Disebut Husna karena memiliki sifat yang sempurna (kaedah pertama), Nama -nama Allah
adalah tanda yang menunjukkan Allah dan juga menunjukkan sifat bagi Allah. A’lamun dia
menunjukkan Dzat Allah sekaligus menunjukkan Sifat karena nama-nama tersebut
menunjukkan makna (Awshof)
Contoh :
Al Halim menunjukkan pada Dzat Allah sekaligus menujukkan sifat Allah A’lamun
Berbeda dengan nama-nama manusia yang sekedar A’lam (tanda pengenal) tapi tidak
menunjukkan sifat bagi kita, contoh nama “Abdullah” hanya sekedar a’lam saja tapi belum
tentu memiliki sifat menjadi hamba bagi Allah, demikian juga orang yang memiliki nama
“Ahmad” (yang artinya paling terpuji) tapi ternyata memiliki sifat-sifat yang tidak terpuji,
nama Puji belum tentu dia orang terpuji dst
Nama Allah A’lamun dan sekaligus Awshof seluruhnya nama nya mengandung Sifat
Kaidah ini membantah kesesatan mengenai Nama dan Sifat Allah
Nama-nama Allah menunjukkan zat Allah menujukkan dia Mutarodifah (Sinonim) karena
menunjukkan pada zat yang satu karena semuanya menunjukkan sesuatu yang sama yaitu
menunjukkan diri Allah (Allah Ajja wajal), Dialah Al-Hakim, Dia juga Arrohman, Dia juga Al-
Kudus, Dia juga Assalam dan seterusnya
Dilihat dari kaedah yang Kedua maka Nama-nama Allah itu Mutabayinah (Berbeda-beda)
Arrohman memiliki sifat Rohmat, Al-Hakim memiliki Sifat hikmah, Al-Alim memiliki sifat Ilmu
Karena masing-masing nama Husna menunjukkan makna yang khusus, itu semua itu adalah
nama-nama untuk zat yang satu (Mutarodifah) yaitu Allah �سبحنه وتعا, tapi Makna Al Hayyu
Apakah Al-Azis sama dengan Al-Hakim? karena masing-masing bermakna yang berbeda. Tapi
masing-masing makna tersebut menuju pada zat yang sama
Al-Kuddus dan Assalam menunjukkan pada Zat yang sama tetapi memiliki sifat dengan makna
yang berbeda yaitu kudus Suci dan sifat Salam.
Nama-nama Rasulullah ﺻﻞ ﷲ ﻋﻠ�ﻪ واﻟﺴﻠﻢseperti Ahmad (yang paling dipuji), Muhammad (yang
sering di puji) ini adalah nama beliau sekaligus sifat bagi beliau. Dan disebut dalam Hadist Nama
beliau Al-Aaqib (yang terakhir) karena Nabi terakhir, Al Maahiiy (Menghapus) krn Allah ﺳبﺤﻨﻪ
� وﺗﻌﺎmenghapus kekufuran (siapa yang beryahadat terbebas dr kekufuran dan masuk islam).
�� وأنا ا�ا� ا�ي، وأنا الما� ا�ي يمحو ا� � ال�فر، وأنا أ�د، أنا �مد: إن � أسماء
وأنا العاقب، �ا�اس � قد
“Aku memiliki beberapa nama: Muhammad, Ahmad, Al Mahi (penghapus) karena denganku
Allah menghapus kekufuran, Al Hasyir karena manusia di kumpulkan di atas telapak kakiku,
dan Al ‘Aqib” (HR. Bukhari 4896, Muslim 2354)
Aku memiliki lima nama. A“ku adalah Muhammad dan aku juga Ahmad; Aku adalah al-Mahi
karena Allah menghapuskan kekufuran dengan perantara diriku; Aku adalah al-Hasyir karena
manusia dikumpulkan di di atas kakiku; dan aku adalah al-‘Aqib, karena tidak ada lagi nabi
setelahku. Allah juga menamai beliau Ra-uf dan Rahim (yang memiliki kasih sayang).” (HR.
Muslim).
Demikian juga dengan Nama-Nama Hari Kiamat juga menunjukkan Tanda dan Sifat seperti Al-
Ghaasyiyah, Al-Qiyaamah, Yaumul Bahts, Yaumul Hasyr, Yaumut Taghaabun, dan lain lain.
Asma Allah disebut Nama dan Sifat berdasarkan petunjuk dari Al-Qur’an sebagaimana Firman
Allah � سبحنه وتعا:
ُ ٱلرح
ِيم ُ َو ُه َو ٱلۡ َغ ُف
َّ ور
Dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Yunus: 107)
Dan Rabb mu yang Maha Pengampun, yang memiliki rahmat (Al-Kahfi: 58)
Pada ayat yang kedua menunjukkan Arrohim yang memiliki sifat Arrohmat
Berdasarkan ijma ahli Bahasa tentang perkara ini, dalilnya adat kebiasaan mereka (Urf),
seseorang tidak dinamakan Alim kecuali dia memang memiliki ilmu (kalau tidak berilmu maka
tidak dikatakan Alim). Sehingga Arrohman itu sudah menunjukkan memang mereka memiliki
sifat Rohmat
Tidak dikatakan Sami kecuali pada orang yang memiliki pendengaran, Tidak dikatakan Basir
kecuali memiliki penglihatan. Masalah Ini sudah jelas sekali, tidak memerlukan dalil
Ibnu Qayum : Nama nama Allah semua pujian, nama-nama yang disifati dengan Husna, berarti
nama-nama yang sempurna.
Laki-laki dan Perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan
bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (Al-Maidah: 38)
Saat diperintahkan potong tangan (Menunjukkan zat yang maha perkasa, Ketika disebutkan
Hakim : menunjukkan kebijaksanaan)
Ada seorang Qari membacanya Gofururrohim, Orang Arab yang tidak hafal Al-Qur’an
langsung dia berkata Itu bukan Kalam Allah karena Maqomnya adalah Izzah bukannya Rohim
(lalu Orang Arab tersebut berkata Apakah engkau mendustakan Kalamullah?)
Kalau Gofururrohim maka tidak dipotong tangan . Demikian pemahaman orang-orang Arab
terhadap Nama-nama Allah
Contoh lain:
ُ َّ َ ْ ُ ۡ َ ۡ
ٗ � ۡم إنَّ ُهۥ َ� َن َ� َّف
�ار ِ �ٱستغفِروا ر
'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” (Nuh : 10)
disebutkan Pekerjaan Allah yaitu mengampuni maka pas disini sebagai illah (sebabnya)
Atas dasar ini, jelas tersesat pandangan ahlu ta’thil yaitu golongan mereka yang menafikan
makna nama. kalangan Ahlu Attahtil (Ahli Mengosongkan) yaitu mengosongkan nama Allah
dari Sifat atau dinamakan Muathilah.
Mu'tazilah menolak bahwa Nama Allah memiliki sifat krn menurut mereka sesuatu yang
mengandung sifat2 yang banyak maka berarti dzatnya lebih dari satu/berbilang ()ﺗﻌﺪد اﻟﻘﺪﻣﺎء
shgg mereka menafikan sifat2 yang terkandung di dalam Nama-Nama Allah
Allah adalah Al-Bashir, Arrohman tapi tidak mengandung Sifat Bashor, Rohmat.
1. Meyakini Nama tapi menafikan Makna Sifat bagi Allah: Sami bila Sam’un, Bashir bila
Bashor, Aziz bila izzah (Nama sekedar Nama saja tanpa kandungan Sifat) alasan
golongan ini dengan adanya makna sifat-sifat menimbulkan konsekuensi adanya
keharusan yang Kodim itu banyak (sebelumnya Kodim itu adalah Allah) Golongan
ini mendahulukan Akal dibanding Dalil dan pada akhirnya menolak dalil (Jahmiyah,
Asya’iroh, dsb) Sehingga Syehik Ustaimi mengatakan akal mana yang kita pakai.
Penulis mengatakan ilah ini berpenyakit bahkan sudah menjadi bangkai karena
berdasarkan Dalil Qur’an dan Sunnah jelas bahwa Dzat nya satu tapi sifatnya banyak
demikian juga Akal mengatakan demikian
Dalil Assam’I (Dari wahyu) bahwa Allah telah menyebutkan untuk dirinya Sifat-sifat yang
banyak padahal Dia Ahad (Esa), Dialah Al-Wahidu, Al-Ahad tapi memilki sifat yang banyak .
ٞ َّ َ ُ َ ۡ
ُ ال ل ّ َِما يُر ُ ُ َ ۡ ُ ُ َ ۡ َ ُ َ ُ ُ َ ُ ۡ ُ َ ُ ُ َّ ٌ َ َ َ ّ َ َ ۡ َ َّ
ۡ ود ُذو ٱلۡ َع
�دِ ع � يدجِ م ٱل شِ ر إِن �طش ر�ِك لشدِيد إِنهۥ هو �بدِئ و�عِيد وهو ٱلغفور ٱلود
Ayat-ayat di atas (Surat Al-Buruuj: 12-16) menunjukkan sifat-sifatnya yang banyak dari Allah
dan bukannya menujukkan Allah lebih dari Satu
َ َ ٓ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َۡ َۡ َ َّ َ ۡ ّ َ
ٰ ج َعلَ ُهۥ ُ� َثا ٓ ًء أ ۡح َو
ى ٰ َ ِي أ ۡخ َر َج ٱل ۡ َم ۡر
َ َ� ف ٰ ى َو َّٱ�ِي قدر �هد
�ى وٱ ٰ � َّٱ�ِي َخلَ َق فَ َس َّو �سبِحِ ٱسم ر�ِك ٱ
Sucikanlah nama Rabb mu Yang Maha Tingi, yang menciptakan, dan menyempurnakan
(penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, dan
yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-
hitaman. (Al-A’la: 1 – 5)
Dalam ayat-ayat yang mulia ini tersebut adanya sifat-sifat yang banyak untuk satu Dzat, dan
bukan berarti bahwa disana terdapat banyak Kodim.
Adapun dari sisi akal, bahwa sifat-sifat itu bukanlah suatu dzat yang berdiri sendiri, yang
terpisah dari pemilik sifat, sehingga kalau banyaknya sifat berarti menunjukkan adanya
banyak kodim, akan tetapi sifat-sifat itu hanyalah milik satu dzat dan berada padanya. karena
yang namanya sifat bukan merupakan dzat yang terpisah dengan yang disifati (Allah lebih dari
satu) tapi yang namanya sifat, adalah zat yang bersifat dengannya maka sifat tersebut ada
pada dzat tersebut (satu orang bisa memiliki beberapa Sifat).
Sifat wujud pada Allah (semua sepakat bahwa Allah memiliki sifat "wujud=ada"), menurut
Mu’tazilah sesuatu yang Wujud ada dua macam yaitu :
mu'tazilah menetapkan bahwa Allah adalah wujud & wajibul wujud, ini ibarat senjata makan
tuan bagi mereka krn menetapkan dzat Allah lebih dari satu sehingga bertentangan dengan
pendapat mereka sendiri yaitu 'illah ﺗﻌﺪد اﻟﻘﺪﻣﺎء
Kita sendiri (Wujud kita berbeda dengan orang lain) kita memiliki Sifat (pemarah, pendiam
dst) tapi berada dalam satu Dzat , sementara teman kita berada pada Dzat yang lain.
“Darh” (masa, waktu, zaman) ini bukan nama Allah karena kaedah nama Allah mengandung
makna, sementar Adhr adalah ism beku tanpa mengandung Makna (tidak termasuk dalam
Ism Jamid). Karena tidak mengandung makna (sifat) yang bisa masuk ke dalam Asma-ul
Husna. Adhr makna nya waktu atau masa atau zaman tetapi tidak mengandung sifat
kesempurnaan.
ۡ َّ َّ ٓ َ ُ ۡ ُ َ َ َ ۡ َ َ ُ ُ َ َ ۡ ُّ َ ُ َ َ َّ َ َ ْ ُ َ َ
ۚ ٱ�ه ُر �ِوقالوا ما ِ� إِ� حيا�نا ٱ��يا �موت و�يا وما �هل ِكنا إ
Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati
dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", (Al-Jatsiyah: 24)
Mereka mengatakan tidaklah kehidupan dunia ini saja, kami mati dan kami hidup (tidak ada
kehidupan akhir), tidaklah menghancurkan kami kecuali waktu (adhr) saja tidak akan
dibangkitkan (termasuk ism yang jamid).
Dalam Hadist Qudsi, Rasulullah bersabda
ُْ
َ ا� ْم ُر اُقَلّ ُِب الَّليْ َل َوا�َّ َه ْ َّ َ َ َ َ ْ َّ ُّ ُ َ َ َ ُ ْ ْ ٌ ٌ َّ َ َ َّ َ ٌ َ َ
ار ا�ه ُر � ِ َيدِي قال ا� عز وجل ; يوذِي ِ� ا�ن آدم �سب ا�هر وانا
Allah � سبحنه وتعاBerfirman : Anak adam telah menyakiti aku, dia mencela waktu (Dahr),
sedangkan Aku adalah Adhr, ditanganKu segala urusannya, Aku yang membulak-balik malam
dan siang
Syeihk Utsaimin mengatakan bahwa di dalam Hadist ini makna Ad-Dahr tidak menunjukkan
(bukan) Asmaul Husna, karena orang-orang yang mencela “Ad-Dhar” maksud mereka adalah
waktu atau masa yang di dalamnya terjadi berbagai macam peristiwa dan bukan Allah yang
mereka maksudkan.
ْ َّ َ َ َ ُْ
َ ا� ْم ُر اُقَلّ ُِب الَّليْ َل َوا�َّ َه
ا�ه ُر ( واناSaya adalah waktu) ditafsirkan dengan kata berikutnya ار ( � ِ َيدِيAllah
Orang yang mencela Adhr maksudnya yang dicela adalah “Waktu” dengan berbagai
peristiwa yang sial, mereka tidak mencela Allah (Ini adalah malam yang sial sehingga
perkataan dia telah menyakiti Allah karena Allah yang menciptakan waktu) dari sini
ْ َّ َ َ َ
ucapan Allah ا�ه ُر واناadalah apa yang ditafsirka Allah dengan ucapan Allah selanjutnya
ُْ
َ ا� ْم ُر اُقَلّ ُِب الَّليْ َل َوا�َّ َه
ار �ِ َيدِيyaitu ditanganku seluruh perkara, akulah yang membulak-balikkan
malam dan siang. Perkaranya ditanganku dan aku yang membulak balikkan malam dan
siang tidak mungkin Al Mukolib (Yang dibulak-balikkan) sama dengan Al-Mukolab (Yang
membolak-balikkan yaitu Allah), yang dibolak-baik adalah Malam dan Siang. Dan Ini
bukanlah “Takwil”