OLEH:
KAMSARI NPM: 220120150004
INEKE PATRISIA NPM: 220120150020
HASYIM AROFIQ NPM:2201201500
EFROLIZA NPM: 220120150035
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala kuasa-Nya telah memberikan
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Tak lupa shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai nabi pembawa risalah kebenaran di muka bumi ini.
Makalah ini mengangkat tentang Interdisciplinary atau Collaborative Care.
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah tata kelola. Untuk itu, kami
ucapkan banyak terima kasih kepada Dr. F.Sri Susilaningsih, MN, yang telah
memberikan waktu dan arahannya dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalamnya, sehingga kritik
dan saran sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu penulisan yang akan
datang. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................. 27
B. Saran ............................................................................................ 28
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk
menganalisa penerapan Interdisciplinary atau Collaborative Care pada
tatanan pelayanan kesehatan.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah:
a. Menjelaskan konsep interdisciplinary atau collaborative care
b. Memaparkan issue interdisciplinary atau collaborative care
c. Memaparkan analisa dari issue interdisciplinary atau collaborative
care
C. Manfaat Penulisan
Hasil dari makalah ini dapat dijadikan bahan kajian dalam tatanan
klinis di RS dalam hal ini yang menyangkut tentang collaborative care.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri dari bab 1:
Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
sistematika penulisan, bab II: Tinjauan teori, bab III: issue dalam
collaborative care dan bab IV: kesimpulan.
BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
H. Penerapan Kolaborasi
Contoh penerapan Collaboratif Care yang terintegrasi dengan
kesehatan fisik maupun kesehatan mental dengan pengobatan kesehtan
dirumah yang sering terjadi di masyarakat adalah berkaitan dengan kejadian
depresi. Depresi dan kerusakan mental umumnya membutuhkan biaya
kesehatan yang tinggi dan kehilangan produktivitas, sedikitnya 25% pasien
dengan penyakit tersebut menerima perawatan.Hanya 20% pasien dewasa
dengan kerusakan kesehatan mental berobat ke spesialis kesehatan mental dan
banyak tawaran penawaran perawatan dengan aturan.Individu dengan sakit
mental yang serius harus ke penyedia layanan spesialis kesehatan mental akan
tetapi mereka memiliki akses terbatas untuk pengobatan dan perawatan lanjut
serta rata-rata mortalitas yang tinggi.
Kendala lain dari sisi pelayanan dari kesehatan mental adalah bahwa
Kebiasaan pelayanan kesehatan hanya dilakukan dalam perawatan utama, atau
dalam artian hanya di rumah sakit jiwa saja. Didukung kualitas pelayanan
akan sangat memberikan pengaruh pada kesehatan mental. Untuk itu usaha
yang dilakukan adalah untuk meningkatkan perawatan kesehatan mental
dalam pelayanan primer. Perawatan kolaboratif adalah sebuah solusi dasar,
mencakup :
a. Primary care provider
b. Care mangement staff
c. A psychiatric consultant
Efek kolaboratif terhadap biaya perawatan kesehatan meliputi untuk
depressi menghabiskan 50-100 % dalam perawatan normal, sedangkan dengan
perawatan kolaboratif pasien dapat menyimpan biaya perawatan 20% dari
total biaya yang biasa dikeluarkan pertahun.(unotzer, jorgen; Harbin, Henry;
schoenbaum, michael; druss, benjamin; May 2013)
Integrasi perawatan kesehatan fisik dan mental adalah aspek penting
dalam model pengobatan kesehatan di rumah, program perawatan
Collaborative merupakan salah satu pendekatan perawatan yang terintegrasi
yang mana menyediakan pelayanan primer, manajer, perawat, terapis dan
konsultan psikiater yang bekerja bersama dan duduk bersama klien dan
keluarga untuk menyediakan pelayanan dan memonitor peningkatan kesehatan
pasien (Stephen, 2012).
Program ini menunjukkan bahwa biaya klinik dan keefektifan dalam
perawatan kondisi mental memberikan hasil yang signifikan, dalam beberapa
peraturan, digunakan perbedaan dalam mekanisme pembayaran, model perawatan
kolaboratif salah satu model pendekatan implementasi perawatan terintegrasi di
bawah pengobatan kesehatan mental dirumah.
Dalam pelaksanaan perawatan klien yang mempunyai masalah kesehatan
mental di Indonesia ternyata masih terkotak-kotak dan berdiri sendiri sendiri,
perawat mempunyai tugas sendiri dan demikian juga dokter, terapis dan konsultan
psikiater. Tidak jarang antar disiplin ilmu mempunyai klim sendiri-sendiri atas
profesi masing masing dan sangat jarang sekali pelaksana dalam perawatan primer
duduk bersama untuk melakukan perencanaan. Terlebih dalam pelibatan klien dan
keluarga dalam perawatan, bisa dikatakan sangat jarang, karena keluarga sangat
jarang datang ke rumah sakit.
BAB III
BAB III ISSUE DALAM COLLABORATIVE CARE
A. Pemaparan Masalah
Contoh Kasus, disampaikan dalam Who (2013)
Fokus dari case study di Edmonto, Alberta adalah rancangan dan
implementasi interprofessional Clinical Learning Units (IPCLUs) di
Perawatan akut, rehabilitasi dan perawatan kompleks. Sebagai tugas dari
perawatan primer, IPCLUs berusaha untuk meningkatkan kapasitas edukasi
klinis melalui baik kegiatan akademik dan anggota tim professional dalam
perawatan pasien. Profesi yang terlibat adalah perawat, ahli patologi, pekerja
sosial, terapis okupasional, terapis fisik, farmasi, terapis rekreasional,
dietarian, dokter, perawat pelaksana, administrator, dan edukator.
IPCLUs sebagai model kolaborative dari interprofessional clinical
teaching dan pengembangan pembelajaran yang aktif pada unit perawatan
memiliki tujuan untuk mempengaruhi perawatan pasien melalui dukungan
terhadap lingkungan interprofessional dan menciptakan pembelajaran yang
positif dan lingkungan praktik belajar bagi siswa, akademik, dan tim garda
depan pada pasien. Program ini dirasakan memiliki gap besar pada area
akademik dan siswa yang praktek di klinik, anggota fakultas dan tim
interprofessional dalam melakukan pembelajaran bersama. Terdapat
peningkatan kesadaran kompetensi inti dari interprofessional (komunikasi,
kolaborasi, kejelasan peran dan refleksi), meningkatnya komunikasi antar
interprofessional dan meningkatnya interaksi antara siswa dengan berbagai
profesi.
Model tersebut melibatkan inisiasi dari IPE, termasuk dalam metode
pembelajaran, pelayanan dalam training, mentoring dan konferensi. Institusi
harusnya mendukung adanya kolaborasi oleh pihak berwenang di kesehatan
dan intitusi keilmuan kesehatan. Outcome dari Alberta program ini
mengindikasikan perubahan kultur pada setiap praktisi, siswa, dan pendidik
dalam mencontohkan kompetensi interprofessional, sehingga mendapatkan
keuntungan untuk pasien. Dimana pre dan post penerapan evaluasi
mengindikasikan keadaan yang kondusif antara IPE, CP dan evidence based
learning.
Tabel Analisa kasus dan penerapan di Indonesia
Pelaksanaan SARAN
ISSUE
ERROR DAMPAK
Penerapan Pelaksanaan CP Pasien - Adanya fasilitator
program IPE di belum terwujud Akibatnya pasien (seperti IPCLUs,
Klinik karena siswa mendapatkan banyak kalau di Indonesia
melibatkan cenderung pertanyaan dan mungkin bisa
pembelajaran melakukan praktek pemeriksaan yang dibentuk tim khusus
CP antara bersama dengan berulang. sebagai CI
mahasiswa kelompok kecilnya, Hal ini kolaborasi atau bisa
keperawatan, melakukan mengakibatkan dari perawat, dokter,
kedokteran, pembagian tugas ketidaknyamanan atau dietarian yang
dan gizi pada kelompok besar pada pasien dan menguasai CP)
kesehatan sesuai dengan ketidakefektifan sebagai penengah
kompetensi masing- hasil perawatan dan pengarah antara
masing, dan mahasiswa.
mempresentasikan
hasil tidak dalam
bentuk terpadu.
Setelah melakukan
pengkajian pun,
tidak ada transfer
informasi diantara
kelompok besar dan
tidak ada
keterlibatan diskusi
dalam merencanakan
intervensi secara
terpadu.
Mahasiswa
melakukan praktek
intervensi secara
sendiri dalam
kelompok kecil dan
tidak ada koordinasi
antara kelompok
besar.
Pelaporan kasus
bersama menjadi
disintegrasi sesuai
profesi masing-
masing dan terdapat
intervensi yang
saling tumpang
tindih.
Pengambilan - Antar disiplin - Lama perawatan - Perlu dibentuk case
Keputusan kesehatan khususnya (LOS-length of manager secara
di ICU, perawat stay) bertambah khusus untuk
belum dilibatkan - Tidak bisa menangani
dalam pengambilan langsung permasalahan pasien
keputusan (Coombs, tertangani dalam pengambilan
2003). masalahnya keputusan.
A. Kesimpulan
Collaborative Care adalah suatu proses yang terjadi antara perawat
dan tim kesehatan lain untuk membuat rencana dan bekerjasama sebagai
kolega, saling ketergantungan dengan batasan-batasan lingkup praktek
masing-masing, saling mengakui dan saling menghargai terhadap pihak yang
berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat (Lindeke and
Sieckert, 2005 dalam Rumanti, 2009).
Adapun tujuan dari Collaborative Care ini secara umum yaitu untuk
mencapai kepuasan dan perawatan klien yang berkualitas tinggi. Beberapa
tujuan lain yang akan dicapai dengan adanya Collaborative Care ini yaitu:
1. Memberikan pelayanan perawatan yang berpusat pada klien dengan
menggunakan kerangka kerja multidisiplin yang bersifat partisipasi
dan terintegrasi.
2. Meningkatkan kontinuitas perawatan
3. Meningkatkan kepuasan kliendan keluarga terhadap pelayanan
4. Meningkatkan keefektifan asuhan dan membantu klien mencapai
kesehatan optimal
5. Kolaborasi sebagai wadah untuk saling mengkomunikasikan,
merencanakan dan menyelesaikan masalah serta mengevaluasi
pelayanan.
6. Meningkatkan rasa saling menghargai dan pemahaman antara klien
dan anggota tim perawatan kesehatan.
7. Sebagai kesempatan untuk saling berbagi, membahas dan memecahkan
isu dan masalah kesehatan
8. Membina hubungan interdependen dan pemahaman dikalangan
pemberi perawatandan klien (CAN, 2010; Rumanti, 2009; PPNI
[Persatuan Perawat Nasional Indonesia], 2005).
B. Saran
Dalam tatanan pelayanan klinis, pelaksanaan collaborative care harus
sangat memperhatikan hal-hal di atas dan menjadikan kepuasan pasien sebagai
fokus dan prioritas pelayanan di Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Nova Scotia. (2013). Collaborative Care Guidlines for Perioperative Nurses. Nova
Scotia Perioperative Directors and Managers Version 18 – Final Draft, Jan
10.
“What”. (2006). What it means for you. Nova Scotia’s New Collaborative Care
Model.(unotzer, jorgen; Harbin, Henry; schoenbaum, michael; druss,
benjamin; May 2013)(unotzer, jorgen; Harbin, Henry; schoenbaum,
michael; druss, benjamin; May 2013)
George Alvarez MD, FRCPC, FJFICM*, Enrico Coiera MBBS, PhD,. (2006).
Interdisciplinary communication: An uncharted source ofmedical error?.
Journal of Critical Care 21, 236– 242
Coiera, E. W., Jayasuriya, R. A., Hardy, J., Bannan, A., Thorpe, M.E. (2002).
Communication loads on clinical staff in the emergency department.Med
Journal Australia, 176(9):415- 8
Laurel, A. D. (2009). Patient Safety and Collaborationof the Intensive Care Unit
Team. JournalAmerican Association of Critical Care Nurses, 29:85-91
Clark PG (2011). The devil is in the details: the seven deadly sins of organizing
and continuing interprofessional education in the US. Journal of
Interprofessional Care, 25(5), 321–327.
Cadell, et al, 2007. Practicing interprofessional team-work from the first day of
class: a model for an interprofessional palliative care course. Journal of
Palliatif Care, 23(4), 273-279, retrieved from EBSCHO CINHL
“Practice”. (2010). Practice model collaborative care family doctor and nurse
practitioners. Avalible on 14 Oct 2014 at 10.00 p.m
https://meds.queensu.ca/central/assets/modules/seipcle-
01/mod/cooperation_and_assertiveness.html
Sutiyoso, A., Gartinah, T., Raharjo, S., Hadad, T. (2014).Peran Komite Medik
dalam Kerangka Clinical Governance untuk Mencegah Fraud di
RS.Annual Scientific Meeting dalam Rangka Dies Natalies Fk Ugm Ke-68
dan Ulang Tahun Rsup Dr. Sardjito Ke-32.