Anda di halaman 1dari 21

TES HIV

STANDAR PELAYANAN MEDIK


BAGIAN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR

I. DEFINISI

Human immunodeficiency virus tipe 1 (HIV), menyebabkan suatu infeksi kronik yang
mencapai puncaknya, biasanya setelah beberapa tahun sebagai acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) (ICD-9 CM CODES 044.9).1
HIV adalah suatu retrovirus, mempunyai 2 macam subtipe yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-
1 adalah tipe yang paling sering, agen infeksius dan menyebar ke seluruh dunia, sedang
HIV-2 prevalensi dan virulennya yang rendah dan terutama terdapat di Afrika Barat dan
Portugal.2

II. PATOGENESIS

HIV terdiri dari 3 bagian utama yaitu envelope yang merupakan bagian terluar, caspid
(pol) polimerisasi yang meliputi isi virus dan core(gag) untuk grup antigen protein,
merupakan isi virus. Lapisan envelope terdiri dari lemak ganda yang terbentuk dari
membran sel penjamu serta protein dari sel penjamu. Pada lapisan ini tertanam
glikoprotein gp41. Pada bagian luar glikoprotein ini terikat molekul gp120. Pada
elektroforesis kompleks antara gp120 dan gp41 membentuk pita gp160. Caspid
merupakan lapisan protein yang dikenal sebagai p17. Pada bagian core terdapat sepasang
RNA rantai tunggal, enzim-enzim yang berperan dalam replikasi seperti reserve
transcriptase (p61), endonuklease (p31), dan protease (p51) serta protein lainnya
terutama p24 (Gbr.1).3,4,5,6

1
Gbr.1. Struktur HIV3,4,5
Infeksi HIV merupakan suatu immunodefisiensi, disebabkan oleh replikasi virus yang
terus-menerus. Virus akan menginfeksi semua sel yang memperlihatkan antigen T 4
(CD4), dimana HIV akan menggunakannya untuk melekat pada sel. Reseptor kemokin
(CCR5 dan CXCR4) penting untuk virus masuk, dan individu dengan delesi CCR5
mudah terinfeksi, dan sekali terinfeksi, penyakit akan mengalami progressif yang lambat.
Ketika HIV masuk ke dalam sel, akan mengadakan replikasi dan menyebabkan sel akan
mengalami fusi dan mati.4,5

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui interaksi yang spesifik, yaitu gp120 yang
terdapat pada lapisan luar virus, akan menempel pada permukaan luar limfosit-CD4 yang
merupakan reseptornya. HIV akan mengadakan penetrasi dan fusi ke dalam limfosit-CD4
melalui gp41 dengan adanya koreseptor CXCR4, sedangkan koreseptor untuk makrofag
adalah ß- kemokin reseptor CCR5. Pada keadaan 4-9 minggu setelah virus masuk
penderita akan tampak sakit dengan gejala seperti panas badan dan nyeri otot yang
tampak seperti menderita influensa. Setelah di dalam limfosit-CD4, reverse transcriptase
virus akan teraktivasi dan terjadi koversi dari single-stranded RNA virus menjadi double
stranded DNA yang berintegrasi dengan DNA manusia (fase laten)4,5

2
Setelah kurang lebih 3-10 tahun (sejak terinfeksi HIV), tergantung kondisi penderita,
jumlah virusnya meningkat dan limfosit-CD4 jumlahnya menurun dan karenanya
penderita bisa masuk ke dalam stadium Acquired Immunodeficiency syndrome (AIDS)
(Gbr.2)5,7

Gbr. 2. Perjalanan penyakit infeksi HIV7


J---J hit. sel T CD4,, K----K titer viremia
plasma

III. KLASIFIKASI

Terdapat berbagai klasifikasi klinis HIV / AIDS satu diantaranya menurut Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) dan WHO sepert tampak pada tabel 1.

Tabel.1. Sistim Klasifikasi dari Infeksi HIV.8

CD4 Kategori Klinis


Total % A B C

3
(Asimtomatik, (simtomatik) (AIDS)
Infeksi Akut)
500/ml  29% A1 B1 C1
200-499 14-28% A2 B2 C2
 200  14% A3 B3 C3

Kategori Klinis A meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimtomatik), limfadenopati


generallisata yang menetap (Persistent Generalized Lymphadenopathy/PGL) dan infeksi
HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut.
Kategori klinis B terdiri atas kondisi dengan gejala (simtomatis) pada remaja atau orang
dewasa atau yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi
paling kurang satu dari beberapa kriteria berikut :
a. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV dan atau adanya kerusakan
kekebalan yang diperantarakan sel (Cell mediated immunity) atau
b. Kondisi yang dianggap dokter telah memerlukan penanganan klinis atau
membutuhkan penatalaksaan akibat komplikasi infeksi HIV a.l :
 Angiomatosis basilari
 Kandidiasis orofaringeal
 Kandidiasis vulvovaginal
 Herpes Zoster
Kategori C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien ADIS misalnya :
 Kandidiasis bronki, trakea dan paru
 Kandidiasis esofagus
 kanker leher rahim invasif
 Kriptokokosis di luar paru
 Sarkoma kaposi

IV. TES LABORATORIUM

Tes laboratorium untuk menetapkan diagnosis infeksi HIV dapat dibagi dalam dua
kelompok yaitu tes yang mencari adanya virus tersebut dalam tubuh penderita seperti5,6,7,8:

4
IV.1. Mencari virus dalam darah penderita
- kultur/biakan virus
- deteksi antigen ; p24
- PCR (polymerase chain reaction)

IV.2. Mencari adanya antibodi terhadap berbagai komponen virion HIV dalam serum
penderita (tes serologik)
- Tes Enzime Linked Immunosorbent Assay (EIA/ELISA)
- Tes sederhana / cepat (tes imunokromatografi)
- Tes konfirmasi sepert Western Blot (WB), Indirect immunofluorescence assay
(IFA)
Namun jenis pemeriksaan yang tersering dipakai sehari-hari adalah deteksi antibodi (anti-
HIV).6

Diagnosis infeksi HIV biasanya ditentukan dengan ditemukannya antibodi terhadap HIV
dalam darah penderita. Laboratorium di Indonesia melakukan tes terhadap HIV untuk
menegakkan diagnosis, penapisan darah transfusi, epidemiologi dan penelitian.6,7,8

Tes serologik untuk mendeteksi anti-HIV dapat dikelompokkan menjadi tes saring dan
tes konfirmasi. Setelah tes saring dapat diidentifikasi spesimen yang kemungkinan
mengandung anti-HIV, sedangkan setelah tes konfirmasi dapat diketahui bahwa spesimen
yang reaktif pada tes penyaring mengandung antibodi spesifk terhadap HIV.6,7,8

UNAIDS dan WHO menyarankan pemakaian 3 strategi tes yang baru saja diperbarui
untuk meningkatkan ketepatan dan mengurangi biaya tes (tabel.2)6,8
Tabel.2. Rekomendasi pemakaian strategi tes HIV dari UNAIDS dan WHO pada berbagai tujuan tes dan prevalensi infeksi dalam populasi.6,7

Tujuan tes Prevalensi Strategi tes

infeksi
Keamanan Semua prevalensi I
transfusi/transplantasi

5
 10% I
Surveilans
 10% II

Terdapat gejala I
Diagnosis klinik infeksi HIV > 30%
 30% II

Tanpa gejala klinik > 10% II


infeksi HIV
 10% III

Strategi I6,8.
 Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simple/rapid (S/R) tes atau
dengan Enzyme Immuno Assay/EIA (disebut tes A1)
 Untuk tujuan transfusi darah atau transplantasi organ, gunakan reagen yang dapa
mendeteksi HIV-1 dan HIV-2 serta mem[punyai sensitivitas yang tinggi (> 99%)
 Bila tes (A1) menunjukkan hasil reaktif, laporkan dengan reaktif, sedangkan bila
hasilnya non-reaktif maka laporkan NEGATIF

Strategi II6,8.
 Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simple/rapid (S/R) atau
dengan Enzyme Immuno Assay/EIA (disebut tes A1)
 Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF, sedangkan bila hasil
tes menunjukkan reaktif harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen
dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama (disebut tes A2)

6
 Bila hasil tes A2 menunjukkan reaktif, laporkan hasil tersebut dengan reaktif.
Sedangkan bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan
menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2
 Bila pada tes ulang menunjukkan hasil tes A1 dan A2 reaktif, laporkan sebagai
reaktif, bila salah satu hasil tes (tes A1 atau A2) menunjukkan non-reaktif, laporkan
sebagai INDETERMINATE. Dan bila ke dua tes A1 dan A2 menunjukkan non-
reaktif, laporkan sebagai NEGATIF
 Reagen untuk tes A1 memiliki sensitivitas yang tertinggi, sedangkan untuk tes a2
harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1

Strategi III6,8.
 Serum atau plasma pasien di tes dengan menggunakan simple/rapid (S/R) tes atau
dengan Enzyme Immuno Assay (disebut tes A1)
 Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF. Sedangkan bila hasil
tes menunjukkan reaktif, harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen
dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama (disebut tes A2)
 Bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan menggunakan reagen
yang digunakan pada tes A1 dan tes A2. Pada tes ulang, bila hasil tes A1 dan A2
menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF
 Bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan reaktif atau salah satu tes (tes A1 atau A20
menunjukkan non-reaktif, lakukan tes ulang menggunakan reagen dengan preparasi
antigen yang berbeda dari tes pertama maupun kedua (disebut tes A3)
 Bila hasil tes A1, A2 dan A3 menunjukkan reaktif, laporkan sebagai REAKTIF
 Bila hasil tes A1 dan A2 reaktif serta A3 non reaktif, atau tes A1 dan A3 reaktif serta
A2 non-reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE
 Bila hasil tes A2 dan A3 non-reaktif serta pasien dari daerah dengan prevalensi >
10% (beresiko tinggi), laporkan sebagai INDETERMINATE. Sedangkan bila pasien
berasal dari daerah dengan prevalensi < 10% (beresiko rendah), dapat dianggap
sebagai NEGATIF.
 Reagen untuk tes A2 harus memilki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A2 dan
untuk tes A3 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari tes A2

7
V. INTERPRETASI5,8,10
Nama tes Nilai rujukan Interpretasi
Tes antibodi : Reaktif - HIV positip (pembawa virus penyebab
(AIDS)
EIA/ELISA - Bisa infeksi lain
Simple/rapid (S/R) - Tidak berarti :
Western blot (WB) menderita AIDS
akan menderita AIDS
immun terhadap AIDS, pikirkan
mempunyai antibodi
Non-reaktif - Tidak ada antibodi yang ditemukan dalam
serum pada saat tes
- Tidak berarti :
tidak terinfeksi HIV (mungkin masih
dalam “wndow period” (belum terbentuk
antibodi)
immun terhadap AIDS
mempunyai suatu “resistance” terhadap
infeksi
Indeterminate - Biasanya terjadi jika tes dilakukan
pada/seperti pada seseorang yang dimulai
dengan seroconvert
- Hasil tidak jelas, tes harus diulang dengan
sampel serum yang baru, biasanya paling
cepat 3 minggu setelah tes pertama
Tes antigen : Positif Terdapat virus dalam darah
p24
PCR
Kultur/biakan Negatif Tidak terdapat virus dalam darah
Hitung limfosit CD4 > 500/µl Normal atau asimtomatik
< 500/µl Asimtomatik

8
< 200/µl Gejala makin parah dan persisten (AIDS)
< 50/µl Meningkatnya infeksi oportunistik dan
mortalitas

VI. LIMITASI

Tidak ada tes HIV yang akurat 100%. Beberapa tes cenderung menghasilkan hasil positip
palsu lebih banyak dari yang lain, sementara yang lainnya cenderung lebih banyak
negatip palsu.5

Hasil positip palsu pada EIA dapat disebabkan :5


 Kesalahan pada waktu penanganan sampel (tertukar)
 Reaksi silang dengan antibodi HLA-DR (Human Leukocyte Antigen), biasa terjadi
reaksi silang dengan antigen yang menggunakan viral lysate
 Otoreaktif antibodi
 Sera yang dilakukan heat activation
 Penyakit hati yang berat
 Keganasan tertentu
Hasil negatip palsu pada EIA dapat disebabkan:
 Kesalahan penanganan sampel
 Pemeriksaan yang terlalu dini (kadar antibodi HIV masih rendah) pada periode
jendela (tergantung sensitivitas kit/reagen)
 Disfungsi sel limposit
 Defek sintesis antibodi
Tes western blot, PCR, biakan virus tidak dilakukan oleh karena :
 Biaya mahal
 Membutuhkan fasilitas laboratorium dan peralatan khusus

VII. ALUR TES HIV DIAGNOSTIK

Individu

9
Community

RS
Rehab

R.S T S
B TI

VCT
Peny. Dlm VCT
Lab

PK KIA
M Neurologi Dr Praktek

VCT NGO,s

Hasil Lab. Dikembalikan kepada dokter yang meminta (rahasia dijaga ketat)
VIII. ALGORITME5,6
Strategi I

A1

A1+ A1-
Anggap Positip Laporkan Negatif
10
A ; menyatakan tes
Strategi II. Untuk surveilans, diagnosis Strategi III. Untuk diagnosis

A1 A1

A1 + A1 -
A1 + A1 -
Laporkan Negatif
Laporkan Negatif

A2
A2

A1+ A2+ A1+ A2-

A1- A2 + A1+ A2+

Laporkan Positif Ulangi


A1 dan A2

Ulangi
A1 dan A2

A1+ A2+ A1+ A2- A1- A2-


A1+ A2+ A1+ A2- A1- A2-
Laporkan Negatif
Laporkan Laporkan Laporkan
Positif Indeterminate Negatif
A3

A1+ A2+ A3+ A1+ A2+ A3- A1+ A2- A3+ A1+ A2- A3-

Laporkan Positif

11
Anggap Indeterminate Risiko Tinggi Risiko Rendah

Anggap Indeterminate Anggap Negatif

IX. MONITORING DAN KOMPLIKASI

Sekali HIV menginfeksi, maka seseorang akan tetap mengandung HIV dalam tubuhnya.
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan penanggulangan dan pemantauan selama perjalanan
penyakit sangat penting dengan tujuan :
 Menentukan prognosis
 Menentukan kemajuan pengobatan
 Pedoman untuk pemberian terapi
Kegiatan :
1. Memantau secara klinis:
Pemeriksaan klinis dilaksanakan setiap saat sesuai kebutuhan. Pemeriksaan
diarahkan kepada :
 Gejala infeksi oportunistik
 Kepatuhan minum obat
 Efek samping atau toksik obat
 Status gizi
 Keadaan mental emosiional
2. Monitor jumlah CD4 atau limfosit total
Memantau CD4 dilaporkan dalam bentuk jumlah total atau persentase. Jumlah CD4
 500/ml atau persentase lebih besar atau sama 29% dari limfosit total dianggap
belum ada kerusakan berat.
CD4< 200 (<14%) telah mempunyai risiko yang jelas terhadap infeksi oportunistik.
Kebanyakan pasien telah jatuh stadium AIDS yang jelas
3. Memantau viral load
Pemantauan viral load tidak dianjurkan sebagai kegiatan rutin, hanya sebagai es
tambahan atau dalam penelitian. Pemantauan viral load berguna untuk mengetahui
kemajuan terapi antiretroviral

12
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferri FF, Human Immunodeficiency Virus in Ferri ,s Cl;inical Advisor Instant
Diagnosis and Treatment, 2004 Edition, The Curtis Center Independence square
West, Philadelphia, Pennsylvania, 430—431
2. http :// www. Medlib. Med. Utah. Edu/ web path/ tutorial/ AIDS/ AIDS. Html.
AIDS Pathologi
3. Hardjoeno H, Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Hasanuddin
university Press, Ujung Pandang, 2003, 369-387.
4. Katz HM, Hollander H, HIV Infection in Current Medical Diagnosis & Treatment,
Forty-third Edition, 2004, Lange Medical Books/McGrow-Hill, Medical Publishing
Division, 1263-1277.
5. Human Immunodeficiency Virus (HIV) in standar Pelayanan Medik Patologi Klinik
Indonesia, Lab/Inst. Patologi Klinik FK Unair/RSU dr. Soetomo Surabaya,
PDSPATKLIN Cabang Surabaya.
6. Kumalawati J, Alur Pemeriksaan Anti-HIV, Bagian/Instalasi Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta.
7. Piot P, HIV/AIDS-With An Emphasis on Africa in Manson ’s Tropical diseases,
Twentieth Edition, WB Saunders Company LTD, London Philadelphia Toronto
Sydney tokyo, 1996, 305319
8. Libman H, Witzburg AR, HIV Infection A primary Care Manual, hird edition,
Little, Brown and Company, Boston, New York Toronto London,
9. http :// www. Sfaf.org/ aids 101/hiv. Testing.html.
10. Buku Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA,
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehaan RI, Jakarta 2003

13
TIM PENYUSUN
Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:

Prof. dr. Hardjoeno, SpPK (K)


dr. Ruland DN. Pakasi, SpPK
dr. Benny Rusly, SpPK
dr. Hilmiyah, SpPK
dr. Gustinawati Ratu

LAMPIRAN :
1. TES ANTI HIV-1/ HIV-2 (rapid)
1.1.Pra Analitik
 Tujuan : untuk mendeteksi antibodi HIV-1 dan HIV-2 dalam serum atau plasma
 Persiapan pasien :
a. Sebelum pengambilan darah

14
- konseling pre-tes
- informed consent (surat persetujuan dilakukan tes HIV)
b. tes laboratorium (tidak perlu puasa)
c. Setelah hasil tes selesai : konseling pasca tes
 Persiapan sampel :
Sampel yang digunakan adalah :
a. Serum atau plasma (EDTA, heparin dan sitrat)
b. Tidak hemolisis dan keruh
c. Tes sebaiknya dilakukan segera dan jangan menyimpan sampel pada suhu
ruangan dalam waktu lama.
d. Dapat disimpan selama 3 hari pada suhu 2-8 0C, jika lebih lama sebaiknya
disimpan pada suhu <200C.
e. Hindari proses pembekuan dan pencairan yang berulang-ulang. Biarkan sampel
terlebih dahulu pada suhu ruangan sebelum tes dilakukan
f. Buffer disimpan pada suhu 2-80 dan jangan dibekukan
 Prinsip : immunokromatografi dimana membran dilapisi oleh antigen HIV
rekombinan pada garis tes. Pada saat serum diteteskan pada salah satu ruang
membran, sampel akan bereaksi dengan partikel yang telah dilapisi dengan protein
yang terdapat pada bantalan spesimen. Selanjutnya campuran ini akan bergerak
secara kromatografi ke ujung lain membran dan bereaksi dengan antigen HIV
rekombinan yang terdapat pada garis tes. Jika serum/plasma mengandung antibodi
HIV-1/HIV-2 maka akan timbul garis warna pada garis tes.
 Alat dan bahan :
a. Kit Acon @ HIV-1/2 : - alat tes
- buffer
- pipet tes
b. Serum/plasma (EDTA/heparin/sitrat)
1.2. Analitik
1.2.1. Cara Kerja
 Alat tes dilepaskan dari tutupnya dan dilakukan pada suhu ruangan. Sebaiknya tes
dilakukan dalam waktu 1 jam untuk mendapatkan hasil yang baik.

15
 Tempatkan alat tes pada permukaan datar dan bersih. Pipet tetes dipegang secara
vertikal lalu teteskan serum/plasma 1 tetes (± 30-40 µl) ke dalam sumur spesimen
(S), kemudian tambahkan 3 tetes buffer. Hindarkan adanya gelembung udara.
 Tunggu sampai garis merah muncul. Hasil sebaiknya dibacakan dalam waktu 10
menit.
Catatan : titer antibodi HIV-1/2 yang rendah dapat menyebabkan timbulnya garis
yang tidak jelas pada bagiuan tes (T) bila pembacaan hasil terlambat. Hasil tidak
diinterpretasikan setelah 20 menit.
Sensivitas : 100%, spesifisitas : 99.6%
1.3. Pasca Analitik
Interpretasi Hasil
 Positip (reaktif)  jika nampak 2 garis merah pada garis kontrol (C) dan garis tes (T)
 Negatip (reaktip)  hanya nampak 1 garis merah pada bagian kontrol (C)
 Invalid  tidak tampak garis merah sama sekali atau nampak hanya pada bagian tes
(T).
Interpretasi Klinik :
 Anti HIV-1/2 (+)  infeksi HIV.

2. TES ANTI HIV- 1/HIV-2 EIA


2.1. Pra Analitik
 Persiapan pasien :
a. Sebelum pengambilan darah
- konseling pre-tes
- informed consent (surat persetujuan dilakukan tes HIV)
b. Tes laboratorium (tidak perlu puasa)
c. Setelah hasil tes selesai : konseling pasca tes
 Persiapan sampel : Hilangkan serum/plasma dari bekuan atau eritrosit secepat
mungkin. Sampel jangan dipanasi oleh karena menyebabakan positip palsu. Jika
pemeriksaan dilakukan 7 hari dari saat pengambilan, sampel harus disimpan pada
suhu 2-80C atau dapat dibekukan pada suhu -200C. Jika setelah pembekuan timbul

16
parikel-partikel yang tidak larut pada sampel, harus disentrifus sebelum dilakukan tes.
Hindari pembekuan ulang.
 Prinsip : enzim immunoassay tidak langsugn untuk mendeteksi antibodi manusia
yang mengandung HIN-1 dan HIN-2.
 Alat dan bahan
Alat:
a. Cara Manual/semiautomatik
1. Rak dan tabung reaksi dengan adhesiv foil
2. Instrumen Cobas EIA : inkubator, washer, fotometer (panjang gelombang 450
nm)
3. Pipet volumetrik
b. Cara Automatik
1. Instrumen Cobas Core @
2. Rak dan tabung mikro
3. Pipet volumetrik
Bahan :
a. Sampel : serum / plasma 500 µl
b. Reagen :
 Kit enzimatik TMB : - larutan TMB substrak (tetra metil benzidine)
- larutan TMB buffer
 Manik-manik (dilapisi dengan antigen HIV)
 Konyugat anti-IgPOG
 Kontrol negatip
 Kontrol positip
 Larutan pengencer
 Aquabides
 Asam sulfat

2.2. Analitik
Cara Kerja
A. Cara manual/semiautomatik

17
Pipetlah ke dalam tabung reaksi (volume dalam µl)
Tabung reaksi
RB NC PC P
(1) (2) (3-5) (6)
Reaksi immunologik
Kontrol negatip - 25 - -
Kontrol positip - - 25 -
Sampel - - - 25
Lar. pengencer - 250 250 250
Manik-manik - 1 1 1
Inkubasi I
Tutuplah tabung dengan self adhesif foil dan inkubasi selama 20 ± 2 menit pada suhu
370C dengan pengocokan permanen. Cucilah dengan aquades/air suling (washer EIA)
Konyugat anti – Ig- POD - 250 250 250
Inkubasi II
Inkubasikan selama 20 ± 2 menit pada suhu 370C dengan pengocokan permanen. Cuci lagi
dengan washer EIA
Reaksi enzimatik
Larutan kerja TMB 250 250 250 250
Inkubasikan selama 20 menit pada suhu 15-250C (suhu ruang) tanpa pengocokan dan
hindari dari sinar terang
Asam sulfat 1 1 1 1
Bacalah pada fotometer 450 nm
RB : Reagen Blanko, NC : negatip kontrol, PC : positip kontrol, P : sampel

Rumus : (a  NC) + (b  PC rata-rata)


A = 1. b = 0,16

B. Cara automatik :
1. Masukkan 500 µl serum/plasma ke dalam tabung mikro
2. Letakkan tabung pada tempatnya di Cobas Core

18
3. tekan tombol anti HIV-1/HIV-2 pada Cobas Core dan jalankan sesuai prosedur
4. Hasil secara automatik berupa lembar print out

2.3. Pasca Analitik


Interpretasi hasil
Sampel dengan antibodi di bawah gray zone (nilai cutoff <15%) dianggap negatip.
Sampel dengan absorbansi dalam gray zone dianggap tidak dapat ditentukan hasilnya dan
harus dites ulang duplo menggunakan sampel yang sama. Apabila tes ulangan positip,
sampel dites konfirmasi dengan metode pelengkap misalnya : western Blot, tes
immunofluoresensi dan lain-lain terutama untuk menentukan infeksi, karena Cobas Core
anti HIV-1/HIV-2 EIA tidam membedakan antibodi terhadap HIV-1 dan HIV-2.
Interpretasi klinis
Anti HIV (+)  tersangka kasus infeksi HIV.

TES SARING INFEKSI HIV PADA DARAH DONOR


3. Tes Anti HIV-1/HIV-2 (rapid tes)
3.1. Pra Analitik
 Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
 Persiapan sampel : sampel yang digunakan adalah serum/plasma
(sitrat/heparin/EDTA). Bila menggunakan darah tanpa antikoagulan, tunggu sampai
terjadi penjendolan, bila memakai antikoagulan, eritrosit agar dipisahkan terlebih
dahulu dengan cara diendapkan atau disentrifus. Tes sebaiknya dilakukan dengan
segera. Setiap sampel hendaknya ditangani dengan hati-ahti, sebab selalu ada
kemungkinan menularkan infeksi. Kontrol positip dan kontrol negatip harus
diperlakukan sebagai bahan yang dapat menularkan infeksi. Sampel harus bebas dari
kontaminasi dan dapat disimpan selama 3 hari pada suhu 2-8 0C dan jika sampel lebih
lama disimpan, disimpan pada suhu -200C. sebelum tes dilakukan, sampel dibiarkan
lebih dahulu pada suhu ruang.
 Prinsip : merupakan tes immunologik atas dasar reksi antigen-antibodi. Sisir dipstik
dibuat dari polystyrene, yang dibagian ujungnya direkatkan peptida sintetrik sebagai
antigen. Jika sisir dicelupkan ke dalam sampel yang mengandung anti –HIV, akan

19
terjadi ikatan antigen-antibodi yang spesifik. Sesudah dicuci untuk menghilangkan
protein-protein yang tidak terikat dan diinkubasikan dalam reagensia pewarna, ujung
sisir akan berubah warna menjadi merah muda, berarti sampel mengandung antibodi.
 Alat/bahan
Alat :
a. Alat pengukur waktu
b. Kertas tissue
c. Desinfektan
d. Sarung tangan
e. Pipet mikro
f. Aquades steril
Bahan : Kit Entable @ HIV-dipstick
a. Sisisr (comb) peptida
b. Reagensia pewarna (colloidal gold)
c. Larutan pengencer sampel (diluent)
d. Lontrol positip/kontrol negatip
e. Larutan pencuci pekat (konsentrasi 5 x)
f. Mikroplate
g. Map/peta mikroplate
h. Stiker penutup plate
i. Wadah pencuci, plastik klip

3.2. Analitik
3.2.1. Cara Kerja
1. Tulis kontrol positip, kontrol negatip dan masing-masing nomor sampel pada sisir
2. Teteskan sampel diluent 2 tetes (100 µl) pada sumur sampel
3. Tambahkan 2 tetes (100 µl) serum/plasma sampel atau kontrol ke dalam sumur
sampel yang beris diklent dicampur dengan baik
4. Masukkan sisir ke dalam sumur sampel
5. Inkubasikan/masukkan ujung sisir ke dalam sumur sampel ang telah diencerkan
selama 10 menit

20
6. Campurkan 80 ml aquadest dengan 20 ml larutan pencucui pekat ke dalam wadah,
larutan pencuci ini bisa mencuci maksimal 5 sisisr
7. Angkat sisisr, sentuhkan ujungnya pada kertas issue agar kering
8. Cuci sisir untuk menghilangkan antibodi yang tidak terikat dengan cara menggoyang-
goyangkan sisir ke depan dan ke belakang 10 kali, keringkan dengan tissue
9. teteskan 4 tetes (200 µl) reagen pewarna ke dalam sumur reagen yang lain
10. Inkubasikan/masukkan ujung sisisr ke dalam sumur reagen pewarna selama 10 menit,
keringkan ujungnya dengan kertas tissue
11. Cuci kembali untuk menghilangkan sisa reagen pewarna (cara pencucian seperti no
8)
12. Bulatan (spot) pada ujung sisir berwarna merah menunjukkan sampel mengandung
antibodi HIV-1 atau HIV-2

3.3. Pasca Analitik


Interpretasi hasil
 Positip  Pada sisir terdapat bulatan berwarna merah muda
 Negati  Pada sisir tidak terdapat bulatan berwarna merah muda
Interpretasi Klinik
 Anti HIV-1/HIV-2 (+)  suspek infeksi HIV
Apabila hasil positip pada darah donor pengganti, tes harus diulang dua kali dengan
tehnik yang sama. Bila salah satu atau kedua pemeriksaan ulangan positip, berarti sampel
mengandung antibodi HIV-1 dan atau HIV-2
Bila kedua tes ulangan negatip, berarti sampel tersebut positip palsu dan dapat dinyatakan
negatip. Hasil yang negatip tidak memerlukan tes ulang.

21

Anda mungkin juga menyukai