Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis seboroik merupakan dematosis kronis dengan karakteristik
eritrema dan squama, dan terjadi di daerah yang mengandung banyak kelenjar
sebasea , seperti wajah dan

kulit kepala, area presternal dan di lipatan tubuh.

Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea)
dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel
sebaceous. Lesi umumnya berwarna merah, berbentuk tidak beraturan, berbatas tegas
dan ditutupi dengan semacam sisik yang berminyak. Dermatitis seboroik sering
diasosiasikan dengan rasa gatal pada permukaan kulit yang terkena yang remisi dan
eksaserbasi.
Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada
orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya
dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai
ketombe pada orang dewasa dan keluar saraf (cradle cap) pada bayi.
Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi penyakit
ini diyakini lebih banyak ditemukan dari pada psoriasis, misalnya, mempengaruhi
minimal 2-5 % dari populasi. Dermatitis seboroik sedikit lebih sering terjadi pada
laki-laki dan berusia kepala dua, satu di bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan
yang kedua sekitar dekade keempat sampai ketujuh kehidupan. Prevalensinya 40-80

% pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome. Sedangkan di Amerika


Serikat prevalensi dari Dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% dari jumlah populasi
umum, dan 3-5% terjadi pada dewasa muda.
Sedapat mungkin penderita Dermatitis Seboroik mengamati pemicu
timbulnya kekambuhan. Jika sudah mengenali pemicunya, diupayakan untuk
mencegah paparan faktor pemicu.
Penyakit ini berlangsung selama bertahun-tahun untuk puluhan tahun
dengan periode perbaikan di musim yang lebih hangat dan periode eksaserbasi pada
bulan-bulan dingin. lesi luas mungkin terjadi sebagai akibat dari pengobatan topikal
yang tidak benar atau paparan sinar matahari

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi

Dermatitis seboroik merupakan peradangan permukaan kulit berbentuk lesi


skuamosa (bercak disertai semacam sisik), bersifat kronik, yang sering terjadi di area
kulit berambut dan daerah kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea (kelenjar
minyak, lemak) seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan area pelipatan
tubuh (ketiak,selangkangan).
2.2 Epidemologi
Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi penyakit
ini diyakini lebih banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya, mempengaruhi
minimal 2-5 % dari populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi pada tiga
bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden
memuncak pada umur 1840 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1116 anakanak, dari perbandingan usia
dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak
lakilaki dan 9,5% pada anak perempuan.
Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit menurun
apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau
dermatitis seboroik ringan. Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome), dapat terlihat pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada
penyakit Parkinson, paralisis fasial, pityriasis versicolor,
cedera spinal, depresi dan yang menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A
(PUVA). Juga beberapa obatobatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian
ini sering terjadi tetapi masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi

dan sering lebih parah pada musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim
panas.

2.3 Etiopatogenesis
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit
yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak dan
penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya penyakit ini
(yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan yang berlemak,
tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.
Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea), meskipun
peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini. Seborrhea
merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun dermatitis
seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea
tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun
akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi
terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik
dan insidensinya mencapai puncaknya pada umur 18 40 tahun, dan kadang-kadang
pada umur tua. Tingginya insiden dermatitis seboroik pada bayi baru lahir setara
dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada usia tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa bayi yang baru lahir memiliki kelenjar sebasea dengan tingkat sekresi sebum

yang tinggi. Pada masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara dermatitis seboroik
dengan peningkatan produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis seboroik
pada bayi, hal tersebut normal ditemukan pada bulan pertama kehidupan, berbeda
dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi pada masa remaja dan dewasa. Pada
dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat antara peningkatan produksi sebum
dengan dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas kelenjar sebasea pada masa
awal pubertas, dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu kemudian. Meskipun
kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor predisposisi timbulnya
Dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan sukseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis
seboroik.
Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah
wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan
kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di daerah
ini yaitu dermatitis seboroik dan Acne.
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan
infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit
manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun
karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.
Penelitian di Rosenberg telah menunjukkan bahwa 2% ketokonazole kream dapat
mengurangi jumlah dari organism yang terdapat pada lesi di kulit kepala atau kulit

yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga dapat menghilangkan gejala
dermatitis seboroik. Penjelasan ini dimana jamur yang menjadi penyebabnya dapat
dilkakukan pencegahannya. Akan tetapi, penelitian lain menunjukkan bahwa P. ovale
dapat terjadi pada kulit kepala yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini.
Status seboroik sering berasosiasi dengan meningginya sukseptibilitas terhadap
infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang
menyebabkan dermatitis seboroik.
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai factor
predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress,
emosional, infeksi, atau defisiensi imun.
Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress emosional
dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga menjadi
komplikasi dari Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea. Pengobatan
dari parkinson dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak seborrhea pertama
kali ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan ekskresi sebum yang normal.
Obat neuroleptik yang digunakan untuk menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya
haloperidol, dapat juga menginduksi terjadinya dermatitis seboroik.
2.4 Predileksi

Pada daerah berambut karena banyak kelenjar sebasea, antara lain pada bayi
ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan generalisata
(penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial. Sedangkan pada
orang dewasa berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika
dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan/ sulcus
nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus,
intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma,
eritroderma eksoliatif), retroaurikula, telinga, dan dibawah buah dada.

2.5 Distribusi
Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun plakat
dengan batas yang tidak tegas, eritem ringan dan sedang, skuama berminyak dan
kekuningan. Ruamnya berbeda-beda, sering ditemukan pada kulit yang berminyak.
Ruamnya berupa skuama yang berminyak,berwarna kekuningan, dengan batas yang
tak jelas dan dasar berwarna merah (eritema).

2.6 Gejala klinis


Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil
yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus
dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang

berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta
yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di
bagian vertex dan frontal.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta
yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan
kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.

Gambar 1. Dermatitis seboroik yang berat pada wajah


Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,
kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan,
dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-

skuama halus. Pada tepi bibir bias kemerahan dan berbintik-bintik (marginal
blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena. Lipatannya
dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak jelas. Pruritus
juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga mungkin terdapat kerak
pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat
perubahan warna berupa kerak yang kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang
dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel rambut pada kumis juga bisa terjadi.

Gambar 2. Dermatitis seboroik pada wajah


Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang
telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae
pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah
pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.

Gambar 3. Dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial pipi, alis mata, dan hidung.
Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang daun
telinga ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas
pada lubang telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada
daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan
bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan daerah sekitarnya.
Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-hydrocortisone, 4 tetes pada
saluran telinga, biasanya untuk membersihkan. Tridesilon Otic lotion, 0,5 persen
desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.

10

Gambar 4. Dermatitis seboroik pada telinga


Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada pipi,
hidung dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut dyssebacea.
Sodium sulfacetamide, bisa digunakan pada 10% krim yang cocok diantaranya
desonide (Tridesilon), hamper menajdi pengobatan yang spesifik untuk dyssebacea.
Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang terdapat
perubahan pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir berwarna merha
terang, kering, terkelupas, dan berlobang.
Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat seperti
kurap, psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit terkelupas pada
keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan mungkin
juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa kasus.

11

Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas
dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dari dermatitis seboroik berbeda
pada bayi dan orang dewasa.
A. Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu 10 minggu)
Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama kehidupan
sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan kulit
kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak.
Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher juga dapat terpengaruh.
1. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle
crap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar
kemerahan dan kurang / tidak gatal
2. Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan leher,
lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan
skuama yang berminyak, kurang / tidak gatal.
Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai
bulanan. Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi
adalah baik.
Differensial diagnosis dari dermatitis seboroik pada bayi termasuk
didalamnya dermatitis atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga

12

kehidupan), psoriasis pada bayi baru lahir, penyakit yang jarang seperti
skabies dan histiositosis X. Yang paling baik untuk membedakan ciri antara
dermatitis

atopik

dengan

dermatitis

seboroik

adalah

Erythroderma

desquamativum (Leiners disease) . Komplikasi dari dermatitis pada bayi ini


pertama kali dijelaskan oleh Leiner pada tahun 1908 dimana waktu itu
penyakit ini ditemukan pada bayi yang baru lahir dan pada saat perwatan di
rumah sakit dari umur bayi 6 sapai 20 minggu yang terlihat sebagai dermatitis
exfoliativa pada seluruh tubuh dengan tanda kemerahan dan kulit yang
terkelupas, biasanya sama seperti beberapa type dari dermatitis seboroik.
Penyakit ini biasanya dimulai dari bagian sekitar anus dan daerah ketiak, lalu
terlihat kulit terkelupas, area intertriginosa, leher, dan ekstremitas. Awal
mulanya ditemukan infalmasi kemerahan yang menyebar, yang meliputi
seluruh tubuh. Semakin lama kulit akan diliputi tumpukan kulit kering yang
berwarna putih keabu-abuan. Pada faktanya, dalam proses yang terjadi akan
terjadi exfoliasi umum, dan penipisan dari kulit. Kulit kepala selalu terlihat
krusta tipis dan kulit yang hancur. Terdapat pembesaran kelenjar.
Menyerang pada bayi yang baru lahir yang kebanyakan ditemukan pada
masyarakat yang miskin. Diare, muntah, dan infeksi berkelanjutan pasti akan
terjadi.

13

Gambar 4. Erythroderma desquamativum pada neonatus berusia 6 minggu

Gambar 5. Penyakit Leiner


B. Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia
18-40 tahun, dapat pada usia tua)

14

Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja dan
bayi.
1. Umumnya gatal
2. Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular, atau
papulae, kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi,
skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak
3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahanm stress,
atau paparan sinar matahari. Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu
yang lama. Periode perbaikan pada musim panas dan kambuh kembali pada musim
dingin. Pembesaran lesi dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan musim terutama
efek dari paparan sinar matahari.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi
tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan
akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler.
Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan
histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga
sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang

15

menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil
pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas.
Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular.
Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari
gambaran yang telah disebutkan di atas yang hampir sama dengan gambaran
psoriasis. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
pemeriksaan lampu wood: fluoresen negatif (warna violet).
2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis seboroik
juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga diagnosis sangat
sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun gambaran histologi
dapat serupa. Psoriasis misalnya yang juga dapat ditemukan pada kulit kepala, kadang
disamakan dengan DS, yang membedakan ialah adanya plak yang mengalami
penebalan pada liken simpleks.
2.9 Diagnosis banding
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang
berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik.
Psoariasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuamaskuama yang berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat
predileksinya juga berbeda. Jika psoariasis mengenai scalp dibedakan dengan
dermatitis seboroik Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih seperti mika,

16

kelaianan kulit juga pada perbatasan wajah dan scalp dan tempat-tempat lain sesuai
dengan tempat predileksinya. Psoariasis inversa yang mengenai daerah fleksor juga
dapat menyerupai dermatitis seboroik.

Tinea kapitis, dijumpai alopesia, kadang-kadang dijumpai keroin. Pada tinea


kapitis dan tinea krusi, eritem lebih menonjol dipinggir dan pinggirnya lebih

aktif dibandingkan tengahnya.


Kandidosis menyerupai DS pada lipatan paha dan perianal. Perbedaannya
kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan
satelit-satelit disekitarnya. Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan DS jika
mengenai lipatan paha dan perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik dan basah. Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat
eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di
sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah yang berminyak,
tetapi lebih sering pada daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan

dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu.
Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal,
sirkumskrip ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol
(likenfikasi). Tidak biasa terjadi pada anak tetapi pada usia ke atas, berbeda
dengan DS yang sering juga terjadi pada bayi dan anak-anak. Timbul sebagai
lesi tunggal pada daerah kulit kepala bagian posterior atau sekitar telinga.
Tempat predileksi di kulit kepala dan tengkuk, sehingga kadang sukar
dibedakan dengan DS Yang membedakannya ialah adanya likensifikasi pada
penyakit ini.

17

2.10 Penanganan
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi sukar disembuhkan,
meskipun penyakitnya dapat dikontrol. Secara umum, terapi bertujuan untuk
menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur
dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi
eritema dan gatal dengan steroid topikal. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan,
misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.
a.Tindakan Umum
Penderita harus diberi tahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering
kambuh. Harus hindari faktor pencetus seperti stres emosional, makanan berlemak
dan sebagainya. Terapi pada dermatitis seboroik yaitu:
Penerangan tentang:

Penyakit bahwa tidak dapat sembuh total, mudah kambuh kembali

Jaga kebersihan area yang terserang dengan sabun

Hindari terkena sinar matahari berlebihan

Hindari penggunaan tonik rambut dengan dasar alcohol

b.Terapi khusus

Terapi pada kulit kepala:


a) Skuama melekat dan tebal pada bayi: pemberian minyak mineral hangat,
dibiarkan 8-12 jam, skuama dilepas dengan sikat halus, dilanjutkan sampo
yang tepat

18

b) Sampo yang mengandung anti dandruff (selenium sulfide 2,5% atau Pyrithion
zinc 1-2% atau Ketoconazole 2% yang diberikan setiap hari atau selang sehari
c) Skuama tebal dan difus: minyak mineral hangat atau olium ovarium dilanjutkan
dengan sampo tar, kombinasi coal tar dan keratolitik, losio kortikosteroid sehari
1-3 kali salep salicylicum 5%

Terapi pada wajah

a) Krim ketoconazole 2% pemberian 1-2 kali sehari


b) Krim hidrokortison 1% dapat ditambahkan sehari 1-2 kali untuk menekan
eritema dan gatal

Terapi pada badan

a) Zinc atau coal tar dalam sampo atau mandi dengan sabun zinc
b) Krim ketoconazole 2% dan atau krim, losio, atau solusio kortikosteroid 1-2 hari
sekali
c) Benzoil peroksida ditambah pelembab setelah penggunaan

Terapi sistemik pada kasus yang berat


Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg

sehari. Jika telah ada perbaiakn, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai
infeksi sekunder diberi antibiotic.
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per
kg berat badan per hari, perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan

19

dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternayta efektif
untuk mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01)
yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8
minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
a) Kortikosteroid 2 sebanyak tablet 2-3 kali sehari, tappering off
b) Ketoconazole tablet 200 mg dosis 1 tablet dalam sehari selama 3 minggu

Pengobatan topical
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 3 kali scalp dikeramasi selama 5

15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan
krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk
D.S. ialah :
-

ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar


resorsin 1-3%
sulfur praesipitatum 4 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%
Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2 %. Pada kasus dengan
inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya
betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek

sampingnya.
Krim ketokonasol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung
terdapat banyak P. ovale.
20

Obat-obat tersebut sebaiknya diapakai dalam krim.

2.11 Prognosis
Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai factor
konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.
Sedapat mungkin penderita Dermatitis Seboroik mengamati pemicu timbulnya
kekambuhan. Jika sudah mengenali pemicunya, diupayakan untuk mencegah
paparan faktor pemicu.
Penyakit ini berlangsung selama bertahun-tahun untuk puluhan tahun dengan
periode perbaikan di musim yang lebih hangat dan periode eksaserbasi pada bulanbulan dingin. lesi luas mungkin terjadi sebagai akibat dari pengobatan topikal yang
tidak benar atau paparan sinar matahari. varian ekstrim dari penyakit ini umum
eritroderma

eksfoliatif.

onychodytrophy,

ketidakseimbangan

elektrolit,

dan

disregulasi termal tambahan fitur kadang-kadang ditemukan dalam pasien.


Pada umunya penderita Dermatitis Seboroik mengalami kesulitan mengenali
pemicu timbulnya kekambuhan. Hal ini wajar mengingat beragamnya faktor-faktor
pemicu. Kalaupun faktor pemicunya dapat dikenali, tak jarang penderita sulit
menghindarinya, terutama jika faktor-faktor pemicu tersebut merupakan bagian dari
kehidupan sehari hari, misalnya ; stress, iklim dan sejenisnya.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S,


Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

22

2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K,


Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1.
Fourth edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73
3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of
dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific
Publications ; 1992 : 545-51
4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama.
Jakarta : Hipokrates ; 1998 : 188-90
5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H,
et al. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga.
Surabaya : Airlangga University Press ; 2007 : 112-6
6. Arnold HL, Odom RB, James WD. Seborrheic dermatitis. Diseases of the
skin. Eighth edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 1990 : 194-98
7. Tajima, Mami. 2005. Malassezia Species in Patients with Seborrheic
Dermatitis and Atopic Dermatitis. Japanese Journal of Medical Mycology,
vol.46(3):163-167.
8. Reeves JRT, Maibach H. Dermatitis seboroika. Atlas dermatologi klinik.
Cetakan pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1990 : 1-3

23

9. Clark AF, Hopkins TT. Dermatitis seboroik. In Moscella SL, Hurley HJ,
Dermatology, third edition. Fourth edition. United states of america : WB
Saunders Company ; 1992 : 465-72

24

Anda mungkin juga menyukai