Anda di halaman 1dari 17

1

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN


MUSKULOSKELETAL

OLEH :

KELOMPOK 5

1. Ratna Sari Haloho 11. Sri Dewi Murni Harefa


2. RB. Silvia Gea 12. Sriwarni Gulo
3. Rica Marintan Sitorus 13. Tridayati Panjaitan
4. Rodameria Ambarita 14. Veronika Venti J. Sinaga
5. Romauli Natalia 15. Yaaman Zega
6. Romiduk Harianja 16. Yolanda Nova Yanti Harefa
7. Rotua Uli Pardosi 17. Yuslinar Manao
8. Rusnita Munthe 18. Yuzlianti Rivalni Lase
9. Samani Ndruru 19. Fernando
10. Septianus Hulu

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem muskuloskletal terdiri dari tulang, kartilago, tendon, ligamen, otot, dan
cairan sinovial. Seluruh komponen ini berfungsi sebagai penyokong, pelindung, dan
pergerakan. Tulang berperan sebagai penyokong dan pelindung untuk jaringan halus
dan membantu pergerakan.
Tulang diselimuti oleh jaringan yang kaya akan darah dan diselimuti membran
yang disebut periosteum, yang memiliki banyak saraf sensoris. Seperti jaringan lain,
tulang akan berdarah dan sakit ketika cedera.
Tulang disatukan melalui sendi, dan ada sendi memiliki pergerakan minimal.
Kartilago memiliki permukaan yang halus dan memberikan bantalan untuk tulang agar
dapat bergerak atau berporos satu samalain. Cairan synovial berada didalam kapsul
jaringan ligament untuk melubrikasi permukaan tulang. Tendon berfungsi untuk
menyatukan otot dengan tulang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan agar mahasiswa/I tahap Profesi Ners mampu memahami
konsep dasar trauma muskuloskeletal dan mengaplikasikannya dalam Pemberian
Asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan Trauma
Muskuloskeletal.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian secara cepat dan tepat keadaan yang mengancam
nyawa.
b. Melakukan tindakan penyalamatan jiwa (life saving) pada pasien trauma
berdasarkan prioritas.
c. konsep penilaian dan pengelolaan awal pada pasien trauma.
d. Mengenali dan menangani kegawat daruratan pada jalan napas (Airway) dan
pernapasan (Breathing).
3

e. Mengenali dan menangani bila pasien mengalami tanda syok karena


perdarahan (circulation).
f. Menilai tingkat kesadaran / status neurologis.
g. Mengenali dan menagani trauma Muskuloskletal pada pasien.
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Secara
fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada pergerakan dan
posisi. Otot terbagi atas tiga bagian yaitu; otot rangka, otot jantung dan otot polos.
(Joyce M Black, 2014). Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang
mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu
lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab utama dari trauma
muskuloskeletal. Sedangkan tulang dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu:
a. Tulang panjang
Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di
ekstermitas atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula,
metatarsal, metakarpal dan falangs merupakan tulang panjang.
b. Tulang pendek
Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta
berbentuk kubus.
c. Tulang pipih
Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis girdle dimana
tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan permukaan
yang luas untuk melekatnya otot.
d. Tulang iregular
Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel telinga, tulang
wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang lain dalam struktur dan
komposisi. (Joyce M Black, 2014)
Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak dari
trauma. Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu fraktur, strain, sprain,
dislokasi dan amputasi
5

1. Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga akan terganggu. (Joyce M Black,
2014)
a. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Fraktur
terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak sehingga terjadi kontaminasi bakteri
b. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang.
Jadi pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi cedera. (Brunner, 2001)
2. Strain
Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon. Strain
adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan atau stres
yang berlebihan. (Brunner, 2001).
3. Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan mengepit
atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun masih menmungkinkan
mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Sprain
merupakan peregangan atau robekan ligamen, fibrosa dari jaringan ikat yang
menggabungkan ujung satu tulang dengan tulang lainnya. (Joyce M Black, 2014)

2.2 Etiologi
Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas,
olahraga, jatuh dan kecelakaan industri.
1. Fraktur
Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada suatu
tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan
yang mampu ditanggunya. (Joyce M Black, 2014)
6

a. Trauma langsung
Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna.
b. Trauma tidak langsung
Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dimana
pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya, jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah.
2. Strain
Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung misalnya
(jatuh dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar dari posisinya
kemudian meregang. (Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma tidak
langsung. (Joyce M Black, 2014).
Manifestasi klinis

2.3 Manifestasi Klinis


1. Fraktur
a. Deformitas
Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur. Deformitas adalah perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi
memendek karena kuatnya tarikan otot-otot ekstermitas. (Joyce M Black,
2014).
b. Nyeri
Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi.
(Brunner, 2001)
c. Pembengkakkan atau edema
Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta
ekstravasasi cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke jaringan
sekitar.
7

d. Hematom atau memar


Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
e. Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)
2. Strain
a. Nyeri
b. Kelemahan otot
c. Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau
komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya
fungsi otot. (Joyce M Black, 2014).
3. Sprain
a. Adanya robekan pada ligamen
b. Nyeri
c. Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014)

2.4 Patofisiologi
1. Fraktur
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur,
jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin
hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan
mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang
melekat pada ujung tulang akan terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan
menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat
menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada
tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hemotoma terjadi diantara
fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar
lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan
leukosit. (Joyce M Black, 2014)
2. Strain
Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung maupun trauma tidak
langsung, cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, kontraksi
8

otot yang berlebihan, otot yang belum siap terjadi pada bagian groin muscles
(otot pada kunci paha) dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
3. Sprain
Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah yang
disebut sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami
robek dan kemudian akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut
akan membuat pembuluh darah pecah dan akan menyebabkan hemotama serta
nyeri.

2.5 Pemeriksaan Penunjang,


1. X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur
2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
4. Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal
5. Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah
atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015)

2.6 Penatalaksanaan
1. Fraktur
a. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan
waktu untuk imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Amin Huda Nurarif, 2015).
Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :
1) Bidai
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan atau
fiksasi tulang yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk mencegah
9

pergerakan tulang yang patah. Syarat pemasangan bidai dimana dapat


mempertahankan kedudukan 2 sendi tulang didekat tulang yang patah
dan pemasangan bidai tidak boleh terlalu kencang atau ketat, karena akan
merusak jaringan tubuh. (Yanti Ruly Hutabarat, 2016)
2) Gips
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips memiliki
sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan
gips akan menjadi keras.
3) Reduksi
Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah reduksi.
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi. Reduksi merupakan manipulasi tulang untuk
mengembalikan kelerusan, posisi dan panjang dengan mengembalikan
fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua fraktur harus
direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi terbagi atas dua bagian, yaitu
a) Reduksi tertutup
Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi tertutup
harus segera dilakukan setelah cedera untuk menimilkan efek
deformitas dari cedera tersebut. (Brunner, 2001)
b) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur
disejajarkan. Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan dengan
fiksasi internal untuk fraktur femur dan sendi. Alat fiksasi internal
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang. (Brunner, 2001.
4) Traksi
Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera,
sementara kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi
dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
10

Beratnya trasi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. (Brunner,


2001).
2. Strain
a. Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48 jam
pertama
b. Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada hubungan
tendon-tulang
c. Pemasangan balut tekan
d. Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus diminimalkan.
(Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
a. Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat penyembuhan
b. Meniggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan
c. Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-48
jam pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan vasokontriksi
akan mengurangi perdarahan dan edema (Jangan berlebihan nanti akan
mengakibatkan kerusakan kulit). (Brunner, 2001)
11

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SYOK

3.1 Pengkajian
A. Pengkjian Primer
12

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien syok antara lain (Santosa, 2005):
1) Nyeri akut b/d agen cedera fisik (mis. amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
2) Kerusakan integritas kulit b/d tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan
fraktur terbuka
3) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang, penurunan
kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal dan nyeri
4) Perfusi jaringan tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan
konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan
aliran arteri dan vena

C. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut b/d agen cedera fisik (mis. amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
NOC : Kontrol nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x… jam, diharapkan masalah
nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan management
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, kualitas, dan faktor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ktidaknyamanan.
c. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien.
13

d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri evaluasi pengalaman nyeri


masa lampau.
e. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.
f. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
g. Pilih dan lakukan pengan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan
interpersonal).
h. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
i. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.\Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
j. Tingkatkan istirahat.
k. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tidakan nyeri tidak berhasil

2) Kerusakan integritas kulit b/d tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan
fraktur terbuka
NOC: Tissue integrity; skin and mucous
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x… jam diharapkan
kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a. Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Meunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
NIC: Pressure Management
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidu
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
e. Monitor kulit akan adanya minyak/ baby oil pada daerah yang tertekan
14

f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien


g. Monitor status nutrisi pasien
h. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

3) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang, penurunan


kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal dan nyeri
NOC: Status Neurologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x… jam diharapkan
kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi
c. Memverbalisasi perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kempuan
berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).
NIC: Terapi Latihan: Ambulation
a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
latihan
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tengtang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera
d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tengtang teknik ambulasi
e. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
g. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs
h. Beriakn alat bantu jika klien memerlukan
i. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri bantuan jika diperlukan
15

4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d gangguan afinitas Hb oksigen,


penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport
O2, gangguan aliran arteri dan vena
NOC: Status Sirkulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x… jam diharapkan
ketidakefektifan perfusi jaringan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
b. Tidak ada ortostatik hipertensi
c. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial tidak lebih dari
15mmHg
NIC: Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
b. Monitor adanya paretese.
c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi.
d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
e. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
f. Monitor kemampuan BAB.
g. Kolaborasi pemberian analgetik.
h. Monitor adanya tromboplebitis.
16

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Gloria M. Bulechek dkk., (2013). NIC (Nursing Outcomes Classification). Jakarta:


ELSEVIER
Herdman, T.H, (2015). NANDA INTERNASIONAL Nursing Diagnosis: Defenition &
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.
Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

Moorhead dkk., (2013). NOC (Nursing Outcomes Classification). Jakarta: ELSEVIER


Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Zmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C. 1997. Diagnosis and
Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of
Critical
17

Anda mungkin juga menyukai