Anda di halaman 1dari 5

BAHAYA PEMBERIAN MPASI

Pemberian makanan yang tepat serta optimal sangatlah penting untuk kaelangsungan
hidup, tumbang (pertumbuhan dan perkembangan ) bayi dan anak sejak usia 0-2 tahun.
Menurut Global Strategy On Infant & Young Child feeding, pemberian makanan yang tepat
adalah menyusui bayi sesegera mungkin setelah lahir, memberikan ASI eklusif sampai usia 6
bulan, dilanjunkan pemberian MPASI (makanan pendamping ASI) yang tepat & mencukupi
sejak usia 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahun/lebih.

Pemberian ASI eklusif/menyusui adalah memberika hanya ASI saja pada bayi dan tidak
memberikan makanan/minuman lain, termasuk air putih (diindonesia umum nya diberi madu,
air gula, air teh manis, dll) kecuali obat-obatan dan vitamin/mineral tetes sesuai anjuran
dokter/tenaga kesehatan lainnya.

Banyak para mama yang kwatir bayinya kelaparan saat bayi terus menyusu (bisa saja
bayi dalam tahap grow spurt/ percepatan pertumbuhan yang normal terjadi antara usia 0-6
bulan serta menunnjukan ketertarikan akan makanan. Padahal kesiapan bayi untuk menerima
MPASI tergantung dari kematangan sistem pencernaan bayi dan perkembangan lainnya.

Berikut ini adalah bahaya/kerugian pemberian MPASI dini:

1. Bayi lebih rentan terkena penyakit.

Saat menerima asupan lain selain ASI, maka imunitas/kekebalan yang di terima bayi
akan berkurang. Pemberian MPASI akan berisiko membuka pintu gerbang masuknya kuman,
belum lagi jika MPASI yang disajikan tidak hiegenis. Banyak penelitian yang menyatakan
pemberian ASI eklusif melindungi bayi dari berbagai penyakit seperti pernafasan, infeksi
telinga, dan penyakit saluran pencernaan yang umum diderita anak-anak seperti diare.

2. Berbagai reaksi akibat sistem pencernaan bayi belum siap.

Bila MPASI diberikan sebelum sistem pencernaan belum siap untuk menerimanya, maka
makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan bisa menimbulkan berbagai reaksi
seperti diae, sembelit/konstipasi, timbulnya gas dll. Tubuh bayi belum memiliki protein
pencernaan yang lengkap.

3. Bayi berisiko menderita alergi makanan.

Memperpanjang pemberian ASI ekslusif menurunkan angka terjadinyanya alergi


makanan. Usia 4-6 bulan kondisi usu bayi masih “terbuka”, antibodi (slgA) dari ASI bertugas
melapisi organ pencernaan dan bayi & memberikan kekebalan pasif, mengurangi terjadinya
penyakit dan alergi sebelum penutupan usus terjadi. Bayi mulai memproduksi antibodi
sendiri & penutupan usu terjadi saat usia 6 bulan.

4. Bayi berisiko mengalami obesitas/kegemukan.

Pemberian MPASI dini sering dihubungkan dengan meningkatnya kandungan lemak dan
berat badan pada anak-anak.
5. Produksi ASI mama dapat berkurang.

Makin banyak makananan padat yang diterima bayi maka berpotensi bayi akan
mengurangi permintaan menyusu. Bayi yang makan makanan padat pada usia yang lebih
muda lebih cenderung cepat disapih.

6. Persentase keberhasilan KB/pengaturan kehamilan mengalami penurunan.

Pemberian ASI ekslusif sangat efektif dalam mencegah kehamilan secara alami. Saat
MPASI sudah diberikan maka bayi tidak lagi menyusu secara eklusif sehingga persentasi
keberhasilan KB metoda alami ini akan menurun.

7. Bayi berisiko tidak mendapatkan nutrisi optimal seperti ASI

Umumya MPASI dini yang diberikan bentuknya bubur encer /cair yang mudah ditelan
bayi. MPASI seperti ini mengenyangkan bagi bayi tapi dengan nutrisi yang tidak memadai.

8. Bayi berisiko mengalami invaginasi usus/intususepti.

Invaginasi usus/intususepsi adalah keadaan dimana suatu segmen usus masuk kedalam
bagian usus lainnya sehingga menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang seriusdan bila
tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Walau penyebab penyakit ini belum
diketahui, namun hipotesa yang paling kuat karena pemberian MPASI yang terlalu cepat
BAHAYA MENUNDA MPASI LEWAT DARI 6 BULAN
MPASI alias makanan pendaping ASI memang diberikan saat anak sudah berusia 6
bulan. Pemberian MPASI pertama kali pun harus dilakukan secara bertahap, tidak mesti satu
pors.i langsung habis daklam satu kali makan pemberian MPASI memang ketika usia 6
bulan. Jika diberikan sebelum 6 bulan, memiliki dampak negatif bagi bayi. Begitu juga bila
terlambat memberikan MPASI. Karna apabila ketika bayi tumbuh dan berkembang serta
semakin aktif, ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.

Berikut ini adalah bahaya/kerugian pemberian MPASI terlambat:

1. Bila kebutuhan bayi tidak terpenuhi maka bayi akan berhenti bertumbuh atau tumbuh
dengan tidak optimal. Karna semakin bayi besar kebutuhan energinnya makin besar yang
tidak bisa hanya dipenuhi oleh asi saja(gapnya makin besar). Gap tersebut dipenuhi dengan
pemberian MPASI.

2. Bayi berisiko kurang zat besi, menderita ADB(Anemia Difisiensi Besi0. Betapa besarnya
gap kebutuhan akan zat besi, bia tidak, bayi akan berisko menderita ADB (Anemia Defisiensi
Besi).

3. Kebutuhan makronutrien dan mikronutrien lainnya seperti point 1 dan 2 tidak terpenuhi
dan mengaibat kan risiko bayi/anak menderita malnutrisi dan defisiensi berbagai
mikronutrien.

4. kemampuan oromotor kurang terstimulasi. Oromotor vdapat testimulasi dengan


mengenalkan MPASI dengan berbagai tekstur atau konsistensi, rasa, suhu. Celakanya bila
bagian oromotor tidak terstimulasi dampaknya bisa menyebab kan berbagai kondisi berikut
diantaranya:

 Anak terlalu banyak mengeces/drolling


 Anak mengalami kesukaran mengunyah dan menelan
 Pada sebagian kasus anak mengemut makanan dalam waktu lama, sehingga kesehatan
mulut mengalami gangguan.

5. Bayi berpotensi dikemudian hari menolak berbagai jenis makanan.


BAYI LAHIR STUNTING FAKTOR PENYEBAB DAN
RESIKO
Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis selama periode paling awal pertumbuhan
dan perkembangan anak. Umumnya bagi seorang anak yang mengalami kurang gizi kronis,
proporsi tubuh akan tampak normal, namun kenytaan lebih pendek dari tinggi badannormal
untuk anak seusianya. Kondisi stunting sudah tidak dapat ditangani lagi apabila anak
memasuki usia dua puluh tahun. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stunting pada
anak, ibu perlu mengkonsumsi asupan gizi yang layak, terutama pada masa kehamilan hingga
anak lahir dan berusia 18 bulan.

A. penyebab anak mengalami stunting

Secara umum, kekerdilan atau stunting ini disebabkan oleh gizi buruk pada ibu, praktik
pemberian makanan dan kualitas makanan yang buruk, sering mengalami infeksi serta tidak
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

1. Gizi ibu dan praktik pemberian makan yang buruk


Stunting dapat terjadi bila calonn ibu mengalami anemia dan kekurangan gizi. Wanita
yang kekurangan berat badan badan atau anemia selama kehamilan lebih
memungkinkan anak stunting, bahkan resiko stunting akan terjadi secara turun
menurun.
2. Sanitasi yang buruk
Stunting juga bisa terjadi pada anak-anak yang hidup dalam lingkugan sanitasi dan
kebersihan yang tidak memadai. Sanitasi yang buruk berkaitan dengan terjadinya
diare dan infeksi cacing usus secara berulang-ulang pada anak. Kedua penyakit
tersebut telah terbukti menyebabkan anak kerdil.
3. FAS(fetus alkohol sindrom)
FAS merupakan pola cacat yang dapat terjadi pada janin karena sang ibu terlalu
banyak minuman alkohol saat sedang hamil.

B. resiko kesehatan anak stunting

 Stunting dikaitkan dengan otak yang kurang berkembang dengan konsekuensi


berbahaya dalam jangka waktu lama
 Memiliki resiko yang lebih besar untuk terserang penyakit, bahkan kematian dini
 Kekerdilan dapat menurun pada generasi berikutnya, disebut siklus kekurangan gizi
antar generasi
 Ketika dewasa, seorang wanita stunting memiliki resiko lebih besar untuk mengalami
komlikasi karena panggul mereka lebih kecil, dan berisiko melahirkan bayi berat
rendah.
PERNIKAHAN USIA DINI BISA JADI PENYEBAB
UTAMA STUNTING
Salah satu masalah serius dalam perkembang yang masih banyak dialami anak
diindonesia adalah stunting. Untuk mengatasi masalah ini, kementrian kesehatan melakukan
sederet program demi menekan kasus stunting diberbagai daerah. Penyebab masalah yang
rawan terjadi diindonesia adalah karena pernikahan usia dini yang masih marak. Usia ayah
dan ibu yang masih terlampau muda membuat risiko stunting menjadi meningkat.

Stunting sendiri merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya
asupan gizi dalam waktu yang lama. Hal ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada
anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya. Tak hanya itu
dampak buruknya pada aspek kognitifnya.

Menurut situs resmi WHO, stunting adalah gangguang pertumbuhan dan perkembangan
yang dialami anak-anak akibat gizi buruk, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang
tidak memadai. Menurut UNICEf , stunting menandakan gizi buruk kronis selama periode
emas tumbuh kembang anak usia dini. Menurut menteri kesehatan Nila F. Moeloek, kasus
stunting tertinggi diindonesia terjadi pada 3013. “ditahun 2013 angkanya mencapai 37,2 %.
Sekitar 4 dari 10 balita mengalmi stunting tuturnya.

Riset kesehatan dasar memang menunjukkan adanya penurunan, yakni 30,8%. Namun
angka btersebut belum mencapai target yang ditetapkan WHO.sekarang perbandingannya
3:10, sementara WHO minta 2:10. Satya berharap kita tidak ada lagi ujarnya. Stunting bukan
hanya menyerang fisik anak. Penderita stunting memiliki kognitif di bawah rata-rata.
Termasuk sangat berisiko terkena penyakit tidak menular seperti jantung dan diabetes.

Nila menyebutkan salah satu faktor penyebab stunting sdslsh pernikahan usia dini. Yaitu
ketika ayah da ibu yang berusia belasan tahun. Belum memiliki cukup ilmu serta kestabilan
emosidan finansial untuk membesarkan anak. Stunting banyak ditemukan pada perkawinan
usia dini. Fisik dan mental mereka belum cukup untuk menjadi ibu pengetahuan mereka
mengenai asupan gizi bayi yang belum luas sehingga risiko stunting jauh lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai