Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL


DI RUANG IGD RUMAH SAKIT ULIN BANJARMASIN

Oleh :
Muhammad Redyansyah
P07120220027

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARMASIN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Muhammad Redyansyah


NIM : P07120220027
Judul : Laporan Pendehaluan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal Di Rumah
Sakit Ulin Banjarmasin

Banjarmasin, 22 Mei 2023

Menyetujui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

……………………… ………………………
A. Anatomi Fisiologi
Sistem muskuloskeletal adalah sistem yang berperan dalam menunjang,
melindungi, dan menggerakan tubuh. Rangka merupakan bingkai bagi
struktur tubuh dan melindungi organ internal yang rentan dari kerusakan.
Otot dengan bantuan sendi, ligamen, dan tendon memungkinkan tulang
rangka bergerak.
Sistem muskuloskeleta terdiri atas :
1. 206 tulang, yang merupakan penyokong gerakan tubuh dan melindungi
organ internal.
2. Sendi yang memungkinkan gerakan tubuh dua atau tiga dimensi.
3. Otot, yang memmungkinkan gerakan tubuh dan internal.
4. Tendon dan ligamen, yang menghubungkan tulang dengan otot.
Sistem Muskuloskeletal merupakan cakupan Ilmu Bedah Orthopaedi.
Apa yang disebut dengan Ilmu Bedah Orthopaedi sampai saat ini belum
dipahami dengan benar, baik di kalangan kedokteran maupun khalayak
umum. Dokter Bedah Orthopaedi dikenal sebagai spesialis bedah tulang,
walaupun persoalan tidak selalu masalah tulang saja.
Sistem muskuloskeletal pada manusia adalah seluruh kerangka manusia
dengan seluruh otot yang menggerakkannya dengan tugas melindungi organ
vital dan bertanggung jawab atas lokomosi manusia. Lokomosi ialah
pergerakan berbagai otot yang dapat menggerakkan anggota badan dalam
lingkup gerakan sendi tertentu. Jadi yang dimaksud dengan sistem
muskuloskeletal mencakup semua struktur tulang, sendi, otot, dan struktur
terkait seperti tendon, ligamen serta sistem saraf perifer.
Maka kelainan muskuloskeletal mencakup kelainan seperti lazimnya
pembagian penyakit yaitu:
1. Kelainan bawaan.
2. Kelainan dan penyakit yang didapat berupa:
a. Penyakit radang dan infeksi
b. Trauma
c. Neoplasma
d. Degeneratif
e. Group miscellaneous antara lain penyakit metabolisme, penyakit
postpolio,cerebral palsy, dan sebagainya.
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera
karena salah satu sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas,
industri, olahraga, dan rumah tangga.

B. Definisi

Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon.


Secara fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada
pergerakan dan posisi. Otot terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka,
otot jantung dan otot polos. (Joyce M Black, 2014). Trauma
muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab. Kecelakaan
lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab utama
dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan tulang dapat diklasifikasikan
berdasarkan bentuknya, yaitu:
1. Tulang panjang

Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di


ekstermitas atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur,
tibia, fibula, metatarsal, metakarpal dan falangs merupakan tulang
panjang.
2. Tulang pendek

Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang
serta berbentuk kubus.
3. Tulang pipih

Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis


girdle dimana tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan
memberikan permukaan yang luas untuk melekatnya otot.

4. Tulang iregular

Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel


telinga, tulang wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang
lain dalam struktur dan komposisi. (Joyce M Black, 2014)

Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung


letak dari trauma. Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu
fraktur, strain, sprain, dislokasi dan amputasi

1) Fraktur

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau


tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta
keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak
disekitarnya juga akan terganggu. (Joyce M Black, 2014)

a. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera


tulang. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak sehingga terjadi kontaminasi bakteri

b. Fraktur tertutup

Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus


oleh fragmen tulang. Jadi pada fraktur tertutup kulit masih
utuh diatas lokasi cedera. (Brunner, 2001).

2) Strain

Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan


tendon. Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan,
peregangan berlebihan atau stres yang berlebihan. (Brunner,
2001)

3) Sprain

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat


gerakan mengepit atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga
stabilitas namun masih menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang
robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Sprain
merupakan peregangan atau robekan ligamen, fibrosa dari
jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang dengan
tulang lainnya. (Joyce M Black, 2014)

C. Etiologi

Menurut Apley & Solomon (1995: 239), etiologi yang menyebabkan


fraktur adalah sebagai berikut:

1. Traumatik

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan


berlebihan, yang dapat berupa pukulan, penghancuran, penekukan,
penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang patah pada tempat
yang terkena dan jaringan lunakpun juga rusak.

2. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda
lain, akibat tekanan yang berulang-ulang. Keadaan ini paling banyak
ditemukan pada tibia fibula, terutama pada atlit, penari.

3. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis)

Fraktur dapat terjadi pada tekanan yang normal jika tulang itu lemah
atau tulang itu sangat rapuh.

D. Patofisiologi

Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup


menyebabkan patah, maka sel-sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang
tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan Sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbantuk bekuan fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi sebagai
jalan untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terangsang
dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin
direabsorpsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan-lahan mengalami
remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan
secara perlahan mengalami klasifikasi. Penyembuhan memerlukan
beberapa minggu sampai beberapa bulan (Corwin, 2001: 299).
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis

1. Fraktur

a. Deformitas

Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan


deformitas pada lokasi fraktur. Deformitas adalah perubahan
bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya tarikan
otot-otot ekstermitas. (Joyce M Black, 2014)
b. Nyeri

Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak


diimobilisasi. (Brunner, 2001)
c. Pembengkakkan atau edema

Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur


serta ekstravasasi cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi
darah ke jaringan sekitar.
d. Hematom atau memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

e. Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)

2. Strain

a. Nyeri

b. Kelemahan otot

c. Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial
atau komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien
akibat hilangya fungsi otot. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

a. Adanya robekan pada ligamen

b. Nyeri

c. Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014).


G. Pemeriksaan Penunjang

4. X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur

5. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi


kerusakan jaringan lunak
6. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap
peradangan
7. Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal

8. Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,


transfusi darah atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015).
H. Penatalaksanaan
1. Fraktur
a. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler
selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan
gerakan. Perkiraan waktu untuk imobilisasi yang dibutuhkan untuk
penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
(Amin Huda Nurarif, 2015).
Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :
• Bidai
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan
atau fiksasi tulang yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk
mencegah pergerakan tulang yang patah. Syarat pemasangan
bidai dimana dapat mempertahankan kedudukan 2 sendi tulang
didekat tulang yang patah dan pemasangan bidai tidak boleh
terlalu kencang atau ketat, karena akan merusak jaringan tubuh.
(Yanti Ruly Hutabarat, 2016)
• Gips
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips
memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi
eksoterm dan gips akan menjadi keras.
b. Reduksi
Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah
reduksi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi. Reduksi merupakan manipulasi tulang
untuk mengembalikan kelerusan, posisi dan panjang dengan
mengembalikan fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua
fraktur harus direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi terbagi atas
dua bagian, yaitu :
• Reduksi tertutup
Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Reduksi tertutup harus segera dilakukan setelah cedera untuk
menimilkan efek deformitas dari cedera tersebut. (Brunner, 2001)
• Reduksi terbuka
Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen
fraktur disejajarkan. Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan
dengan fiksasi internal untuk fraktur femur dan sendi. Alat fiksasi
internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang.
(Brunner, 2001)
c. Traksi
Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang
cedera, sementara kontratraksi akan menarik ke arah yang
berlawanan. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya trasi disesuaikan dengan spasme
otot yang terjadi. (Brunner, 2001)
2. Strain
a. Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48
jam pertama
b. Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada
hubungan tendon-tulang
c. Pemasangan balut tekan
d. Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus
diminimalkan. (Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
a. Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat
penyembuhan
b. Meniggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan

c. Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama


24-48 jam pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan
vasokontriksi akan mengurangi perdarahan dan edema (Jangan
berlebihan nanti akan mengakibatkan kerusakan kulit). (Brunner,
2001)

I. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien trauma sistem muskuluskeletal meliputi nama,


umur, pekerjaan dan jenis kelamin.

2. Keluhan Utama

Pasien atau penderita trauma sistem muskuloskeletal biasa mengeluhkan


nyeri, nyeri yang sering dirasakan adalah nyeri tajam dan keluhan
semakin parah jika ada pergerakan. Meskipun demikian keluhan nyeri
pada tulang biasanya tumpul dan dalam yang juga mengakibatkan
gangguan pergerakan.
3. Riwayat Penyakit

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien atau penderita trauma sistem muskuloskeletal


mengidentifikasikan rasa nyeri, kejang atau kekakuan yang
dirasakan pada saat mengalami trauma

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien atau penderita mengidentifikasikan atau menjelaskan awal


terjadinya trauma sistem muskuloskeletal.

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien atau penderita menjelaskan ada anggota keluarga yang pernah


mengalami kejadian yang sama seperti dirinya atau tidak.

4. Pemeriksaan Fisik

Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar dapat dilakukan


pemeriksaan yang baik. Pemeriksaan penderita cedera ekskremitas
mempunyai 3 tujuan : menemukan masalah mengancam jiwa (primary
survey), menemukan masalah yang mengancam ekstremitas (secondary
survey), dan pemerikasaan tulang secara sistematis untuk menghindari
luputnya trauma muskuloskeletal yang lain ( re-evaluasi berlanjut ).
Pemeriksaan fisik pada trauma sistem muskuluskletal merupakan
pengumpulan data tentang kondisi system dan kemampuan fungsional
diperoleh melalui inspeksi, palpasi dan pengukuran sebagai berikut :

1) Skeletal

a. Catat penyimpangan dari structur normal menjadi defrmitas


tulang, perbedaan panjang, bentuk, amputasi
b. Identifikasi pergerakan abnormal dan krepitasi

2) Sendi

a. Identifikasi bengkak yang dapat menunjukkan adanya inflamasi


atau effuse

b. Catat deformiotas yang berhubungan dengan kontraktur atau


dislokasi

c. Evaluasi stabilitas yang mungkin berubah

d. Gambarkan rom baik aktif maupun pasif

3) Otot

a. Inspeksi ukuran dan contour otot

b. Kaji koordinasi gerakan

c. Palpasi tonus otot

d. Kaji kekuatan otot baik dengan evaluasi sepintas dengan jabat


tangan atau dengan mengukur skala criteria yaitu 0 untuk tidak
ada kontraksi sampai 5 = normal rom dapat melawan penuh gaya
gravitasi

e. Ukur lingkar untuk mencatat peningkatan pembengkakan atau


perdarahan atau pengecilan karena atropi.

f. identifikasi klonus yang abnormal

4) Neurovaskuler

a. Kaji ststus sirkulasi pada extremitas dengan mencatat warna


kulit, suhu, nadi perifer, capillary refill, nyeri

b. Kaji status neurology


c. Tes reflek

d. Catat penyebaan rambut dan keadaan kuku

5) Kulit

1. inspeksi truma injury (luka, memar)

2. kaji kondisi kronis (dermatitis, stasis ulcer)

5. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan


sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.

Kriteria Hasil : Nyeri hilang atau berkurang

Intervensi Rasional

1. Evaluasi keluhan nyeri, lokasi, 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri


karakteristik dan intensitas nyeri yang dirasakan pasien

2. Memberikan posisi senyaman 2. Agar membantu pasien untuk


mungkin pada pasien merasakan kenyamanan dan
mempercepat proses
3. Mengajarkan teknik relaksasi
penyembuhan pasien.
nafas dalam.
3. Untuk membantu pasien
4. Kolaborasi pemberian analgesik.
menghilangkan cemas dan takut
yang dirasakan pasien.

4. Membantu pasien menghilangkan


rasa nyeri yang dirasakan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

Tujuan : Klien dapat melakukan gerak dan ambulasi.

Kriteria Hasil : Meningkatkan / mempertahankan / mamperhatikan


morilisasi pada tingkat paling tinggi.

Intervensi Rasional

1. Observasi tingkat mobilisasi. 1. Untuk mengetahui rentang gerak


yang dapat dilakukan oleh
2. Membantu/intruksikan klien
pasien.
untuk latihan gerak aktif pasif
pada ekstremitas yang sakit 2. Meningkatkan dan
maupun yang tidak sakit. mempertahankan kekuatan otot
dan rentang gerak pasien.
3. Mendekatkan alat-alat yang
dibutuhkan klien. 3. Membantu pasien dalam
pemenuhan aktifitasnya.
4. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi dalam pemberian 4. Membantu pasien dalam
terapi. melakukan rentang gerak untuk
pemenuhan aktifitas dan
imobilisasi.

Anda mungkin juga menyukai