Anda di halaman 1dari 42

PATIENT CENTERED CARE DAN CASE MANAGEMENT

Koordinator : Dr. F.Sri Susilaningsih, MNg


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Tata Kelola Klinis Pada Lingkup Keperawatan

OLEH:

AFRIDA RISTIA
ELSI RAHMADHANI
LILIS LUSIANI
MIMIN MAIMUNAH
MINI HARIANTI
NENENG ARIA NENGSIH

FAKULTAS KEPERAWATAN PEMINATAN ANAK


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
”Patient Centered Care Dan Case Management”

Makalah ini untuk memenuhi mata kuliah Tata Kelola Klinis Pada Lingkup
Keperawatan di Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran Bandung. Dalam penyusunan
makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat kerjasama dalam kelompok yang
solid, bantuan, dorongan dan bimbingan dari narasumber serta motivasi dari rekan-rekan
seperjuangan di Magister keperawatan anak sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
dapat teratasi. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua yang telah
berkontribusi dan memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.

Segala kesempurnaan hanya milik Allah dan tidak satupun pekerjaan manusia yang
luput dari kekurangan, termasuk penyusunan makalah ini. Penulis menerima kritik dan saran
dalam rangka membantu penyempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan hidayahnya. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Bandung, November 2015

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Sakit (RS) merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga sebagai salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang
sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan (UU No. 44 Tahun
2009). Berdasarkan survei Commonwealth Fund di lima negara (Australia, Kanada,
Selandia Baru, Inggris, dan AS) menunjukkan bahwa sepertiga pasien sakit di AS
meninggalkan ruang dokter tanpa mendapatkan jawaban atas pertanyaan penting. Negara-
negara tersebut, sepertiga sampai setengah dari responden mengatakan bahwa dokter
mereka kadang-kadang, jarang atau tidak pernah memberitahu mereka tentang pilihan
pengobatan atau melibatkan mereka dalam membuat keputusan tentang pengobatan
(Shaller, D, 2007).
Menanggapi fenomena pelayanan kesehatan rumah sakit di negara-negara maju di
atas, maka seyogyanya pelayanan rumah sakit harus memiliki mutu klinik yaitu
penampilan kerja para professional rumah sakit yang dapat menentukan baik buruknya
pelayanan rumah sakit. Trisnantoro, (2005) menyatakan bahwa pelayanan utama yang
diberikan oleh rumah sakit adalah pelayanan klinis bagi pasien, keluarga dan masyarakat.
Sehingga sistem governance manajemen rumah sakit, saat ini dikembangkan menjadi
sistem governance di klinik. Pengembangan ini dipelopori oleh Inggris pada dekade 90-an
dengan menggunakan istilah clinical governance. 

Guna mencapai good clinical governance diperlukan tujuh pilar dalam


pelaksanaannya salah satunya adalah Patient Centered Care (PCC). Pelayanan yang
berpusat pada pasien dan keluarga (patient- and family-centered care) dan outcome
klinis menjadi ukuran utama dalam keberhasilan manajemen dan bisnis rumah sakit.
Perawatan kesehatan sebaiknya menetapkan suatu kemitraan antara praktisi, pasien, dan
keluarga. Tujuannya agar dapat menghormati keputusan dan keinginan pasien, kebutuhan
dan preferensi serta pasien memiliki pendidikan dan dukungan yang mereka butuhkan
untuk membuat keputusan dan berpartisipasi dalam perawatan mereka sendiri. Studi
menunjukkan bahwa kesehatan yang berorientasikan pada preferensi dan kebutuhan
pasien, dapat memiliki potensi untuk meningkatkan kepuasan pasien. Juga telah terbukti
dapat mengurangi penggunaan layanan medis secara berlebihan (Shaller, D. 2007
&Nugroho, AS, 2013)
Pasien merupakan seseorang yang perlu mendapatkan perawatan, bukan
sekumpulan kondisi medis yang harus diobati. Menurut Institute for Patient-Family
Centered Care (2012), Pelayanan yang berpusat pada pasien dan keluarga adalah suatu
pendekatan dalam perencanaan, pemberian dan evaluasi pelayanan kesehatan yang
berbasis pada kemitraan yang saling memberikan manfaat antara penyedia pelayanan,
pasien, dan keluarga. Para klinisi dan penyedia pelayanan lainnya yang memiliki orientasi
berpusat pada pasien dan keluarga meyakini bahwa keluarga mempunyai peran vital dalam
masalah kesehatan bayi, anak-anak, remaja, dan berbagai usia anggota keluarganya.

Penyedia pelayanan menempatkan dukungan emosional, sosial dan dukungan


lainnya sebagai bagian utama pelayanan kesehatan serta berpartisipasi aktif dalam
meningkatkan kesehatan individual pasien dan keluarga. Prinsip pelayanan yang berpusat
pada pasien dan keluarga menjadi dasar dalam pengembangan kebijakan, program, desain
fasilitas, interaksi antar penyedia pelayanan, staf dan antara penyedia pelayanan dengan
pasien.Prinsip ini meningkatkan outcome klinis dan alokasi sumber daya yang bijak, serta
meningkatkan kepuasan pasien dan keluarganya.

Patient Center Care sebagai cara untuk mengetahui kesehatan dan penyakit yang
mempengaruhi kesejahteraan seseorang dan upaya untuk memberdayakan pasien dengan
memperluas perannya dalam perawatan kesehatan mereka. Selain itu juga dapat membuat
pasien lebih banyak informasi, dan memberikan jaminan, dukungan, kenyamanan,
penerimaan, legitimasi dan kepercayaan adalah fungsi dasar dari PCC (Fulford et al,
1996). Dampak dari tujuan PCC yaitu meningkatkan penyembuhan dan mengurangi
cedera dan penderitaan pasien (Nelson dan Gordon, 2006).

Makalah ini memaparkan tentang konsep-konsep dan bukti-bukti mengenai patient


centred care, tinjauan komprehensif atas pendekatan internasional dan konsep serta
aplikasi dari case managment.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisa penerapan
Patient Centered Care dan Case management pada tatanan pelayanan kesehatan dan
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah:
a. Menjelaskan konsep model Patient Centre Care
b. Menjelaskan Case Management
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Patient Centered Care


1. Definisi Patient Centered Care
Istilah Patient Centered Care muncul di Amerika Serikat pada tahun 1980
untuk menanggapi kebutuhan keluarga dengan anak-anak yang tidak bisa
meninggalkan rumah sakit (saat hospitalisasi). Pada umumnya anak-anak yang
dihospitalisasi di AS diadopsi konsep dari perawatan berpusat keluarga (konsep FCC).
Masukan dari orang tua dan anggota keluarga dapat meningkatkan perawatan pada
pasien anak serta dapat memberitahu dokter dan perawat tentang apa yang mereka
rasakan.Di Inggris, perawatan berpusat keluarga juga berkaitan dengan perawatan
kesehatan anak-anak, dan meliputikonsep-konsep partisipasi para orang tua;
Kerjasama dan kolaborasi antara tim Kesehatandan orang tua dalam pembuatan
keputusan; Keluarga-ramah lingkungan yang menormalkan fungsi keluarga dalam
kesehatan pengaturan sebanyak mungkin; dan menjaga anggota keluarga lainnya
(Lewis,s.,2009).
Menurut Institute for Patient-Family Centered Care(2012), pelayanan yang
berpusat pada pasien dan keluarga adalah suatu pendekatan dalam perencanaan,
pemberian dan evaluasi pelayanan kesehatan yang berbasis pada kemitraan yang
saling memberikan manfaat antara penyedia pelayanan, pasien, dan keluarga.
Sedangkan Menurut Institute of Medicine Patient centered Care adalah asuhan yang
menghormati dan responsive terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi
pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan bagi semua
keputusan klinis (Lumenta, 2012).

Menurut Australian Commisionon Safety and Quality in Health care


(ACSQHC) patient centered care adalah suatu pendekatan inovatif terhadap
perencanaan, pemberian, dan evaluasi atas pelayanan kesehatan yang didasarkan
pada kemitraan yang saling menguntungkan antara pemberi layanan kesehatan,
pasien dan keluarga. Patient centered care diterapkan kepada pasien dari segala
kelompok usia, dan bias dipraktekkan dalam setiap bentuk pelayanan kesehatan
(Lumenta, 2012).
Patient Centered Care adalah sebuah pendekatan inovatif untuk perencanaan,
pengiriman, dan evaluasi kesehatan yang didasarkan pada kemitraan yang saling
menguntungkan antara penyedia layanan kesehatan, pasien, dan keluarga. Perawatan
yang berpusat kepada pasien dan keluarga berlaku kepada pasien dari segala usia, dan
mungkin dipraktekkan dalam setting apapun kesehatan (Lewis,s.,2009).
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Patient Centered Care merupakan metode dalam pelayanan kesehatan sebagai
pendekatan dalam perencanaan, pengiriman, dan evaluasi kesehatanyang berpusat
pada pasien dan keluarga yang mencakup segala usia berdasarkan kemitraan yang
saling menguntungkan antara provider dengan pasien dan keluarga pasien.
PCC dirujuk sebagai pemenuhan kebutuhan pasiendalam perawatan kesehatan
(Lutz dan Bowers, 2000). Atributpraktik kesehatan yang berpusat pada pasien
terwakili dalamformat teori sistem yang ditunjukkan dalam gambar 1. Dibawah ini

2. Manfaat Model Perawatan Centre Care


Menurut Luxford, at all (2010) manfaat pelaksanaan Patient Center Care
secara luas berimplikasi kepada manfaat perawatan, manfaat klinis dan manfaat
operasional. Hasil studi menunjukan bahwa ketika pemberi pelayanan, staf
administrasi, keluarga dan pasien bekerja sama dalam suatu kemitraan didapatkan
bahwa kualitas pelayanan dan keselamatan pasien naik,biaya menurun dan kepuasan
pasien meningkat.
Sebuah Studi penelitian (dikutip dalam Charmel dan Frampton, 2008)
menyebutkan di rumah sakit AS yang menerapkan model patient centre care
didapatkan rata-rata lama menginap pasien (long of stay) pasien lebih rendah daripada
yang tidak menerapkan model patiet centered care. Data statistik lain menunjukan
adanya biaya perawatan perkasus lebih rendah sehingga terjadi pergeseran dari
pembiayaan yang tinggi ke pembiayaan yang lebih rendah. Manfaat lain adalah
penurunan angka kematian, penurunan angka kunjungan ke gawat darurat, kesalahan
pengobatan lebih sedikit dan tingkat infeksi lebih rendah.
Pasien dengan penyakit kronik yang dirawat dengan model patient centre care
didapatkan data meningkatnya manajemen penyakit, meningkatnya kepuasan pasien
dan dokter, meningkatnya keterlibatan pasien, mengurangi kecemasan pasien dan
meningkatnya kualitas hidup. Manfaat dari segi pembiayaan disebabkan oleh
meningkatnya efisiensi tes diagnostik yang lebih sedikit serta mengurangi angka
kunjungan pasien ke rumah sakit, karena pasien di dalam model patient centered care
dianggap sebagai komponen integral dalam perawatan pencegahan penyakit.
Meningkatnya kepuasaan pasien akan berdampak kepada kepuasaan karyawan
yang pada gilirannya akan meningkatkan motivasi dan kemampuannya dalam
memberikan pelayanan dengan model patient centered care. Menurut Charmel dan
prampton hubungan antara kepuasan pasien dan kepuasan karyawan tercermin dalam
filosopi dasar dari patient centere care, yaitu pentingnya perasaan staf untuk perduli
terhadap diri mereka sendiri sehingga mereka dapat memberikan perawatan terbaik
untuk pasiennya.
Lembaga patient and family Centered care (IPFCC) menyatakan bahwa
perawatan PFCC telah menjadi model bisnis untuk Medical College of Georgia
(MCG) karena berpengaruh positif pada metrik bisnis MCG meliputi keuangan,
kualitas, keamanan, kepuasan dan pangsa pasar). Temuan tersebut dipimpin oleh
Charmel dan Frampton yang menyimpulkan bahwa model Patient centered care bukan
hanya filosopi tetapi adalah prektek bisnis yang sehat.
Menurut shaller Model patient centered menempatkan pasien sebagai pusat
dari layanan kesehatan, sehingga pekerjaan yang tepat dan efektif yang dilakukan oleh
orang tepat dan waktu yang tepat pula (Pence, 1997 dalam Shaller). Patient Centered
Care meningkatkan kesinambungan kolaborasi terintegrasi antar professional
kesehatan, mengurangi angka kunjungan pasien ke rumah sakit, memberikan otonomi
pasien, serta memberdayakan anggota staf untuk merencanakan pekerjaannya yang
lebih responsive terhadap kebutuhan pasien (Lathrop et al, 1991; Robinson, 1991;
Frisch et al, 2000). Patient Centered Care memberikan perawatan yang lebih holistic,
meningkatkan kemampuan komunikasi antara pasien dan tenaga kesehatan,
menekankan pada pergeseran dari perawatan yang berfokus pada tubuh menjadi
perawatan keseluruhan, memfasilitasi pendekatan antar tim kesehatan, dan
mempelajari dan membagi kemampuanantara professional kesehatan (Ellis, 1999).

3. Model Patient Centered Care


Konsep Patient Centered Care merupakan pusat sistem perawatan kesehatan
dan mengakui pasien sebagai manusia seutuhnya dengan fisik, psikologis dan
kebutuhan sosial. Dasar aspek Patient Centered Care adalah pasien dianggap
seutuhnya dan perlu dihormati. Oleh karena itu, Patient Centered Care dianggap dari
dua pendekatan yaitu model sistem dan model proses. Sebuah model sistem terdiri
dari hirarki konstruksi yang diciptakan berpusat pada lingkungan pasien / patient
center environment(gambar 2). Dianggapmodel sistem karena sebagai pusat kerangka
Patient Centered Care yaitu penekanan diberikan kepada pasien secara individual.
Kebutuhan perawatan pasien dilakukan dengan mengorganisir staf dan layanan.
Flarey, 1995; Coulter, 2002b; Ponte et al, 2003;Shaller, 2007).
Sedangkan model proses adalah pendekatan yang sadar dalam mengadopsi
perspektif pasien. Terdiri dari tujuh dimensi yaitu menggambarkan berbagai
kegiatan,termasuk: pertimbangan keyakinan pasien, nilai-nilai danmenyatakan
kebutuhan; koordinasi dan mengintegrasikan perawatan;menginformasikan,
berkomunikasi dan mendidik pasien padapengobatan dan perawatan; menyediakan
kenyamanan fisik dan emosional dukungan; melibatkan pasien dan keluarga dalam
pengambilan keputusan;dan memastikan transisi dan kesinambungan perawatan
pasien. Pada dasarnya, model sistem menekankan penciptaan lingkungan yang
berpusat pada pasien agar berhasil menerapkan Patient Centered Care dalam sistem
kesehatan, sementara prosesmodel menggambarkan berbagai kegiatan penting untuk
Patient Centered Care(Abdellah et al, 1973; Coklat et al, 2006).

4. Hubungan Patient Centered Care dengan Collaborative care


Menurut Lumenta (2012) model pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua yaitu
model pelayanan kesehatan tradisional dan model pelayanan kesehatan modern.
Kedua model pelayanan tersebut membentuk hubungan kerja diantara tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien/klien. Kolaborasi interdisiplin
dapat terlihat saat melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam
asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada pekerjaannya.
Pendekatan yang lebih modern dalam pelayanan kesehatan saat ini
diterapkan dengan cepat di banyak RS di seluruh dunia, yaitu model Tim Interdisiplin
yang fokus pada patient center care.PCC adalah sebuah model yang digunakan dalam
sistem kesehatan modern. Gerakanmenuju PCC oleh negara Amerika Serikat,Inggris
Raya, Eropa dan Asia, dan mengembangkan layanan yang berpusat pada pasien
adalah tema utama dari sistem kesehatan keliling dunia. Namun, ada kesulitan
dengankonsep, terutama di tingkat implementasi (Davies,2007: p39). Namun
pelaksanaan PCC telah terhambatoleh kurangnya definisi yang jelas dan metode
pengukuran(Robinson et al, 2008).

Pada model tradisional, pasien & keluarga (“dibangun”) patuh tanpa syarat
kepada expertise dari para pofesional pelayanan kesehatan yang
paternalistik.Sedangkan pada model ‘Patient Centered Care’ (PCC) diberlakukan
kemitraan yg setara. Sistem pelayanan kesehatan masa kini, masih sulit bagibanyak
orang untuk menghargai dan mengembangkan kolaborasi antar pemberi pelayanan
kesehatan dan pasien – keluarga.

Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam tim


interdisiplin. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Sedangkandokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan
seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota
tim lain sebagai membuat relevan pemberian pengobatan.
Gambar. Model MODERN PatientCenteredCare

perawat
apoteker
dokter

PASIEN
Ahli gizi
Fisio

terapi

Radio Lainnya
grafer

5. Faktor-Faktor yang Berkontribusi dalam Patient Centered Care


Ada tujuh factor kunci yang berkontribusi dalam keberhasilan pelaksanaan
PCC yang didasarkan pada tingkatan (Shaller,D 2007):
a. Kepemimpinan
Pemimpin harus mempunyai komitmen dalam mempertahankan organisasi
sesuai misi. Diperlukan Strategi untuk meningkatkan perubahan. Pemimpin harus
memiliki strategi utama diperlukan untuk mengatasi hambatan dan membantu
meningkatkan pelaksanaan pasien. Strategi tersebut yaitu 1) Tingkat organisasi.
Merupakan strategi yang dirancang terutama untuk memperkuat kapasitas
mencapai perawatan pasien di tingkat organisasi termasuk:pelatihan dan
pengembangan kepemimpinan, reward, insentif, pelatihan peningkatan mutu. 2)
System level. Merupakan strategi yang ditujukan untuk mengubah eksternal
insentif dalam sistem perawatan kesehatan secara keseluruhan, untuk pengaruh
positif dan reward dalam organisasi sehingga dapat mencapai tingkatan yang tinggi
dalam penerapan patient center care. Strategi ini termasuk: pendidikan publik dan
keterlibatan pasien, laporan publik tentang standar pasien center care, persyaratan
akreditasi dan sertifikat yang dibutuhkan.

b. Visi strategis dan komunikasi


Mengkomunikasikan visi dalam upaya mengembangkan visi dengan anggota dalam
organisasi sehingga dapat memperkuatvisisecararealistis untuk mencapai tujuan.
c. Keterlibatan pasien dan keluarga,
Keterlibatan keluarga berkontribusi dalam memberikan informasi yang adekuat,
proses perencanaan kepada pasien, dan ikut serta dalam menentukan kebijakan
guna pemberian pelayanan yang berkualitas.
d. Lingkungan kerja yang kondusif
Lingkungan kerja yang kondusif dapat mendukung pemberian pelayanan dengan
memperlakukan pasien dan keluarga dengan hormat dan bermartabat.
e. Pengukuran sistematik dan umpan balik
Evaluasi yang dapat dilakukan meliputi beberapa kegiatan, seperti survey
pengalaman pasien, keluhan, tindakan kepuasan pasien, dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan perawatan pasien. Pengukuran yang sistematik
dan adanya umpan balik harus dipantau terus-menerus agar berdampak pada mutu
pelayanan dan strategi yang lebih baik.
f. Dukungan teknologi
Tekhnologi yang mendukung dapat membantu pasien dan keluarga berhubungan
langsung dengan pemberi pelayanan atau pasien dapat mengakses catatan medis
elektronik yang ada di tempat pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Dimensi Patient Centered Care


Menurut Lewis,S (2009) Konsep modern dari patient centered care
didasarkan pada penelitian yang dilakukan pada tahun 1993oleh Institut Picker,
Konjungsi dengan Harvard School of Medicine. Penelitian ini diidentifikasi delapan
dimensi berpusat pada pasien perawatan yang awalnya didokumentasikan dalam buku,
Melalui mata pasien: Pemahaman dan mempromosikan pasien. Dimensi patien center
care adalah
a. Menghormati nilai-nilai dan preferensi pasien
b. Dukungan emosional
c. Kenyamanan fisik
d. Informasi, komunikasi dan pendidikan
e. Kontinuitas dan transisi
f. Koordinasi perawatan
g. Keterlibatan keluarga dan teman
h. Akses ke perawatan

Berdasarkan buku Through the Patient’s Eyes:Understanding and


Promoting Patient-Centered Care (Gerteis, 1993) menyatakan ada delapan dimensi
yang diperlukan untuk mencapai pelaksanaan PCC secara cepat dan luas baik di
tatanan rawat inap maupun rawat jalan yaitu

Dimensi-dimensi tersebut adalah kerangka kerja yang jelas, didefinisikan


sebagai perspektif pasien untuk pertama kalinya dan menjabat sebagai Yayasan NRC
Picker survei untuk mengukur pengalaman pasien perawatan kesehatan. Perawatan
berpusat-pasien juga berfokus pada staf. Pendekatan yang berpusat pada pasien juga
harus memiliki staf yang berpengalaman, karena kemampuan dan kecenderungan
stafpada perawatan efektif dapat mempengaruhi pasien.
Sedangkan menurut Gerteis et al, (1993 dalam Pelzang,P, 2010), ada 7 dimensi Patient
Centered Care diantaranya yaitu :
a. Menghormati nilai-nilai pasien, preferensi dan kebutuhan
1) Menerima pasien sebagai manusia seutuhnya
2) Melibatkan pasien dalam perawatan pengambilan keputusan
3) Mendengarkan dan mempertimbangkan kebutuhan pasien
4) Menjaga kerahasiaan untuk melindungi informasi pasien
b. Koordinasi dan integrasi dari perawatan
1) Bekerja pada pendekatan multidisiplin
2) Melakukan koordinasi dan mengintegrasikan perawatan klinis; layanan tambahan
dan dukungan; danperawatan pasien
3) Melibatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan
peningkatankualitas tingkat organisasi
c. Informasi, komunikasi dan pendidikan
1) Memberikan informasi yang akurat dan mudah dipahami pasien tentang
pengobatan, perawatan danintervensi
2) Aktif mendengarkan pasien dan keluarga
3) Memberikan terapi sentuhan dan komunikasi ketika diperlukan
d. Kenyamanan fisik
1) Meningkatkan lingkungan yang nyaman dan mendukung rumah sakit
2) Memberikan pelayanan tepat waktu, sesuai, dan ahli manajemen gejala
3) Menyediakan perawatan kesehatan dasar yang mendukung dan memelihara fungsi
normal tubuh
e. Dukungan emosional dan meminimalkan ketakutan dan kecemasan
1) Mendengarkan pasien dengan perhatian penuh
2) Menyediakan jelas, tepat waktu dan bermakna infor Masi mengenai penyakit
3) Peduli dengan empati
f. Keterlibatan keluarga dan teman
1) Menyediakan cukup informasi mengenai penyakit pasien
2) Menghormati dan mengakui keluarga dan teman-teman pasien sebagai dukungan
dalam perawatan pasien
3) Menyediakan lingkungan yang mendukung
g. Transisi dan kesinambungan perawatan
1) Melibatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan debit
2) Menyediakan informasi yang jelas melalui koordinasi dan pendidikan pada tanda-
tanda bahaya, siapa yang dihubungi jika ada pertanyaan, apa yang harus
dilakukan dalam keadaan darurat, bagaimana menanganiperawatan, perubahan
rias, dan obat-obatan
3) Merujuk pasien ke pusat kesehatan sesuai dengan petunjuk yang jelas

7. Unsur-unsur Patient Centered Care


Ada beberapan unsur inti dalam kerangka kerja dalam PCC sebagaimana
yang dikemukan oleh Goodrich and Comwell (2008) :
a. Pendidikan dan pengetahuan bersama dalam perawatan pasien yang akan
meningkatkan pemahaman dan peran serta aktif pasien dan keluarga dalam
perawatan pasien
b. Keterlibatan keluarga dan teman yang meningkatkan kerjasama klien dan
kelurga dalam mendukung kesembuhan klien yang menjalani perawatan
c. Kolaborasi dan tim manajemen dalam pengelolaan pearawatan pasien
d. Kepekaan terhadap dimensi nonmedis dan perawatan spiritual
e. Menghormati kebutuhan dan preferensi pasien selama pasien dirawat yang akan
meningkatkan kenyamanan klien dan keluarga atas penghormatan pada martabat
pasien sebagai manusia seutuhnya.
f. Aksebilitas informasi yang akan memudahkan pasien dan keluarga dalam
mendapatkan penjelasan terhadap hal-hal yang memerlukan keterangan dari
perawat dan tim medis

Sedangkan menurut Shaller, D, (2007) ada 6 unsur penting dalam konsep


patient center care. Unsur-unsur inti berikut telah didentifikasi dan paling sering
digunakan, diantaranya yaitu : 1) Pendidikan dan pengetahuan bersama ; 2)
Keterlibatan keluarga dan teman; 3) Kolaborasi dan tim manajemen ; 4) Sensitivitas
pada dimensi yang nonmedical dan rohani perawatan ; 5) Menghormati preferensi dan
kebutuhan pasien ; 6) Bebas dalam aksesibilitas informasi.

Adapun unsur PCC menurut Johnson, B et al. Institute for Family-Centered


Care 2008 adalah sebagai berikut :

1. Martabat dan Rasa hormat.


 Pemberi pelayanan kes mendengarkan & menghormati pandangan dan pilihan
pasien & keluarga.
 Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien & keluarga
dimasukkan dlm perencanaan dan pemberian pelayanan kesehatan
2. Berbagi informasi-edukasi.
 Pemberi pelayanan kes mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara
lengkap kepada pasien & keluarga, proaktif.
 Pasien & keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat
3. Partisipasi.
Pasien & keluarga didorong dan didukung utk berpartisipasi dlm asuhan dan
pengambilan keputusan / pilihan mereka
4. Kolaborasi / kerjasama.
Pimpinan pelayanan kes bekerjasama dgn pasien & keluarga dlm pengembangan,
implementasi dan evaluasi kebijakan dan program.

8. Hambatan Penerapan Patient Centered Care

Meskipun para pemimpin dalam profesi kesehatan menganjurkan


menggabungkan pasien centered care dalam pendidikan kesehatan profesional, masih
ada beberapa praktik pendidikan, dan hambatan regulasi untuk melaksanakan berpusat
pasienvisi. Berikut adalah beberapa yang paling menonjolhambatan untuk Patient
Centered Care.
a. Kurangnya jelas definisi Patient Centered Care
kurangnya artikulasi dari apa yang melibatkan Patient Centered Care masalah
yang dikenal dalam perawatan kesehatan (Nelson danGordon, 2006). Patient
centered care yang digunakan secara luas tetapi kurang memahami konsep
dalam praktek kedokteran (Stewart, 2001). kurangnya kejelasan dalam definisi
itu sendiri adalah suatu rintangan pelaksanaan PCC (Davies et al, 2007).
Kegagalan untuk menentukan apa PCC dan cara kerjanya akan memiliki besar
implikasi bagi hasil kesehatan.
b. Penekanan pendidikan yang tidak memadai pada Patient Centered Care
PCC merupakan kebutuhan interprofessional praktek, dan terorganisirnya
program pendidikan interprofessional sangat penting untuk mencapai ini.
Namun, ada pengakuan luas, terutama dalam pendidikan medis dari informal
kurikulum, dimana fakultas dan model peran sering memiliki dampak yang
lebih besar pada perilaku peserta pelatihan daripada menyelenggarakan
pendidikan. Dalam dunia keperawatan, adanya kegagalan untuk mengenali
komunikasi perawat-pasien sebagai komponen penting perawatan adalah
penghalang terbesar untuk efektifitas komunikasi.

c. Kurangnya koordinasi, kolaborasi dan kelangsungan perawatan


Glick dan Moore (2001) menggambarkan 'terputusnya’ Sistem Kesehatan,
di mana pasien dengan cepat diserahkanke personil di tempat-tempat baru
perawatan. Dalam sistem tersebut,penyedia layanan kesehatan
mengembangkan pandangan yang sempit, tugas-spesifikpenyakit pasien dan
tidak dapat melihat pasien sebagai manusia seutuhnya. Hal ini mendorong
pembentukan Divisi peran, yang menyebabkan fragmentasi perawatan.
Pembagian peran danfragmentasi perawatan membatasi peluang untuk
kesehatan profesional untuk melihat pasien yang maju, dan memberi mereka
hanya terbatas paparan kursus lengkap dari penyakit pasien.

d. Kekurangan Staff
Kekurangan kerja paksa dan staf adalah hambatan utama untuk PCCdiamati
dalam pengaturan praktis (Pelzang et al, 2010). Dunn(2003) menunjukkan
bahwa kurangnya waktu, motivasi dan kebijaksanaanbertindak sebagai
hambatan PCC. Karena keterbatasan waktu dan staf,profesional kesehatan
sering tidak duduk dengan pasien mereka,dan ketika mereka melakukannya,
sering mendengarkan buru-buru keprihatinan mereka(Buerhaus et al, 2005).
Kekurangan tenaga kesehatan yang mengarah ke ritualdan rutinitas latihan
yang menghambat perkembanganPCC di rumah sakit (Kelly, 2007). Bahkan
dalam praktek-praktek kesehatan mana PCC dihargai, tuntutan untuk
merawat banyakpasien pada waktu dapat merusak kemampuan profesional
'memberikan dukungan fisik dan emosional, dan menghormati merekapasien
preferensi (Komite Institute of Medicine (AS)kualitas perawatan kesehatan di
Amerika, 2001).
e. Tidak adanya model pengajaran yang baik dan kurikulumPatient centered
care
Stres Lewin et al (2001) yang memiliki beberapa metode pendidikan telah
terbukti menyebabkan peningkatan pasien-centredness, tetapi pengamatan ini
tersebar dan tidak sepenuhnya ditirudi seluruh disiplin ilmu. Sebagian besar
aspek PCC, selain keterampilan komunikasi, tidak diajarkan sebagai bagian
dari kurikulum.Levinson dan Roter (1993) mempertahankan bahwa tidak ada
cukup program pendidikan berkelanjutan yang tersedia untuk mengajar
penyedia pelayanan kesehatan yang saat ini dalam aspek PCC, terutama pada
aspek sosial dan interpersonal.
f. Dominasi model biomedis di Kesehatan
Dalam perawatan kesehatan, model biomedis praktek berlaku.Laporan pasien
penyakit diambil untuk menunjukkan adanya dari proses penyakit (Mead dan
Bower, 2000). Pasien dapathadir dengan kondisi yang berkaitan dengan
masalah yang lebih besar berakardalam aspek kehidupan sehari-hari mereka,
benar-benar diabaikan. Dalam paradigma biomedis yang dominan, pasien
yang tidaklagi dilihat sebagai seutuhnya dan kebutuhan mereka tidak diakui.

9. Pengetahuan dan Kemampuan mendukung Patient Centered Care


Dalam pelaksanaan PCC sangat diperlukan para staf profesional, berpengalaman
dan berpengetahuan di bidang klinik, didukung oleh kemampuan dalam membuat
data yang sesuai dengan kondisi pasien, kemampuan membuat laporan klinik,
serta berkemampuan dalam melakukan prosedur tindakan dan komunikatif
(Lipkin, 1984; Roter, 2004; Tongue, 2005; Beach, 2006). Selain itu, mampu
mengembangkan hubungan dengan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya, sehingga akan berpegaruh terhadap keberhasilan perawatan pasien
(Binnie, 1999; McCormack, 2003; Halloran, 2005; Price, 2006; Booth, 2007).
Berikut tabel pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan pasien:

Tabel.2.1 Pengetahuan dan Kemampuan yang dibutuhkan pasien


10. Aplikasi penerapan Patient Centered Care di Indonesia
Penerapan Patient Centered Care di Indonesia telah mulai dilaksanakan dengan
diberlakukannya Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012. Kelompok
pelayanan yang berfokus pada pasien dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit 2012
adalah meliputi standar Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan,
Assesment Pasien, Pelayanan Pasien, Hak Pasien dan Keluarga, Manajemen
Penggunaan Obat, Pelayanan Anestesi dan Bedah dan Pendidikan Pasien dan
Keluarga. Menurut Lumenta, 2012 penerapan Patient Centered Care melalui
Standar Akreditasi Rumah Sakit 2012 adalah sebagai berikut:

a. Patient Centre Care/ Pelayanan Fokus kepada Pasien


1) Pelayanan berpusat dan bermitra dengan pasien yang merupakan core concept
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien di rumah sakit.
2) Rumah sakit bertanggung jawab untuk memberikan proses yang mendukung
hak pasien dan keluarganya selama dalam pelayanan (standar HPK.1).
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah pimpinan rumah sakit bertanggung
jawab bagaimana cara pemberian pelayanan kepada pasien. Sebab itu
pimpinan harus mengetahui dan mengerti hak pasien dan keluarganya, serta
tanggung jawab rumah sakit sesuai dengan undang-undang dan peraturan
yang berlaku. Pimpinan mengarahkan untuk memastikan agar seluruh staf
bertanggungjawab melindungi hak tersebut. Untuk melindungi secara
efektif dan mengedepankan hak pasien, pimpinan bekerja sama dan
berusaha memahami tanggungjawab mereka dalam hubungannya dengan
komunitas yang dilayani rumah sakit. Rumah sakit menghormati hak pasien
dan dalam beberapa situasi hak istimewa keluarga pasien, untuk menentukan
informasi apa saja yang berhubungan dengan pelayanan yang boleh
disampaikan kepada keluarga atau pihak lain, dalam situasi tertentu. Misalnya,
pasien mungkin tidak mau diagnosisnya diketahui keluarga.Hak pasien dan
keluarga merupakan elemen dasar dari semua kontak di rumah sakit, stafnya,
serta pasien dan keluarganya. Sebab itu, kebijakan dan prosedur ditetapkan
dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa semua staf mengetahui dan
memberi respon terhadap isu hak pasien dan keluarga, ketika mereka
melayani pasien.
3) Pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan menghormati nilai-nilai
pribadi dan kepercayaan pasien (Standar HPK.1.1). Rumah sakit mempunyai
proses untuk berespon terhadap permintaan pasien dan keluarganya untuk
pelayanan rohaniwan atau sejenisnya berkenaan dengan agama dan
kepercayaan pasien. Standar HPK.1.1.1.

Maksud dan tujuan standar ini adalah setiap pasien memiliki budaya dan
kepercayaan masing-masing dan membawanya kedalam proses
pelayanan.Beberapa nilai dan kepercayaan yang ada pada pasien sering
bersumber dari budaya dan agama. Terdapat pula nilai dan kepercayaan yang
sumbernya dari pasien saja. Semua pasien didorong untuk mengekspresikan
kepercayaan mereka dengan tetap menghargai kepercayaan pihak lain.
Sehingga setiap praktisi pelayanan kesehatan harus berusaha memahami
asuhan dan pelayanan yang diberikan dalam konteks nilai-nilai dan
kepercayaan pasien.Apabila pasien atau keluarganya ingin bicara dengan
seseorang berkenaan dengan kebutuhan keagamaan dan rohaninya, rumah
sakit memiliki prosedur untuk melayani hal permintaan tersebut. Proses
tersebut dapat dilaksanakan melalui staf bidang kerohanian, dari sumber lokal
atau sumber rujukan keluarga.

4) RS mendukung hak pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam proses


pelayanan (HPK 2).
Maksud dari standar ini adalah pasien dan keluarga berpartisipasi dalam
proses pelayanan melalui pembuatan keputusan tentang pelayanan,
bertanya tentang pelayanan, dan bahkan menolak prosedur diagnostik dan
pengobatan. Rumah sakit mendukung dan meningkatkan keterlibatan
pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan dengan
mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur yang
terkait. Kebijakan dan prosedur mengenai hak pasien untuk mencari second
opinion / pendapat kedua.
5) Pelayanan menghormati kebutuhan privasi pasien (Std HPK 1.2)
Maksud dan tujuan standar ini adalah privasi pasien penting, khususnya pada
waktu wawancara klinis, pemeriksaan, prosedur/tindakan, pengobatan, dan
transportasi .Pasien mungkin menghendaki privasi dari staf lain, dari pasien
yang lain, bahkan dari keluarganya.Mungkin mereka juga tidak bersedia
difoto, direkam.Ketika staf memberikan pelayanan kepada pasien, mereka
perlu menanyakan kebutuhan dan harapan pasien terhadap privasi dalam
kaitan dengan asuhan atau pelayanan. Komunikasi antara staf dan pasien
membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka dan tidak perlu
didokumentasi.
6) Rumah sakit menghormati keinginan dan pilihan pasien menolak pelayanan
resusitasi atau menolak atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar.
(HPK.2.3)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah keputusan menolak pelayanan
resusitasi atau tidak melanjutkan atau menolak pengobatan bantuan hidup dasar
merupakan keputusan yang paling sulit yang dihadapi pasien, keluarga,
profesional pelayanan kesehatan dan rumah sakit. Karena itu, penting bagi
rumah sakit untuk mengembangkan kerangka kerja untuk pembuatan keputusan
yang sulit tersebut. Kerangka kerja :
a) Membantu rumah sakit mengidentifikasi posisinya pada masalah ini
b) Memastikan bahwa posisi rumah sakit memenuhi norma agama dan budaya dan
kepada syarat hukum dan peraturan, khususnya tentang persyaratan hukum
untuk resusitasi tidak konsisten dengan permintaan pasien
c) Mencari jalan keluar apabila keputusan tersebut berubah sewaktu pelayanan
sedang berjalan.
d) Memandu profesional kesehatan melalui isu etika dan hukum dalam
melaksanakan permintaan pasien tersebut. Untuk memastikan bahwa proses
pengambilan keputusan tentang pelaksanaan keinginan pasien dilakukan
secara konsisten, rumah sakit mengembangkan kebijakan dan prosedur
melalui suatu proses yang melibatkan banyak profesional dan sudut pandang.
Kebijakan dan prosedur mengidentifikasi garis akuntabilitas dan
tanggungjawab dan bagaimana proses didokumentasikan dalam rekam medis
pasien.

7) Staf RS dididik tentang peran mereka dalam mengidentifikasi nilai-nilai dan


kepercayaan pasien serta melindungi hak pasien (HPK 4).
Maksud standar ini adalah Rumah sakit mendidik semua staf tentang hak pasien
dan keluarganya. Pendidikan menyadarkan bahwa staf dapat mempunyai nilai
-nilai dan kepercayaan yang berbeda dari pasien yang mereka layani.
Pendidikan tersebut termasuk bagaimana setiap staf ikut serta dalam
mengidentifikasi nilai-nilai dan kepercayaan pasien serta bagaimana staf
menghormati nilai-nilai dan kepercayaan tersebut dalam proses asuhan.
8) Setiap pasien dijelaskan mengenai hak mereka dengan cara dan bahasa yang
dapat mereka pahami (HPK.5)
Maksud dari standar ini adalah ketika pasien masuk sebagai pasien baik rawat inap
atau rawat jalan di rumah sakit dapat membuat pasien takut dan bingung sehingga
mereka sulit bertindak berdasarkan hak dan memahami tanggung jawab mereka
dalam proses asuhan. Oleh karena itu, rumah sakit menyediakan pernyataan tertulis
tentang hak dan tanggung jawab pasien dan keluarganya yang diberikan kepada
pasien pada saat masuk rawat inap atau rawat jalan.Misalnya, pernyataan tersebut
dapat dipampang di rumah sakit.Pemyataan ini disesuaikan dengan umur,
pemahaman, dan bahasa pasien. Bila komunikasi tertulis tidak efektif atau tidak
sesuai, pasien dan keluarganya diberi penjelasan tentang hak dan tanggung jawab
mereka dengan bahasa dan cara yang dapat mereka pahami.

b. Informasi, Komunikasi, Edukasi


1) RS menyediakan pendidikan untuk menunjang partisipasi pasien dan keluarga dlm
pengambilan keputusan dan proses pelayanan (standar PPK 1).
Maksud dari standar ini adalah Rumah sakit mendidik pasien dan keluarganya,
sehingga mereka mendapat pengetahuan dan ketrampilan untuk berpartisipasi
dalam proses dan pengambilan keputusan asuhan pasien. Setiap rumah sakit
mengembangkan/memasukkan pendidikan ke dalam proses asuhan berbasis
misi, jenis pelayanan yang di berikan dan populasi pasien. Pendidikan
direncanakan untuk menjamin bahwa setiap pasien diberikan pendidikan sesuai
kebutuhannya.Rumah sakit menetapkan bagaimana mengorganisasikan sumber
daya pendidikan secara efektif dan efisien.Oleh karena itu, rumah sakit perlu
menetapkan koordinator pendidikan atau komite pendidikan, menciptakan
pelayanan pendidikan, mengatur penugasan seluruh staf yang memberikan
pendidikan kesehatan secara terkoordinasi.
2) Dilakukan asesmen kebutuhan pendidikan masing-masing pasien dan dicatat di
rekam medisnya (PPK 2)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalahpendidikan berfokus pada pengetahuan
dan ketrampilan spesifik yang dibutuhkan pasien dan keluarga dalam pengambilan
keputusan, berpartisipasi dalam asuhan dan asuhan berkelanjutan di rumah.Untuk
memahami kebutuhan masing-masing pasien dan keluarganya, tersedia proses
asesmen untuk mengidentifikasi jenis pembedahan, prosedur invasif lainnya
dan rencana pengobatan, kebutuhan perawat pendamping dan kebutuhan asuhan
berkelanjutan di rumah setelah pasien pulang. Asesmen ini memungkinan para
pemberi asuhan merencanakan dan memberikan pendidikan sesuai kebutuhan. Bila
pasien atau keluarganya secara langsung berpartisipasi dalam pemberian
pelayanan (contoh: mengganti balutan, menyuapi pasien, memberikan obat,
dan tindakan pengobatan), mereka perlu diberi pendidikan tentang hal
itu.Ketika kebutuhan pendidikan teridentifikasi, dicatat di rekam medis. Hal
ini akan membantu semua petugas pemberi pelayanan berpartisipasi dalam
proses pendidikan.
4) Rumah sakit menginformasikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan
danpelayanan, serta bagaimana cara mengakses untuk mendapatkanpelayanan
tersebut (MKI 2)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah pasien dan keluarga membutuhkan
informasi lengkap mengenai asuhan dan pelayanan yang ditawarkan oleh rumah
sakit, serta bagaimana untuk mengakses pelayanan tersebut. Memberikan
informasi ini penting untuk membangun komunikasi yang terbuka dan
terpercaya antara pasien, keluarga dan rumah sakit.
5) RS memberitahu pasien dan keluarga, dengan cara dan bahasa yang dapat
dimengerti tentang proses bagaimana mereka akan diberitahu tentang kondisi
medis dan setiap diagnosis pasti, bagaimana merekaingin dijelaskan tentang
rencana pelayanan dan pengobatan, sertabagaimana mereka dapat berpartisipasi
dlm keputusan pelayanan, bila mereka memintanya (HPK 2.1)
Maksud dari standar ini adalah untuk partisipasi pasien dan keluarga, mereka
membutuhkan informasi dasar tentang kondisi medis yang ditemukan dalam
asesmen, termasuk diagnosis pasti bila diminta, dan usulan pelayanan dan
pengobatan. Pasien dan keluarganya memahami kapan mereka akan diberitahu
informasi ini dan siapa yang bertanggung jawab memberitahu mereka. Pasien dan
keluarganya memahami bentuk keputusan yang harus dibuat tentang
pelayanannya dan bagaimana berpartisipasi dalam membuat keputusan
tersebut. Pada beberapa pasien yang tidak mau diberitahu tentang diagnosis pasti
atau berpartisipasi dalam keputusan tentang pelayanannya, mereka diberi
kesempatan dan dapat memilih berpartisipasi melalui keluarganya, teman atau
wakil yang dapat mengambil keputusan.
6) Komunikasi dan pendidikan kepada pasien dan keluarga diberikan dalam format
dan bahasa yang dapat dimengerti (MKI 3).

Pasien hanya dapat membuat keputusan yang dikemukakan dan berpartisipasi


dalam proses asuhan apabila mereka memahami informasi yang diberikan kepada
mereka. Oleh karena itu, perhatian khusus perlu diberikan kepada format dan
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, dan pemberian pendidikan kepada
pasien dan keluarga. Pasien merespon secara berbeda terhadap instruksi lisan,
materi tertulis, video, demonstrasi/peragaan dan lain-lain. Demikian juga,
penting untuk mengerti bahasa yang dipilih. Ada kalanya, anggota keluarga
atau penerjemah mungkin dibutuhkan untuk membantu dalam pendidikan atau
menterjemahkan materi.Khusus anak-anak, dalam berperan sebagai penerjemah
untuk mengkomunikasikan informasi klinis dan informasi lainnya serta
pendidikan. Sehingga, penerjemah anak digunakan hanya sebagai suatu upaya
akhir.

7) RS berusaha mengurangi kendala fisik, bahasa dan budaya serta penghalang lainnya
dalam memberikan pelayanan (APK 1.3).
Maksud dan tujuan dari standar ini adalahrumah sakit sering melayani berbagai
populasi masyarakat. Mungkin pasiennya tua, cacat fisik, bicara dengan
berbagai bahasa dan dialek, budaya yang berbeda atau ada penghalang lainnya
yang membuat proses pemberian dan penerimaan pelayanan menjadi sulit. Rumah
sakit sudah mengidentifikasi kesulitan tersebut dan telah melaksanakan proses untuk
mengurangi dan menghilangkan rintangan tersebut pada saat penerimaan. Rumah
sakit juga berusaha untuk mengurangi dampak dari rintangan tersebut dalam
memberikan pelayanan.

8) Pasien dan keluarga diberi tahu tentang hasil asuhan dan pengobatan termasuk
kejadian tidak diharapkan ( PP 2.4)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah asuhan dan proses pengobatan
merupakan siklus terusan dari asesmen dan asesmen ulang, perencanaan dan
pemberian asuhan, dan asesmen hasil. Pasien dan keluarga diberitahukan tentang
hasil dari proses asesmen, tentang perencanaan asuhan dan pengobatan dan
diikutsertakan dalam pengambil an keputusan. Jadi untuk melengkapi siklus
informasi dengan pasien, mereka perlu diberitahu tentang hasil asuhan dan
pengobatan, termasuk informasi tentang hasil asuhan yang tidak diharapkan.

9) Rumah sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang bagaimana mereka akan
dijelaskan tentang hasil pelayanan dan pengobatan, termasuk hasil yang tidak
diharapkan dan siapa yang akan memberitahukan. (Std HPK 2.1.1).
Maksud dari standar ini adalah selama dalam proses pelayanan, pasien dan
keluarganya mempunyai hak untuk diberitahu mengenai hasil dari rencana
pelayanan dan pengobatan. Penting bahwa mereka diberitahu tentang kejadian
tidak diharapkan dari pelayanan dan pengobatan, seperti kejadian tidak
terantisipasi pada operasi atau obat yang diresepkan atau pengobatan lain.
Harus jelas kepada pasien bagaimana mereka akan diberitahu dan siapa yang akan
memberitahu tentang hasil yan g diharapkan dan yang tidak diharapkan.

10) Pada admisi rawat inap, pasien dan keluarganya mendapat penjelasan tentang
pelayanan yang ditawarkan, hasil yang diharapkandan perkiraan biaya pelayanan
tersebut ( Std APK 1.2)
Maksud dari standar ini adalah pada waktu proses penerimaan, pasien dan
keluarganya mendapatkan penjelasan yang cukup untuk membuat keputusan
berkenaan dengan pelayanan yang dianjurkan. Penjelasan mencakup tentang
pelayanan yang dianjurkan, hasil pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya dari
pelayanan tersebut. Penjelasan diberikan kepada pasien dan keluarganya atau pembuat
keputusan baik untuk pasien atas jaminan atau biaya pribadi.Apabila situasi
keuangannya terbatas untuk biaya pelayanan, rumah sakit mencari jalan keluar untuk
mengatasinya, penjelasan tersebut dapat dalam bentuk tertulis atau lisan dan dicatat di
rekam medis pasien.

11) Rumah sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keuarganya mengenai
proses menerima dan bertindak terhadap keluhan, konflik dan perbedaan
pendapat tentang pelayanan pasien dan hak pasien untuk berpartisipasi dalam proses
ini. (HPK.3).
Maksud dari standar ini adalah pasien mempunyai hak untuk menyampaikan
keluhan tentang pelayanan mereka, dan keluhan tersebut ditelaah, bila mungkin,
diselesaikan. Keputusan mengenai pelayanan kadang-kadang menimbulkan
pertanyaan, konflik, atau dilema lain bagi rumah sakit dan pasien, keluarga atau
pembuat keputusan lainnya. Dilema ini dapat timbul dari masalah akses, pengobatan
atau pemulangan pasien.Dilema tersebut sulit diselesaikan jika menyangkut, misalnya
masalah penolakan pelayanan resusitasi atau pengobatan bantuan hidup dasar.Rumah
sakit menetapkan cara-cara mencari solusi terhadap dilema dan keluhan tersebut.
Rumah sakit mengidentifikasi dalam kebijakan dan prosedur, siapa yang perlu
dilibatkan dalam proses dan bagaimana pasien dan keluarganya ikut berpartisipasi.
c. Kebutuhan pasien (Pelayanan direncanakan dan diberikan untuk memenuhi
kebutuhan pasien)
1) Semua pasien yg dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan
pelayanannya (Std AP 1)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah ketika pasien diterima di rumah sakit
untuk pelayanan/pengobatan rawat inap atau rawat jalan, perlu dilakukan asesmen
lengkap untuk menetapkan alasan kenapa pasien perlu datang berobat ke rumah
sakit. Pada tahap ini, rumah sakit membutuhkan informasi khusus dan prosedur
untuk mendapat informasi, tergantung pada kebutuhan pasien dan jenis pelayanan
yang harus diberikan (contoh rawat inap atau rawat jalan). Kebijakan dan prosedur
rumah sakit menetapkan bagaimana proses ini berjalan dan informasi apa yang
harus dikumpulkan dan didokumentasikan.
2) Pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar untuk pelayanan rawat
jalan berdasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan mereka yang telah di
identifikasi dan pada misi serta sumber daya rumah sakit yang ada. (APK.1)
Maksud dan Tujuan dari standar ini adalah menyesuaikan kebutuhan pasien
dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada keterangan yang
didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak
pertama. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau
pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik,
laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.Skrining dapat terjadi
disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi atau apabila
pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk
mengobati, mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada hasil skrining dan
evaluasi. Hanya rumah sakit yang mempunyai kemampuan menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan dan konsisten dengan misinya dapat dipertimbangkan
untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan.
3) Kebutuhan pelayanan medis dan keperawatan ditetapkan berdasarkan asesmenawal
dan dicatat pada catatan klinisnya (Standar AP.1.3)
Asesmen awal medis dan keperawatan pada pasien emergensi harus didasarkan
atas kebutuhan dan keadaannya.(Standar AP.1.3.1)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah hasil utama asesmen awal pasien adalah
untuk memahami kebutuhan pelayanan medis dan pelayanan keperawatan sehi
ngga pelayanan dan pengobatan dapat dimulai.Rumah sakit menetapkan isi
minimal dari asesmen awal medis dan keperawatan serta asesmen lain ,
kerangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan asesmen dan
persyaratan dokumentasi asesmen . Selain asesmen medis dan keperawatan
adalah penting untuk inisiasi pelayanan, kemungkinan diperlukan asesmen
tambahan dari praktisi pelayanan kesehatan lain termasuk asesmen khusus
dan asesmen individual. Semua asesmen ini harus terintegrasi dan kebutuhan
pelayanan yang paling urgen harus di identifikasi.Pada keadaan gawat darurat,
asesmen awal medis dan keperawatan, dapat dibatasi pada kebutuhan dan kondisi
yang nyata. Juga apabila tidak ada waktu untuk mencatat riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik yang lengkap dari seorang pasien gawat darurat yang perlu
dioperasi, dibuat catatan pada diagnosis praoperatif sebelum tindakan
dilaksanakan.
4) Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk
memenuhi kebutuhan pasien, dan semua pelayanan tersebut memenuhi standar di
rumah sakit, standar (PAB.1)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah rumah sakit mempunyai sistem untuk
menyediakan pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) yang
dibutuhkan pasien, yang dibutuhkan dalam pelayanan klinis yang ditawarkan dan
kebutuhan para praktisi pelayanan kesehatan. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi
yang moderat dan dalam) memenuhi standar di rumah sakit, nasional, juga
undang-undang dan peraturan yang berlaku.Pelayanan anestesi, termasuk sedasi
moderat dan dalam serta pelayanan untuk kedaruratan, dapat diberikan di dalam
rumah sakit , atau dengan kerjasama/persetujuan dengan organisasi lain, atau
keduanya. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) juga tersedia di
luar jam kerja untuk keperluan kedaruratan.
5) Ada pelayanan laboratorium untuk memenuhi kebutuhan pasien ( Std AP 5)

Maksud dan tujuan dari standar ini adalah rumah sakit mempunyai sistem untuk
memberikan pelayanan laboratorium, termasuk pelayanan patologi klinik,
yang dibutuhkan pasien rumah sakit.Pelayanan laboratorium diorganisir dan
diberikan sesuai standar nasional, undang-undang dan peraturan yang
berlaku.Pelayanan laboratorium, termasuk yang diperlukan untuk gawat darurat,
dapat diberikan di dalam lingkungan rumah sakit, atau dengan melakukan
kerjasama dengan pihak lain, atau keduanya. Pelayanan laboratorium harus tersedia
di luar jam kerja untuk gawat darurat.Pelayanan dari luar rumah sakit harus mudah
dicapai pasien. Rumah sakit menyeleksi pelayanan laboratorium diluar rumah sakit
berdasarkan rekomendasi direktur atau staf yang bertanggung jawab atas
pelayanan laboratorium.

6) Ada pelayanan radiologi dan pelayanan diagnostik imajing untuk memenuhi


kebutuhan pasien (Std AP 6).
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah rumah sakit mempunyai sistem untuk
penyediaan pelayanan radiologi dan pelayanan diagnostik imajing yang
diperlukan populasi pasiennya, untuk pelayanan klinis yang ditawarkan dan
kebutuhan staf medis. Pelayanan radiologi dan pelayanan diagnostik imajing sesuai
dengan standar nasional, undang -undang dan peraturan yang berlaku. Pelayanan
radiologi dan pelayanan diagnostik imajing, termasuk untukpelayanan gawat
darurat, dapat disediakan di rumah sakit, disediakan pihak luar rumah sakit
dengan perjanjian, atau keduanya. Pelayanan radiologi tersebut dan pelayanan
diagnostik imajing tersedia juga diluar jam kerja untuk gawat darurat. Pelayanan
diluar rumah sakit harus dapat dicapai dengan mudah oleh pasien dan
laporan hasil pemeriksaan diterima dalam waktu sedemikian sehingga
menunjang asuhan berkelanjutan (continuity of care).
7) RS memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau
penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan (Std APK 1.1.3)
Maksud dari standar ini adalah pasien diberi informasi apabila diketahui
adanya waktu menunggu yang lama untuk pelayanan diagnostik dan
pengobatan atau dalam mendapatkan rencana pelayanan yang membutuhkan
penempatan di daftar tunggu. Pasien diberi informasi tentang alasan
penundaan dan menunggu serta diberi informasi alternatif yang tersedia.
Untuk beberapa pelayanan seperti onkologi atau transplantasi, penundaan
dapat disesuaikan dengan norma nasional untuk pelayanan tersebut,
sehingga memang berbeda dari keterlambatan pada pelayanan diagnostik.
8) RS mempunyai proses untuk berespon terhadap permintaan pasien dan
keluarganya untuk pelayanan rohani atau sejenisnya berkenaan denganagama
dankepercayaan pasien (Std HPK 1.1.1)
Maksud dari standar ini adalah setiap pasien memiliki budaya dan
kepercayaan masing-masing dan membawanya kedalam proses
pelayanan.Beberapa nilai dan kepercayaan yang ada pada pasien sering
bersumber dari budaya dan agama. Terdapat pula nilai dan kepercayaan yang
sumbernya dari pasien saja. Semua pasien didorong untuk mengekspresikan
kepercayaan mereka dengan tetap menghargai kepercayaan pihak lain. Oleh
karena itu keteguhan memegang nilai dan kepercayaan dapat mempengaruhi
bentuknya pola pelayanan dan cara pasien merespon. Sehingga setiap praktisi
pelayanan kesehatan harus berusaha memahami asuhan dan pelayanan yang
diberikan dalam konteks nilai-nilai dan kepercayaan pasien.Apabila pasien atau
keluarganya ingin bicara dengan seseorang berkenaan dengan kebutuhan
keagamaan dan rohaninya, rumah sakit memiliki prosedur untuk melayani hal
permintaan tersebut. Proses tersebut dapat dilaksanakan melalui staf bidang
kerohanian, dari sumber lokal atau sumber rujukan keluarga.
9) Pasien dirujuk ke rumah sakit lain berdasarkan atas kondisi dan kebutuhan
pelayanan lanjutan (Std APK 4)
Maksud dari standar ini adalah merujuk pasien ke rumah sakit lain berdasarkan
atas kondisi pasien dan kebutuhan akan kontinuitas pelayanan. Proses rujukan
mungkin dilakukan sebagai tanggapan atas kebutuhan pasien untuk konsultasi
dan pengobatan spesialis, pelayanan darurat atau pelayanan intensif ringan seperti
pelayanan subakut atau rehabilitasi jangka panjang. Proses rujukan dibutuhkan
untuk memastikan bahwa rumah sakit luar dapat memenuhi kebutuhan pasien.
Proses ke rumah sakit tersebut mencakup :
- Bagaimana tanggung jawab diserahkan antar praktisi atau antar rumah sakit.
- Kriteria kapan transfer pasien dilakukan sesuai kebutuhan pasien.
- Siapa yang bertanggung jawab terhadap pasien selama transfer.
- Apa alkes yang diperlukan untuk proses transfer
- Apa yang harus dilakukan apabila transfer ke penyedia pelayanan lain, tidak
memungkinkan.

10) Kegiatan proses rujukan, dan pemulangan pasien rawat inap atau rawat jalan,
termasuk perencanaan untuk kebutuhan transportasi pasien (Std APK 5)

Maksud dan tujuan dari standar ini adalah proses untuk merujuk, dan
memulangkan pasien mencakup kriteria akan jenis transportasi yang dibutuhkan
pasien. Jenis transportasi bervariasi, mungkin dengan ambulans atau kendaraan
lain milik rumah sakit, kendaraan milik keluarga atau teman. Bila kendaraan
transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang
berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.Rumah sakit
mengidentifikasi situasi transportasi yang mempunyai risiko terkena infeksi dan
menerapkan strategi untuk mengurangi risiko tersebut (PPI yang harus memenuhi
standar pengendalian infeksi agar dapat digunakan). Kebutuhan medikamentosa
dan perbekalan lainnya di dalam kendaraan didasarkan kondisi
pasiennya.Sebagai contoh : mengantar pasien Geriartri pulang dari pelayanan
rawat jalan sangat berbeda dengan kebutuhan pasien yang dirujuk ke rumah sakit
lain karena infeksi berat atau luka bakar. Bila rumah sakit mengadakan kontrak
untuk pelayanan transportasi, rumah sakit harus yakin bahwa kontraktor
mempunyai standar untuk pasien dan keamanan kendaraan.Dalam semua kasus,
rumah sakit mengadakan evaluasi terhadap kualitas dan keamanan pelayanan
transportasi termasuk penerimaan, evakuasi dan respons terhadap keluhan tentang
penyediaan atau pengaturan transportasi.

d. Integrasi & Koordinasi


1) Staf medis, keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas pelayanan
pasien, bekerja sama dalam menganalisis danmengintegrasikan asesmen pasien
(Std AP 4)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah pasien mungkin menjalani banyak jenis
asesmen diluar dan didalam rumah sakit oleh berbagai unit kerja dan berbagai
pelayanan. Akibatnya, terdapat berbagai informasi, hasil tes dan data lain di
rekam medis pasien. Manfaatnya akan besar bagi pasien, apabila staf yang
bertanggung jawab atas pasien bekerja sama menganalisis temuan pada asesmen
dan mengkombinasikan informasi dalam suatu gambaran komprehensif dari
kondisi pasien. Dari kerja sama ini, kebutuhan pasien di identifikasi,
ditetapkan urutan kepentingannya, dan dibuat keputusan pelayanan. Integrasi dari
temuan ini akan memfasilitasi koordinasi pemberian pelayanan. Proses kerja sama
adalah sederhana dan informal bila kebutuhan pasien tidak kompleks. Pada pasien
dengan kebutuhan yang kompleks kebutuhannya yang tidak jelas, mungkin
diperlukan pertemuan formal tim pengobatan, rapat kasus dan ronde pasien.
Pasien, keluarga dan orang lain yang membuat keputusan atas nama pasien dapat
di ikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, bila perlu.
2) Ada prosedur untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan asuhan yang
diberikan kepada setiap pasien (Std PP 2)
Maksud dari standar ini adalah proses asuhan pasien bersifat dinamis dan
melibatkan banyak praktisi pelayanan kesehatan dan dapat melibatkan
berbagai unit kerja dan pelayanan. Pengintegrasian dankoordinasi aktivitas
asuhan pasien menjadi tujuan agar menghasilkan proses asuhan yang efisien,
penggunaan yang lebih efektif sumber daya manusia dan sumber daya lain, dan
kemungkinan hasil asuhan pasien yang lebih baik. Jadi para pimpinan
menggunakan perangkat dan teknik agar dapat mengintegrasikan dan
mengkoordinasi lebih baik asuhan pasien. (Contoh asuhan secara tim, ronde
pasien multi departemen, kombinasi bentuk perencanaan asuhan, rekam medis
pasien terintegrasi, manager kasus/case manager). Rekam medis
pasienmemfasilitasi dan menggambarkan integrasi dan koordinasi asuhan.
Khususnya, setiap catatan observasi dan pengobatan praktisi pelayanan. Demikian
juga, setiap hasil atau kesimpulan dari rapat tim atau diskusi pasien dicatat dalam
rekam medis pasien.

3) Rumah sakit mendisaindanmelaksanakan proses untuk memberikan pelayanan


asuhan pasien yang berkelanjutan di dalam rumah sakit dan koordinasi antar para
tenaga medis (Std APK 2).
Pada keseluruhan perpindahan pasien di rumah sakit, dimulai dari admisi sampai
dengan kepulangan atau kepindahan, dapat melibatkan berbagai departemen dan
pelayanan serta berbagai praktisi kesehatan untuk pemberian asuhan. Dalam
seluruh fase pelayanan, kebutuhan pasien disesuaikan dengan sumber daya yang
tersedia di dalam rumah sakit dan bila perlu di luar rumah sakit. Hal tersebut
biasanya dilakukan dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan atau
kebijakan yang menentukan kelayakan transfer di dalam rumah sakit. Sehubungan
dengan kriteria admisi pasien ke atau dari unit intensif dan spesialistik). Untuk
mewujudkan asuhan pasien yang berkesinambungan (seamless), rumah sakit
memerlukan disain dan melaksanakan proses pelayanan yang berkelanjutan dan
koordinasi di antara para dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang berada
di:
• pelayanan emergensi dan pendaftaran pasien rawat inap;
• pelayanan diagnostik dan pelayanan pengobatan;
• pelayanan non bedah tindakan bedah;
• program pelayanan rawat jalan;
• rumah sakit lain dan pelayanan kesehatan lainnya.
Pimpinan dari berbagai pelayanan bekerjasama membuat disain proses pelayanan
dan melaksanakannya. Proses didukung dengan kriteria pindah rawat yang jelas,
kebijakan, prosedur atau pedoman. Rumah sakit menetapkan individu yang
bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pelayanan. Individu tersebut dapat
mengkoordinasikan seluruh pelayanan pasien, (seperti antar departemen) atau
dapat bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan pelayanan pasien secara
individual (Contoh : case manager).
4) Tenaga kesehatan profesional yg memberi pelayanan pasien berkolaborasi dlm
memberikan pendidikan (Std PPK 6)
Maksud dari standar ini adalah ketika tenaga kesehatan profesional yang memberi
asuhan memahami kontribusinya masing-masing dalam pemberian pendidikan
pasien, maka mereka bisa berkolaborasi lebih efektif. Kolaborasi, pada
gilirannya dapat membantu menjamin bahwa informasi yang diterima pasien
dan keluarga adalah komprehensif, konsisten, dan seefektif mungkin.
Kolaborasi berdasarkan kebutuhan pasien dan karenanya mungkin tidak selalu
diperlukan. Pengetahuan tentang subjek yang diberikan, waktu yang tersedia
adekuat, dan kemampuan berkomunikasi secara efektif adalah per timbangan
penting dalam pendidikan yang efektif.

e. Nyeri dan Manajemen Nyeri


1) RS mendukung hak pasien terhadap asesmen dan manajemen nyeriyang tepat
(Std HPK 2.4).
Maksud dari standar ini adalah nyeri merupakan bagian yang umum dari
pengalaman pasien, dan nyeri yang tidak berkurang menimbulkan dampak yang
tidak diharap kan kepada pasien secara fisik maupun psikologis. Respon pasien
terhadap nyeri seringkali berada dalam konteks norma sosial dan tradisi
keagamaan. Jadi, pasien didorong dan didukung melaporkan rasa nyeri.
Proses pelayanan rumah sakit mengakui dan menggambarkan hak pasien dalam
asesmen dan managemen nyeri yang sesuai.
2) Semua pasien Rawat inap dan Rawat jalan di skrining unttk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya (Std AP 1.7).
Maksud dari standar ini adalah pada saat asesmen awal dan asesmen ulang,
prosedur skrining dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan rasa sakit,
pasien dapat diobati di rumah sakit atau dirujuk untuk pengobatan.Lingkup
pengobatan berdasarkan pelayanan yang tersedia di rumah sakit. Bila pasien
diobati di rumah sakit, dilaksanakan asesmen yang lebih komprehensif.
Asesmen disesuaikan dengan umur pasien dan mengukur intensitas dan
kualitas rasa nyeri, seperti karakter rasa nyeri, frekuensi, lokasi dan durasi.
Asesmen ini dicatat sedemikian rupa agar memfasilitasi /memudahkan asesmen
ulang yang reguler dan follow up sesuai kriteria yang dikembangkan oleh rumah
sakit dan kebutuhan pasien.
3) Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif (Std PP 6)
Maksud dari standar ini adalah rasa nyeri dapat merupakan pengalaman umum
seorang pasien; nyeri yang tidak teratasi mengakibatkan efek tidak
diharapkan secara fisik dan psikologis. Hak pasien untuk mendapatkan
asesmen dan pengelolaan nyeri dihargai dan dibantu. Berdasarkan lingkup
pelayanan yang disediakan, rumah sakit memiliki proses untuk asesmen dan
pengelolaan rasa nyeri yang sesuai, termasuk :
a) Identifikasi pasien yang nyeri pada waktu asesmen awal dan asesmen ulang.
b) Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
c) Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan
nyeri dan gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama
masing-masing
d) Mendidik para praktisi pelayanan kesehatan tentang asesmen dan pengelolaan
nyeri

f. Akhir kehidupan, Akan meninggal


1) Kepada pasien yang akan meninggal dan keluarganya, dilakukanasesmen dan
asesmen ulang sesuai kebutuhan individual mereka (Std AP 1.9)
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah asesmen dan asesmen ulang perlu
dilaksanakan secara individual untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga
apabila pasien mendekati kematian. Asesmen dan asesmen ulang, sesuai kondisi
pasien, harus mengevaluasi :
a) Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernapasan
b) Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
c) Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien
d) Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok
agama
e) Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa,
penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan
f) Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga, lingkungan
rumah yang memadai apabila diperlukan perawatan di rumah, cara mengatasi
dan reaksi pasien dan keluarga atas penyakit pasien
g) Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services) bagi
pasien, keluarga dan pemberi pelayanan lain
h) Kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain
i) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi
reaksi patologis atas kesedihan.

2) RS memberi /mengatur pelayanan akhir kehidupan (Std PP 7)


Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat
mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi
kuratif atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah
psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses
kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam
melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu
meringankan rasa sedih dan kehilangan.Tujuan rumah sakit untuk memberikan
asuhan pada akhir kehidupan harus mempertimbangkan tempat asuhan atau
pelayanan yang diberikan (seperti hospice atau unit asuhan palliatif), tipe
pelayanan yang diberikan dan kelompok pasien yang dilayani. Rumah sakit
mengembangkan proses untuk mengelola pelayanan akhir hidup. Proses tersebut
adalah :
a) memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan dikelola
secara tepat.
b) memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat
dan respek.
c) melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk
mengidentifikasi gejala-gejala.
d) merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-
gejala.
e) mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala.
Standar PP.7 Rumah sakit memberi pelayanan akhir kehidupan.
Maksud dan tujuan dari standar ini adalah pasien yang dalam proses kematian
mempunyai kebutuhan khusus untuk dilayani dengan penuh hormat dan
kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus sadar akan uniknya
kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya. Perhatian terhadap
kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek asuhan selama
stadium akhir hidup.
Asuhan akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk :
a) pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan
keluarga;
b) menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ;
c) menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya;
d) mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan;
e) memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari pasien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien
yang unik pada akhir hidupnya rumah sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir-
kehidupan, berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap
asuhan yang diberikan.
3) Asuhan pasien dalam proses kematian harus meningkatkan kenyamanan dan
kehormatannya (Std PP 7.1)
Maksud dari standar ini adalah rumah sakit memastikan pemberian asuhan yang
tepat bagi mereka yang kesakitan atau dalam proses kematian dengan cara :
a) melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri dan gejala primer atau
sekunder
b) mencegah gejala-gejala dan komplikasi sejauh yang dapat diupayakan
c) melakukan intervensi dalam masalah psikososial, emosional dan spiritual dari
pasien dan keluarga, menghadapi kematian dan kesedihan
d) melakukan intervensi dalam masalah keagamaan dan budaya pasien dan
keluarga
e) mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam keputusan terhadap asuhan
4) Rumah sakit mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh
hormat dan kasih sayang pada akhir kehidupannya (Std HPK 2.5)
Maksud dan tujuan standar ini adalah pasien yang sedang menghadapi kematian
mempunyai kebutuhan yang unik untuk untuk pelayanan yang penuh hormat dan
kasih -sayang. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan
semua aspek pelayanan pada tahap akhir kehidupan. Agar dapat terlaksana,
semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya.
Kebutuhan ini meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder,
manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama
dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya dalam keputusan
pelayanan.

B. Konsep Case Management


1. Pengertian Manajemen Kasus

Konsep dasar manajemen kasus melibatkan koordinasi kualitas layanan


untuk memenuhi kebutuhan spesifik klien dengan cara yang hemat biaya untuk
mempromosikan hasil positif. Hal ini dapat terjadi dalam satu pengaturan perawatan
kesehatan atau selama transisi klien dari perawatan seluruh kontinum perawatan.
Kasus manager berfungsi sebagai penting fasilitator antara klien, keluarga atau
pengasuh, tim kesehatan, pembayar, dan masyarakat.
Seperti yang ditunjukkan di bagian atas Evolusi Standar Manajemen Kasus,
definisi manajemen kasus telah berkembang selama periode waktu; itu mencerminkan
perkembangan hidup dan dinamis dari standar praktek. Setelah lebih dari satu tahun
studi dan diskusi dengan anggota Kasus Nasional Manajemen Task Force, Dewan
CMSA ini Direksi menyetujui definisi kasus manajemen pada tahun 1993.
Sejak saat itu, Dewan Direksi CMSA telah berulang kali ditinjau dan
dianalisis definisi manajemen kasus untuk memastikan Aplikasi yang terus menerus
dalam kesehatan dinamis lingkungan Hidup. Definisi itu diubah pada tahun 2002
untuk mencerminkan proses manajemen kasus diuraikan dalam Standar. The Definisi
itu lagi ditinjau kembali pada tahun 2009 dan dimodifikasi untuk lebih menyelaraskan
dengan arus praktek manajemen kasus. Meskipun ada banyak definisi dari kasus
manajemen, 2009 definisi disetujui oleh CMSA adalah sebagai berikut (CMSA 2009)
Manajemen kasus adalah sebuah kolaborasi proses penilaian, perencanaan, fasilitasi,
koordinasi perawatan, evaluasi, dan advokasi untuk pilihan dan layanan untuk
memenuhi individu dan kebutuhan luas keluarga kesehatan melalui komunikasi dan
tersedia sumber daya untuk meningkatkan kualitas costeffective hasil.

Dapat difenisikan bahwa anajemen kasus adalah sebuah kolaborasi proses penilaian,
perencanaan, fasilitasi, koordinasi perawatan, evaluasi, dan advokasi untuk pilihan
dan layanan untuk memenuhi individu dan kebutuhan luas keluarga kesehatan melalui
komunikasi dan tersedia sumber daya untuk meningkatkan kualitas costeffective hasil.

2. Pengaturan Praktik Manajemen kasus


Praktek manajemen kasus meluas di semua pengaturan perawatan kesehatan,
termasuk pembayar, penyedia, pemerintah, pengusaha, masyarakat, dan rumah
lingkungan Hidup. Namun, praktek bervariasi di tingkat kompleksitas dan
kelengkapan didasarkan pada empat faktor berikut (Powell dan Tahan, 2008):

a. Konteks pengaturan perawatan, seperti sebagai kesehatan dan pencegahan, akut,


atau rehabilitatif.
b. Kondisi kesehatan dan kebutuhan populasi pasien menjabat, serta kebutuhan
keluarga / pengasuh, seperti sebagai perawatan kritis, asma, gagal ginjal, perawatan
rumah sakit.
c. Metode penggantian diterapkan, seperti perawatan berhasil, kompensasi pekerja,
Medicare, Medicaid
d. Perawatan kesehatan yang disiplin profesional ditunjuk sebagai manajer kasus,
seperti perawat terdaftar, pekerja sosial, dokter, konselor rehabilitasi, dll

Berikut ini adalah daftar perwakilan pengaturan praktek manajemen kasus;


namun, itu bukan daftar lengkap dari pengaturan di mana manajer kasus ada. Manajer
kasus bekerja di: Rumah sakit dan pemberian perawatan terpadu sistem, termasuk
perawatan akut, subakut perawatan, perawatan akut jangka panjang (LTAC) fasilitas,
fasilitas keperawatan terampil (SNF), fasilitas rehabilitasi. Klinik rawat jalan dan
masyarakat organisasi berbasis, termasuk mahasiswa / konseling universitas dan
perawatan kesehatanpusat korporasi. Program asuransi kesehatan masyarakat,
misalnya, Medicare, Medicaid, program yang didanai negara program asuransi
kesehatan swasta, misalnya, kompensasi pekerja, pekerjaan kesehatan, cacat,
kewajiban, korban,otomotif, kecelakaan dan kesehatan, jangka panjang peduli
asuransi, kesehatan kelompok asuransi, dikelola organisasi perawatan.

Manajemen kasus independen dan swasta perusahaan.

Program pemerintah yang disponsori, misalnya, lembaga pemasyarakatan,


militer kesehatan / Veterans Administration, kesehatan masyarakat lembaga penyedia
dan fasilitas masyarakat, yaitu, fasilitas kesehatan mental, rumah pelayanan
kesehatan, rawat jalan dan perawatan hari fasilitas layanan geriatri, termasuk
perumahan dan fasilitas hidup dibantu.

Peran Manajemen kasus yaitu untuk membedakan antara istilah "peran," "fungsi," dan
"kegiatan," sebelum menggambarkan apa yang manajer kasus lakukan.
Mendefinisikan hal ini sangat penting untuk memberikan yang jelas dan pemahaman
kontekstual peran dan tanggung jawab manajer kasus.

3. Komponen Proses Manajemen Kasus

Proses manajemen kasus dilakukan dalam bidang etika dan hukum dari kasus
ruang lingkup manajer praktek, menggunakan critical thinking dan pengetahuan
berbasis bukti. Langkah utama dalam pengelolaan kasus Proses meliputi (Powell &
Tahan, 2008):

a. Identifikasi klien dan seleksi : berfokus pada identifikasi klien yang akan manfaat dari
layanan manajemen kasus. Langkah ini mungkin termasuk memperoleh persetujuan
untuk layanan manajemen kasus
b. penilaian dan masalah / kesempatan Identifikas i: Dimulai setelah selesaiseleksi kasus
dan asupan ke dalammanajemen kasus dan terjadi sebentar-sebentar, yang diperlukan,
seluruh kasus
c. pengembangan kasus manajemenRencana : Menetapkan tujuan intervensidan
memprioritaskan kebutuhan klien,serta menentukan jenis layanandan sumber daya
yang tersedia dalam rangka untuk mengatasi tujuan yang ditetapkan atau hasil yang
diinginkan.
d. Pelaksanaan dan koordinasi kegiatan perawatan : Menempatkan kasus manajemen
Rencana ke dalam tindakan
e. Evaluasi rencana pengelolaan kasus dan tindak lanjut : Melibatkan evaluasi status
klien dan tujuan dan hasil terkait
f. Penghentian kasus manajemen Proses : Membawa penutupan untuk perawatan dan /
atauepisode penyakit. Proses ini berfokus pada menghentikan manajemen kasus
ketika transisi klien ke level tertinggi fungsi, hasil terbaik telah dicapai, atau
kebutuhan / keinginan perubahan klien

4. Standar Praktek Manajemen Kasus


a. standar: client proses seleksi untuk manajemen kasus
b. standar: client penilaian
c. standar: masalah / peluang identifikasi
d. standar: perencanaan
e. standar: monitoring
f. standar: hasil
g. standar: penghentian kasus layanan manajemen
h. standar: fasilitasi, koordinasi, dan kerja sama
i. standar: kualifikasi untuk manajer kasus
j. standar: hukum
k. standar: etika
l. standar:advokasi
m. standar:kompetensi budaya
n. standar: pengelolaan sumber daya dan pengelolaan
o. standar: penelitian dan penelitian pemanfaatan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Patient Centered Care digambarkan sebagai model perlayanan kesehatan yang
memperlakukan pasien sebagai manusia yang unik. Standar praktek yang digunakan
yaitu menunjukkan rasa saling menghormati antara provider dengan pasien. Hal ini
terlihat dalam mempertimbangkan pandangan dan keadaan pasien saat proses
pengambilan keputusan. Perawatan kesehatan yang memenuhi dan menanggapi
keinginan pasien, kebutuhan dan preferensi dan di mana pasien memiliki
otonomidalam pengambilan keputusan.

Ada 6 unsur penting dalam konsep patient center care. Unsur-unsur inti enam
berikut telah diidentifikasi dan paling sering digunakan, diantaranya yaitu : 1)
Pendidikan dan pengetahuan bersama ; 2) Keterlibatan keluarga dan teman; 3)
Kolaborasi dan tim manajemen ; 4) Sensitivitas pada dimensi yang nonmedical dan
rohani perawatan ; 5) Menghormati preferensi dan kebutuhan pasien ; 6) Bebas dalam
aksesibilitas informasi.

Perlu disadari bahwa ada bagian yang harus dipahami oleh pemberi pelayanan
kesehatan. Pemberi pelayanan kesehatan harus menyadari bahwa pergeseran
pelayanan kesehatan di rumah sakit menjadi pelayanan yang berfokus pada pasien
merupakanperubahan mendasar dalam cara mengelola RS, sehingga akanterjalin dan
terbentuk ke dalam infrastruktur organisasi RSdalam rencana stratejik, visi dan nilai-
nilai, rancang bangun fasilitas, pola pelayanan, proses berbagi-informasi, komunikasi,
pengelolaan SDM, edukasi profesional,dan proses peningkatan mutu serta
keselamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Frampton, Susan et al (2008) PCC : Improvement Guide, Copyright © 2008 Planetree, Inc.
and Picker Institute

Goodrich, J; Cornwell, J. (2008) Seeing the Person in the Patient: the Point of Care Review
Paper.London: The King's Fund, 2008:1-63.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2012). Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Standar
Akreditasi Versi 2012 Edisi 1. Jakarta

Lewis, S. (2009). Patient-Centered Care: An Introduction to What It Is and How to Achieve


It. A Discussion Paper for the Saskatchewan Ministry of Health. Retrivied from
http://www.health.gov.sk.ca/Default.aspx?DN=49372758-a388-4e95-8fe2-043c18362458

Luxford, K., Piper, D. (2010) Patient Centred Care: Improving Quality And Safety By
Focusing Care On Patients And Consumers. Australian Commision On Safety And
Quality In Health Care
Pelzang,P. (2010) Time to learn: understanding patient-centred care British Journal of
Nursing, , Vol 19, No 14

Picker Institute. (2008) Patient-centered care improvement guide . Communicating


effectively with Patients and families .Planetree (www.planetree.org) and Picker
Institute (www.pickerinstitute.org). All rights reserved. Practical Approaches For
Building A Patient-Centered Culture

Shaller, D .(2007) Patient-Centered Care: What Does It Take? d.shaller@comcast.net.


register to receive e-mail alerts. Commonwealth Fund pub.no. 1067.
Sodomka, P (2006) : Engaging Patients & Family: A High Leverage Tool for Healthcare
Leaders,AHA Quality Update.

Trisnantoro, L., Aspek Strategis ManajemenRumah-Sakit: Antara Misi Sosial dan


TekananPasar. Ed. I. Andi Offset. Yogyakarta. 2005.

Anda mungkin juga menyukai