpin oleh Jonas Salk and Albert Sabin mengembangkan vaksin
Polio. Vaksin untuk mencegah Polio, digunakan untuk membunuh virus, dipatenkan pada
tahun 1954 dan digunakan untuk kampanye imunisasi. Kurang dari enam tahun, kasus
Polio menurun 90%. Tetapi vaksin Salk tidak melengkapi imunisasi secara menyeluruh
untuk semua jenis virus Polio. Pada tahun 1961, Sabin telah mengembangkan vaksin oral
yang bekerja secara aktif (hidup) berupa virus yang telah dilemahkan, untuk
menggantikan imunisasi dengan suntik jenis Salk di Amerika Serikat. Pada tahun 1960-
an, vaksin digunakan secara rutin dan tidak menyebabkan kontroversi pada masyarakat
dan paramedis, dan vaksin virus aktif (hidup) telah dikembangkan untuk Campak (1963),
Rubella/ campak Jerman (1966) dan penyakit Gondong (1968).
B. Definisi Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu
tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh
manuasia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan
mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal
atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain. (Depkes RI,
1994).
Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan
tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda
asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh
untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985).
Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha
yang dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat
menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu.
C. Tujuan
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi
angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari
dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan,
gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.
G. Vaksin Imunisasi
1. Difteri, Pertusis dan Tetanus (DPT)
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan
pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah
dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis
penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang
berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang
timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal
tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi,
kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,
hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005).
2. BCG
Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan
intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi
tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi
tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang
benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya
abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan
pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005).
3. Polio
Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang
mengandung viruis polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin.
Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali
dengan jarak waktu pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005).
4. Campak
Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam
bentuk bubuk kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang
telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan
dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di negara berkembang imunisasi campak
dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini
mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi
lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu
(maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak
dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian.
Maka untuk Indonesia vaksin campak diberikan mulai abak berumur 9 bulan.
(Depkes RI, 2005).
5. Hepatitis B
Vaksinasi hepatitis B dilakukan dengan 3 kali penyutikan. Antara penyuntikan
1 dan 2 dibutuhkan selang waktu 1 bulan. Untuk penyuntikan ke-3, dilakukan 6 bulan
kemudian dan vaksin ke-3 ini berfungsi sebagai booster sehingga akan dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu apakah titer hasil penyuntikan sebelumnya masih tinggi
atau tidak. Jika masih tinggi, penyuntikan akan ditunda sampai titernya rendah.
I. Jadwal Imunisasi
JADWAL IMUNISASI 2008
BULAN TAHUN
JENIS
VAKSIN
L
H 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
R
BCG
HEPATITIS B 1 2 3
POLIO 0 1 2 3 4 5
DTP 1 2 3 4 5 6
CAMPAK 1 2
PNEUMOKOKUS
1 2 3 4
(PCV)
MMR 1 2
VARISELA
HPV