Anda di halaman 1dari 9

REFARAT

Long Covid Pada Paru


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya di Instalansi Penyakit Cardiorespirasi
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Disusun oleh :
1. Lisye Y.G.Rumkorem
2. Nadya Meita Anggriani
3. Prisca Migau
4. Rizki Handayani Siregar

Pembimbing :
Dr. Ita Juliastuti, Sp.P

SMF PENYAKIT CARDIORESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di Wuhan,
Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, tetapi kasus
pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan.1 Tanggal 18 Desember hingga 29 Desember
2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS). Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini meningkat pesat,
ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus. Tidak sampai satu bulan, penyakit ini
telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan.1

Epidemi Covid-19 di Tiongkok telah mencapai puncaknya pada bulan Februari 2020.
Akan tetapi, negara-negara lain di dunia masih mengalami penambahan jumlah kasus Covid-
19. Adanya transmisi pada komunitas yang berkelanjutan dan signifikan ini menjadikan
negara seperti Korea Selatan, Italia, dan Iran menjadi pusat episentrum baru SARS-CoV-2
setelah Tiongkok. Di Indonesia, temuan kasus Covid-19 pertama kali merujuk pada kasus
yang disampaikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo, pada tanggal 2 Maret 2020, di
Jakarta. Sampai dengan studi pustaka ini dibuat, Indonesia masih mengalami penambahan
kasus yang dinamis yakni dengan angka kejadian lebih dari 9700 kasus yang telah
terkonfirmasi dan jumlah meninggal sebanyak 784 orang.50 Sebagai penyakit infeksi new
emerging, Covid-19 memiliki efek domino yang pengaruhnya tidak hanya pada sistem
perawatan kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi global dan sosio kultural yang tercermin
dari perubahan perilaku sosial masyarakat dunia. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
secara holistik dan mendalam berbagai macam aspek terkait dengan pandemi Covid-19.
Pada studi pustaka ini, dipaparkan pemahaman terkini pandemi Covid-19 yang meliputi
karakteristik virus SARS-CoV-2 dilihat dari aspek biologis dan patologis sampai dengan
proses transmisi yang berbeda dari generasi sebelumnya yaitu severe acute respiratory
syndrome coronavirus (SARS-CoV) dan middle east respiratory syndrome coronavirus
(MERS-CoV). Pada akhirnya, tinjauan studi ini diharapkan memberikan informasi terkini
dan berkontribusi terhadap rekomendasi kebijakan yang tepat terkait pandemi global Covid-
192
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi

Long COVID-19, yang disebut juga long-haul atau long-tail, adalah istilah yang digunakan
orang-orang untuk menjelaskan jika seseorang mengidap gejala virus corona lebih dari dua
minggu. Hal ini telah ditetapkan oleh WHO secara resmi dan mengartikan jika beberapa orang
membutuhkan waktu yang lebih lama bagi virus tersebut. Agar berhenti menimbulkan gangguan
pada tubuh seseorang3

Beberapa pengidap penyakit yang disebabkan oleh virus corona ini dapat mengalami
masalah yang mungkin lebih parah dari beberapa gejala yang umum timbul, seperti batuk terus-
menerus, demam, hingga hilangnya kemampuan untuk mengecap atau mencium bau. Meski
begitu, gejala ini tidak dianggap menular kepada orang lain, hanya saja masalah yang dirasakan
dapat terjadi dalam waktu yang lama4

Pandemi covid-19 masih menjadi perhatian utama diberbagai negara saat ini. Di Indonesia,
kasus COVID-19 semakin bertambah. Berdasarkan data dari Kemenkes, terdapat 170.000 kasus
aktif pada tanggal 29 Januari 2021. Perjalanan penyakit COVID-19 tidak hanya dialami pasien
pada saat terserang infeksi virus tersebut saja namun beberapa data laporan kasus menunjukkan
adanya fenomena long covid dialami oleh pasien-pasien yang telah dinyatakan sembuh oleh
dokter. Definisi fenomena long covid yaitu menetapnya gejala-gejala tertentu pada pasien Covid-
19 yang sudah dinyatakan sembuh sampai berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Sebagian
besar pasien yang mengalami fenomena tersebut tergolong dalam gejala ringan hingga sedang.
Pada 10-15% kasus berprogresi menjadi gejala berat dan sekitar 5% menjadi critical illness.
Pasien Covid-19 umumnya mengalami recovery setelah 2-6 minggu. Adapun beberapa gangguan
pada organ yang dapat timbul setelah terinfeksi Covid-19: kerusakan otot jantung dan paru,
gangguan pada otak dan sistem saraf, kesehatan mental dan gangguan pada sistem otot5

2.2 Patogenesis

Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan laring, kemudian
memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius. Selanjutnya, virus akan menyerang
organ target yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), seperti
paru-paru, jantung, sistem renal dan traktus gastrointestinal. Protein S pada SARS-CoV-2
memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada
kemampuan virus untuk berikatan dengan ACE2, yaitu reseptor membran ekstraselular
yang diekspresikan pada sel epitel, dan periode inkubasi untuk COVID-19 antara 3-14
hari. Ditandai dengan kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun,
serta pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran
darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan pasien mulai
merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien mulai
memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan perburukan
lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi Acute Respiratory Distress
Syndrome(ARSD), sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis berhubungan
dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas.
Sistem imun innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-I- like receptors,
NOD receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan menstimulasi produksi
interferon (IFN), serta memicu munculnya efektor anti viral seperti sel CD8+, sel Natural
Killer (NK), dan makrofag. Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu SARS-CoV dan MERS-
CoV, dicirikan dengan replikasi virus yang cepat dan produksi IFN yang terlambat,
terutama oleh sel dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh
peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progres penyakit Infeksi dari virus
mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi
reaksi yang secara keseluruhan disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa
reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah
yang banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19,
ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan
blokade oleh protein non-struktural virus.

2.3 Penyebab
Saat ini belum diketahui secara pasti mengapa ada sebagian orang yang sembuh total
dari COVID-19 dan ada juga yang masih mengalami gejala walaupun sudah dinyatakan
sembuh (long COVID). Berdasarkan analisis awal oleh National Institute for Health
Research (NIHR) menunjukkan bahwa gejala long COVID dapat disebabkan oleh empat
sindrom, yaitu6 :

 Terjadi kerusakan permanen pada paru-paru atau jantung

 Sindrom perawatan pasca-intensif (PICS)

 Sindrom keletihan kronis (CFS) atau yang juga disebut sebagai


myalgic encephalomyelitis (ME)
2.4 Gejala Lanjutan Covid-19
Beberapa kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya COVID-19
jangka panjang, di antaranya7:

 Stress

 Terinfeksi virus corona

 Masalah pada sistem saraf dan otak

 Peradangan kronis

 Gangguan pada sistem limfatik, yang merupakan bagian utama


sistem kekebalan tubuh.

2.5. Gejala Umum

 sesak nafas

 nyeri dada

 detak jantung cepat atau berdebar kencang

 telinga berdenging

 sakit kepala

 mengalami gangguan memori

 rambut rontok

 demam
 nyeri sendi

 sakit tenggorokan

 kurangnya napsu makan

2.6 Faktor Resiko


Berdasarkan studi King's College London pada tanggal 21 Oktober 2020, faktor risiko
COVID-19 jangka panjang di antaranya yaitu8 :

 Usia, terutama orang yang berusia di atas 50 tahun.

 Kelebihan berat badan

 Asma

 Gejala seperti batuk, kelelahan, sakit kepala, diare, dan kehilangan indera
penciuman pada minggu pertama infeksi covid-19
2.7 Tatalaksana
Untuk pasien yang memang merasakan gejala sisa atau long covid  memang sebaiknya
tetap kontrol ke dokter untuk memastikan bahwa tidak ada penyakit serius yang terjadi.
Apabila sudah dipastikan bahwa tidak ada  kelainan bisa disebutkan bahwa keluhan ini
muncul dari stres yang terjadi sebagai dampak mengalami Covid-19. Perlu penanganan secara
psikologi untuk pasien long covid ini. Kalau perlu berkonsultasi dengan seorang psikiater.
Dukungan orang sekitar terhadap pasien-pasien long covid juga perlu dilakukan. Bisa saja
mereka membentuk kelompok seperti yang dilakukan pada penyintas Covid-19 di
Inggris  yang mempunyai permasalahan yang sama. Pendekatan agama juga penting, mereka
diminta untuk dekat dengan yang maha kuasa dan tetap sabar. 9Infeksi COVID-19 dapat
memengaruhi banyak organ dalam tubuh, mulai dari paru-paru, jantung, hingga ginjal.
Sebagian orang bisa benar-benar langsung sembuh total setelah dinyatakan negatif COVID-
19, tapi tidak sedikit yang masih merasakan efek jangka panjang dari infeksi virus ini7.
Banyak penyintas COVID-19 masih berjuang menghadapi gejala masalah kesehatan
yang berkepanjangan, tak hanya satu-dua minggu tapi hingga berbulan-bulan meski
dinyatakan telah sembuh dari infeksi. Masalah-masalah yang dikeluhkan di antaranya adalah
kesulitan bernapas yang masih kerap terjadi, batuk, demam, sulit berkonsentrasi, mudah lelah,
jantung berdebar-debar, hingga masalah pencernaan.
Efek post COVID–19 seperti ini membutuhkan perawatan lebih lanjut untuk
mengetahui akar masalahnya terutama bagi pasien yang sebelumnya menjalani perawatan di
intensive unit care (ICU). Banyak studi menyatakan bahwa orang dewasa dengan komorbid
penyakit parah dan menghabiskan waktu berminggu-minggu di ruang ICU lebih berpotensi
mengalami efek jangka panjang setelah terinfeksi8.
Tapi pada kasus COVID-19, efek jangka panjang ini tidak hanya terjadi pada pasien
dengan gejala berat saja. Mereka yang mengalami gejala ringan sampai orang tanpa gejala
pun bisa mengalami efek jangka panjang usai terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika (CDC) baru-baru ini
mempelajari pasien COVID-19 yang tidak dirawat di rumah sakit. Studi tersebut menemukan
bahwa kondisi 1 dari 3 responden tidak kembali bugar seperti sebelum terinfeksi COVID-19
sampai 21 hari berlalu setelah terinfeksi9.
Sembuh dari infeksi COVID-19 dengan gejala parah adalah hal sulit, begitu pula
pemulihannya. Oleh karena itu perawatan lebih lanjut setelah sembuh dari pandemi ini
penting dilakukan. Pemeriksaan setelah sembuh dari COVID-19 bisa dilakukan ke dokter
spesialis sesuai dengan keluhan yang dirasa, misalnya spesialis paru untuk yang merasakan
masalah pada pernapasan. Meski begitu, keluhan post COVID-19 syndrome memerlukan
pemeriksaan menyeluruh sebelum menentukan tindakan apa yang diperlukan10.
BAB 3
KESIMPULAN
Epidemi Covid-19 di Tiongkok telah mencapai puncaknya pada bulan Februari 2020.
Akan tetapi, negara-negara lain di dunia masih mengalami penambahan jumlah kasus Covid-19.
Long COVID-19, yang disebut juga long-haul atau long-tail, adalah istilah yang digunakan
orang-orang untuk menjelaskan jika seseorang mengidap gejala virus corona lebih dari dua
minggu. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan
kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Saat ini
belum diketahui secara pasti mengapa ada sebagian orang yang sembuh total dari COVID-19 dan
ada juga yang masih mengalami gejala walaupun sudah dinyatakan sembuh (long COVID)11.
Untuk pasien yang memang merasakan gejala sisa atau long covid memang sebaiknya
tetap kontrol ke dokter untuk memastikan bahwa tidak ada penyakit serius yang terjadi. Apabila
sudah dipastikan bahwa tidak ada kelainan bisa disebutkan bahwa keluhan ini muncul dari stres
yang terjadi sebagai dampak mengalami Covid-19. Pemeriksaan setelah sembuh dari COVID-19
bisa dilakukan ke dokter spesialis sesuai dengan keluhan yang dirasa, misalnya spesialis paru
untuk yang merasakan masalah pada pernapasan. Meski begitu, keluhan post COVID-19
syndrome memerlukan pemeriksaan menyeluruh sebelum menentukan tindakan apa yang
diperlukan12..
REFERENSI

1. Susilo, adityo. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Tim
Penanganan Kasus pasien dengan Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-emerging
Disease (PINERE) RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
2. Khaedir, yordan. 2020. Perspektif Sains Pandemi Covid-19: Pendekatan Aspek Virologi
Dan Epidemiologi Klinik. Universitas Indonesia
3. tanda-tanda long covid-19 yang perlu diketahui.
4. Nur Indah Fitriani. Program studi pendidikan dokter fakultas kedokteran universitas
lampung.email.korespondensi:nurindahfitriani@gmail.com
5. Covid jang panjang internasional bulan febuari 202, canter for diseasencontrol
prevention.
6. Himpunan dokter Indonesia, sumber:https//ww.abc.net/Indonesia/2021-03-09, dampak
jangka-jangka panjang setelah sembuh covid-19.
7. Opini Kompas 18 Desember 2020: Long covid problem Kesehatan pasca covid-19
https://staff.blog.ui.ac.id/ari.fahrial/2020/12/20/opini-kompas-18-desember-2020-long-
covid-problem-kesehatan-pasca-covid-19/
8. Perawatan yang Dibutuhkan Setelah Sembuh dari COVID-19
https://hellosehat.com/infeksi/covid19/perawatan-sembuh-covid-19/

Anda mungkin juga menyukai