Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MENGANALISIS KRITERIA KELAYAKAN PENGGUNAAN METODE


KONTRASEPSI TERMASUK JANGKA WAKTU YANG SESUAI DALAM
PENGGUNAAN KONTRASEPSI

Disusun Oleh :

Febriana Aviandini (19800005)

Emiliana Linda (19800009)

Cory Megawati Manalu (19800004)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNA BANGSA
YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tujuan sebagai referensi dalam menganilisis kriteria kelayakan
penggunaan metode kontrasepsi, termasuk jangka waktu yang sesuai dalam
penggunaan kontrasepsi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tiada hingga
kepada:
1. Ibu Yustina Ananti,S.ST.,M.Kes
2. Keluarga terlebih khusus orang tua saya yang selalu memberikan masukan dan
support kepada saya.
3. Teman – teman mahasiswa yang selalu pro aktif dalam setiap kegiatan
perkuliahan walaupun secara daring.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Masukan dan saran
yang kontributif selalu diharapkan untuk kesempurnaan dimasa yang akan
datang.

Yogyakarta, 11 Oktober 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………................................................... i


KATA PENGANTAR ………………………………………………................................................. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………............................................... 2


B. Rumusan Masalah ……………………………………………................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan ……………………………………………............................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Tujuan Pelayanan Kontrasepsi……………………………..………................................. 5

B. Perencanaan Keluarga dan Penggunaan Kontrasepsi yang


Rasional.......................................................................................................... 12

C. Paradigma Pelayanan Kesehatan KB Dulu dan Sekarang ……........................ 12

D. Kelayakan Penggunaan Metode Kontrasepsi dan Jangka Waktu Penggunaan


Kontrasepsi..................................................................................................... 16

E. Konseling, Informed Choice, Informed Consent..…...……………........................ 20

BAB III PENUTUP

A. Simpulan …………………………………………………………............................................ 30
B. Saran ………………………………………………………………............................................. 31

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bidan merupakan satu profesi tertua didunia sejak adanya peradaban umat
manusia. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati
karena tugasnya sangat mulia, memberi semangat, mendampingi serta menolong
ibu yang akan melahirkan. Bidan sebagai konselor memiliki kemampuan teknik
konseling, pengetahuan tentang alat kontrasepsi dan yang berkaitan dengan
pemakaiannya.
Calon pemakai kontrasepsi untuk menggunakan salah satu alat KB adalah pilihan
calon sendiri, setelah mereka memahami manfaat dari setiap alat kontrasepsi.
Dan pemilihan alat kontrasepsi oleh bidan dan keluarganya merupakan hak calon
dan keluarganya untuk dapat merencanakan dengan baik tentang pengaturan
kelahiran mereka.
Salah satu tugas mandiri bidan yaitu memberikan asuhan kebidanan pada wanita
usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana dimana mencakup:
1. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada PUS
2. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan
3. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien
4. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
5. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan
6. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama
7. Membuat pencatan dan pelaporan

Bidan yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang kebidanan


khususnya akan dapat berperan sebagai konselor, salah satunya konselor KB.
Dalam tugasnya sebagai konselor KB, bidan memberikan peyuluhan pertama
tentang pemanfaatan kontrasepsi kemudian menjelaskan macam – macam alkon
serta keuntungan dan kerugian dari masing-masing KB. Peran bidan sebagai
konselor keluarga berencana ini tidak hanya diperuntukan untuk wanita saja tapi
pria juga. Dikarenakan alat kontrasepsi tidak hanya digunakan oleh wanita saja
namun pria juga mempunyai alat kontrasepsi tersendiri. Konseling keluarga
berencana pasca persalinan yang diberikan oleh bidan tidak hanya diberikan pada
ibu sendiri tapi pada saat berlangsungnya konseling diikuti oleh suami istri.

Dampak Program Keluarga Berencana :


1. Untuk Ibu, dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran maka
manfaatnya:
a. Perbaikan kesehatan badan karena tercegahnya kehamilan yang berulang kali
dalam jangka waktu yang terlalu pendek.
b. Peningkatan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya
waktu yang cukup untuk mengasuh anak, beristirahat dan menikmati waktu luang
serta melakukan kegiatan lainnya.
2. Untuk anak-anak yang dilahirkan, manfaatnya:
a. Anak tumbuh secara wajar karena ibu mengandungnya dalam keadaan sehat
b. Sesudah lahir, anak mendapat perhatian, pemeliharaan dan makanan yang
cukup karena kehadiran anak tersebut memang diinginkan dan direncanakan.

3. Untuk anak-anak yang lain, manfaatnya:


a. Memberi kesempatan kepada anak agar perkembangan fisiknya lebih baik
karena setiap anak memperoleh makanan yang cukup dari sumber yang tersedia
dalam keluarga
b. Perkembangan mental dan sosialnya lebih sempurna karena pemeliharaan
yang lebih baik dan lebih banyak waktu yang diberikan oleh ibu untuk setiap anak
c. Perencanaan kesempatan pendidikan yang lebih baik karena sumber-sumber
pendapatan keluarga tidak habis untuk mempertahankan hidup semata-mata
4. Untuk ayah, memberikan kesempatan kepadanya agar dapat:
a. Memperbaiki kesehatan fisiknya
b. Memperbaiki kesehatan mental dan sosial karena kecemasan berkurang serta
lebih banyak waktu terluang untuk keluarganya.

5. Untuk seluruh keluarga, manfaatnya:


Kesehatan fisik, mental dan sosial setiap anggota keluarga tergantung dari
kesehatan seluruh keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai kesempatan
yang lebih banyak untuk memperoleh pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak bila tidak ada program KB ?
2. Bagaimana peran bidan dalam memberikan pemahaman kelayakan
penggunaan metode kontrasepsi kepada pasien ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan


pelayanan kontrasepsi
2. Agar mahasiswa mampu menjelaskan perencanaan keluarga dan
penggunaan kontrasepsi yang rasional
3. Agar mahasiswa mampu menjelaskan paradigma pelayanan kesehatan
KB dulu dan sekarang.
4. Agar mahasiswa mampu menjelaskan kriteria kelayakan penggunaan
metode kontrasepsi dan jangka waktu penggunaan kontrasepsi
5. Agar mahasiswa mampu menjelaskan konseling, informed choice dan
informed consent.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tujuan Pelayanan Kontrasepsi

Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan
bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas. Pengaturan kehamilan dilakukan dengan menggunakan cara, alat,
dan obat kontrasepsi.
Pelayanan kontrasepsi adalah pemberian atau pemasangan kontrasepsi maupun
tindakan – tindakan lain yang berkaitan kontrasepsi kepada
calon dan peserta Keluarga Berencana yang dilakukan dalam fasilitas pelayanan
KB. Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat
dipertanggung jawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, serta segi
kesehatan (Kemenkes RI, 2014).
Tujuan pelayanan kontrasepsi adalah untuk mengendalikan pertambahan jumlah
penduduk, membatasi angka kelahiran, dan mengatur jarak kelahiran sehingga
dapat menciptakan keluarga sehat sejahtera. Program ini juga diharapkan dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi karena kehamilan yang tidak
diinginkan ataupun jarak kelahiran yang terlalu dekat. Upaya dalam mendukung
program tersebut adalah dengan menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda
kehamilan dan menjarangkan atau mengatur jarak kelahiran.
Perencanaan Keluarga dan Penggunaan Kontrasepsi yang Rasional.
Perencanaan keluarga adalah poin penting yang harus dipersiapkan setelah
menikah.  Dengan perencanaan keluarga yang matang, pasangan bisa
mengembangkan diri dan karier. Kemampuan untuk merencanakan kehamilan
termasuk memilih kontrasepsi juga dipercaya dapat meningkatkan kesehatan
mental dan kebahagiaan bagi perempuan. Di sisi lain, kasih sayang dan
kebutuhan finansial untuk anak bisa dimaksimalkan. Selain itu juga agar
memungkinkan pasangan usia subur dalam membuat pilihan metode kontrasepsi
berdasarkan  informasi  tentang  kesehatan  seksual  dan  kesehatan  reproduksi
mereka.

B. Paradigma Pelayanan Kesehatan KB Dulu dan Sekarang


Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia dirintis oleh para ahli kandungan
sejak tahun 1950-an dengan maksud untuk mencegah angka kematian ibu dan
bayi yang tinggi pada waktu itu.
Pada tahun 1957, terbentuklah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) yang merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB. Namun,
aktivitasnya banyak mendapat hambatan, terutama dengan adanya KUHP nomor
283 yang melarang penyebarluasan gagasan mengenai keluarga berencana.
Pada tahun 1967, akhirnya PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen
Kehakiman. Dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta, diambil keputusan bahwa
dalam usahanya mengembangkan dan memperluas program KB, PKBI akan
bekerjasama dengan instansi pemerintah. Pada tahun itu juga, Presiden Soeharto
menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisi kesadaran
pentingnya merencanakan jumlah anak dan menjarangkan kelahiran sebagai hak
asasi manusia, Setelah urun rembuk dengan para menteri serta tokoh masyarakat
yang terlibat dalam usaha KB, pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga
Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan status sebagai Lembaga Semi
Pemerintah. Kemudian pada tahun 1970, ditetapkanlah Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan dr. Suwardjo Suryaningrat sebagai
kepalanya. Pada tahun 1972, lembaga ini resmi menjadi Lembaga Pemerintah
Non-departemen yang berkedudukan langsung di bawah Presiden.
Di era Orde Baru, program KB sangat berjaya karena mendapat dukungan
langsung dari Presiden Soeharto. Pada waktu itu, seluruh jajaran
Departemen/Kementerian hingga Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Lurah,
serta TNI sangat berkomitmen dalam melaksanakan program keluarga
berencana.
Tak hanya dukungan dari dalam negeri, dukungan dana dari luar negeri dan Bank
Dunia sangat besar. Selama masa itu, promosi program KB berhasil menggugah
seluruh masyarakat hingga ke pelosok-pelosok Indonesia.
Pada tahun 1970 hingga 1980, penyelenggaraan program KB Nasional dikenal
dengan sebutan “Management for the People”. Pada periode ini, pemerintah
lebih banyak berinisiatif dan partisipasi masyarakat sangat rendah. Pasalnya,
program ini sangat berorientasi target dan implementasinya sehingga terkesan
kurang demokratis dengan hadirnya TNI dan Polisi pada pelaksanaan kegiatan
seperti KB massal.
Seiring berjalannya waktu, implementasi program yang bersifat “top-down
approach” ini berubah menjadi Gerakan Keluarga Berencana di tahun 1980-an.
Pola kebijakan program KB Nasional berubah menjadi “Management with the
People”. Unsur pemaksaan dikurangi dan masyarakat dibebaskan untuk memilih
kontrasepsi yang ingin dipakainya.
Program KB di era Orde Baru ini berhasil mencapai target nasional.
Keberhasilannya juga diakui oleh dunia internasional dengan diperolehnya
penghargaan United Nation (UN) Population Award oleh UNFPA pada tahun 1989.
Pelayanan KB yang berkualitas dan merata memiliki kedudukan yang
strategis, yaitu sebagai bagian dari upaya komprehensif yang terdiri dari upaya
kesehatan promotif dan preventif perorangan. Implementasi pendekatan life
cycle/siklus hidup dan prinsip continuum of care merupakan salah satu bagian
dari pelayanan KB dalam upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak
(KIA).
Jenis dan sasaran yang dituju dari pelayanan KB diberikan sesuai dengan
kebutuhan melalui konseling dan pelayanan dengan tujuan merencanakan dan
menjarangkan atau membatasi kehamilan, yaitu bagi remaja, ibu hamil, ibu nifas,
wanita usia subur (WUS) yang tidak sedang hamil.
Suami dan istri memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam
melaksanakan KB (Kemenkes RI, 2013).

C. Kelayakan Penggunaan Metode Kontrasepsi Dan Jangka Waktu


Pengggunaan Kontrasepsi
Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang berusia antara 15 sampai49 yang
belum menikah, menikah dan sudah pernah menikah/janda dan wanita pada usia
ini memiliki potensi untuk mempunyai keturunan (BKKBN, 2012).
Pemilihan kontrasepsi pada WUS dibagi menjadi 3 fase. Fase menunda kehamilan
yaitu pada usia kurang dari 20 tahun. Fase menjarangkan kehamilan yaitu pada
usia antara 20 sampai 35 tahun. Fase tidak hamil lagi yaitu pada WUS dengan usia
lebih dari 35 tahun (BKKBN, 2012).

Kategori yang memenuhi syarat untuk akseptor kontrasepsi menurut medical


eligibility criteria for contraceptive use (MEC) (2015) :
a. Suatu kondisi yang mana tidak ada larangan untuk penggunaan metode
kontrasepsi. Artinya metode tersebut dapat digunakan pada setiap keadaan.
b. Suatu kondisi dimana keuntungan dari penggunaan metode ini secara umum
lebih besar dari pada teori atau risiko yang telah terbukti. Artinya secara umum
metode tersebut dapat digunakan.
c. Suatu kondisi dimana teori atau risiko yang telah terbukti biasanya lebih besar
daripada keuntungan menggunakan metode tersebut. Artinya penggunaan
metode tersebut biasanya tidak direkomendasikan kecuali tidak ada metode lain
yang tersedia atau dapat diterima klien.
d. Suatu kondisi yang menunjukkan resiko kesehatan yang tidak dapat diterima
jika metode kontrasepsi ini digunakan. Artinya, metode tersebut tidak dapat
digunakan.

Jenis – jenis kontrasepsi :

Pelayanan kontrasepsi diberikan dengan menggunakan metode kontrasepsi baik


hormonal maupun non hormonal. Menurut jangka waktu pemakaiannya
kontrasepsi dibagi menjadi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan Non
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non-MKJP) (Kemenkes RI, 2014).

Jenis – jenis kontrasepsi menurut Affandi dan Albar (2011):

a. Kontrasepsi non-hormonal, terdiri dari:


1) Kontrasepsi tanpa menggunakan alat/obat yaitu senggama terputus dan
pantang berkala.
2) Kontrasepsi sederhana untuk laki – laki adalah kondom.
3) Kontrasepsi sederhana untuk perempuan yaitu pessarium dan kontrasepsi
dengan obat – obat spermitisida.

b. Kontrasepsi hormonal, terdiri dari:


1) Metode hormonal kombinasi (estrogen dan progesteron) yaitu pil kombinasi
dan suntik kombinasi (cyclofem)
2) Metode hormonal progesteron saja yaitu pil progestin (minipil), implan,
suntikan progestin (Depo Medroksiprogesterone Asetat/DMPA).

c. Kontrasepsi mantap terdiri dari tubektomi dan vasektomi.


Kontrasepsi mantap atau sterilisasi merupakan metode KB yang paling
efektif,murah, aman dan mempunyai nilai demografi yang tingg. Kontrasepsi
sampai saat ini masih belum
masuk gerakan keluarga berencana nasional Indonesia, namun pelayanan
kontrasepsi
mantap dapat diterima masyarakat, dan makin lama makin besar jumlahnya
dengan
usia semakin muda.

Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lelaki yang tidak ingin punya anak
lagi.
Perlu prosedur bedah untuk melakukan vasektomi sehingga diperlukan
pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah seorang klien
sesuai untuk menggunakan metode ini.

• Disebut juga dengan metode kontrasepsi operatif laki-laki


• Metode permanen untuk pasangan tidak ingin punya anak lagi.
• Metode ini membuat sperma (yang disalurkan melalui vas deferens) tidak
dapat mencapai vesikula seminalis yang pada saat ejakulasi dikeluarkan
bersamaan dengan cairan semen
• Untuk oklusi vas deferens, diperlukan tindakan insisi minor pada daerah rafe
skrotalis
• Penyesalan terhadap vasektomi tidak segera memulihkan fungsi reproduksi
karena memerlukan pembedahan ulang
• Vasektomi merupakan metode efektif yang tidak menimbulkan efek jangka
panjang.

Tubektomi
merupakan prosedur bedah yang dapat menghentikan kesuburan dengan
menyumbat atau memotong kedua saluran telur.
Mekanisme Tubektomi adalah dengan
menutup tuba falopi dengan mengikat dan memotong / memasang cincin
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan sel telur.

D. KONSELING , INFORMED CHOICE DAN INFORMED CONSENT

1. KONSELING
Secara etimologi, konseling berasal dari bahasa latin “Consilium” artinya dengan
atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami sedangkan
dalam bahasa Angglo Saxon adalah “Sellan” yang berarti menyerahkan atau
menyampaikan. Sedangkan menurut KBBI konseling adalah pemberian bimbingan
oleh orang yang ahli
kepada seseorang. Menurut BKKBN konseling adalah Proses pertukaran informasi
dan interaktif positif antara klien dan petugas KB untuk membantu klien
mengetahui kebutuhannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa konseling adalah
proses pemberian informasi objektif
dan lengkap, dengan paduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk
membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang
dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah
tersebut.

Tujuan konseling KB :
• Memberikan informasi yang tepat dan objektif sehingga klien merasa puas
• Mengidentifikasi dan menampung perasaan keraguan/kekhawatiran klien
tentang metode kontrasepsi
• Membantu klien memilih metode kontrasepsi yang terbaik bagi mereka
sehingga aman dan sesuai keinginan klien
• Membantu klien agar menggunakan cara kontrasepsi yang mereka pilih dengan
aman dan efektif
• Memberikan informasi tentang cara mendapatkan bantuan dan tempat
pelayanan KB
• Khusus Kontap, menyeleksi calon akseptor yang sesuai dengan metode
kontrasepsi alternative.

2. INFORMED CHOICE

Informed choice berasal dari 2 suku kata yaitu informed dan choice. Informed
berarti telah mendapatkan informasi yang lengkap dan benar, sedangkan choice
berarti pilihan.
Dengan demikian informed choice berarti pilihan yang didasari atas pengetahuan
yang cukup setelah mendapatkan informasi yang memadai (lengkap, jelas, dan
benar).
Informed choice merupakan bentuk persetujuan pilihan tentang: Metode
kontrasepsi yang dipilih oleh klien setelah memahami kebutuhan reproduksi yang
paling sesuai dengan dirinya / keluarganya; Pilihan tersebut merupakan hasil
bimbingan dan
pemberian informasi yang obyektif, akurat dan mudah dimengerti oleh klien;
Pilihan yang diambil merupakan yang terbaik dari berbagai alternatif yang
tersedia.

3. INFORMED CONSENT

Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah mendapat
penjelasan/keterangan/informasi) dan concent (memberikan
persetujuan/mengizinkan. Informed
concent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan
informasi.
Menurut Veronika Komalawati pengertian informed concent adalah suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan tenaga
kesehatan terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan informasi dari tengaga
kesehtaan mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya
disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
Dalam PERMENES no 585 tahun 1989 (pasal 1)
Informed concent ditafsirkan sebagai persetujuan tindakan medis adalah
persetujuan yang
diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang
dilakukan terhadap pasien tersebut.
Informed Consent berisi tentang
Kebutuhan reproduksi klien, informed choice, dan prosedur klinik yang akan
dilakukan; ada penjelasan tentang risiko dalam melakukan prosedur klinik
tersebut; standar prosedur
yang akan dilakukan dan upaya untuk menghindarkan risiko; klien menyatakan
mengerti tentang semua informasi tersebut diatas dan secara sadar memberikan
persetujuannya.

Bentuk-Bentuk Informed Consent :


1. Implied consent Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung.
Contohnya: saat bidan akan
mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu dengan membawa
sfingmomanometer tanpa mengatakan apapun dan si ibu langsung menggulung
lengan bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu menunjukkan
bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang akan dilakukan bidan).

2. Express Consent Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan


dalam bentuk tulisan atau secara
verbal. Sekalipun persetujuan secara tersirat dapat diberikan, namun sangat
bijaksana bila persetujuan pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini
dapat menjadi bukti yang lebih kuat dimasa mendatang. Contoh, persetujuan
untuk pelaksanaan sesar.

Persetujuan dalam informed consent dapat dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu:

1. Persetujuan Tertulis

Biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar,


sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3
ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan
medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya Persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat
tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah
terjadi informed consent).

2. Persetujuan Lisan
Biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak
mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien.

3. Persetujuan dengan isyarat


Dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau
diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda
menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Penerapan informed choice dan informed consent dalam pelayanan kontrasepsi
merupakan upaya untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan KB.
Informed choice adalah proses penyampaian informasi secara lengkap kepada
klien/calon peserta KB melalui KIP/Konseling sehingga klien memiliki
pengetahuan yang cukup untuk memilih kontrasepsi tertentu sesuai pilihannya,
sedangkan informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh klien atau
keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik yang
akan dilakukan terhadap klien tersebut.
Informed consent digunakan untuk pelayanan kontap (MOW, MOP), IUD dan
Implant. Persetujuan tindakan medik (Informed consent) dalam pelayanan
kontrasepsi tidak hanya sebagai upaya peningkatan ualitas pelayanan dan
pemenuhan hak reproduksi, tetapi juga sebagai upaya peningkatan
profesionalisme petugas pelayanan, pemenuhan legalitas formal dan peningkatan
tanggung jawab moral dalam memberikan pelayanan terhadap klien.
Pelayanan KB berkualitas salah satu indikatornya adalah pemberian informed
choice dan penandatanganan informed consent yang ditujukan untuk melindungi
hak klien KB maupun provider pelayanan KB. Salah satu dari enam elemen dalam
kualitas pelayanan kontrasepsi menurut konsep Bruce adalah informasi yang
diberikan, dimana pelayanan dapat dikatakan berkualitas apabila klien
mendapatkan informasi yang lengkap, jelas, rasional dan dapat dipahami
(informed choice) dari provider tentang
metode kontrasepsi pria maupun wanita untuk membantu klien dalam
menentukan pilihan kontrasepsi. Dalam mewujudkan pelayanan KB yang
berkualitas dibutuhkan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan minat
terhadap KB, melalui penyuluhan dan konseling yang jelas bagi calon akseptor
dalam memilih jenis kontrasepsi yang akan digunakan. Calon akseptor berhak
mendapatkan informasi yang lengkap tentang berbagai jenis kontrasepsi meliputi
keuntungan, kekurangan dan cara kerja tiap jenis kontrasepsi. Konseling
merupakan suatu bentuk informasi yang memungkinkan pasangan atau calon
akseptor memutuskan metode kontrasepsi mana yang akan dipilihnya (informed
choice).
Bidan sebagai salah satu pemberi pelayanan KB yang paling dekat dengan
masyarakat memiliki kewenangan dalam memberikan alat kontrasepsi,
memasang alat kontrasepsi dan memberikan penyuluhan/ konseling pemilihan
kontrasepsi.
Bidan sangat berperan dalam keberhasilan pelaksanaan program KB dalam hal ini
pelayanan konseling KB / proses informed choice dan penggunaan informed
consent serta pemberian dan pemasangan alat kontrasepsi. Namun aspek
penting dalam pelayanan KB yaitu pelayanan konseling KB sering tidak
dilaksanakan dengan baik oleh bidan, banyak akseptor yang tidak mendapatkan
pelayanan konseling KB yang bermutu pada saat akan menjadi akseptor.
Kurangnya informasi mengenai cara kerja metode kontrasepsi menyebabkan
akseptor sering berganti cara dalam menggunakan metode kontrasepsi sehingga
bisa menyebabkan kebosanan dan pada akhirnya berhenti menggunakan alat
kontrasepsi yang berdampak pada meningkatnya drop out penggunaan alat
kontrasepsi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan program andalan pemerintah
dalam menekan laju pertumbuhan penduduk.  Peningkatan pengetahuan tentang
alat-alat kontrasepsi kepada masyarakat menjadi salah satu faktor penunjang
dalam mensukseskan program KB, untuk itu butuh keterlibatan aktif segenap
pihak dalam upaya sosialisasi metode-metode kontrasepsi. Bidan sebagai salah
satu tenaga kesehatan, dinilai menjadi salah satu subjek penting dalam
melaksanakan edukasi metode kontrasepsi kepada masyarakat, karena bidan
memiliki peran untuk melakukan konseling atau komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE) kepada pasien untuk memilih metode kontrasepsi (KB) yang terbaik.

B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan , silahkan sampaikan kepada
kami.
Apabila ada terdapat kesalahan, mohon dapat di maafkan dan dapat dimaklumi ,
karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah, khilaf dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana, Indomedia Pustaka

2. https://kominfo.go.id content detail artikel_gpr “Kontrasepsi Tepat


Indonesia Sehat, Meningkatkan Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi Guna Mencapai
Indonesia Sehat
3. https://repo.unand.ac.id Artikel BERENCANA repositori Universitas
Andalas “ ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA “

Anda mungkin juga menyukai