STIKES SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN AJARAN 2020 Konsep Medis 1.1 Definisi Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Secara fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada pergerakan dan posisi. Otot terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka, otot jantung dan otot polos. (Joyce M Black, 2014). Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab utama dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan tulang dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu : a) Tulang panjang Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di ekstermitas atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula, metatarsal, metakarpal dan falangs merupakan tulang panjang. b) Tulang pendek Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta berbentuk kubus. c) Tulang pipih Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis girdle dimana tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan permukaan yang luas untuk melekatnya otot. d) Tulang iregular Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel telinga, tulang wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang lain dalam struktur dan komposisi. (Joyce M Black, 2014) 1.2 Jenis- jenis trauma musculoskeletal Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak dari trauma. Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu fraktur, strain, sprain, dislokasi dan amputasi. a) Fraktur Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga akan terganggu (Joyce M Black, 2014). Fraktur terbuka Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak sehingga terjadi kontaminasi bakteri Fraktur tertutup Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang. Jadi pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi cedera. (Brunner, 2001) b) Strain Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon. Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan atau stres yang berlebihan. (Brunner, 2001) c) Sprain Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan mengepit atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun masih menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Sprain merupakan peregangan atau robekan ligamen, fibrosa dari jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang dengan tulang lainnya. (Joyce M Black, 2014) 1.3 Etiologi Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas, olahraga, jatuh dan kecelakaan industri. 1) Fraktur Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggunya. (Joyce M Black, 2014) · Trauma langsung Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna. · Trauma tidak langsung Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dimana pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya, jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. 2) Strain Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung misalnya (jatuh dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar dari posisinya kemudian meregang. (Joyce M Black, 2014) 3) Sprain Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma tidak langsung. (Joyce M Black, 2014) 1.4 Manifestasi klinis 1) Fraktur · Deformitas Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur. Deformitas adalah perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya tarikan otot-otot ekstermitas. (Joyce M Black, 2014) · Nyeri Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi. (Brunner, 2001) · Pembengkakkan atau edema Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke jaringan sekitar. · Hematom atau memar Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur. · Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014) 2) Strain · Nyeri · Kelemahan otot · Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya fungsi otot. (Joyce M Black, 2014) 3) Sprain · Adanya robekan pada ligamen · Nyeri · Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014) 1.5 Patofisiologi 1) Fraktur Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur, jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang akan terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hemotoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan leukosit. (Joyce M Black, 2014) 2) Strain Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung maupun trauma tidak langsung, cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, kontraksi otot yang berlebihan, otot yang belum siap terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha) dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak. 3) Sprain Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah yang disebut sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami robek dan kemudian akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah pecah dan akan menyebabkan hemotama serta nyeri. 1.6 Pemeriksaan Penunjang, · X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur · Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak · Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan · Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal · Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015) 1.7 Penatalaksanaan 1. Fraktur a. Imobilisasi Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan waktu untuk imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Amin Huda Nurarif, 2015). Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain : · Bidai Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan atau fiksasi tulang yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk mencegah pergerakan tulang yang patah. Syarat pemasangan bidai dimana dapat mempertahankan kedudukan 2 sendi tulang didekat tulang yang patah dan pemasangan bidai tidak boleh terlalu kencang atau ketat, karena akan merusak jaringan tubuh. (Yanti Ruly Hutabarat, 2016) · Gips Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras. b. Reduksi Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah reduksi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi. Reduksi merupakan manipulasi tulang untuk mengembalikan kelerusan, posisi dan panjang dengan mengembalikan fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua fraktur harus direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi terbagi atas dua bagian, yaitu : · Reduksi tertutup Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi tertutup harus segera dilakukan setelah cedera untuk menimilkan efek deformitas dari cedera tersebut. (Brunner, 2001) · Reduksi terbuka Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur disejajarkan. Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan dengan fiksasi internal untuk fraktur femur dan sendi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang. (Brunner, 2001) c. Traksi Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera, sementara kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya trasi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. (Brunner, 2001)k 2. Strain · Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48 jam pertama · Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada hubungan tendon-tulang · Pemasangan balut tekan · Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus diminimalkan. (Joyce M Black, 2014) 3. Sprain · Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat penyembuhan · Meniggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan · Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-48 jam pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan vasokontriksi akan mengurangi perdarahan dan edema (Jangan berlebihan nanti akan mengakibatkan kerusakan kulit). (Brunner, 2001). Konsep keperawatan 2.1. Pengkajian 1) Survai Primari A. Airway Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan hiperekstensi leher. Cara melakukan chinlift dengan menggunakan jari-jari satu tangan yang diletakan dibawah mandibula, kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir bawah untuk membuka mulut dan jika diperlukan ibu jari dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat dagu. Jaw trust juga merupakan tekhnik untuk membebaskan jalan nafas. Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan masing-masing satu tangan dibelakang angulus mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika kesadaran klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel (oro-pharyngeal airway) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik adalah dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan mendorong lidah kebelakang, karena dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini, karena dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat dilakukan dengan memasukkan guedel secara terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu alat diputar 180o dan diletakkan dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan salah satu alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan pada salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya terletak di fariks. Jika pada saat pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah kelubang hidung yang satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher. B. Breathing Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, open pneumothoraks dan hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang demikian siapkan klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi. C. Circulation Control pendarahan bena dengan menekan langsung sisi area perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus. Darah yang keluar berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan infuse IV, plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru menyebabkan penurunan suplai oksigen pada jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstremitas dan pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai fraktur. D. Disability/evaluasi neurologis Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi. E. Exporsur/ control lingkungan Di Rs klien harus dibuka keseluruhan pakainnya,untuk evaluasi klien. Setelah pakaian dibuka, penting agar klin tidak kedinginan, harus diberikan selimut hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan. 2) Survai skunder 1. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka kadang tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat menceritakan kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan klien. 2. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepa;a sampai kaku secara sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas. 3. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple: a. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan trauma pada lumbal b. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan trauma panggul c. Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan dan siku harus dievakuasi bersamaan. d. Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada tungkai bawah. 4. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi 5. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur 6. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur. 7. Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup sehingga menyebabkan penekanan saraf. 8. Kaji TTV secara continue. 2.2 Diagnosa a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d Kurang pengetahuan tetang faktor pemberat (trauma) b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif c. Nyeri akut b/d agens cedera fisik d. Hambatan mobilitas fisik b/d Gangguan ,muskuloskeletal 2.3 Intervensi No Diagnosa Keperawatan NOC NIC 1 Ketidakefektifan perfusi Circulation status Peripheral Sensation jaringan perifer b/d Tissue perfusion: Management (Manajemen Kurang pengetahuan cerebral sensasi perifer) tetang faktor pemberat kriteria hasil: - Monitor adanya daerah (trauma) Mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka status sirkulasi yang terhadap ditandai dengan: panas/dingin/tajam/tumpul. Tekanan systole dan - Monitor adanya paretese. diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk yang diharapkan mengobservasi kulit jika ada Tidak ada ortostatik isi atau laserasi. hipertensi - Gunakan sarung tangan Tidak ada tanda tanda untuk proteksi. peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala, intrakranial tidak lebih leher dan punggung. dari 15mmHg - Monitor kemampuan BAB. Mendemonstrasikan - Kolaborasi pemberian kemampuan kognitif yang analgetik. ditandai dengan: - Monitor adanya Berkomunikasi tromboplebitis. dengan jelas dan Diskusikan menenai penyebab sesuai dengan perubahan sensasi kemampuan Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi Memproses informasi Membuat keputusan dengan benar. Menunjukkan fungsi sensori motorik cranial yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter 2 Kekurangan volume Dalam waktu 3x24 jam Manajemen Cairan cairan berhubungan diharapkan masalah dapat Kaji tanda-tanda vital dengan kehilangan teratasi dengan kriteria Monitor intake dan cairan aktif hasil: output Keseimbangan Cairan Pantau status cairan 1) Intake dan output Kolaborasi pemberian seimbang cairan (IV Line) 2) Turgor kulit baik Kolaborasi Pemberian 3) Tidak ada tanda- transfusi darah jika tanda perdarahan diperlukan
cedera fisik Pain control - Lakukan pengkajian nyeri Comport level secara komprehensif Krikteria hasil: termasuk lokasi, Mampu mengontrol karakteristik, kualitas, dan nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi. nyeri, mampu - Observasi reaksi nonverbal menggunakan teknik dari ktidaknyamanan. nonfarmakologi untuk - Gunakan tehnik komunikasi mengurangi nyeri, terapeutik untuk mengetahui mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien. Melaporkan bahwa - Kaji kultur yang nyeri berkurang mempengaruhi respon nyeri dengan menggunakan evaluasi pengalaman nyeri management nyeri masa lampau. Mampu mengenali - Evaluasi bersama pasien dan nyeri (skala, tim kesehatan lain tentang intensitas, frekuensi ketidakefektifan control dan tanda nyeri) nyeri masa lampau. Menyatakan rasa nyaman - Bantu pasien dan keluarga setelah nyeri berkurang untuk mencari dan menemukan dukungan. - Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan. - Kurangi faktor presipitasi nyeri. - Pilih dan lakukan pengan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal). - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi. - Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi. - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri. - Tingkatkan istirahat. - Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tidakan nyeri tidak berhasil. - Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri. Analgesic administration - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat. - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi. - Cek riwayat alergi - Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri. - Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal. - Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur. - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali. - Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala. 4 Hambatan mobilitas Joint movement: Exervice therapy: ambulation fisik b/d active - Monitoring vital sign Gangguan ,muskuloskel Mobility level sebelum/sesudah latihan etal Self care: ADL dan lihat respon pasien Transfer performance saat latihan Kriteria hasil: - Konsultasikan dengan Klien meningkat terapi fisik tengtang dalam aktivitas fisik rencana ambulasi sesuai Mengerti tujuan dari dengan kebutuhan peningkatan - Bantu klien untuk mobilisasi menggunakan tongkat saat Memverbalisasi berjalan dan cegah perasaan dalam terhadap cedera meningkatkan - Ajarkan pasien atau tenaga kekuatan dan kesehatan lain tengtang kempuan berpindah teknik ambulasi Memperagakan - Kaji kemampuan pasien penggunaan alat bantu dalam mobilisasi untuk mobilisasi (walker) - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan - Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs - Beriakn alat bantu jika klien memerlukan Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri bantuan jika diperlukan Daftar Pustaka Burner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta; EGC Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining The Knowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medical Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada Media Edukasi Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2. Jogjakarta; Medication Jogja Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan. Bogor; IN MEDIA Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3. No 2 Desember 2015