Anda di halaman 1dari 15

Trauma Muskulosklektal

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

Nama : Feby Priscilla Sinaga


Nim. : 052019061

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES SANTA ELISABETH MEDAN
TAHUN AJARAN 2020
Konsep Medis
1.1 Definisi
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Secara
fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada pergerakan dan posisi.
Otot terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka, otot jantung dan otot polos. (Joyce M Black,
2014).
Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera
pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan
kecelakaan industri merupakan penyebab utama dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan
tulang dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu :
a) Tulang panjang
Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di ekstermitas atas
dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula, metatarsal, metakarpal
dan falangs merupakan tulang panjang.
b) Tulang pendek
Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta berbentuk
kubus.
c) Tulang pipih
Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis girdle dimana
tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan permukaan yang luas
untuk melekatnya otot.
d) Tulang iregular
Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel telinga, tulang
wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang lain dalam struktur dan
komposisi. (Joyce M Black, 2014)
1.2 Jenis- jenis trauma musculoskeletal
Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak dari trauma.
Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu fraktur, strain, sprain, dislokasi dan
amputasi.
a) Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga akan terganggu (Joyce M Black,
2014).
 Fraktur terbuka
Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Fraktur
terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak sehingga terjadi kontaminasi bakteri
 Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang. Jadi pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi cedera.
(Brunner, 2001)
b) Strain
Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon. Strain
adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan atau stres
yang berlebihan. (Brunner, 2001)
c) Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
mengepit atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun masih
menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan
stabilitasnya. Sprain merupakan peregangan atau robekan ligamen, fibrosa dari
jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang dengan tulang lainnya. (Joyce M
Black, 2014)
1.3 Etiologi
Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas, olahraga,
jatuh dan kecelakaan industri.
1) Fraktur
Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada suatu
tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang
mampu ditanggunya. (Joyce M Black, 2014)
·         Trauma langsung
Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna.
·         Trauma tidak langsung
Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dimana pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya, jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
2) Strain
Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung misalnya (jatuh
dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar dari posisinya kemudian meregang.
(Joyce M Black, 2014)
3) Sprain
Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma tidak langsung.
(Joyce M Black, 2014)
1.4 Manifestasi klinis
1) Fraktur
·         Deformitas
Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur.
Deformitas adalah perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya
tarikan otot-otot ekstermitas. (Joyce M Black, 2014)
·         Nyeri
Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi. (Brunner, 2001)
·         Pembengkakkan atau edema
Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi cairan
serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke jaringan sekitar.
·         Hematom atau memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
·         Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)
2) Strain
·         Nyeri
·         Kelemahan otot
·         Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau komplet
bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya fungsi otot. (Joyce M
Black, 2014)
3) Sprain
·         Adanya robekan pada ligamen
·         Nyeri
·         Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014)
1.5 Patofisiologi
1) Fraktur
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur, jika ambang
fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja dan
bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat
pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang akan
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu
menggeser tulang besar, seperti femur. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak
atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hemotoma terjadi
diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar
lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan leukosit. (Joyce M
Black, 2014)
2) Strain
Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung maupun trauma tidak langsung,
cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, kontraksi otot yang berlebihan,
otot yang belum siap terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha) dan otot
guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar
dan membengkak.
3) Sprain
Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah yang disebut
sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami robek dan kemudian
akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah
pecah dan akan menyebabkan hemotama serta nyeri.
1.6 Pemeriksaan Penunjang,
·         X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur
·         Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
·         Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler pada
perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
·         Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal
·         Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah
atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015)
1.7 Penatalaksanaan
1.      Fraktur
a.       Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal mempertahankan
dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran
darah, nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan waktu untuk imobilisasi yang
dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
(Amin Huda Nurarif, 2015). Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :
·         Bidai
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan atau fiksasi
tulang yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk mencegah pergerakan tulang
yang patah. Syarat pemasangan bidai dimana dapat mempertahankan kedudukan
2 sendi tulang didekat tulang yang patah dan pemasangan bidai tidak boleh
terlalu kencang atau ketat, karena akan merusak jaringan tubuh. (Yanti Ruly
Hutabarat, 2016)
·         Gips
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips memiliki sifat
menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan
menjadi keras.
b.      Reduksi
Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah reduksi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi.
Reduksi merupakan manipulasi tulang untuk mengembalikan kelerusan, posisi dan
panjang dengan mengembalikan fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua
fraktur harus direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi terbagi atas dua bagian,
yaitu :
·         Reduksi tertutup
Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi tertutup harus segera dilakukan setelah
cedera untuk menimilkan efek deformitas dari cedera tersebut. (Brunner, 2001)
·         Reduksi terbuka
Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur disejajarkan.
Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan dengan fiksasi internal untuk fraktur
femur dan sendi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang. (Brunner, 2001)
c.       Traksi
Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera, sementara
kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi dapat digunakan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya trasi disesuaikan dengan spasme
otot yang terjadi. (Brunner, 2001)k
2.      Strain
·         Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48 jam
pertama
·         Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada hubungan
tendon-tulang
·         Pemasangan balut tekan
·         Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus diminimalkan.
(Joyce M Black, 2014)
3.      Sprain
·         Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat penyembuhan
·         Meniggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan
·         Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-48 jam
pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan vasokontriksi akan
mengurangi perdarahan dan edema (Jangan berlebihan nanti akan mengakibatkan
kerusakan kulit). (Brunner, 2001).
Konsep keperawatan
2.1. Pengkajian
1) Survai Primari
A. Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea. Usaha untuk
membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan
chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan hiperekstensi leher. Cara melakukan
chinlift dengan menggunakan jari-jari satu tangan yang diletakan dibawah mandibula,
kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan
bibir bawah untuk membuka mulut dan jika diperlukan ibu jari dapat diletakkan
didalam mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat dagu. Jaw trust juga merupakan
tekhnik untuk membebaskan jalan nafas. Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan
masing-masing satu tangan dibelakang angulus mandibula dan menarik rahang ke
depan. Bila tindakan ini dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan
sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika kesadaran
klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel (oro-pharyngeal
airway) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik
adalah dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan mendorong lidah kebelakang,
karena dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini, karena
dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat dilakukan dengan
memasukkan guedel secara terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu alat
diputar 180o dan diletakkan dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga
merupakan salah satu alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan pada
salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga
ujungnya terletak di fariks. Jika pada saat pemasangan mengalami hambatan berhenti
dan pindah kelubang hidung yang satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
leher.
B. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang
baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi
dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan
palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi.
Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan leher.
Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension
pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, open pneumothoraks dan
hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang demikian siapkan klien untuk intubasi
trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.
C. Circulation
Control pendarahan bena dengan menekan langsung sisi area perdarahan bersamaan
dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan. Kaji tanda-tanda
syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus. Darah yang
keluar berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan
infuse IV, plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan
setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru menyebabkan
penurunan suplai oksigen pada jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan
ekstremitas dan pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai
fraktur.
D. Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran ukuran dan
reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau
penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada otak.
Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan
ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
E. Exporsur/ control lingkungan
Di Rs klien harus dibuka keseluruhan pakainnya,untuk evaluasi klien. Setelah pakaian
dibuka, penting agar klin tidak kedinginan, harus diberikan selimut hangat dan
diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan.
2) Survai skunder
1. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka kadang
tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat menceritakan
kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan klien.
2. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepa;a sampai kaku secara
sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
3. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
a. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan trauma pada
lumbal
b. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan trauma
panggul
c. Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan dan siku harus
dievakuasi bersamaan.
d. Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada tungkai bawah.
4. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
5. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
6. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur.
7. Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat menyebabkan
perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup sehingga menyebabkan
penekanan saraf.
8. Kaji TTV secara continue.
2.2 Diagnosa
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d Kurang pengetahuan tetang faktor
pemberat (trauma)
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Nyeri akut b/d agens cedera fisik
d. Hambatan mobilitas fisik b/d Gangguan ,muskuloskeletal
2.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan perfusi  Circulation status Peripheral Sensation
jaringan perifer b/d  Tissue perfusion: Management (Manajemen
Kurang pengetahuan cerebral sensasi perifer)
tetang faktor pemberat kriteria hasil: - Monitor adanya daerah
(trauma) Mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
status sirkulasi yang terhadap
ditandai dengan: panas/dingin/tajam/tumpul.
 Tekanan systole dan - Monitor adanya paretese.
diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk
yang diharapkan mengobservasi kulit jika ada
 Tidak ada ortostatik isi atau laserasi.
hipertensi - Gunakan sarung tangan
 Tidak ada tanda tanda untuk proteksi.
peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial tidak lebih leher dan punggung.
dari 15mmHg - Monitor kemampuan BAB.
Mendemonstrasikan
- Kolaborasi pemberian
kemampuan kognitif yang
analgetik.
ditandai dengan:
- Monitor adanya
 Berkomunikasi tromboplebitis.
dengan jelas dan Diskusikan menenai penyebab
sesuai dengan perubahan sensasi
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan
dengan benar.
Menunjukkan fungsi
sensori motorik cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik, tidak
ada gerakan gerakan
involunter
2 Kekurangan volume Dalam waktu 3x24 jam Manajemen Cairan
cairan berhubungan diharapkan masalah dapat  Kaji tanda-tanda vital
dengan kehilangan teratasi dengan kriteria  Monitor intake dan
cairan aktif hasil: output
Keseimbangan Cairan  Pantau status cairan
1) Intake dan output  Kolaborasi pemberian
seimbang cairan (IV Line)
2) Turgor kulit baik  Kolaborasi Pemberian
3) Tidak ada tanda- transfusi darah jika
tanda perdarahan diperlukan

3 Nyeri akut b/d agens  Pain level Pain management:


cedera fisik  Pain control - Lakukan pengkajian nyeri
 Comport level secara komprehensif
Krikteria hasil: termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol karakteristik, kualitas, dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi.
nyeri, mampu - Observasi reaksi nonverbal
menggunakan teknik dari ktidaknyamanan.
nonfarmakologi untuk - Gunakan tehnik komunikasi
mengurangi nyeri, terapeutik untuk mengetahui
mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien.
 Melaporkan bahwa - Kaji kultur yang
nyeri berkurang mempengaruhi respon nyeri
dengan menggunakan evaluasi pengalaman nyeri
management nyeri masa lampau.
 Mampu mengenali - Evaluasi bersama pasien dan
nyeri (skala, tim kesehatan lain tentang
intensitas, frekuensi ketidakefektifan control
dan tanda nyeri) nyeri masa lampau.
Menyatakan rasa nyaman - Bantu pasien dan keluarga
setelah nyeri berkurang untuk mencari dan
menemukan dukungan.
- Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.
- Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
- Pilih dan lakukan pengan
nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi, dan
interpersonal).
- Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi.
- Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi.
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
- Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri.
- Tingkatkan istirahat.
- Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan tidakan
nyeri tidak berhasil.
- Monitor penerimaan pasien
tentang managemen nyeri.
Analgesic administration
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
- Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi.
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri.
- Tentukan analgesic pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal.
- Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur.
- Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali.
- Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat.
Evaluasi efektivitas analgesic,
tanda dan gejala.
4 Hambatan mobilitas  Joint movement: Exervice therapy: ambulation
fisik b/d active - Monitoring vital sign
Gangguan ,muskuloskel  Mobility level sebelum/sesudah latihan
etal  Self care: ADL dan lihat respon pasien
 Transfer performance saat latihan
Kriteria hasil: - Konsultasikan dengan
 Klien meningkat terapi fisik tengtang
dalam aktivitas fisik rencana ambulasi sesuai
 Mengerti tujuan dari dengan kebutuhan
peningkatan - Bantu klien untuk
mobilisasi menggunakan tongkat saat
 Memverbalisasi berjalan dan cegah
perasaan dalam terhadap cedera
meningkatkan - Ajarkan pasien atau tenaga
kekuatan dan kesehatan lain tengtang
kempuan berpindah teknik ambulasi
Memperagakan - Kaji kemampuan pasien
penggunaan alat bantu dalam mobilisasi
untuk mobilisasi (walker) - Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Damping dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs
- Beriakn alat bantu jika
klien memerlukan
Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan beri
bantuan jika diperlukan
Daftar Pustaka
Burner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta; EGC
Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining The
Knowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC
M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medical Bedah Manajemen
Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada Media Edukasi
Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2.
Jogjakarta; Medication Jogja
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi
Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor; IN MEDIA
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3. No 2 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai