PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap,
tidak lengkap. Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur dibagi menjadi fraktur
terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Pada reduksi terbuka fiksasi
interna fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun
pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi. Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri yang hebat.
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fraktur tibia dextra
2. Untuk mengetahui etiologi fraktur tibia dextra
3. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur tibia dextra
4. Untuk mengetahui pengobatan fraktur tibia dextra
5. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur tibia dextra
6. Untuk mengetahui menifestasi fraktur tibia dextra
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang fraktur tibia dextra
8. Untuk mengetahui komplikasi fraktur tibia dextra
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur tibia dextra
10. Untuk mengetahui asuhan keperawtan fraktur tibia dextra
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada
tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap,
tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
2.2 Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.
3
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
2.3 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma
(Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
4
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin,
2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen
(Brunner & suddarth, 2002: 2287)
2.4 Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif.
Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi
operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan
kontrol radiologis diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada
bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot
dan densitas tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi
setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain:
adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh
diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
(Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan
dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya
infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
5
2.5 Klasifikasi
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari
luar).
c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-
union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang
6
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di
dalam darah
2.8 Komplikasi
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
7
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
2.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan
agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
1. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling
(mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan
plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic
atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan
posisinya dalam proses penyembuhan.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi
merupakan alat utama pada teknik ini.
4. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan
K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal
Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi
pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires,
rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00
WIB. Data diperoleh dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien
dan tim kesehatan lainnya dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Agama : Katholik
No. RM : 147689
9
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. I
Umur : 49 tahun
Pendidikan : SD
3. Keluhan Utama
4. Riwayat Kesehatan
10
Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R.
Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00
WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm
(tetes per menit) pada tangan kiri kemudian pukul 22.00 WIB pasien
dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien dilakukan
pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio
Grafi). Sekarang pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal 30 April 2008
pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan post operasi
hari pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri seperti tertusuk-
tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan
tidak bergerak. Saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime
2×1 gram per IV (Intra Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV
infus. Selain itu pasien juga mendapatkan terapi injeksi Actrapid 4 IU
setiap sebelum makan.
11
juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti DM, hipertensi,
jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien juga
mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai
alergi baik obat-obatan maupun makanan.
Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu
nasi, sayur (bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu,
daging). Porsi 1 piring habis. Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan
contohnya: sayur nangka, kluwih, dan opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas
perhari ± 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan teh.
Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang
disediakan RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien
hanya makan dan habis ½ porsi makanan karena masakan yang disediakan dari
RS tidak enak. Setiap sebelum makan pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4
IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC (SubCutan). Pasien minum air putih ±
5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori
Tinggi Protein ).
12
Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari
biasanya saat pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan,
bau khas, tidak ada lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari
BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau
khas.
Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah
tetap 1 kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning
kecoklatan, bau khas dan tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/
hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK
dibantu oleh keluarga dengan menggunakan pispot.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul
22.00–04.00 WIB, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa
dirinya tidak pernah tidur siang.
13
Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien
mengatakan aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah
istrinya (Ny. I). Untuk makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB
dengan pispot. Pasien dibantu keluarga karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap
pagi disibin oleh istrinya.
Keterangan :
0 : Mandiri
4 : Tergantung sepenuhnya
14
Pola Kognitif
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika
tidak segera diatasi.
15
Pola Hubungan Pasien
16
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena
keadaannya sekarang ini tetapi pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat
diberi kesembuhan.
2) N (Nadi) : 80 x/ menit
3) S (Suhu) : 367 oC
4) RR (Respirasi) : 24 x/ menit
17
7. Wajah : Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah
mengering, kening berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada nyeri
tekan dan nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure).
9. Dada :
7. Pemeriksaan Fisik
1) Jantung :
2) Paru-paru :
3)Abdomen :
18
b) Auskultasi : Bising usus 16 x/ menit
5) Ekstremitas : 5 5
2 5
Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa
dengan kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per
menit), tidak ada luka pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan
tidak ada edema.
Ekstremitas bawah :
a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi,
tungkai kanan terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak
tambas, tampak pada jari-jari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak
terpasang drain.
S (Scale) : skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
19
T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
6) Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak
ada biang keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di
operasi ORIF tampak adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna
kemerahan dan bengkak.
1. Pemeriksaan penunjang
20
17. SGOT – % 2-6
18. SGPT
67 % 50-70
19. Alkali fosfat
20. Ureum
28 % 20-40
21. Kreatinin
22. GDS 4 % 2-8
23. Uric acid
6,6 gr/dl 6-8
24. Cholesterol acid
25. Trigliserid
3,6 gr/dl 3,5-5,5
26. HBSAg
27. Golongan darah : O 3 gr/dl 1,3-3,3
14 U/L < 37
17 U/L < 42
47 mg/dl 10-50
173 £ 220
290 £ 150
Negatif Negatif
21
1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa)
tanggal 29 April 2008
3. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan
debridement).
1. Infus RL 20 tpm
2. Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3. Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4. Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.
5. Diit RKTP
6. Posisi elevasi tungkai
7. Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
8. Ambulasi dengan menggunakan walker
9. Perawatan luka
10. Fisioterapi
11. Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12. Obat oral :
22
2. Analisa Data
- Tungkai sebelah
kanan nyeri jika
untuk bergerak
- Nyeri seperti nyeri akut
tertusuk-tusuk
- Tungkai sebelah
kanan menempel
lutut (sebelah 1/3
proksimal tepatnya
pada tulang tibia)
- Skala nyeri: 6
- Nyeri terus
menerus berhenti
saat posisi enak dan
tidak bergerak
- Pasien tampak
menahan sakit
- Ekspresi wajah
pasien tampak tegang
23
- TTV : TD : 130/ 90
mmHg
- N : 80 x/ menit
- S : 367 oC
- RR : 24 x/ menit
- Pasien tampak takut
menggerakkan
kakinya sebelah
kanan
2 DS : Kerusakan Hambatan mobilitas
neuromuskuler dan fisik
- Pasien mengatakan
musculoskeletal
takut untuk bergerak
dan nyeri pada
tungkai kakinya
nyeri post operasi
sebelah kanan jika
untuk bergerak
- Pasien mengatakan
hambatan mobilitas
kaki kanan tidak bisa
fisik
digerakkan dan nyeri
jika untuk bergerak
DO :
- Pasien tampak
bedrest, posisi elevasi
tungkai
- Tampak balutan post
operasi hari kedua
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak takut
bergerak
24
- Dalam aktivitasnya
pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat
- Pasien tampak
membatasi gerakan
- Tampak pada tungkai
dan kaki sebelah
kanan bengkak
3 DS : Bedah perbaikan dan Kerusakan integritas
imobilisasi kulit
Pasien mengatakan
terdapat luka bekas
operasi pada tungkainya
Kerusakan integritas
DO : kulit
- Tampak adalanya
luka post ORIF pada
tungkai kaki kanan,
10 jahitan
- Daerah luka post
ORIF tampak
kemerahan dan
bengkak
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka
insisi post operasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas
25
3. Intervensi
DX
26
2 Setelah dilakukan 1. (Range Of 1. Posisi elevasi
tindakan Motion) pasif dan mengurangi edema.
keperawatan aktif.
selama 2×24 jam 2. Bantu dan dorong 2. Meningkatkan kekuatan
diharapkan masalah pasien untuk otot.
hambatan mobilitas melakukan
fisik dapat teratasi aktivitas
dengan kriteria perawatan secara
hasil: bertahap.
3. Beri bantuan 3. Meningkatkan kekuatan
1. Kemampuan
dalam otot.
mobilitas
menggunakan alat
pasien
gerak
meningkat.
4. Kolaborasi 4. Mobilisasi menurunkan
2. Pasien menjadi
dengan ahli komplikasi.
tidak takut
fisioterapi untuk
untuk bergerak.
melatih pasien.
3. Pasien mampu
beraktivitas
secara
5. Meminimalkan 5. Melatih otot dan sendi-
bertahap.
nyeri dan sendi agar tidak
4. Pasien mampu
mencegah salah mengalami kontraktur
menggunakan
posisi. dan komplikasi.
alat bantu
gerak.
5. Pertahankan
tirah baring
dan melatih
tangan serta
ekstremitas
sakit dengan
27
lembut.
6. Atur posisi
elevasi tungkai.
7. Latih dan bantu
ROM
28
area yang luka. yang sesuai dengan jenis luka dapat
- Ubah posisi dengan jenis luka. menghindari gesekan
pasien dengan luka pada area lain.
sering. 5. Anjurkan klien 5. Pakaian yang ketat dapat
- Lakukan untuk meningkatkan gesekan
perawatan pada menggunakan antara luka dengan kain,
area kulit yang pakaian yang sehingga dapat
dilakukan longgar. memperparah kerusakan
tindakan integritas kulit.
bedah.
- Kaji/ catat 6. Ajarkan kepada 6. Pengetahuan yang
ukuran, warna, keluarga tentang adekuat pada keluarga
kedalaman tanda dan dapat membantu tenaga
luka, kerusakan kulit. kesehatan dalam
perhatikan mengantisipasi tanda
jaringan kerusakan kulit pada
nekrotik dan klien.
kondisi di
sekitar luka.
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap. Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan
operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan
terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup
dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
4.2 Saran
sistem muskuloskeletal : pre dan post ORIF fraktur tibia fibula 1/3 distal
Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka penulis
menyarankan bagi :
Klien dapat melakukan latihan mobilisasi post operasi secara mandiri dan lebih
penyembuhan.
30
2. Institusi pelayanan kesehatan
proses penyembuhan.
3. Penulis selanjutnya
Untuk penulis selanjutnya yang tertarik dengan kasus fraktur pada asuhan
keperawatan baik pre maupun post operasi mampu melakukan pengkajian yang
lebih spesifik sehingga semua masalah klien bisa telihat dan teratasi.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Applay Edisi 7, Widya Medika, Jakarta.
2. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8,
EGC, Jakarta.
3. Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan,
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2, EGC,
Jakarta.
4. Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta.
5. Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(terjemahan), volume 3, EGC, Jakarta.
32
LAMPIRAN
Kekurangan dari makalah ini ialah penulisan yang masih kurang baik isi dari
makalah yang disampaikan kurang lengkap, etiologi yang di paparkan masih
belum cukup lengkap karena, asuhan keperawatan yang masih belum ter update.
33