Anda di halaman 1dari 8

Muhammad Rafi Arrasyid

04011281924073
G7
Manifestasi klinis + klasifikasi derajat keparahan

1. Gejala yang paling umum:


a. Demam.
b. Batuk kering.
c. Kelelahan.
2. Gejala yang tidak umum:
a. Rasa tidak nyaman dan nyeri.
b. Nyeri tenggorokan.
c. Diare.
d. Konjungtivitis (mata merah).
e. Sakit kepala.
f. Hilangnya indera perasa atau penciuman.
g. Ruam pada kulit, atau perubahan warna pada jari tangan atau jari kaki.
3. Gejala serius:
a. Kesulitan bernapas atau sesak napas.
b. Nyeri dada atau rasa tertekan pada dada.
c. Hilangnya kemampuan berbicara atau bergerak.

Rata-rata gejala akan muncul 5–6 hari setelah seseorang pertama kali terinfeksi virus ini, tetapi
bisa juga 14 hari setelah terinfeksi.

Tabel. Hasil Penelitian Gejala Klinis Covid-19 (Levani, Prastya and Mawaddatunnadila, 2021)
Gejala yang ditimbulkan oleh COVID-19 biasanya akan timbul 2-7 hari atau sesudah masa
inkubasi. Tergantung status imun seseorang. Pembagian tingkat keparahan gejala dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel. Kriteria tingkat keparahan gejala pada pasien covid-19


Skrining dan algoritma penegakkan diagnosis

Diagnosa pada pasien COVID-19 ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. (Siallagan, 2022)

1. Anamnesis
a. Pasien dengan gejala yaitu : demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan.
b. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang melaporkan transmisi lokal
dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala.
c. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal COVID-19 di Indonesia
dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala.
d. Riwayat kontak dengan pasien konfirmasi atau probabel COVID-19 dalam 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran kompos mentis atau penurunan kesadaran yang tidak membutuhkan ventilator.
b. Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan darah normal
atau menurun, suhu tubuh meningkat > 38oC.
c. Dapat disertai retraksi otot pernapasan.
d. Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan dinamis,
fremitus mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau
bronkial, ronki kasar.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Antigen-Antibodi
Ada beberapa perusahaan yang menyatakan telah mengembangkan uji serologi SARS-
CoV-2, namun hingga saat ini belum banyak artikel hasil penelitian alat uji serologi yang
dipublikasikan. Salah satu kelemahan utama dalam melakukan uji diagnostik tes ini
adalah memastikan negatif palsu.
Selain itu perlu mempertimbangkan onset paparan dan durasi gejala sebelum
memutuskan pemeriksaan serologi. IgM dan IgA dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6
setelah onset gejala, sementara IgG mulai hari 10-18 setelah onset gejala. Akan tetapi
WHO tidak merekomendasiksan pemeriksaan ini sebagai dasar diagnosis utama. Pasien
negatif serologi masih perlu observasi dan diperiksa ulang bila dianggap ada faktor risiko
tertular.
b. Pemeriksaan Virologi
Metode yang menjadi gold standard untuk menegakkan diagnosa dari COVID-19 adalah
reverse transcripton-polymerase chain reaction (RT-PCR). Sampel dikatakan positif bila
rRT-PCR positif pada minimal dua target genom (N,E,S, ataupun RdRp) yang spesifik
SARSCoV-2 atau rRt-PCR positif betacoronavirus, ditunjang dengan hasil sequencing
sebagaian atau seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-COV-2.

Gambar. Bagan alur diagnostik untuk deteksi infeksi SARS-CoV-2 akut pada orang yang diduga
klinis mengalami COVID-19 (WHO, 2020)
Diagnosis banding covid-19 dapat diketahui salah satunya dari hasil RT-PCR khusus untuk
SARS-CoV-2 viral RNA negatif dengan gejala infeksi saluran pernafasan. Diagnosis bandingnya
antara lain (BMJ Global Health. 2017) :

1. Community-acquired pneumonia
2. Influenza
3. Common cold
4. Other viral or bacteria infection

Prognosis

Prognosis awal dapat berdampak positif pada pasien. Pasien yang dikategorikan sebagai
ringan-sedang dan sakit kritis-parah pada awal masuk dapat memberikan ide pada prognosis
covid-19. Dari hasil sebuah penelitian, data pasien yang ditransfer ke ICU 1,8% dan data
kematian pasien 1,3% pada kelompok ringan-sedang, sedangkan 52,2% dan 35,8% masing-
masing pada kelompok kritis parah. Sama hal dalam penelitian lain, penyakit dan manifestasi
klinis yang parah lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
dianggap bahwa komorbiditas (laki-laki = 133 dan perempuan = 54), yang dikaitkan dengan
prognosis buruk pada laki-laki. (Tahtasakal et al., 2021)

Selain itu, usia lanjut merupakan faktor penentu dalam perjalanan penyakit yang parah.
Insufisiensi paru, kurangnya remodeling, dan adanya imunosupresi, yang bersamaan dengan
penyakit penyerta, adalah penyebab potensial untuk pasien berusia di atas 65 tahun. Dari hasil
penelitian didapat pasien berusia di atas 65 tahun merupakan 36,3% dari total jumlah pasien dan
52,2% dari kelompok pasien yang sakit parah. Itu ditemukan menjadi faktor yang cukup besar
dalam prognosis perjalanan penyakit yang parah. (Tahtasakal et al., 2021)

Adanya hipertensi, DM, dan keganasan menyebabkan COVID-19 berkembang sangat


parah. Riwayat medis hepatitis virus kronis dan penyakit serebrovaskular (CVD), selain itu
hipertensi, DM, dan keganasan juga menyebabkan prognosis yang buruk. (Tahtasakal et al.,
2021)

Sebagian besar pasien dengan komorbid hipertensi akan mengalami perberatan gejala
dikarenakan virus ini akan mengikat angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ada di paru
kemudian penetrasi ke dalam sel, penggunaan obat anti hipertensi Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACEI) dan Angiotensin Reseptor Blockers (ARBs) dalam mengontrol
hipertensi, masih belum jelas apakah akan bermaanfaat atau malah memberikan dampak yang
buruk, karena dari beberapa penelitian menjelaskan bahwa ACEI dan ARB dapat meningkatkan
ACE2. Pada pasien dengan hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi berhubungan dengan
meningkatnya ACE sehingga diprediksi dapat meningkatkan jumlah virus yang masuk ke dalam
sel. (Siallagan, 2022)

Pengobatan klinis menunjukkan bahwa dosis insulin meningkat setelah pasien terinfeksi
SARS-CoV-2, yang menunjukkan bahwa virus berdampak pada metabolisme glukosa pasien.
Disregulasi metabolisme glukosa akan memperburuk diabetes dan kemudian mempengaruhi
keparahan pneumonia, yang bekerja sebagai loop amplifikasi. Sementara itu, komplikasi diabetes
menandakan keparahan diabetes, dan pasien dengan komplikasi diabetes ini menunjukkan angka
kematian yang lebih tinggi, yang selanjutnya membuktikan bahwa diabetes merupakan faktor
risiko untuk prognosis COVID-19, dan keparahan diabetes berkorelasi positif dengan prognosis
buruk. (Guo et al., 2020)

Berdasarkan hasil studi sebelumnya, keluhan demam dan sesak napas lebih banyak
terjadi pada pasien dengan prognosis buruk, sedangkan nyeri otot dan sakit tenggorokan lebih
banyak terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis ringan. Adanya dispnea memprediksi
bahwa perjalanan klinis bisa parah. (Tahtasakal et al., 2021)

Prognosis covid-19 selain dilihat dari usia, jenis kelamin, komorbiditas, dan menerima
pengobatan, prognosis pasien dapat diprediksi dengan tes laboratorium tertentu. Kemajuan klinis
mungkin diprediksi parah, jika nilai laboratorium NLR, CRP, troponin I, LDH, D-dimer, feritin,
dan NE berada di atas batas yang ditentukan. (Tahtasakal et al., 2021)

Prognosis pada pasien termasuk buruk yang berjenis kelamin laki-laki, berusia >65 tahun,
komorbiditas DM dan hipertensi, dan gejala sesak nafas.
Daftar Pustaka

Guo, W. et al. (2020) ‘Diabetes is a risk factor for the progression and prognosis of COVID-19’,
Diabetes/Metabolism Research and Reviews, 36(7), pp. 1–9. doi: 10.1002/dmrr.3319.

Levani, Prastya and Mawaddatunnadila (2021) ‘Coronavirus Disease 2019 (COVID-19):


Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi’, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 17(1),
pp. 44–57. Available at: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/6340.

Tahtasakal, C. A. et al. (2021) ‘Could we predict the prognosis of the COVID-19 disease?’,
Journal of Medical Virology, 93(4), pp. 2420–2430. doi: 10.1002/jmv.26751.

WHO (2020) ‘Tes Diagnostik untuk SARS-CoV-2: Panduan interim’, World Health
Organization, (September), pp. 1–19.

BMJ Global Health. 2017. Differentials Coronavirus disease 2019 (COVID-19).


https://bestpractice.bmj.com/topics/en-gb/3000201/differentials

Siallagan, Gilbert. 2022. Gambaran Tingkat Keparahan Gejala, Rasio Neutrofil-Limfosit (RNL),
C-Reactive Protein (CRP), D-Dimer dan CT-Scan pada Penderita COVID-19 dengan
Komorbid Hipertensi yang Dirawat di Murni Teguh Memorial Hospital pada Tahun
2020. Universitas HKBP Nommensen.

Anda mungkin juga menyukai