Anda di halaman 1dari 21

Nama : Aisyah Anggun Humairo

Kelas : Gamma 2019


NIM : 04011281924075
Pemeriksaan Laboratorium

Mekanisme Abnormal

Gambar. Patofisiologi COVID-19.

1) Swab PCR (+) dengan CT Value 21


Virus SARS-Cov-2 ada di dalam tubuh menyebabkan hasil (+) pada tes PCR karena
materi genetiknya terdeteksi oleh tes PCR tersebut. CT Value 21 menandakan bahwa
materi genetik SARS-Cov-2 terdeteksi saat amplifikasi PCR di siklus ke-21.
2) Anemia
Hasil penelitian menunjukkan protein orf1ab, ORF3a, dan ORF10 pada SARS-Cov-2
dapat secara terkoordinasi menyerang rantai 1-beta hemoglobin. Deoxyhemoglobin
lebih rentan terhadap serangan virus daripada hemoglobin teroksidasi. Serangan
tersebut akan menyebabkan penurunan hemoglobin untuk mengangkut oksigen dan
karbon dioksida.
3) Leukopenia dan Limfopenia
Pada pasien positif COVID 19, ditemukan penurunan jumlah sel darah putih, dan
limfosit serta peningkatan neutrofil. Respon sel T sangat terganggu selama infeksi
SARS CoV-2 fase akut. Teraktivasinya sel makrofag, sel limfosit B, dan limfosit T
merespon dengan menghasilkan sitokin dan kemokin proinflamasi. Akan tetapi,
pelepasan sitokin (misalnya IL-6, IL-1, IL-10, TNF, dan sitokin lainnya) dapat
mendorong terjadinya penipisan dan kelelahan sel T. Selain itu, melemahnya respon
sel T juga dipengaruhi oleh sel Dendritik (DC) yang matang bermigrasi ke organ
limfoid karena penting untuk pengaktifan sel T, sehingga menyebabkan terjadi
limfositopenia. Penurunan substansial dalam jumlah total limfosit menunjukkan
bahwa virus corona mempengaruhi banyak sel imun dan menghambat fungsi sistem
imun seluler. Penurunan jumlah limfosit menunjukkan kerusakan sistem kekebalan
tubuh.
4) CRP Meningkat
Kadar CRP yang meningkat menunjukan adanya proses inflamasi selama terinfeksi
COVID-19. C Reactive Protein merupakan protein fase akut yang dibentuk di hati
(oleh sel hepatosit) akibat adanya proses peradanganatau infeksi. Pada proses
inflamasi, sitokin pro inflamasi seperti IL1 dan TNF merangsang sel hepatosit untuk
meningkatkan produksi protein fase akut seperti CRP dan serum protein amiloid A.
Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan meningkat dalam 4 sampai 6 jam,
jumlahnya bahkan berlipat dua dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak
akan tercapai dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan terus
meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan mengakibatkan kerusakan
jaringan. Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan kadar CRP secara
cepat oleh karena CRP memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam. Kinetik metabolism
CRP sejalan dengan derajat peradangan dan derajat penyembuhan yang terjadi. Oleh
karena itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam keadaan akut.
5) D-dimer Meningkat
D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang terbentuk selama proses degradasi
bekuan darah oleh fibrinolisis. Peningkatan D-dimer dalam darah merupakan penanda
kecurigaan trombosis. Peningkatan D-dimer ditemukan pada trombosis vena dalam,
emboli paru, trombosis arteri, DIC, kehamilan, inflamasi, kanker, penyakit liver
kronis, trauma, pembedahan, dan vaskulitis. Peningkatan D-dimer sering ditemukan
pada pasien COVID-19 berat dan merupakan prediktor terjadinya ARDS, kebutuhan
perawatan di unit perawatan intensif, dan kematian. Trombosis dan tromboemboli
yang terjadi pada COVID-19 mengikuti konsep trias Virchow. Trias Virchow
merupakan dasar pemahaman tentang trombosis yang meliputi jejas endotel, stasis
aliran darah, dan hiperkoagulasi. Jejas endotel pada COVID-19 dapat terjadi melalui
mekanisme invasi langsung SARS-CoV-2 ke dalam sel endotel yang menyebabkan
jejas sel atau sebagai akibat dari respon inflamasi oleh sitokin-sitokin proinflamasi.
Stasis aliran darah dapat disebabkan oleh imobilisasi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit. Keadaan hiperkoagulasi diperberat oleh faktor-faktor protrombotik
seperti peningkatan ULVWF, faktor VIII, fibrinogen, NETs, dan mikropartikel
trombotik.
6) Fibrinogen Meningkat
Peningkatan fibrinogen sering ditemukan pada COVID-19 dan berkorelasi dengan
proses inflamasi dan kadar IL-6, namun pada kasus berat dapat terjadi penurunan
kadar fibrinogen sebagai akibat perburukan koagulopati.
7) Hiperglikemia
Pada kasus ini, pasien mengalami hiperglikemia akibat riwayat penyakit diabetes
mellitus yang telah lama dideritanya, selain itu didapatkan juga bahwa pasien tidak
teratur dalam riwayat pengobatan dan jarang kontrol ke rumah sakit.
8) Diabetes melitus (DM)
Adalah penyakit gangguan metabolik yang memengaruhi kerja insulin dalam
penyerapan glukosa. Diabetes merupakan salah satu faktor risiko utama terjadi
COVID-19. Penyandang diabetes rentan terhadap infeksi karena hiperglikemia,
gangguan fungsi kekebalan, komplikasi vascular dan penyakit penyerta seperti
hipertensi, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskular. Akibat penurunan fungsi
kekebalan tubuh penyandang diabetes menjadi salah satu faktor pencetus mudahnya
terjadi COVID-19 di masa pandemi ini.
9) Rontgen Thorax: Pneumonia bilateral (+)
Agregasi SARS-CoV-2 di paru-paru menyebabkan gangguan sel epitel dan endotel
alveolus, bersama dengan infiltrasi sel-sel inflamasi menyebabkan munculnya sitokin-
sitokin proinflamasi (IL1, IL-6, dan TNFα, dan lainnya). Hal ini menyebabkan
inflamasi pada paru sehingga saat dilakukan rontgen thorax didapatkan hasil
pneumonia bilateral.

Swab Antigen

World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan Ag-RDT untuk


SARS-CoV-2 dengan sensitivitas >80% dan spesifisitas >97% dibandingkan dengan RT-PCR
untuk individu yang bergejala, memenuhi definisi kasus yang dicurigai dan/atau dalam
pengaturan dengan wabah yang dicurigai, di mana tes referensi (RT-PCR) tidak tersedia atau
memiliki kegunaan yang terbatas karena waktu penyelesaian yang lama (WHO, 2020).

Sensitivitas antigen rapid test (tes cepat antigen) untuk SARS-CoV-2 berdasarkan
berbagai merk antigen yang diteliti menunjukkan variasi dengan rentang 0 - 94%, namun
spesifisitasnya tinggi (>97%) (PDS PatKLIn, 2020). Panduan interim WHO tanggal 11
September 2020 merekomendasikan penggunaan antigen rapid test (tes cepat antigen):

a) Bila nucleic acid amplification tests (NAAT) akses sulit atau tidak tersedia; atau
waktu ketersediaan hasil lama, dengan syarat tes cepat antigen SARSCoV-2
mempunyai sensitivitas ≥80% dan spesifisitas ≥97%
b) Untuk mendukung investigasi pada kelompok orang yang berisiko dan terisolasi yang
terkonfirmasi positif di daerah wabah(misalnya di kelompok tertutup atau semi
tertutup seperti sekolah,panti wreda, kapal pesiar, lembaga permasyarakatan, tempat
kerja, asrama dan lain-lain)
c) Untuk memantau tren insidensi penyakit di masyarakat, terutama pada pekerja
esensial dan tenaga kesehatan selama wabah atau di daerah dengan transmisi
komunitas meluas.
d) Deteksi dan isolasi dini kasus positif di fasilitas layanan kesehatan, pusat/tempat tes
COVID-19, panti wreda, lembaga pemasyarakatan, dan sekolah; pada tenaga garis
depan dan tenaga kesehatan; dan untuk pelacakan kontak pada situasi transmisi
komunitas meluas
e) Tracing kontak pasien terkonfirmasi positif

Antigen rapid test (tes cepat antigen) tidak direkomendasikan dilakukan pada:
• Tempat atau populasi dengan prevalensi penyakit yang diperkirakan rendah
(misalnya: skrining di pintu masuk bandara atau perbatasan negara, skrining donor
darah, bedah elektif), terutama jika tes konfirmasi NAAT tidak langsung tersedia.
• Persyaratan biosafety dan kontrol infeksi tidak terpenuhi
• Kasus nol atau hanya sporadik
• Asimptomatik, kecuali terdapat kontak dengan kasus konfirmasi

Berikut kelebihan dan kekurangan penggunaan Ag-RDT atau swab antigen:

Swab PCR

PCR atau polymerase chain reaction adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi
keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus. Polymerase Chain Reaction (PCR)
atau Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) untuk materi genetik RNA
merupakan metode amplifkasi (perbanyakan) asam nukleat virus. Amplifikasi didahului
dengan penempelan primer dan probe spesifik yang menempel pada bagian target pada gen
kemudian proses penggandaan difasilitasi oleh enzim polymerase. Pada realtime RT- PCR
atau yang biasa disebut rRT-PCR, proses deteksi produk amplifikasi dapat diamati secara
langsung tanpa memerlukan tahapan post-amplifikasi, seperti pembacaan gel atau
elektroforesis. rRT-PCR juga dapat mendeteksi beberapa target dalam proses yang bersamaan
atau disebut multiplex PCR. Saat ini, konfirmasi rutin kasus COVID-19 dilakukan dengan
metoda nucleic acid amplification tests (NAAT) seperti reverse-transcription polymerase
chain reaction (rRT-PCR atau RT-PCR) sesuai rekomendasi oleh WHO.
Penerapan algoritma dua tes dalam kasus penggunaan rumah sakit menggunakan Ag-RDT
diikuti dengan pengujian RT-PCR konfirmasi sampel positif secara substansial mengurangi
tingkat positif palsu, waktu penyelesaian rata-rata untuk hasil dan volume uji RT-PCR
dibandingkan dengan nilai-nilai ini untuk pengujian RT-PCR saja. Pengurangan positif palsu
mencegah pengobatan yang tidak perlu dan penderitaan di antara pasien tanpa infeksi,
pengurangan rata-rata waktu hasil pemeriksaan menguntungkan identifikasi kasus yang cepat
dan membatasi penularan komunitas, dan pengurangan persyaratan pengujian RT-PCR
memiliki nilai besar dalam mengoptimalkan sumber daya yang langka, terutama di rangkaian
sumber daya yang rendah. Namun demikian, mengingat dampak negatif dari strategi
kombinasi tersebut pada sensitivitas pengujian, pendekatan ini meningkatkan tingkat negatif
palsu dengan dampak potensial pada penularan komunitas karena kasus yang terlewatkan.
Setiap hasil tes negatif harus ditafsirkan dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan
kemungkinan penyakit sebelum tes (WHO, 2020).

a. Bagaimana prosedur pemeriksaan tes swab antigen dan bagaimana sensitivitas dan
spesifisitas dari tes tersebut?
Sensitivitas antigen rapid test (tes cepat antigen) untuk SARS-CoV-2 berdasarkan berbagai
merk antigen yang diteliti menunjukkan variasi dengan rentang 0 - 94%, namun
spesifisitasnya tinggi (>97%) .
Pengerjaan pemeriksaan tes cepat antigen:
a) Disupervisi dan diinterpretasi oleh Tim Ahli
b) Dilakukan oleh tenaga yang terlatih dalam menggunakan peralatan dan
meminimalkan risiko terpapar
c) Pengambilan swab dan pengerjaan tes cepat antigen dilakukan di
i. Laboratorium dengan fasilitas ruangan bertekanan negatif
ii. Tempat terbuka dengan mempertimbangkan keamanan lingkungan sekitar
d) Pengerjaan harus segera dilakukan atau sesuai dengan insert kit
Spesimen yang diperlukan menyesuaikan dengan insert kit yang digunakan dapat berupa:
a) Swab nasofaring
b) Swab orofaring
Sebelum kegiatan pengambilan spesimen dilaksanakan, harus memperhatikan kewaspadaan
universal (universal precaution) untuk mencegah terjadinya penularan penyakit.
Bahan pengambilan spesimen:
a) Formulir pengambilan spesimen, sesuai Lampiran 7 Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) Kemenkes revisi 05
b) Swab dakron atau flocked swab, viscous, rayon
c) Tongue spatel
d) Parafilm
e) Plastik klip
f) Marker atau label
Cara pengambilan spesimen swab nasofaring
a) Gunakan APD sesuai standar
b) Gunakan swab yang terbuat dari dakron/rayon steril dengan tangkai plastik atau jenis
flocked swab (tangkai lebih lentur).
c) Pastikan tidak ada obstruksi (hambatan pada lubang hidung).
d) Masukkan secara perlahan swab ke dalam hidung, pastikan posisi swab pada septum
bawah hidung, secara perlahan-lahan ke bagian nasofaring.
e) Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara perlahan.

Gambar. Pengambilan spesimen swab nasofaring.

Cara pengambilan spesimen swab orofaring


a) Gunakan APD sesuai standar
b) Gunakan swab yang terbuat dari dakron/rayon steril dengan tangkai plastik atau jenis
flocked swab (tangkai lebih lentur). Jangan menggunakan swab kapas atau swab yang
mengandung calcium alginat atau swab kapas dengan tangkai kayu, karena mungkin
mengandung substansi yang dapat menghambat menginaktifasi virus dan dapat
menghambat proses pemeriksaan secara molekuler.
c) Lakukan swab pada lokasi yang diduga terdapat koplik spot/bercak koplik (biasanya
belakang faring) dan hindarkan menyentuh bagian lidah.
Gambar. Lokasi pengambilan swab orofaring.

Prosedur pemeriksaan
Menyesuaikan dengan insert kit yang digunakan
Contoh prosedur:

a)
b)

c)

Interpretasi hasil pemeriksaan swab antigen


Kewaspadaan hasil pemeriksaan antigen rapid test
Hasil pemeriksaan antigen rapid test (tes cepat antigen) memiliki kesesuaian baik
dengan hasil RT-PCR pada nilai Ct yang berbeda untuk masing-masing merk rapid test.
WHO mengumumkan kesesuaian yang baik dengan nilai Ct ≤ 25 (pada pemeriksaan
dengan nilai Ct maksimal 40) atau > 106 salinan genomik virus/mL; yang
menggambarkan fase prasimptomatik (1-3 hari sebelum munculnya gejala) dan fase
simptomatik awal (dalam waktu 5-7 hari pertama perjalanan penyakit).

b. Bagaimana interpretasi dan nilai normal dari pemeriksaan laboratorium tersebut?


No Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
.
1. Hb: 12 gr/dl Pria: 13 - 18 g/dL Anemia
Wanita: 12 - 16 g/dL
2. Leukosit: 3.300/mm3 3.200 – 10.000/mm Leukopenia
3. Trombosit: 210.000/mm3 170.000 – 380.000/mm Normal
4. Limfosit: (7%) Limfopenia
5. Swab PCR positif dengan Nilai CT Value > 40: Normal Positif kuat
CT value 20 Nilai CT Value antara 38 – 40:
Positif lemah
Nilai CT Value 30 – 37: Positif
Nilai CT Value < 29: Positif Kuat

6. CRP kuantitatif: 50 mg/dl <10 mg/dl Meningkat


7. D-dimer: 4,78 m/dl Negatif atau < 0,5 m/dl Meningkat
8. Fibrinogen: 540 mg/dl 200 – 450 mg/dl Meningkat
9. Gula darah sewaktu: 286 <200 mg/dl Diabetes Melitus
10. Rontgen thorak: Tidak ada Abnormal
Pneumonia bilateral

c. Bagaimana mekanisme abnormalitas pemeriksaan laboratorium?


Swab PCR (+) dengan CT Value 21
Virus SARS-Cov-2 di dalam tubuh menyebabkan infeksi Swab PCR  materi
genetik Virus SARS-Cov-2 terdeteksi  tes PCR (+) dengan CT Value 21 (materi
genetik SARS-Cov-2 terdeteksi saat amplifikasi PCR di siklus ke-21).
Anemia
Infeksi Covid-19  virus ada di dalam sirkulasi darah  protein orf1ab, ORF3a,
dan ORF10 pada SARS-Cov-2 menyerang rantai 1-beta hemoglobin  hemolysis
 Hb menurun.
Leukopenia dan Limfopenia
Infeksi Covid-19  teraktivasinya sel makrofag, sel limfosit B, dan limfosit T
dengan menghasilkan sitokin dan kemokin proinflamasi  pelepasan sitokin
(misalnya IL-6, IL-1, IL-10, TNF, dan sitokin lainnya)  mendorong terjadinya
penipisan dan kelelahan sel T  Limfopenia.
CRP Meningkat
Infeksi Covid-19  terjadi proses inflamasi  pelepasan sitokin pro inflamasi
seperti IL1 dan TNF  merangsang sel hepatosit meningkatkan produksi CRP.
D-dimer Meningkat
D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang terbentuk selama proses degradasi
bekuan darah oleh fibrinolisis. Peningkatan D-dimer dalam darah merupakan penanda
kecurigaan trombosis. Trombosis dan tromboemboli yang terjadi pada COVID-19
mengikuti konsep trias Virchow.
Fibrinogen Meningkat
Infeksi Covid-19  terjadi proses inflamasi  pelepasan sitokin pro inflamasi
seperti IL-6 dan TNF  peningkatan fibrinogen.
Hiperglikemia
Riwayat penyakit dahulu: diabetes mellitus, riwayat pengobatan: makan obat tidak
teratur dan jarang kontrol ke rumah sakit  gula darah tidak terkontrol 
Hiperglikemia.
Rontgen Thorax: Pneumonia bilateral (+)
Infeksi Covid-19 pada sel paru  terjadi proses inflamasi pada kedua
lapang paru  agregasi sel imun beserta infiltrasi sel-sel inflamasi menyebabkan
munculnya sitokin-sitokin proinflamasi (IL1, IL-6, dan TNFα, dan lainnya) 
kerusakan sel epitel dan endotel alveolus  rontgen thorax didapatkan hasil
pneumonia bilateral.

d. Bagaimana gold standard pemeriksaan laboratorium pada pasien COVID-19?


Gold standard pemeriksaan laboratorium pada pasien COVID-19 adalah RT-PCR

e. Apa saja pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
pasien tersebut?
Pemeriksaan SARS-CoV-2
1. NAAT (Nucleic acid amplification test)
Jika memungkinkan, infeksi SARS-CoV-2 yang dicurigai aktif harus diuji dengan
NAAT, seperti rRT-PCR. Tes NAAT harus menargetkan genom SARS-CoV-2.
Diagnostik optimal terdiri dari uji NAAT dengan setidaknya dua target independen
pada genom SARS-CoV-2, namun, di daerah dengan transmisi SARS-CoV-2 yang
tersebar luas, algoritma sederhana dapat diadopsi dengan satu target diskriminatif
tunggal. Saat menggunakan uji satu target, disarankan untuk memiliki strategi untuk
memantau mutasi yang mungkin memengaruhi kinerja.
2. Rapid diagnostc test based on antigen detection
Tes diagnostik cepat yang mendeteksi keberadaan protein virus (antigen) SARS-CoV-
2 dalam spesimen saluran pernapasan sedang dikembangkan dan dikomersialkan.
Sebagian besar adalah lateral flow immunoassays (LFI), yang biasanya selesai dalam
waktu 30 menit. Berbeda dengan NAATs, tidak ada amplifikasi target yang terdeteksi,
membuat tes antigen kurang sensitif. Selain itu, hasil positif palsu (menunjukkan
bahwa seseorang terinfeksi padahal tidak) dapat terjadi jika antibodi pada strip tes
juga mengenali antigen virus selain SARS-CoV-2, seperti virus corona manusia
lainnya.
3. Antibody testing
Tes serologis yang mendeteksi antibodi yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai
respons terhadap infeksi SARS-CoV-2 dapat berguna dalam berbagai pengaturan.
Serologi tidak boleh digunakan sebagai diagnostik yang berdiri sendiri untuk
mengidentifikasi kasus akut dalam perawatan klinis atau untuk tujuan pelacakan
kontak. Interpretasi harus dibuat oleh seorang ahli dan tergantung pada beberapa
faktor termasuk waktu penyakit, morbiditas klinis, epidemiologi dan prevalensi dalam
pengaturan, jenis tes yang digunakan, metode validasi, dan keandalan hasil.
Tes komersial dan non-komersial mengukur antibodi pengikat (Total immunoglobulin
(Ig), IgG, IgM, dan/atau IgA dalam kombinasi yang berbeda) menggunakan berbagai
teknik termasuk LFI, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan
chemiluminescence immunoassay (CLIA) telah menjadi tersedia.
4. Viral isolation
Isolasi virus tidak direkomendasikan sebagai prosedur diagnostik rutin. Semua
prosedur yang melibatkan isolasi virus dalam kultur sel memerlukan staf terlatih dan
fasilitas BSL-3. Penilaian risiko menyeluruh harus dilakukan ketika membiakkan
spesimen dari pasien potensial SARS-CoV-2 untuk virus pernapasan lainnya karena
SARS-CoV-2 telah terbukti tumbuh pada berbagai garis sel.

f. Bagaimana prosedur, cara kerja, dan cara menginterpretasikan swab PCR?


Pengerjaan pemeriksaan TCM dan PCR:
a. Disupervisi dan diinterpretasi oleh Tim Ahli
b. PCR dilakukan pada laboratorium baik milik pemerintah dan swasta, yang memenuhi
persyaratan Biosafety laboratorium (BSL) level II.
c. TCM dapat dilakukan pada laboratorium yang hanya memiliki biological safety
cabinet (BSC) kelas II dengan standar internasional
Spesimen yang digunakan tergantung pada insert kit alat TCM dan PCR yang digunakan,
dapat berupa:
a) Swab nasofaring
b) Swab orofaring
c) Sputum
d) Aspirat saluran napas bagian bawah
e) Bronchoalevolar lavage (BAL)
f) Aspirat nasofaring atau aspirat nasal
Bahan pengambilan spesimen :
a. Formulir pengambilan spesimen, sesuai Lampiran 7 Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) Kemenkes revisi 04
b. Virus Transport Media (VTM) atau Universal Transport Media (UTM)
i. Dapat digunakan dengan beberapa merk komersil yang sudah siap pakai atau
dengan mencampur beberapa bahan (Hanks BBS; antifungal dan antibiotik
dengan komposisi tertentu) untuk disatukan dalam 1 wadah steril
ii. Simpan dalam suhu -20o C. Dalam kondisi beku, VTM berwarna kuning
iii. Jika akan digunakan, dicairkan terlebih dahulu iv) Hindari beku cair berulang
(frezze-thaw), yang menyebabkan VTM rusak
c. Swab dakron atau flocked swab, viscous, rayon Catatan: Untuk pemeriksaan
menggunakan TCM, siapkan VTM atau UTM dan swab satu paket dengan cartridge
TCM
d. Tongue spatel
e. Parafilm
f. Plastik klip
g. Marker atau label

Cara pengambilan spesimen swab nasofaring


a) Persiapkan cryotube yang berisi 1,5 ml media transport virus (Hanks BSS +
antibiotika), dapat juga digunakan VTM komersil yang siap pakai.
b) Berikan label yang berisi nama pasien dan kode nomer spesimen. Jika label
bernomer tidak tersedia maka penamaan menggunakan marker/pulpen pada
bagian berwarna putih di dinding cryotube. (Jangan menggunakan media
Hanks bila telah berubah warna menjadi kuning).
c) Gunakan swab yang terbuat dari dakron/rayon steril dengan tangkai plastik
atau jenis flocked swab (tangkai lebih lentur). Lidi kapas steril tidak
dianjurkan karena lidi dan kapas bersifat toksik terhadap virus.
d) Pastikan tidak ada obstruksi (hambatan pada lubang hidung).
e) Masukkan secara perlahan swab ke dalam hidung, pastikan posisi swab pada
septum bawah hidung, secara perlahan-lahan ke bagian nasofaring.
f) Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara perlahan. Dengan swab yg
sama, lakukan tindakan yang sama pada lubang hidung yang lain, sehingga
diperoleh spesimen swab nasopharyng dari ke dua lubang hidung.
g) Kemudian masukkan sesegera mungkin ke dalam cryotube yang berisi VTM.
h) Dengan menggunakan gunting steril, putuskan tangkai plastik di daerah mulut
cryotube agar cryotube dapat ditutup dengan rapat. Untuk setiap pasien,
gunting harus didisinfeksi terlebih dulu.
i) Pastikan label kode spesimen sesuai dengan kode yang ada di
formulir/kuesioner.

Gambar. Cara memasukkan swab nasofaring ke dalam VTM.

j) Cryotube kemudian dililit parafilm. Cryotube yang sudah berisi swab


dibungkus dalam tisu bersih, dan masukkan ke dalam plastik klip. Jika ada
lebih dari 1 pasien, maka plastik klip dibedakan/terpisah. Untuk menghindari
kontaminasi silang.

Gambar. Pengemasan specimen.

Cara pengambilan spesimen swab orofaring


a) Gunakan APD sesuai standar
b) Persiapkan cryotube yang berisi 1,5 ml media transport virus (Hanks BSS +
antibiotika), dapat juga digunakan VTM komersil yang siap pakai.
c) Berikan label yang berisi nama pasien dan kode nomer spesimen. Jika label bernomer
tidak tersedia maka penamaan menggunakan marker/pulpen pada bagian berwarna
putih di dinding cryotube. (Jangan menggunakan media Hanks bila telah berubah
warna menjadi kuning).
d) Gunakan swab yang terbuat dari dakron/rayon steril dengan tangkai plastik atau jenis
flocked swab (tangkai lebih lentur). Jangan menggunakan swab kapas atau swab yang
mengandung calcium alginat atau swab kapas dengan tangkai kayu, karena mungkin
mengandung substansi yang dapat menghambat menginaktifasi virus dan dapat
menghambat proses pemeriksaan secara molekuler.
e) Lakukan swab pada lokasi yang diduga terdapat koplik spot/bercak koplik (biasanya
belakang faring) dan hindarkan menyentuh bagian lidah.
g) Kemudian masukkan swab orofaring sesegera mungkin ke dalam cryotube yang berisi
VTM
h) Putuskan tangkai plastik di daerah mulut cryotube agar cryotube dapat ditutup dengan
rapat.
i) Cryotube kemudian dililit parafilm. Cryotube yang sudah berisi swab dibungkus
dalam tisu bersih, dan masukkan ke dalam plastik klip. Jika ada lebih dari 1 pasien,
maka plastik klip dibedakan/terpisah. Untuk menghindari kontaminasi silang.

Cara pengambilan spesimen sputum


a) Pasien berkumur terlebih dahulu dengan air, kemudian pasien diminta mengeluarkan
dahaknya dengan cara batuk yang dalam.
b) Sputum ditampung pada wadah steril yang anti bocor. Catatan: Tidak disarankan
pengambilan sampel sputum dengan cara induksi karena dapat menimbulkan risiko
infeksi tambahan bagi petugas kesehatan.

Prosedur pemeriksaan
Metode TCM
Pada pemeriksaan metode TCM dilakukan secara otomatis dan terintegrasi
menggunakan realtime PCR dengan cartridge sekali pakai, sehingga kontaminasi
silang antara spesimen dapat diminimalkan.
i) Pada VTM atau UTM yang sudah terdapat spesimen dicampur sebentar
dengan membolak-balik tabung dengan cepat sebanyak 5 kali. Lakukan semua
manipulasi berikut ini dalam BSC (Biological Safety Cabinet) level 2a
(minimal). BSC diletakkan dalam ruangan yang bertekanan negatif (Biological
Safety Level 2).
ii) Buka tutup cartridge
iii) Keluarkan pipet yang disediakan dari wadahnya
iv) Dengan pipet yang disediakan, spesimen ditransfer ke ruang spesimen (sample
chamber), pastikan spesimen di dalam pipet tidak ada gelembung udara. Lalu
buang pipet di tempat sampah infeksius. Catatan: pastikan memasukkan
keseluruhan volume spesimen di dalam pipet ke dalam sample chamber. Hasil
false negative dapat disebabkan salah satunya karena kurangnya spesimen
yang dimasukkan ke dalam cartridge.
v) Tutup cartridge dipastikan tertutup, dan cartridge dimasukkan ke dalam alat,
untuk dilakukan pemrosesan spesimen secara otomatis, dan real-time untuk
deteksi RNA virus SARS-CoV-2.

Gambar. Pipet transfer dan cartridge untuk Xpert Xpress SARS-CoV-2.

Disinfeksi BSC dan meja kerja:


a) Lakukan disinfeksi BSC dengan menggunakan Alkohol 70% atau Na Hipoklorit
0,05% yang dilanjutkan alkohol 70%
b) Keringkan dengan paper towel
c) Buang semua sampah ke tempat sampah infeksius

Metode PCR (dilakukan dalam BSC 2a dalam ruangan dengan tekanan


negatif/Biological Safety Level 2)
i. Tahapan yang harus dilakukan adalah persiapan spesimen, ekstraksi RNA, sintesis
cDNA dan amplifikasi menggunakan one step reverse transcriptase PCR.
ii. Masing-masing langkah pada pemeriksaan PCR dilakukan berdasarkan cara kerja dari
reagen yang digunakan.
iii. Target gen SARS-Cov-2 yang digunakan berbeda-beda berdasarkan reagen yang
tersedia dan sebelumnya sudah diadakan optimalisasi kondisi PCR sebelum
mengerjakan spesimen pasien.
iv. Target gen yang sering digunakan seperti:
v. Menurut catatan WHO, terdapat beberapa target gen yang digunakan di berbagai
negara, seperti:

vi. Di Indonesia Balitbangkes menggunakan target gen N1, N2 dan RnP (Ribonuclease
P) sebagai gen kontrol internal. Beberapa BTKL di Indonesia menggunakan target
gen yang direkomendasikan oleh Balitbangkes, atau menggunakan target gen sesuai
dengan reagen yang direkomendasikan oleh Balitbangkes.

Interpretasi dan pelaporan TCM

Interpretasi dan pelaporan PCR 1


Interpretasi dan pelaporan PCR 2

b. Bagaimana algoritma diagnosis COVID-19 dari hasil pemeriksaan swab antigen dan
PCR?
Gambar. Interpretasi dan tindak lanjut pengujian antigen SARS-CoV-2 di lingkungan
komunitas (Caliendo et al., 2022).

Oleh karena tes antigen umumnya kurang sensitif daripada NAAT, hasilnya
ditafsirkan berdasarkan probabilitas pra-tes COVID-19. Algoritme ini tidak berlaku untuk
individu dengan infeksi SARS-CoV-2 yang terdokumentasi dalam 3 bulan sebelumnya;
orang-orang ini memiliki risiko infeksi yang rendah tetapi mungkin memiliki NAAT positif
setelah infeksi(Caliendo et al., 2022).

NAAT konfirmasi mungkin tidak diperlukan dalam pengaturan tertentu:

• Untuk pasien bergejala dengan tes negatif dalam pengaturan kecurigaan klinis rendah
untuk infeksi SARS-CoV-2 (misalnya, daerah insiden rendah tanpa paparan yang
diketahui), konfirmasi NAAT mungkin tidak diperlukan, terutama jika tes dilakukan
dalam minggu pertama. setelah timbulnya gejala, saat tes antigen paling sensitif. CDC
menyarankan pengujian antigen serial setiap 3 sampai 7 hari selama 14 hari sebagai
alternatif yang mungkin untuk NAAT konfirmasi untuk pasien simtomatik dengan tes
antigen negatif. Namun, frekuensi dan durasi optimal dari pengujian antigen serial
untuk mengidentifikasi infeksi secara memadai belum ditetapkan.
• Untuk pasien tanpa gejala yang menjalani tes serial di tempat berkumpul atau tempat
wabah lainnya, konfirmasi tes negatif umumnya tidak diperlukan.
Tes SARS-CoV-2 negatif tidak mengesampingkan kemungkinan perkembangan
infeksi selanjutnya; dengan demikian, individu yang baru-baru ini terpapar SARS-CoV-2
mungkin masih perlu dikarantina atau memakai masker ketika berada di sekitar orang lain
meskipun hasil tesnya negatif, tergantung pada waktu pengujian. Persyaratan untuk
mengakhiri karantina dapat berbeda di setiap wilayah (Caliendo et al., 2022).

c. Bagaimana sensitivitas dan spesifitas dari swab PCR? 


Meta-analisis menunjukkan bahwa computed tomography memiliki sensitivitas tinggi (91,9%
[89,8%-93,7%]), tetapi spesifisitas rendah (25,1% [21,0%-29,5%]). Kombinasi antibodi IgM
dan IgG menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk kedua parameter (84,5% [82,2%-
86,6%]; 91,6% [86,0%-95,4%], masing-masing). Untuk tes RT-PCR, tinja/swab dubur, urin,
dan plasma kurang sensitif sementara dahak (97,2% [90,3% -99,7%]) menunjukkan
sensitivitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi virus (Böger, et al., 2020)

Daftar Pustaka
Böger, B., Fachi, M.M., Vilhena, R.O., Cobre, A.F., Tonin, F.S. and Pontarolo, R. (2020).
Systematic review with meta-analysis of the accuracy of diagnostic tests for COVID-
19. American Journal of Infection Control, 49(1). doi:10.1016/j.ajic.2020.07.011.
Caliendo, A.M. et al. (2022) COVID-19: Diagnosis - UpToDate. Available at:
https://www.uptodate.com/contents/covid-19-diagnosis (Accessed: July 27, 2022).
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS PATOLOGI KLINIK DAN KEDOKTERAN
LABORATORIUM INDONESIA (PDS PatKLIn) (2020) “Revisi Panduan Tata Laksana Pemeriksaan
Rapid Test Antigen SARS-COV-2.”
WHO (2020) “Antigen-detection in the diagnosis of SARS-CoV-2 infection using rapid
immunoassays Interim guidance.” Available at: https://www.who.int/publications/i/item/antigen-
detection-in-the-diagnosis-of-sars-cov-2infection-using-rapid-immunoassays. (Accessed: July 27,
2022).
Yin, N. et al. (2021) “SARS-CoV-2 Diagnostic Tests: Algorithm and Field Evaluation From the Near
Patient Testing to the Automated Diagnostic Platform,” Frontiers in Medicine, 8, p. 380. Available at:
https://doi.org/10.3389/FMED.2021.650581/BIBTEX.

Anda mungkin juga menyukai