Dian Yaniarti Hasanah1, Siti Elkana Nauli2, Paskariatne Probo Dewi3, Lita Dwi Suryani4,
Nana Maya Suryana5, Vebiona Kartini Prima Putri6 , Wahyu Aditya7
Abstrak
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang
dikenal dengan COVID-19 adalah penyakit yang baru dan telah
menyebar dengan cepat dari Wuhan (provinsi Hubei) ke provinsi
lain di Cina dan seluruh dunia termasuk Indonesia. Secara umum,
COVID-19 adalah penyakit akut yang bisa sembuh tetapi juga
mematikan, dengan case fatality rate (CFR) sebesar 4%. Spektrum
klinis pneumonia COVID-19 berkisar dari kondisi ringan sampai
dengan berat. COVID 19 diduga memiliki risiko potensiasi proses
patofisiologi terhadap timbulnya komplikasi kardiak, dan telah
1 Departemen Kardiologi dan Kedokteran diketahui bahwa mekanisme penyakit kardiovaskular serupa dengan
Vaskular , Universitas Indonesia, RS Jantung dan mekanisme jalur imunologi. Penyakit kardiovaskular adalah komorbid
Pembuluh Darah Harapan Kita
2 Departemen Kardiologi dan Kedokteran terbanyak pada pasien COVID 19, SARS, dan MERS. Prevalensi
Vaskular, RS Umum Daerah Tangerang diabetes mellitus (DM) dan penyakit kardiovaskular pada SARS
3 Departemen Kardiologi dan Kedokteran
adalah 11% dan 8% dan membawa angka kematian meningkat 2
Vaskular, RSPAD Gatot Soebroto
4 Departemen Kardiologi dan Kedokteran kali lipat. Pada kasus COVID 19, komorbid penyakit kardiovaskular
Vaskular, RSUP Fatmawati lebih banyak menunjukkan kasus yang berat. Bagaimana mekanisme
5 Departemen Kardiologi dan Kedokteran komorbid ini memperburuk keluaran pasien masih tidak jelas,
Vaskular, RSUP Persahabatan namun beberapa hipotesisnya antara lain usia lanjut, gangguan sistem
6 Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular, RS Awal Bros Pekanbaru imun, peningkatan kadar ACE2 atau mungkin ada hubungan antara
7 Departemen Kardiologi dan Kedokteran COVID 19 dengan penyakit kardiovaskular. Tinjauan pustaka ini akan
Vaskular, RSPAD Gatot Soebroto menjelaskan berbagai gangguan kardiovaskular yang mungkin terjadi
pada infeksi COVID 19 secara lebih mendalam.
Koresponden:
Dian Yaniarti Hasanah
Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular , Universitas Indonesia, RS Jantung dan
(Indonesian J Cardiol. 2020;41:59-68)
Pembuluh Darah Harapan Kita
E-mail: deeboy2332@yahoo.com Kata Kunci: COVID -19, Kardiovaskular, komorbid
S
berbeda (46% dengan komorbid, 72% memerlukan
evere acute respiratory syndrome coronavirus 2 perawatan intensif ). Bagaimana mekanisme komorbid
(SARS-CoV-2) yang dikenal dengan COVID-19 ini memperburuk keluaran pasien masih tidak jelas,
adalah penyakit yang baru dan telah menyebar namun beberapa hipotesisnya antara lain usia lanjut,
dengan cepat dari Wuhan (provinsi Hubei) gangguan sistem imun, peningkatan kadar ACE2 atau
ke provinsi lain di Cina dan seluruh dunia termasuk mungkin ada hubungan antara COVID 19 dengan
Indonesia. Hingga 30 Maret 2020, jumlah pasien penyakit kardiovaskular.(2)
terkonfirmasi positif di Indonesia mencapai 1,414 kasus
dengan 122 (8.6%) pasien meninggal. Sementara di
seluruh dunia mencapai 786,925 kasus dengan angka Diagnosis COVID 19
kematian sebesar 37,840 (4.5%).(1)
Gejala yang paling umum adalah demam (98%),
Secara umum, COVID-19 adalah penyakit akut
batuk (77%), dan sesak nafas (63.5%). Data dari Cina
yang bisa sembuh tetapi juga mematikan, dengan
menunjukkan dari 52 pasien sakit kritis, 6 (11%)
case fatality rate (CFR) sebesar 4%. Spektrum klinis
orang tidak mengalami demam sampai 2-8 hari setelah
pneumonia COVID-19 berkisar dari kondisi ringan
timbulnya gejala terkait infeksi COVID-19. Durasi rata-
sampai dengan berat. Onset penyakit yang berat dapat
rata timbulnya gejala sampai terkonfirmasi pneumonia
menyebabkan kematian karena kerusakan alveolar yang
secara radiologis adalah 5 (IQR 3-7) hari. Durasi rata-
masif dan kegagalan pernapasan progresif. (1)
rata dari timbulnya gejala sampai masuk ICU adalah 9.5
COVID 19 diduga memiliki risiko potensiasi
(7-12.5) hari. (1)
proses patofisiologi terhadap timbulnya komplikasi
Dari pemeriksaan darah tepi ditemukan limfopenia
kardiak, dan telah diketahui bahwa mekanisme
absolut, jumlah sel T CD4 dan CD8 perifer berkurang
penyakit kardiovaskular serupa dengan mekanisme
secara substansial, sementara statusnya hiperaktif,
jalur imunologi. Contohnya, usia adalah faktor risiko
dibuktikan dengan tingginya HLA-DR (CD4 47%)
dominan pada penyakit kardiovaskular dan efek penuaan
dan CD38 (CD8 39.4%) dua kali lipat fraksi positif.
terhadap fungsi imun mungkin membawa dampak pada
Selain itu, terdapat peningkatan konsentrasi highly
kerentanan dan derajat keparahan infeksi COVID 19.
proinflammatory CCR6+ Th17 dalam sel T CD4.
Adanya faktor risiko seperti diabetes dan dislipidemia
Selain itu, sel T CD8 ditemukan mengandung
berdampak pada fungsi imun, dan sebaliknya, gangguan
butiran sitotoksik konsentrasi tinggi, di mana 31.6%
regulasi sistem imun akan menyebabkan peningkatan
sel positif perforin, 64.2% sel positif granulysin, dan
insidens penyakit kardiovaskular. Oleh karenanya,
30.5% sel granulysin dan perforin positif keduanya.
penyakit kardiovaskular merupakan pertanda percepatan
Hasil ini menunjukkan bahwa terlalu aktifnya sel T
proses gangguan imunologi akibat usia dan berkorelasi
yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan Th17 dan
secara tidak langsung dengan prognosis COVID 19.
sitotoksisitas tinggi sel T CD8, menyebabkan kerusakan
Penyakit kardiovaskular adalah komorbid terbanyak
parah pada imunitas pasien.
pada pasien COVID 19, SARS, dan MERS. Prevalensi
Gambaran X-Ray menunjukkan adanya
diabetes mellitus (DM) dan penyakit kardiovaskular
perkembangan pneumonia yang cepat dan beberapa
pada SARS adalah 11% dan 8% dan membawa
perbedaan antara paru kiri dan kanan. Selain itu,
angka kematian meningkat 2 kali lipat. Pada kasus
jaringan hepar menunjukkan steatosis mikrovesikuler
COVID 19, komorbid penyakit kardiovaskular lebih
sedang dan aktivitas lobular ringan, tetapi tidak ada
banyak menunjukkan kasus yang berat. Pada salah
bukti konklusif untuk mendukung infeksi COVID-19
satu penelitian kohort 191 pasien dari Wuhan, Cina,
atau cedera hepar yang disebabkan karena obat sebagai
komorbid ditemukan pada 48% pasien (pada yang
penyebabnya. Tidak ada perubahan histologis yang
meninggal 67%), hipertensi pada 30% pasien (48%
terlihat pada jaringan miokard menunjukkan bahwa
meninggal), DM pada 19% (31% meninggal), dan
infeksi COVID 19 mungkin tidak secara langsung
penyakit kardiovaskular 8% (13% meninggal). Pada
menyebabkan kerusakan jantung.
studi lain dari 138 pasien yang dirawat di rumah sakit
Pencitraan dengan CT scan yang sudah secara luas
digunakan menunjukkan hasil yang abnormal pada penekanan fibrinolisis; gangguan fungsi hemostatik
85% pasien sejak awal onset, dengan proporsi 75% endotel pembuluh darah; dan disfungsi ginjal, yang
terdapat keterlibatan kedua paru yang tampak sebagai mungkin timbul dari banyak proses sebelumnya atau
area ground-glass opacity subpleura dan perifer, serta gangguan ginjal primer lainnya (Gambar 1).(3)
konsolidasi.
Efek Pneumonia Pada Sistem Kardiovaskular Gambar 1. Mekanisme patofisiologis yang berkontribusi
pada komplikasi jantung pada pasien dengan pneumonia
Selama beberapa dekade, para peneliti telah akut. (disadur dari (3))
mencatat bahwa infeksi pernapasan akut, termasuk
pneumonia, sering mendahului kejadian jantung akut. Efek COVID 19 Terhadap Sistem Kardiovaskular
Hasil studi klinis menunjukkan bahwa pada pasien
gagal jantung terjadi penurunan respons imunologis, SARS-CoV2 adalah family Coronaviridae, virus
dan bukti eksperimental menunjukkan bahwa kongesti yang memiliki positive-sense RNA genome. Beberapa
paru dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri umum virus corona ini ditemukan pada kelelawar dan teori
seperti Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) dan menunjukkan SARS-CoV2 dan virus corona lainnya
Staphylococcus aureus di paru-paru. Data epidemiologis menggunakan protein ACE2 untuk masuk kedalam sel.
juga menunjukkan bahwa riwayat gagal jantung adalah ACE2 adalah protein membran yang memiliki berbagai
faktor risiko untuk terjadinya pneumonia. Oleh karena fungsi fisiologis. Protein ini banyak terdapat di sel
itu, hubungan sebab-akibat antara pneumonia dan gagal alveolus yang merupakan pintu masuk virus di tubuh
jantung mungkin dua arah. manusia. Setelah berikatan dengan ligan spesifik, SARS-
Saat ini pemahaman tentang respons kardiovaskular CoV2 memasuki sel melalui reseptor melalui proses
terhadap infeksi termasuk pneumonia, berasal dari studi endositosis seperti pada human immunodeficiency
pasien yang sakit kritis dengan syok septik. Gangguan virus (HIV) .(3) ACE2 juga berperan dalam proteksi
ini ditandai oleh ketidakmampuan vasokontriksi paru-paru dan patogenesitas virus seperti tampak pada
pembuluh darah perifer meskipun terjadi peningkatan Gambar 2.(4)
konsentrasi katekolamin dan peningkatan aktivitas Beberapa hipotesis mekanisme injuri miokard pada
sistem renin-angiotensin-aldosteron; disfungsi sistolik infeksi COVID 19, yaitu : (4)
dan diastolik miokard, terutama dari ventrikel kiri, 1. Kerusakan yang diperantarai oleh ACE2
dengan beberapa cidera miokard dimanifestasikan oleh a. Peningkatan afinitas terhadap ACE2
peningkatan konsentrasi serum troponin tanpa adanya b. Penurunan ekspresi ACE2
sindrom koroner akut; disfungsi otonom jantung; c. Disregulasi sisten renin angiotensin aldosterone
perubahan substansial dalam hemostasis, terutama 2. Injuri miokard akibat hipoksis
didorong oleh aktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan a. Stres oksidatif
Gambar 3 Hipotesis mekanisme injuri miokard pada infeksi COVID 19 (disadur dari (5))
tinggi (51.2% vs 4.5%; P < .001) dibandingkan dengan dan batuk, dan kasus miokarditis fulminant yang
pasien tanpa injuri miokard. Pada analisa multivariat, disertai syok kardiogenik insiden tidak banyak, namun
injuri kardiak dan ARDS tetap menjadi faktor prognosis mekanisme keterlibatan kardiak ini masih terus
angka mortalitas yang tinggi (HR 4.26 dan 7.89). Guo dipelajari. Salah satu mekanismenya adalah melalui
et al melaporkan beberapa faktor yang berhubungan ACE2, dimana SARS-CoV-2 akan masuk ke dalam sel
dengan keluaran pasien COVID 19 yang dirawat di RS melalui reseptor, namun ACE2 dianggap memiliki efek
antara lain riwayat penyakit kardiovaskular (hipertensi, protektif terhadap injuri paru akut. Pada hewan coba,
penyakit jantung koroner, atau kardiomiopati), ikatan antara SARS-CoV dengan ACE2 menyebabkan
ditemukan 28% kasus injuri miokard akut (yang downregulation ACE2, meningkatkan angiotensin II dan
ditandai dengan peningkatan troponinT [TnT] lebih permeabilitas kapiler paru, menginduksi edema paru
dari batas atas persentil 99, dan angka mortalitas lebih dan penurunan fungsi paru. Pemberian rekombinan
tinggi pada pasien yang memiliki nilai troponin T yang ACE 237 dan Losartan dapat mengurangi injuri paru.
lebih tinggi (59.6% vs 8.9% ; P <.001). Pasien dengan Studi losartan sedang dikerjakan untuk pasien COVID
nilai troponin yang lebih tinggi biasanya lebih tua, laki- 19. Penghentian obat ACE inhibitor, Angiotensin Receptor
laki, dan disertai komorbid seperti hipertensi, penyakit Blocker (ARB), dan antagonis sistem renin angiotensin
jantung koroner, kardiomiopati, dan penyakit ginjal aldosterone tidak dianjurkan karena bukti ilmiah masih
kronik, nilai leukosit, NT pro BNP, CRP, dan D-dimer belum ada. (5)
yang lebih tinggi, dan nilai limfosit yang lebih rendah. Beberapa sequel paska infeksi COVID 19 antara
Pasien dengan nilai TnT yang tinggi berisiko untuk lain : aritmia, miokarditis, sindrom koroner akut,
timbulnya komplikasi ARDS, aritmia maligna, acute tromboemboli vena, syok kardiogenik, dan gagal
renal injury, dan koagulopati akut. Penggunaan obat jantung (Gambar 4)(4)
seperti ACE inhibitor dan angiotensin II receptor blocker
(ARB) pada pasien yang sudah menggunakannya, Aritmia Dan Henti Jantung
ternyata tidak berhubungan dengan mortalitas yang
Aritmia merupakan salah satu manifestasi
lebih tinggi walaupun kadar TnT tinggi.(1),(2),(4),(6)
kardiovaskular pada infeksi COVID-19. Pasien
Laporan dari NHC Cina, beberapa pasien dengan
mengeluhkan palpitasi pada 7.3% kasus. Pada pasien
kasus palpitasi dan nyeri dada tanpa keluhan demam
Gambar 4 Faktor risiko dan komplikasi kardiovaskular pada Infeksi SARS-CoV-2 (disadur dari (4))
yang dirawat intensif, keluhan ini timbul pada profilaksis mekanik lebih diutamakan pada pasien yang
44.4% pasien. Tingginya kejadian aritmia mungkin dirawat di RS sebagai pencegahan tromboemboli vena.
menjadi bagian dari gangguan metabolisme, hipoksia, (4),(6)
Kardiomiopati Dan Gagal Jantung Interaksi yang tampak pada kombinasi obat antivirus
dengan obat-obat kardiovaskular umumnya bersifat
Zhou et al melaporkan kejadian gagal jantung pada potensiasi efek samping kardiovaskular, contohnya
23% pasien COVID-19. Gagal jantung lebih banyak lopinavir/ritonavir dapat menyebabkan pemanjangan
ditemukan daripada disfungsi renal dan memiliki angka interval QT dan PR terutama pada pasien dengan
mortalitas yang sangat tinggi (51.9% vs. 11.7%). Gagal long QT syndrome atau pasien yang memiliki gangguan
jantung kanan dan hipertensi paru akibat gangguan konduksi atau potensiasi dengan obat jantung yang
parenkim paru dan ARDS juga bisa terjadi. (4),(6) memperpanjang interval seperti amiodarone.
Ribavirin tidak memiliki efek toksik kardiovaskular.
Syok Kardiogenik Ribavirin dan lopinavir/ritonavir memiliki efek
potensiasi dengan antikoagulan dengan meingkatkan
Presentasi klinis utama infeksi COVID-19 adalah
efek obat antikoagulan, sehingga dosis antikoagulan oral
gangguan saluran nafas yang dapat berkembang
(apixaban dan rivaroxaban) harus dikurangi. Lopinavir/
menjadi ARDS dengan gambaran ground-glass
ritonavir mempengaruhi aktivitas P2Y12 inhibitor
opacities pada pencitraan dan hipoksemia. Gambaran
melalui inhibisi CYP3A4, menyebabkan turunnya
serupa bisa tampak pada kasus yang disertai edema
konsentrasi metabolit aktif dari clopidogrel dan prasugrel
paru kardiogenik. Pada kondisi ini, nilai brain
dalam serum dan meningkatnya kadar ticagrelor dalam
natriuretic peptide (BNP) dan ekokardiografi dapat
serum. Oleh karenanya pada kasus yang memerlukan
membantu menegakkan diagnosis, namun pada
pengobatan lopinavir/ritonavir, penggunaan ticagrelor
kasus yang meragukan pemeriksaan swan ganz dapat
harus dihentikan karena menyebabkan perdarahan.
dipertimbangkan untuk menilai tekanan pengisian,
Beberapa studi menunjukkan efek inhibisi platelet yang
cardiac output, dan sebagai panduan tatalaksana ARDS
kurang baik dengan penggunaan clopidogrel, sehingga
dan syok kardiogenik seperti extracorporeal membranous
pada kasus pemakaian antivirus yang memerlukan
oxygenation (ECMO). Pada kondisi berat dimana terjadi
antiplatelet maka prasugrel merupakan rekomendasi
ARDS dan necrotizing pneumonias, prognosis ECMO
utama. Metabolit inihibitor P2Y12 intravena seperti
tetap jelek (angka mortalitas 83,3%). (4),(6)
cangrelor lebih aman digunakan karena obat ini
Tromboemboli Vena tidak terkait dengan metabolism hepar. HMG-CoA
reductase inhibitors (statin) memiliki efek potensiasi
Risiko terjadinya tromboemboli pada infeksi dengan lopinavir/ritonavir dan dapat menyebabkan
COVID-19 diduga akibat abnormalitas faktor koagulasi miopati. Kombinasi lovastatin atau simvastatin dengan
pada kondisi infeksi yang berat. Peningkatan kadar lopinavir/ritonavir merupakan kontraindikasi mutlak
D-dimer (>1g/L) berkorelasi kuat dengan mortalitas karena dapat menyebabkan rabdomiolisis. Statin lain
(OR 18.4 95% CI 2.6-128.6, p=0.003) akibat seperti atorvastatin dan rosuvastatin, harus diberikan
disseminated intravascular coagulation (DIC). Faktor lain dengan dosis kecil untuk menghindari efek samping
yang mempermudah timbulnya tromboemboli adalah rabdomiolisis apabila dikombinasi dengan lopinavir/
imobilisasi, inflamasi vaskular yang menyebabkan ritonavir. (2),(4)
kondisi hiperkoagulasi dan disfungsi endotel yang Remdesivir adalah golongan antivirus yang
dipicu oleh hipoksia atau hemodinamik yang tidak digunakan pada epidemik Ebola dan sedang dipelajari
stabil. Terdapat interaksi beberapa obat antivirus bagaimana efikasinya pada kasus COVID-19. Obat ini
dengan antikoagulan oral, low molecular weight heparin tidak menimbulkan hipotensi dan henti jantung pada
(LMWH), atau unfractionated heparin sehingga penggunaannya.
Terapi lain seperti Klorokuin, yang biasa digunakan kardiomiopati restriktif dan dilatasi, gangguan
sebagai obat malaria dapat menghambat infeksi virus konduksi akibat inhibisi enzim lisosom intrasel dari
dengan meningkatkan pH endosomal yang diperlukan miosit. Efek klorokuin terhadap inhibisi CYP2D6,
virus untuk melakukan fusi dengan sel, dan secara penggunaan β -blocker yang memiliki jalur metabolism
in vitro mampu menghambat aktivitas COVID 19. yang sama (seperti metoprolol, carvedilol, propranolol,
Klorokuin dan hidroklorokuin memiliki efek toksisitas dan labetalol) dapat meningkatkan efek penghambatan
terhadap miokard. Beberapa faktor yang menyebabkan reseptor β terhadap laju nadi dan tekanan darah.
toksisitas ini adalah penggunaan jangka panjang (> Antivirus dan klorokuin dapat meningkatkan kejadian
3 bulan), dosis tinggi, riwayat penyakit jantung, dan torsade de pointes pada pasien dengan gangguan
disfungsi ginjal. Toksisitas klorokuin menyebabkan elektrolit dan pasien yang menggunakan obat yang
Digoksin
Remdesevir Analog nukelotide Tidak diketahui Tidak diketahui
Klorokuin/ Β-blocker: Inhibisi CYP2D6 Gunakan hati-hati dalam kombinasi
hidroksiklorokuin Metoprolol, carvedilol, Kurangi dosis Β-blocker dengan antiaritmia
propranolol, labetalol
Antiaritmia :
Obat yang memperpanjang
interval QT Inhibisi P-glikoprotein
Monitor kadar digoksin dalam darah
Digoksin
Fingolimod Obat yang mencetuskan Inhibisi limfosit melalui regulasi sfingosin-1 Gunakan hati-hati dalam
bradikardia : fosfat kombinasi dengan antiaritmia yang
Β-blocker, calcium channel menyebabkan pemanjangan interval
blocker, ivabradine Jangan diberikan dengan kombinasi QT
antiaritmia kelas Ia dan kelas III
Metilprednisolon Antikoagulan : warfarin Tidak diketahui Monitor INR
Singkatan : Mg : Serum Magnesium ; K : Serum Potassium ; ms : milliseconds ; LQTS : Long QT Syndrome ; TdP : Torsades
de Pointes; IV : intravena ; Epi : Epinefrin ; NE : Norefinefrin; Dob : Dobutamin
Gambar 5. Flowchart Pemantauan QTc pada Pemberian Klorokuin, Hidroksiklorokuin kombinasi
dengan Azitromisin (disadur dari reff (9) )
mempengaruhi interval QT. Flowchart pemantauan belum cukup data yang menunjukkan bagaimana kaitan
QTc untuk meminimalisir kejadian torsade de pointes pemakaian ACEi/ARB dengan severitas COVID-19.
pada pasien yang mendapatkan klorokuin dapat dilihat (7),(8)
pada gambar 5.
Metilprednisolon merupakan salah satu obat yang
digunakan pada COVID 19 dengan komplikasi ARDS, Ringkasan
obat ini telah diketahui memiliki efek retensi cairan,
SARS-COV-2 tidak hanya menyebabkan
gangguan elektrolit, dan hipertensi, serta memiliki
pneumonia, namun juga memiliki implikasi mayor
interaksi dengan warfarin melalui mekanisme yang
terhadap sistem kardiovaskular. Pasien yang memiliki
belum diketahui.
faktor risiko maupun penyakit kardiovaskular merupakan
ACE2 dan implikasi terapi populasi yang berisiko tinggi ketika menderita COVID
19. Selain itu, pasien COVID 19 yang mengalami
Reseptor ACE2 merupakan tempat masuknya injuri miokard juga akan memiliki risiko morbiditas
SARS-CoV2 ke dalam sel alveoli. Beberapa data dan mortalitas yang lebih tinggi saat perawatan. Selain
memperkirakan penggunaan ACE inhibitors (ACEi) terjadinya injuri miokard, gangguan kardiovaskular lain
dan angiotensin receptor blockers (ARB) dapat meng- yang dapat timbul antara lain komplikasi trombotik
“upregulate” ACE2 sehingga meningkatkan kerentanan arteri (dengan presentasi sindrom koroner akut),
sel terhadap virus. Di studi lain menunjukkan bahwa komplikasi tromboemboli vena, miokarditis, aritmia,
ACEi/ARB bermanfaat sebagai proteksi paru dengan gagal jantung, hingga syok kardiogenik. Beberapa
menghambat angiotensin I. Namun secara umum, terapi yang digunakan pada infeksi COVID 19 juga
diketahui dapat menyebabkan toksisitas pada sistem 5. Madjid M, Safavi-Naeini P, Solomon SD, Vardeny
kardiovaskular, sehingga dibutuhkan pemantauan O. Potential Effects of Coronaviruses on the
dalam pemberiannya untuk meminimalisir terjadinya Cardiovascular System: A Review. JAMA cardiology.
efek samping yang tidak diinginkan. 2020.
6. Zheng Y-Y, Ma Y-T, Zhang J-Y, Xie X. COVID-19
and the cardiovascular system. Nature Reviews
Conflict of Interest Cardiology. 2020:1-2.
7. Xiong T-Y, Redwood S, Prendergast B, Chen M.
None
Coronaviruses and the cardiovascular system: acute
Consent for Publication and long-term implications. European Heart Journal.
2020.
All authors consented for publication at the 8. Mehra MR, Ruschitzka F. COVID-19 Illness and
Indonesian Journal of Cardiology Heart Failure: A Missing Link? : JACC: Heart
Failure; 2020.
Sources of funding 9. Mitra RL GS, Epstein, LM. An algorithm for
managing QT prolongation in Coronavirus Disease
None
2019 (COVID-19) patients treated with either
chloroquine or hydroxychloroquine in conjunction
Ethical clearance
with azithromycin: Possible benefits of intravenous
Not applicable lidocaine. Elsevier. 2020.
Referensi
1. Yang X, Yu Y, Xu J, Shu H, Liu H, Wu Y, et al.
Clinical course and outcomes of critically ill patients
with SARS-CoV-2 pneumonia in Wuhan, China: a
single-centered, retrospective, observational study.
The Lancet Respiratory Medicine. 2020.
2. Clerkin KJ, Fried JA, Raikhelkar J, Sayer G,
Griffin JM, Masoumi A, et al. Coronavirus Disease
2019 (COVID-19) and Cardiovascular Disease.
Circulation. 2020.
3. Corrales-Medina VF, Musher DM, Shachkina S,
Chirinos JA. Acute pneumonia and the cardiovascular
system. The Lancet. 2013;381(9865):496-505.
4. Driggin E, Madhavan MV, Bikdeli B, Chuich T,
Laracy J, Bondi-Zoccai G, et al. Cardiovascular
considerations for patients, health care workers, and
health systems during the coronavirus disease 2019
(COVID-19) pandemic. Journal of the American
College of Cardiology. 2020.