Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap,
tidak lengkap. Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur dibagi menjadi fraktur
terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Pada reduksi terbuka fiksasi
interna fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun
pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi. Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri yang hebat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian fraktur tibia dextra ?
2. Apa etiologi fraktur tibia dextra ?
3. Apa patofisiologi fraktur tibia dextra?
4. Bagaimana pengobatan fraktur tibia dextra?
5. Apa klasifikasi fraktur tibia dextra?
6. Apa menifestasi fraktur tibia dextra?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang fraktur tibia dextra?
8. Apa komplikasi fraktur tibia dextra?
9. Bagaimana penatala ksaan fraktur tibia dextra?
10. Bagaimana asuhan keperawtan fraktur tibia dextra?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fraktur tibia dextra
2. Untuk mengetahui etiologi fraktur tibia dextra
3. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur tibia dextra
4. Untuk mengetahui pengobatan fraktur tibia dextra
5. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur tibia dextra
6. Untuk mengetahui menifestasi fraktur tibia dextra
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang fraktur tibia dextra
8. Untuk mengetahui komplikasi fraktur tibia dextra
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur tibia dextra
10. Untuk mengetahui asuhan keperawtan fraktur tibia dextra

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada
tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap,
tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)

2.2 Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.

3
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
 Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
 Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
 Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

2.3 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma
(Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk

4
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin,
2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen
(Brunner & suddarth, 2002: 2287)

2.4 Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif.
Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi
operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan
kontrol radiologis diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada
bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot
dan densitas tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi
setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain:
adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh
diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
(Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan
dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya
infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

5
2.5 Klasifikasi
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari
luar).
c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-
union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang

2.6 Manifestasi Klinis


a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas
dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa
jam atau beberapa hari setelah cedera.

6
2.7 Pemeriksaan Penunjang
 Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
 Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di
dalam darah

2.8 Komplikasi
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil

7
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat

2.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan
agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
1. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling
(mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan
plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic
atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan
posisinya dalam proses penyembuhan.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi
merupakan alat utama pada teknik ini.
4. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan
K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal
Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi
pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires,
rods, plates dan protesa pada tulang yang patah

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00
WIB. Data diperoleh dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien
dan tim kesehatan lainnya dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Umur : 49 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SD

Alamat : Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan

Agama : Katholik

Tanggal masuk : 22 April 2008

No. RM : 147689

Diagnosa Medis : Fraktur tibia dextra

9
2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. I

Umur : 49 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SD

Alamat : Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan

Hubungan dengan pasien : Istri pasien

3. Keluhan Utama

Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah

4. Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada


tungkai kanan dan mengalami nyeri berat, skala nyeri 6. Pasien
mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari Sabtu tanggal 19 April
2008, ± 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00
WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk
menuju ke rumah kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh
dengan posisi tengkurap ke kanan. Kemudian tungkainya yang sebelah
kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan tungkai kanannya
sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang. Saat
jatuh pasien tidak pingsan. Beberapa saat setelah kecelakaan pasien
dibawa ke RS Muntilan tidak diberikan pengobatan hanya dilakukan
pembidaian dan diberi perban. Pasien dirawat di RS Muntilan ± 3 hari.

10
Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R.
Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00
WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm
(tetes per menit) pada tangan kiri kemudian pukul 22.00 WIB pasien
dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien dilakukan
pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio
Grafi). Sekarang pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal 30 April 2008
pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan post operasi
hari pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri seperti tertusuk-
tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan
tidak bergerak. Saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime
2×1 gram per IV (Intra Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV
infus. Selain itu pasien juga mendapatkan terapi injeksi Actrapid 4 IU
setiap sebelum makan.

 Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila


sakit pasien langsung dibawa ke Puskesmas/ mantri di
daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien tidak
pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan
belum pernah dioperasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma,
jantung dan hipertensi. Tetapi sekarang ini pasien menderita penyakit DM
(Diabetes Mellitus) terbukti dengan kadar GDS (Gula Darah Sewaktu)
tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula darah 2 jam PP (Post
Prandial) yaitu 225 mg/dl.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah


mengalami kecelakaan. Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak
ada yang mengalami sakit yang diderita suaminya. Di dalam keluarganya

11
juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti DM, hipertensi,
jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien juga
mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai
alergi baik obat-obatan maupun makanan.

5. Pola Kehidupan Sehari-hari

 Pola persepsi kesehatan

Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat


memperhatikan masalah kesehatan. Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera
diberi obat atau diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.

Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal


harganya jadi keluarga akan merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika
sudah sembuh nanti akan lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati
jika naik kendaraan.

 Pola Nutrisi

Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu
nasi, sayur (bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu,
daging). Porsi 1 piring habis. Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan
contohnya: sayur nangka, kluwih, dan opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas
perhari ± 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan teh.

Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang
disediakan RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien
hanya makan dan habis ½ porsi makanan karena masakan yang disediakan dari
RS tidak enak. Setiap sebelum makan pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4
IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC (SubCutan). Pasien minum air putih ±
5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori
Tinggi Protein ).

12
 Pola Eliminasi

Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari
biasanya saat pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan,
bau khas, tidak ada lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari
BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau
khas.

Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah
tetap 1 kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning
kecoklatan, bau khas dan tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/
hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK
dibantu oleh keluarga dengan menggunakan pispot.

 Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul
22.00–04.00 WIB, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa
dirinya tidak pernah tidur siang.

Selama sakit : Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS


Ortopedi pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien
terbangun. Pasien tidur malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur
siang ± 2 jam dimulai pukul 12.00–14.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi
tungkai.

 Pola Aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit : Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir.


Berangkat jam 06.00 pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00
WIB. Keseharian pasien hanya dilakukan untuk bekerja mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada
di desanya karena pekerjaannya yang selalu pulang malam.

13
Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien
mengatakan aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah
istrinya (Ny. I). Untuk makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB
dengan pispot. Pasien dibantu keluarga karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap
pagi disibin oleh istrinya.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


1. Makan/minum PP
2. Mandi
P
3. Toilet
4. Berpakaian
5. Mobilitas ditempat tidur
6. Berpindah ambulasi (ROM)

Keterangan :

0 : Mandiri

1 : Dibantu dengan alat

2 : Dibantu orang lain/keluarga/perawat

3 : Dibantu orang lain dan alat

4 : Tergantung sepenuhnya

14
 Pola Kognitif

Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika
tidak segera diatasi.

Selama sakit : Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan


penangananan dari patah tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan
informasi dari dokter dan perawat yang merawatnya.

 Pola Konsep Diri

1) Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini,


tetapi pasien bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang
lebih menderita.

2) Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan


keadaannya sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat
menjalani hidup.

3) Peran : Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala


keluarga, dan pencari nafkah. Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena
kondisi pasien yang sedang sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang
tabungannya di Bank.

4) Identitas : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah


yang berumur 49 tahun dan beragama Katholik.

5) Ideal diri : Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat


beraktivitas seperti sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga,
saudara, dan sahabat.

15
 Pola Hubungan Pasien

Sebelum sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman,


tetangga baik tidak ada masalah.

Selama sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS


Ortopedi dan dengan pasien lain baik. Istri selalu setia menunggu pasien di RS
(Rumah Sakit).

 Pola Seksual dan Reproduksi

Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat


genetalianya. Pasien mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan
istrinya ± 2 kali dalam seminggu.

Selama sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat


genetalianya. Pasien mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum
melakukan hubungan seksual dengan istrinya karena saat ini yang dipikirkan
pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.

 Pola Koping dan Toleransi Peran

Sebelum sakit : Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga.


Pasien mengatakan bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.

Selama sakit : Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima


keadaannya serta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta
menyerahkan pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.

 Pola Nilai dan Kepercayaan

Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1


minggu sekali pada hari Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.

16
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena
keadaannya sekarang ini tetapi pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat
diberi kesembuhan.

6. Pemeriksaan Umum pada tanggal 30 April 2008 jam 09.00 WIB

1. Keadaan umum : Sedang


2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital :

1) TD (Tekanan Darah) : 130/90 mmHg

2) N (Nadi) : 80 x/ menit

3) S (Suhu) : 367 oC

4) RR (Respirasi) : 24 x/ menit

GCS (Glasgow Coma Scale) : E4 V5 M6

1. Kepala : Mesochepal, tidak terdapat lesi.


2. Rambut : Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, tidak beruban, rambut
pendek, tidak berketombe, rambut bersih.
3. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor.
4. Telinga : Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak terdapat
serumen, tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik.
5. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan penciuman,
tidak ada massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan,
tidak terpasang O2.
6. Mulut : Mulut berbau, gigi tidak caries, lidah kotor, tidak ada stomatitis,
tidak memakai gigi palsu, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir
lembab.

17
7. Wajah : Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah
mengering, kening berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada nyeri
tekan dan nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure).
9. Dada :

7. Pemeriksaan Fisik

1) Jantung :

a) Inspeksi : IC (Ictus Cordis) tidak nampak

b) Palpasi : IC (Ictus Cordis) tidak kuat angkat

c) Perkusi : Pekak, batas jantung kesan tidak melebar

d) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising


negatif, tidak ada suara tambahan.

2) Paru-paru :

a) Inspeksi : Pengembangan paru kanan dan kiri simetrik

b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara


kanan dan kiri sama.

c) Perkusi : Bunyi paru resonan

d) Auskultasi : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada


whezzing.

3)Abdomen :

a) Inspeksi : Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk


simetris, kontur kulit lentur, tidak ada benjolan/ massa.

18
b) Auskultasi : Bising usus 16 x/ menit

c) Perkusi : Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri


tekan, suara tympani.

d) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.

4) Genetalia : Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter.


Untuk BAB dan BAK dengan pispot.

5) Ekstremitas : 5 5

2 5

Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa
dengan kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per
menit), tidak ada luka pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan
tidak ada edema.

Ekstremitas bawah :

a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi,
tungkai kanan terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak
tambas, tampak pada jari-jari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak
terpasang drain.

P (Paliatif) : tungkai sebelah kanan, nyeri jika untuk bergerak

Q (Quality) : nyeri seperti tertusuk-tusuk

R (Regio) : tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal


pada tulang tibia).

S (Scale) : skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.

19
T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.

b) Kiri : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan


maksimal, tampak pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post
trauma, luka sedikit kering dan warna merah.

6) Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak
ada biang keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di
operasi ORIF tampak adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna
kemerahan dan bengkak.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2008

1. Pemeriksaan penunjang

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal


1. LED 6 Mm 0-10
2. Hb
14,9 gr/dl 13-16
3. Leukosit
4. Trombosit
17.300 /mm3 5.000-10.000
5. HCT
6. Masa perdarahan 266.000 /mm3 200.000-500.000
7. Masa pembekuan
44 Vol % 40-48
8. Hitung jenis :Eosinofil
9. Basofil
2 Menit 1-3
10. Batang
11. Segmen 4 Menit 2-6
12. Limfosit
13. Monosit 1 % 1-3

14. Protein total


– % 0-3
15. Albumin
16. Globulin

20
17. SGOT – % 2-6
18. SGPT
67 % 50-70
19. Alkali fosfat
20. Ureum
28 % 20-40
21. Kreatinin
22. GDS 4 % 2-8
23. Uric acid
6,6 gr/dl 6-8
24. Cholesterol acid
25. Trigliserid
3,6 gr/dl 3,5-5,5
26. HBSAg
27. Golongan darah : O 3 gr/dl 1,3-3,3

14 U/L < 37

17 U/L < 42

246 U/L 60-300

47 mg/dl 10-50

1,0 mg/dl 0,6-1,1

198 mg/dl 70-100

2,4 mg/dl 3,4-7

173 £ 220

290 £ 150

Negatif Negatif

21
1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa)
tanggal 29 April 2008

GDP : 146 mg/dl

GDS : 189 mg/dl

2. Pemeriksaan rontgen pada tanggal 22 April 2008

Tampak gambaran fraktur pada tibia dextra 1/3 proksimal.

3. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan
debridement).

2. Terapi tanggal 30 April 2008

1. Infus RL 20 tpm
2. Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3. Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4. Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.
5. Diit RKTP
6. Posisi elevasi tungkai
7. Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
8. Ambulasi dengan menggunakan walker
9. Perawatan luka
10. Fisioterapi
11. Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12. Obat oral :

 Asam mefenamat 3×1 tablet


 Cascidin (calcium dan multivitamin) 2×1 tablet
 Ciprofloxacin 2×1 tablet
 Glibenclamid diminum tanggal 1 Mei 2008

22
2. Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1 DS : Agen-agen yang Nyeri akut


menyebabkan cidera
Pasien mengatakan nyeri
fisik
pada luka post operasi
hari kedua pada tungkai
kakinya sebelah kanan,
skala nyeri: 6
luka insisi post
DO :
operasi

- Tungkai sebelah
kanan nyeri jika
untuk bergerak
- Nyeri seperti nyeri akut
tertusuk-tusuk
- Tungkai sebelah
kanan menempel
lutut (sebelah 1/3
proksimal tepatnya
pada tulang tibia)
- Skala nyeri: 6
- Nyeri terus
menerus berhenti
saat posisi enak dan
tidak bergerak
- Pasien tampak
menahan sakit
- Ekspresi wajah
pasien tampak tegang

23
- TTV : TD : 130/ 90
mmHg
- N : 80 x/ menit
- S : 367 oC
- RR : 24 x/ menit
- Pasien tampak takut
menggerakkan
kakinya sebelah
kanan
2 DS : Kerusakan Hambatan mobilitas
neuromuskuler dan fisik
- Pasien mengatakan
musculoskeletal
takut untuk bergerak
dan nyeri pada
tungkai kakinya
nyeri post operasi
sebelah kanan jika
untuk bergerak
- Pasien mengatakan
hambatan mobilitas
kaki kanan tidak bisa
fisik
digerakkan dan nyeri
jika untuk bergerak

DO :

- Pasien tampak
bedrest, posisi elevasi
tungkai
- Tampak balutan post
operasi hari kedua
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak takut
bergerak

24
- Dalam aktivitasnya
pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat
- Pasien tampak
membatasi gerakan
- Tampak pada tungkai
dan kaki sebelah
kanan bengkak
3 DS : Bedah perbaikan dan Kerusakan integritas
imobilisasi kulit
Pasien mengatakan
terdapat luka bekas
operasi pada tungkainya
Kerusakan integritas

DO : kulit

- Tampak adalanya
luka post ORIF pada
tungkai kaki kanan,
10 jahitan
- Daerah luka post
ORIF tampak
kemerahan dan
bengkak

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka
insisi post operasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas

25
3. Intervensi

No Tujuan Intervensi Rasional

DX

1 Setelah dilakukan 1. Monitor TTV dan 1. Untuk mengetahui


tindakan observasi KU perkembangan kesehatan
keperawatan pasien dan klien.
selama 2×24 jam keluhan pasien.
diharapkan nyeri
berkurang atau
hilang dengan
2. Ajarkan dan 2. Mengurangi nyeri dan
kriteria hasil:
dorong untuk pergerakan.
manajemen stress
- Skala nyeri 2-
(relaksasi, nafas
3.
dalam, imajinasi,
- Ekspresi wajah
sentuhan
santai dan
terapeutik).
tenang
- TTV dalam
3. Atur posisi yang 3. Nyeri dan spasme
batas normal.
aman dan dikontrol dengan
- Pasien tampak
nyaman. Dan imobilisasi.
rileks.
pertahankan
1. imobilisasi pada
bagian yang sakit.

4. Kolaborasi 4. Program pengobatan


dengan dokter untuk menurunkan nyeri.
dalam pemberian
analgetik.

26
2 Setelah dilakukan 1. (Range Of 1. Posisi elevasi
tindakan Motion) pasif dan mengurangi edema.
keperawatan aktif.
selama 2×24 jam 2. Bantu dan dorong 2. Meningkatkan kekuatan
diharapkan masalah pasien untuk otot.
hambatan mobilitas melakukan
fisik dapat teratasi aktivitas
dengan kriteria perawatan secara
hasil: bertahap.
3. Beri bantuan 3. Meningkatkan kekuatan
1. Kemampuan
dalam otot.
mobilitas
menggunakan alat
pasien
gerak
meningkat.
4. Kolaborasi 4. Mobilisasi menurunkan
2. Pasien menjadi
dengan ahli komplikasi.
tidak takut
fisioterapi untuk
untuk bergerak.
melatih pasien.
3. Pasien mampu
beraktivitas
secara
5. Meminimalkan 5. Melatih otot dan sendi-
bertahap.
nyeri dan sendi agar tidak
4. Pasien mampu
mencegah salah mengalami kontraktur
menggunakan
posisi. dan komplikasi.
alat bantu
gerak.
5. Pertahankan
tirah baring
dan melatih
tangan serta
ekstremitas
sakit dengan

27
lembut.
6. Atur posisi
elevasi tungkai.
7. Latih dan bantu
ROM

3 Setelah dilakukan 1. Pantau kulit dan 1. Mengetahui


tindakan membrane perkembangan kondisi
keperawatan mukosa pada area luka atau resi dan
selama 2×24 jam yang mengalami menentukan intervensi
diharapkan tidak perubahan warna, tindakan selanjutnya
terjadi kerusakan memar, dan dengan tepat untuk
integritas kulit kerusakan. memperbaiki integritas
dengan kriteria kulit.
hasil: 2. Pantau adanya 2. Kekeringan/kelembaban
kekeringan dan yang berlebihan pada
- Pasien
kelembaban yang kulit dapat memperparah
mengatakan
berlebihan pada kerusakan integritas
ketidaknyaman
kulit. kulit dan menjadi
an hilang.
indicator keseimbangan
- Pasien
cairan klien.
mencapai
proses
3. Oleskan salep 3. Pemberian salep yang
penyembuhan
yang sesuai sesuai dapat menjadi
secara
dengan luka atau pelindung dari agen
maksimal
lesi. infeksi dan
dengan cepat.
mempercepat
- Pasien penyembuhan luka atau
menunjukkan lesi.
regenerasi
jaringan pada 4. Berikan balutan 4. Balutan yang sesuai

28
area yang luka. yang sesuai dengan jenis luka dapat
- Ubah posisi dengan jenis luka. menghindari gesekan
pasien dengan luka pada area lain.
sering. 5. Anjurkan klien 5. Pakaian yang ketat dapat
- Lakukan untuk meningkatkan gesekan
perawatan pada menggunakan antara luka dengan kain,
area kulit yang pakaian yang sehingga dapat
dilakukan longgar. memperparah kerusakan
tindakan integritas kulit.
bedah.
- Kaji/ catat 6. Ajarkan kepada 6. Pengetahuan yang
ukuran, warna, keluarga tentang adekuat pada keluarga
kedalaman tanda dan dapat membantu tenaga
luka, kerusakan kulit. kesehatan dalam
perhatikan mengantisipasi tanda
jaringan kerusakan kulit pada
nekrotik dan klien.
kondisi di
sekitar luka.

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap. Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan
operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan
terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup
dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna

4.2 Saran

Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny.G dengan gangguan

sistem muskuloskeletal : pre dan post ORIF fraktur tibia fibula 1/3 distal

sinistra, atas bantuan berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka penulis

menyarankan bagi :

1. Klien dan Keluarga

Klien dapat melakukan latihan mobilisasi post operasi secara mandiri dan lebih

kooperatif. Dan keluarga senantiasa membantu klien dalam proses

penyembuhan.

30
2. Institusi pelayanan kesehatan

Diharapkan perawat mengajari klien langsung latihan jalan dalam membantu

proses penyembuhan.

3. Penulis selanjutnya

Untuk penulis selanjutnya yang tertarik dengan kasus fraktur pada asuhan

keperawatan baik pre maupun post operasi mampu melakukan pengkajian yang

lebih spesifik sehingga semua masalah klien bisa telihat dan teratasi.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Applay Edisi 7, Widya Medika, Jakarta.
2. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8,
EGC, Jakarta.
3. Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan,
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2, EGC,
Jakarta.
4. Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta.
5. Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(terjemahan), volume 3, EGC, Jakarta.

32
LAMPIRAN

Kekurangan dari makalah ini ialah penulisan yang masih kurang baik isi dari
makalah yang disampaikan kurang lengkap, etiologi yang di paparkan masih
belum cukup lengkap karena, asuhan keperawatan yang masih belum ter update.

33

Anda mungkin juga menyukai