Anda di halaman 1dari 8

*Materi KPA PALEMBANG*

*Minggu, 26 Juni 2022*

*Sejarah Para Nabi Jilid 2 Pasal 10 – Bersekutu dengan Bangsa Gibeon”

Dari Sikhem bangsa Israel kembali ke perkemahan mereka di Gilgal. Segera setelah itu di
tempat ini mereka didatangi oleh satu utusan asing yang ingin mengadakan perjanjian
persahabatan de-ngan mereka. Para utusan itu menyatakan bahwa mereka telah datang dari
negeri yang jauh, dan hal ini tampak dibuktikan oleh cara penampilan mereka. Pakaian
mereka sudah usang dan compang-camping, san-dal mereka sudah lapuk, persediaan
makanan mereka tinggal sedikit, dan botol kulit tempat anggur mereka sudah koyak-koyak
dan bertambal-tambal, seakan-akan itu telah diperbaiki dengan tergesa-gesa di tengah
perjalanan mereka.

Di negeri mereka yang jauh—yang menurut pengakuan mereka berada di luar perbatasan
Palestina—orang banyak, kata mereka, telah mendengar tentang perbuatan-perbuatan ajaib
yang telah diadakan Allah bagi umat-Nya, dan telah mengutus mereka mengadakan janji
persahabatan dengan Israel. Bangsa Israel telah diamarkan untuk tidak mengadakan
janji persahabatan dengan bangsa-bangsa penyembah berhala di negeri Kanaan, dan
satu keragu-raguan terhadap kebenaran kata-kata orang asing itu timbul di dalam pikiran
pemimpin-pemimpin Israel. “Barangkali kamu ini diam di tengah-tengah kami,” kata mereka.
Menjawab kata-kata ini para utusan itu hanya berkata, “Kami ini hamba-hambamu.” Tetapi
pada waktu

Yosua secara langsung bertanya kepada mereka “Siapakah kamu ini dan dari manakah kamu
datang?”. mereka mengulangi kembali ucapan mereka, dan menambahkannya, sebagai bukti
dari kesungguh-sungguhan mereka, “Inilah roti kami, masih panas ketika kami bawa sebagai
bekal dari rumah pada hari kami berangkat berjalan mendapatkan kamu, tetapi sekarang,
lihatlah, telah kering dan tinggal remah-remah belaka. Inilah kirbat-kirbat anggur, yang masih
baru ketika kami mengisinya tetapi lihatlah, telah robek, dan inilah pakaian an kasut kami,
semuanya telah buruk-buruk karena perjalanan yang sangat jauh itu.”
Segala keterangan ini berhasil. Bangsa Israel tidak meminta keputusan TUHAN. Maka
Yosua mengadakan persahabatan dengan mereka dan mengikat perjanjian dengan mereka,
bahwa ia akan membiarkan mereka hidup; dan para pemimpin umat itu bersumpah kepada
mereka ” Dengan demikian mereka telah mengadakan satu perjanjian persahabatan. Tiga hari
sesudah itu kebenarannya baru diketahui, “Terdengarlah oleh mereka, bahwa orang-orang
itu tinggal dekat mereka, bahkan diam di tengah-tengah mereka .” Mengetahui bahwa
adalah mustahil melawan bangsa Israel, orang-orang Gibeon telah menggunakan tipu
daya untuk memelihara kehidupan mereka.

Besarlah kemarahan bangsa Israel apabila mereka mengetahui tipu daya yang telah diadakan
terhadap mereka. Dan hal ini telah bertambah lagi apabila, setelah tiga hari perjalanan,
mereka tiba di kota-kota di negeri Gibeon; berdekatan dengan pusat negeri itu. “Lalu
bersungutsungutlah segenap umat kepada para pemimpin,” tetapi mereka tidak mau
membatalkan perjanjian persahabatan itu, sekalipun hal itu telah diadakan melalui tipu
daya, oleh sebab mereka telah “bersumpah kepada mereka demi TUHAN, Allah Israel.”
“Orang Israel tidak menewaskan mereka.” Bangsa Gibeon telah menjanjikan diri mereka
untuk meninggalkan penyembahan berhala, dan menerima perbaktian kepada Tuhan;
dan dibiarkannya mereka hidup bukanlah satu pelanggaran terhadap perintah Allah untuk
membinasakan bangsa Kanaan yang menyembah berhala itu. Oleh sebab itu bangsa Israel
melalui sumpah mereka berjanji untuk tidak melakukan dosa. Dan sekalipun sumpah itu telah
diadakan melalui tipu daya, hal itu tidak boleh diabaikan. Tanggung jawab yang sudah
diadakan melalui sumpah—jikalau itu tidak menuntut dia untuk berbuat sesuatu yang salah—
harus dianggap suci. Tidak ada pertimbangan mencari untung, atau pembalasan, atau
kepentingan diri yang dengan cara apa pun dapat mengubah berlakunya satu sumpah atau
janji. “Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN.” Amsal 12:22. Ia yang
“akan naik ke atas gunung TUHAN,” dan “berdiri di tempat-Nya yang kudus,” adalah “yang
berpegang pada sumpah, walaupun rugi.” Mazmur 24:3; 15:4.

Bangsa Gibeon adalah salah satu bangsa di negeri Kanaan. Karena mereka sudah mendengar
kebesaran orang Israel, mereka gentar karena takut dibunuh oleh orang Israel. Mereka lalu
mengadakan kebohongan bahwa mereka dari negri yang jauh dengan keadaan yang buruk
sehingga meminta pertolongan. Pada akhirnya, mereka ketahuan tetapi tetap dibiarkan hidup
karena perjanjian persahabatan dengan orang Israel dan penyerahan mereka kepada Tuhan
(menerima Tuhan Israel, tidak seperti bangsa2 Kanaan yang lain)

Pertanyannya: Apakah tipu daya yang dilakukan bangsa Gibeon itu tipu daya yang bijaksana?
Apakah akibat yang mereka terima karena dusta yang mereka lakukan dan apa pelajaran yang
kita bisa ambil?

JAWABAN: Tidak bijaksana, sebenarnya akan lebih baik lagi bagi orang-orang Gibeon kalau
saja mereka telah berlaku jujur terhadap bangsa Israel. Sementara penyerahan mereka kepada
Tuhan telah menyelamatkan hidup mereka, tipu daya mereka telah mendatangkan kehinaan
serta perhambaan terhadap diri mereka. Allah telah mengadakan satu ketentuan bahwa semua
orang yang mau meninggalkan kekafiran, dan menggabungkan dirinya dengan Israel. akan
memperoleh berkat-berkat dari perjanjian itu.

Bangsa Gibeon dibiarkan hidup, tetapi terikat sebagai hamba-hamba kepada Kemah Suci,
untuk melaksanakan pekerjaan yang rendah. “Dan pada waktu itu Yosua menjadikan mereka
tukang belah kayu dan tukang timba air untuk umat itu dan untuk mezbah TUHAN, sampai
sekarang, di tempat yang akan dipilih-Nya.” Syarat-syarat ini diterima dengan rasa syukur
oleh mereka, menyadari bahwa mereka telah berbuat kesalahan, dan dengan gembira
memperoleh hidup dengan syarat apa pun juga. “Maka sekarang, kami ini dalam tanganmu;
perlakukanlah kami seperti yang kaupandang baik dan benar untuk dilakukan kepada kami,”
kata mereka kepada Yosua. Selama berabad-abad keturunan mereka ikut dalam pelayanan
dalam pekerjaan Kemah Suci.

Wilayah orang Gibeon terdiri dari empat buah kota. Bangsa itu tidak berada di bawah
pemerintahan seorang raja, melainkan diperintah oleh tua-tua, atau satu majelis. Gibeon, kota
mereka yang paling penting, “kota yang besar, seperti salah satu kota kerajaan,” “dan semua
orangnya adalah pahlawan.” Adalah merupakan satu bukti yang nyata tentang adanya
kegentaran terhadap Israel yang telah memenuhi penduduk negeri Kanaan, sehingga
penduduk dari kota yang seperti itu mau menggunakan cara yang amat hina itu asal saja
mereka bisa dibiarkan hidup.
Tetapi sebenarnya akan lebih baik lagi bagi orang-orang Gibeon kalau saja mereka telah
berlaku jujur terhadap bangsa Israel. Sementara penyerahan mereka kepada Tuhan telah
menyelamatkan hidup mereka, tipu daya mereka telah mendatangkan kehinaan serta
perhambaan terhadap diri mereka. Allah telah mengadakan satu ketentuan bahwa semua
orang yang mau meninggalkan kekafiran, dan menggabungkan dirinya dengan Israel. akan
memperoleh berkat-berkat dari perjanjian itu. Mereka termasuk kepada golongan, “orang
asing yang berada di tengahtengah kamu,” dan dengan beberapa pengecualian golongan ini
harus ambil bagian yang sama terhadap segala kesempatan dan keuntungankeuntungan
bersama dengan Israel. Perintah Tuhan adalah:

“Apabila seorang asing tinggal padamu di negerimu, janganlah kamu menindas dia. Orang
asing yang tinggal padamu harus sama bagimu seperti orang Israel asli dari antaramu,
kasihilah dia seperti dirimu sendiri.” Imamat 19:33, 34. Mengenai Paskah dan persembahan
korban, telah diperintahkan, “Mengenai jemaah itu, haruslah ada satu ketetapan bagi kamu
dan bagi orang asing yang tinggal padamu; itulah suatu ketetapan,... kamu dan orang asing
haruslah sama di hadapan TUHAN.” Bilangan 15:15.

Demikianlah sebenarnya kedudukan atas mana orang Gibeon dapat diterima, jikalau bukan
karena tipu daya yang telah mereka lakukan. Bukanlah satu kehinaan yang kecil kepada
warga negara “dari satu kota kerajaan,” “semua orangnya pahlawan,” untuk dijadikan sebagai
pembelah kayu dan penimba air sepanjang generasi mereka. Tetapi mereka telah
menggunakan jubah kemiskinan dengan maksud menipu, dan itu pun telah dilekatkan kepada
mereka sebagai satu tanda perhambaan untuk selama-lamanya. Dengan demikian sepanjang
generasi mereka keadaan perhambaan mereka akan menyaksikan kebencian Allah terhadap
dusta.

Bangsa Gibeon diantara bangsa Israel bagaikan satu jiwa yang baru bertobat diantara orang
percaya. Raja-raja bangsa Kanaan kecewa kepada bangsa Gibeon karena penyerahan mereka
kepada Tuhan sehingga raja-raja Kaanaan mulai menyerang bangsa Gibeon. Mungkin,
demikianlah yang dialami teman-teman kita yang baru menerima Yesus.
Pertanyaannya, Bagaimanakah seharusnya sikap kita sebagai orang percaya jika melihat
kedaan seperti ini pada jiwa yang baru? Dan bagaimanakah tindakan Yoshua dalam hal ini?

JAWABAN: Orang Gibeon tidak bersedia bertahan, dan mereka pun telah mengirimkan satu
kabar minta tolong kepada Yosua. Dengan segera Yosua bersiap sedia menolong orang
Gibeon. oleh sebab mereka telah menyerahkan diri kepada penguasaan Israel, dan telah
menerima perbaktian kepada Allah, ia merasa dirinya berada di bawah tanggung jawab untuk
melindungi mereka. Kali ini ia tidak bertindak tanpa nasihat Ilahi, dan Tuhan
mendorong dia dalam usaha ini. “Janganlah takut kepada mereka,” adalah pekabaran
Ilahi

Penyerahan Gibeon terhadap bangsa Israel telah menimbulkan rasa kecewa di kalangan raja-
raja Kanaan. Dengan segera langkah-langkah diambil untuk membalas mereka yang telah
berdamai dengan penyerangpenyerang itu. Dibawah pimpinan Adoni Zedek, raja Yerusalem,
lima dari antara raja-raja Amori telah bersekongkol melawan Gibeon. Gerakan mereka sangat
cepat. Orang Gibeon tidak bersedia bertahan, dan mereka pun telah mengirimkan satu kabar
kepada Yosua di Gilgal: “Jangan menarik tanganmu dari pada hamba-hambamu ini.
Datanglah dengan segera kepada kami, lepaskanlah kami dan bantulah kami, sebab
semua raja orang Amori, yang diam di pegunungan, telah bergabung melawan kami”.
Bahaya itu mengancam bukan hanya orang Gibeon saja tetapi juga Israel. Kota ini menguasai
jalan-jalan yang menuju ke bahagian tengah dan selatan Palestina, dan ini harus direbut
jikalau mau menaklukkan kota itu.

Dengan segera Yosua bersiap sedia menolong orang Gibeon. Penduduk kota yang telah
dikepung itu merasa takut bahwa ia akan menolak permintaan mereka, oleh sebab tipu daya
yang pernah mereka lakukan, tetapi oleh sebab mereka telah menyerahkan diri kepada
penguasaan Israel, dan telah menerima perbaktian kepada Allah, ia merasa dirinya berada di
bawah tanggung jawab untuk melindungi mereka. Kali ini ia tidak bertindak tanpa nasihat
Ilahi, dan Tuhan mendorong dia dalam usaha ini. “Janganlah takut kepada mereka,”
adalah pekabaran Ilahi; “sebab Aku menyerahkan mereka kepadamu. Tidak seorang
pun dari mereka yang akan dapat bertahan menghadapi engkau.” “Lalu Yosua bergerak maju
dari Gilgal, dia dan seluruh tentara yang bersama-sama dengan dia, semuanya pahlawan yang
gagah perkasa.”
Dengan mengadakan perjalanan sepanjang malam ia telah berhasil membawa tentaranya ke
hadapan Gibeon keesokan harinya. Sebelum penghulu-penghulu yang bersekutu itu sempat
mengerahkan tentara mereka untuk menyerang kota itu Yosua telah berhadapan dengan
mereka. Penyerangan itu telah mengakibatkan kehancuran total atas penyerang-penyerang
itu. Bala tentara yang besar itu melarikan diri dari hadapan Yosua dan terus berlari mendaki
gunung terus sampai ke BetHoron; dan setelah tiba di puncaknya mereka turun dengan cepat
ke lereng sebelahnya. Di tempat ini hujan batu yang dahsyat telah menimpa mereka.
“TUHAN melempari mereka dengan batu-batu besar dari langit, . . . Yang mati kena hujan
batu itu ada lebih banyak dari yang dibunuh oleh orang Israel dengan pedang.”

Sementara bangsa Amori meneruskan pelarian mereka, dengan maksud mencari perlindungan
di bawah gunung batu, Yosua, yang melihatnya dari lereng gunung itu, mengetahui bahwa
hari itu sudah terlalu singkat untuk dapat melaksanakan pekerjaannya. Jikalau tidak
dihancurkan seluruhnya, musuh mereka itu akan berkumpul kembali, dan memperbarui
penyerangan mereka. “Lalu Yosua berbicara kepada TUHAN; . . . ia berkata di hadapan
orang Israel: Matahari, berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!
Maka berhentilah matahari dan bulan pun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan
dendamnya kepada musuhnya.... Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat
terbenam kira-kira sehari penuh.”

Sebelum senja datang, janji Allah kepada Yosua telah digenapi. Seluruh bala tentara musuh
telah diberikan ke tangannya. Peristiwa yang terjadi pada hari itu berkesan lama di dalam
ingatan bangsa Israel, “Belum pernah ada hari seperti itu, baik dahulu maupun kemudian,
bahwa Tuhan mendengarkan permohonan seorang manusia secara demikian sebab yang
berperang untuk orang Israel ialah TUHAN.” “Matahari, bulan berhenti di tempat
kediamannya, karena cahaya anak-anak panahMu yang melayang laju, karena kilauan
tombak-Mu yang berkilat. Dalam kegeraman Engkau melangkah melintasi bumi, dalam
murka Engkau menggasak bangsa-bangsa. Engkau berjalan maju untuk menyela-matkan
umat-Mu, untuk menyelamatkan orang yang Kauurapi. Engkau meremukkan bagian atas
rumah orang-orang fasik dan Kaubuka dasarnya sampai batu yang penghabisan.” Habakuk
3:11-13.
Roh Allah telah mengilhami doa Yosua, agar supaya bukti dapat lagi diberikan tentang kuasa
Allah Israel. Oleh sebab itu, permohonan itu tidaklah menunjukkan adanya ketakaburan di
pihak pemimpin besar itu. Yosua telah menerima janji bahwa Allah pasti akan
menghancurkan musuh-musuh Israel ini, namun demikian ia telah berusaha dengan
sungguh-sungguh seolah-olah sukses bergantung hanya kepada bala tentara Israel saja.
Ia telah berbuat segala sesuatu menurut kemampuan tenaga manusia, dan kemudian ia
berseru dengan iman untuk meminta pertolongan Ilahi. Rahasia sukses adalah
gabungan kuasa Ilahi dengan usaha manusia. Mereka yang memperoleh hasil yang
terbesar adalah orang-orang yang bergantung sepenuhnya kepada Lengan Yang Mahakuasa.
Orang yang telah memerintahkan, “Matahari berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di
atas lembah Ayalon!” adalah orang yang selama berjam-jam tersungkur di atas bumi dalam
doa di perkemahan di Gilgal. Orang yang suka berdoa adalah orang yang berkuasa.

Yosua telah menerima janji bahwa Allah pasti akan menghancurkan musuh-musuh
Israel ini (raja-raja Kanaan), namun demikian ia telah berusaha dengan sungguh-
sungguh seolah-olah sukses bergantung hanya kepada bala tentara Israel saja. Ia telah
berbuat segala sesuatu menurut kemampuan tenaga manusia, dan kemudian ia berseru
dengan iman untuk meminta pertolongan Ilahi. Rahasia sukses adalah gabungan kuasa
Ilahi dengan usaha manusia. Mereka yang memperoleh hasil yang terbesar adalah orang-
orang yang bergantung sepenuhnya kepada Lengan Yang Mahakuasa.

Pertanyaanya, Bagaimanakah penerapan dari berusaha dengan kemampuan tenaga manusia,


kemudan berseru kepada pertolongan Ilahi? Apakah bersifat acuh tak acuh dengan dalih
“Tuhan akan membantu” itu benar? Apakah cukup hanya berdoa tanpa tindakan untuk
menolong?

Mukjizat yang hebat ini menyaksikan bahwa benda ciptaan itu ber- ada di bawah
pengendalian Khalik itu. Setan berusaha menyembunyikan dari manusia campur tangan Ilahi
di dalam dunia benda—untuk menyembunyikan dari pandangan mata manusia pekerjaan
Tuhan yang tidak mengenal lelah itu. Di dalam mukjizat ini semua orang yang meninggikan
alam di atas Aliahnya alam telah ditempelak.
Atas kehendak-Nya sendiri Allah telah memerintahkan kekuatan alamiah untuk
menghancurkan kekuatan musuh-musuh-Nya, “api dan hujan es, salju dan kabut, angin badai
yang melakukan Firman-Nya.” Mazmur 148:8. Pada waktu bangsa kafir Amori itu telah
bertekad melawan maksud-maksud Allah, la telah campur tangan, dengan melontarkan “batu-
batu besar dari langit” ke atas musuh-musuh Israel. Kepada kita telah diberitahukan tentang
satu peperangan yang lebih besar yang akan terjadi di babak terakhir sejarah dunia ini,
apabila “TUHAN telah membuka tempat perlengkapan-Nya dan mengeluarkan senjatasenjata
geram-Nya.” Yeremia 50:25. “Apakah engkau,” tanya-Nya, “telah masuk sampai ke
perbendaharaan salju, atau melihat perbendaharaan hujan batu, yang Kusimpan
untuk masa kesesakan, untuk waktu pertempuran dan peperangan?” Ayub 38:22, 23.

Penulis buku Wahyu menggambarkan kehancuran yang akan terjadi apabila “dari dalam Bait
Suci kedengaranlah suara yang nyaring dari takhta itu” mengumumkan, “Sudah terlaksana.”
Ia berkata, “Dan hujan es besar, seberat seratus pon, jatuh dari langit menimpa manusia.”
Wahyu 16:17,21.

Anda mungkin juga menyukai