Anda di halaman 1dari 11

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : AKIDAH AKHLAK


Kegiatan Belajar : AL-ASMĀ AL-HUSNĀ: Allah, al-Rahmān, Al-Rahīm, dan al-Malik
(KB 1/2/3/4)

B. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

A. Al-Asmā al-Husnā: Allah, al-Rahmān dan al-Mālik


Pengertian Al-Asmā Al-Husnā
Nama-nama Allah yang Indah atau Al-Asmā al-Husnā (‫َىسن ْحُ ُْ ْء ال ْس‬
َُْ‫( ما َْ األ‬secara bahasa terdiri dari dua suku kata, yaitu al-asmā dan al-
husnā. Kata asmā merupakan bentuk jamak dari mufrad (tunggal) ism yang
berarti nama diri atau lafẓun yu’ayyinu syakhṣan au ḥayawānan au syaian
(nama diri seseorang, binatang, atau sesuatu),sedangkan al-husnā berarti
yang paling bagus, baik, cantik, jadi secara bahasa al-Asmā' al- Ḥusnā berarti
nama-nama yang terbaik.
Riwayat yang populer menyebutkan bahwa bilangan al-Asmā' al-Ḥusnā
adalah 99 (sembilan puluh sembilan). Pada subbab di bawah ini, akan
dipaparkan empat al-Asmā' al-Ḥusnā saja dari sembilanpuluh Sembilan,
yaitu Allah, alRahman, al-Rahim, dan al-Malik.
Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Allah
Peta Konsep Sebagian ulama Islam berpendapat bahwa kata Allah (‫( هلال‬berasal dari
(Beberapa istilah kata al-Ilāh. Kata al-Ilāh (‫( إله‬berarti menyembah (ُ‫ عبد‬.(Kata al-Ilāh juga
1 dan definisi) di dapat diderivasi dari kata alih (‫( أله‬yang berarti ketenangan (‫سكن‬
modul bidang ,(kekhawatiran (‫( فزع‬dan rasa cinta yang mendalam (‫ ولع‬.(Ketiga makna kata
studi alih (‫( أله‬mengarah kepada makna keharusan untuk tunduk dan
mengagungkan.
Dalam kamus besar bahasa Arab Lisān Al-‘Arab karya Ibn Manzhur, kata
kata ilāhun masih umum, ketika ditambah dengan lam ma‘rifah, maka
menjadi Al-ilāhun yang tiada lain adalah Allah Swt, yaitu zat yang disembah
oleh semua selain-Nya, jamaknya ālihatun. Dengan demikian ilāhun artinya
sama dengan ma’budun, ‘yang diabdi.
Menurut Ahmad Husnan, kata Ilāh yang berbentuk kata Allah mempunyai
arti mengherankan atau menakjubkan, karena segala perbuatan/ciptaan-
Nya menakjubkan atau karena bila dibahas hakikat-Nya, akan
mengherankan akibat ketidaktahuan makhluk tentang hakikat zat yang
Maha Agung itu. Apapun yang terlintas di dalam benak menyangkut hakikat
zat Allah, maka Allah tidak demikian. Itu sebabnya ditemukan riwayat yang
menyatakan, “Berpikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan
berpikir tentang zat-Nya”.
Dalam pandangan Quraish Shihab kata Allah ‫ هلال‬,terulang dalam al-Quran
sebanyak 2.698 kali. Ada yang berpendapat bahwa kata "Allah" disebutkan
lebih dari 2679 kali dalam alQuran. Sedangkan kata "Tuhan" dalam bahasa
Arab adalah Ilāh (‫( إله‬disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrad,
ilāhaini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan ālihah dalam bentuk jama'
disebut ulang sebanyak 34 kali. Hal ini juga menjadi refleksi dari tauhid
Uluhiyah dimana kita mengesakan Allah dengan ibadah, dimana tidak
menjadi hamba bagi selain-Nya, tidak menyembah malaikat, nabi, wali,
bapak-ibu, kita tidak menyembah kecuali Allah semata.
Ibnu al-‘Arabi (560-638 H) menyebut dan membedakan Tuhan yang
dipercayai manusia saat ini meliputi “Tuhan kepercayaan” (ilāh al-
mu’taqad), “Tuhan yang dipercayai” (al-ilāh al-mu’taqad), “Tuhan dalam
kepercayaan” (al- ilāh fī al-i’tiqad) “Tuhan Kepercayaan” (alhaqq al-i’tiqad),
Tuhan yang dalam kepercayaan” (al-haqq al-ladzī fī al-mu’taqad) dan
“Tuhan yang diciptakan dalam kepercayaan” (al-haqq a-Makhlūq fī al-
i’tiqad).
Konsep Tuhan merupakan konsep yang mendasar bagi setiap agama yang
ada, tak terkecuali dengan Islam. Dari konsep Allah sebagai Tuhan Yang
Maha Esa tersebut, lahirlah konsep-konsep Islamic worldview yang lain,
seperti; konsep tentang wahyu, konsep kenabian, konsep tentang Mu’jizat,
konsep alam, konsep manusia, konsep kehidupan, konsep penciptaan,
konsep ilmu, dan konsep-konsep yang lainnya. Dikarenakan begitu
sentralnya konsep Tuhan tersebut, maka perbincangan mengenai agama
apapun, tidak akan terlepas dari pemahaman konsep Tuhan.
Tuhan diartikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan pengertian
sebagai sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai
Yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dan sebagainya. Konsepsi teologi Islam
tentang ketuhanan terangkum dalam QS. al-Nās/114: 1-3: ‫قُ ل ْعوذُ َْ م بُ َْ ر‬
ِ ‫ل إ ْه ٱل َّنا ْس‬
َُ ٢ ‫ ٱل َّنا ْس ِ ل ْك أ ْب َُْ ٱل َّنا ْس‬Katakanlah: "Aku berlindung
kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia; Raja manusia;
Sembahan manusia (QS. al-Nas/114: 1-3).
Berdasarkan penjelasan dalil naqli di atas, konsep ketuhanan dalam
teologi Islam dikenal dengan tiga istilah, yaitu: Rab (Pemelihara), Malik
(Raja), dan Ilāh (Sesembahan). Kesemua sebutan tersebut untuk menyebut
Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Konsep Tuhan dalam Islam bersifat Esa, merupakan keunikan dan final
sesuai dengan Pancasila, yang tidak sama dengan konsep Tuhan dalam
agama-agama lain, seperti; Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, Konghucu,
meskipun sama-sama meyakini Ketuhanan. Hal tersebut juga berbeda
dengan konsep Tuhan dalam tradisi filsafat Yunani maupun dengan tradisi
mistik Timur dan Barat. Sebagaimana yang telah djelaskan Syed Naquib al-
Attas bahwa: “The nature of God Understood in Islam is not the same as the
conceptions of God Understood in the various religious traditions of the world;
nor is it the same as the conceptions of God understood in Greek and
Hellenistic philosophical tradition; nor as the conceptions of God understood
in Western philosophical or scientific tradition; nor in that of Occidental and
Oriental mystical traditions”.
Konsep Tuhan dalam Islam otentik dan final, berdasarkan atas wahyu Al-
Qur’an yang juga bersifat otentik dan final, lafdhan wa ma’nan dari Allah
Yang Maha Esa, Shalih fi kulli zaman wa makan, dan tidak ada keraguan di
dalamnya. Al-Attas menjelaskan “The nature of God as revealed in Islam is
Derived from Revelation”.
Istilah nama Allah sebagai nama Tuhan, sangat jelas identik dengan
konsep ketuhanan dalam Islam. Tidak ada agama lain, kecuali Islam yang
tegas dan jelas serta sepakat menggunakan nama Lafadz Allah untuk
menyebut nama Tuhan mereka. Hal ini dikarenakan nama Tuhan dalam
Islam ditetapkan berdasarkan sumber yang utama, wahyu al-Qur’an, dan
bukan berdasarkan tradisi ataupun budaya, ataupun konsensus (konsili).
Konsep Allah juga telah ada sejak masyarakat Arab pra-Islam. Toshihiko
Izutsu menerangkan masalah makna relasional kata Allah dikalangan orang-
orang Arab pra-Islam dengan tiga kasus.
1. Konsep Pagan tentang Allah, yaitu orang Arab Murni.
2. Orang Yahudi dan Kristen zaman pra-Islam yang menggunakan kata
Allah untuk menyebut Tuhan mereka sendiri.
3. Orang Arab pagan, Arab jahiliyah murni non-kristen dan non-Yahudi
yang mengambil konsep Tuhan Injil, “Allah”.
Konsep Allah menurut masyarakat Arab pra-Islam, khususnya penduduk
Mekkah, dapat diketahui melalui al-Qur’an. Allah SWT bagi mereka adalah
pencipta langit dan bumi, yang memudahkan peredaran matahari dan bulan,
yang menurunkan air dari langit, tempat menggantungkan harapan.
Dalam konsep al-Qur’an adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain
dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat
19. Dalam al-Qur’an diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang
diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga.
Secara kebahasaan, kata Allah sangat mungkin berasal dari kata al-Illah.
Kata itu mungkin pula berasal dari bahasa aramea, Alaha yang artinya Allah.
Kata Ilāh (Tuhan yang disembah) dipakai untuk semua yang dianggap
sebagai Tuhan atau Yang maha Kuasa.
Bagi umat Islam, penyebutan nama Tuhan yang bersifat spekulatif tentu
sangat bermasalah. Sebab, hal ini bisa mengaburkan konsep tauhid Islam.
Penyebutan kata “Allah” di dalam AlQur’an menandakan bahwa penyematan
nama untuk Dzat Yang Maha Kuasa haruslah bersumber dari Allah sendiri
dengan sifat-sifat yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Berkenaan dengan
al-Qur'an sebagai wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, maka al-Qur'an dalam epistemologi Islam merupakan
sumber informasi yang benar yang otoritatif (khabar shadiq). Dengan
demikian Konsep Tuhan dalam Islam jelsjels sempurna, karena bersumber
pada kitab suci yang otoritatif.
Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Rahmān dan Al-Rahīm
Kata al-Rahmān (‫( الرخمن‬berasal dari kata Rahīma (‫( رخيم‬yang artinya
menyayangi atau mengasihi yang terdiri dari huruf Rā, Hā, dan Mim, yang
mengandung makna kelemahlembutan, kasih sayang, dan kehalusan. Di
dalam al-Qur’an kata al-Rahmān terulang sebanyak 57 kali, sedangkan al-
Rahīm (‫( الرخيم‬sebanyak 95 kali.
Lafaz al-Rahmān dan al-Rahīm keduanya merupakan isim yang berakar
dari bentuk masdar al-Rahmān dengan maksud mubalagah: lafaz al-Rahmān
lebih balig (kuat) daripada lafaz al-Rahīm. Di dalam ungkapan Ibnu Jarir
terkandung pengertian yang menunjukkan adanya riwayat yang
menyatakan kesepakatan ulama atas hal ini, di dalam kitab tafsir sebagian
ulama Salaf terdapat keterangan yang menunjukkan kepada pengertian
tersebut, seperti yang telah disebutkan di dalam asar mengenai kisah Nabi
Isa a.s. Disebutkan bahwa dia pernah mengatakan, " al-Rahmān artinya Yang
Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, sedangkan alRahīm artinya Yang
Maha Penyayang di akhirat."
Muhammad Quraish Shihab menyatakan cenderung menguatkan
pendapat yang menyatakan baik al-Rahmān maupun al-Rahīm terambil dari
akar kata Rahmat. Dalam salah satu hadist qudsi dinyatakan bahwa Allah
berfirman:
“Aku adalah al-Rahmān, Aku menciptakan rahīm, kuambilkan untuknya
nama yang berakar dari nama-Ku”.
Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Malik
Setelah al-Rabb, maka sifat Allah yang menyusul adalah al-Malik (‫الملك‬
,(yang secara umum diartikan raja atau penguasa.
Oleh karena rahmat yang dicurahkan Allah kepada hamba-hambaNya dan
yang dilukiskan dengan kata Raḥmān itu disebabkan karena Dia juga Raḥīm,
memiliki sifat Raḥmān yang melekat pada diriNya. Namun siapa yang
memiliki sifat rahmat, belum tentu memiliki sifat kekuasaan dan hanya
Allah yang memiliki yakni memiliki kekuasaan dan kerajaan serta
kepemilikan.
Kata "Malik" mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan
oleh kekuatan pengendalian dan keshahihannya. Kata "Malik" yang biasa
diterjemahkan raja adalah yang menguasai dan menangani perintah dan
larangan, anugerah dan pencabutan. Kata "Malik" dalam alQur'an adalah
yang terdapat dalam surah al-Nās, yakni "Malik al-nās" (Raja manusia).
Kata "Malik" terdiri dari tiga huruf yakni Mim, Lam, dan Ka. Yang
rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata Malik
pada mulanya berarti ikatan dan penguatan. Kata Malik terulang di dalam
al-Qur'an sebanyak 5 (lima) kali, dua di antaranya dirangkaikan dengan kata
"hak" dalam arti yang "pasti dan sempurna," yaitu terdapat dalam surah
Thaha ayat 114 dan surah al-Mukminun ayat 122, “Dan adapun kerajaan
Allah mencakup kerajaan lagit dan bumi.
Imam Al-Gazali menjelaskan arti "Malik" yang berarti raja yang
merupakan salah satu nama Asmaul Husna dengan menyatakan bahwa
"Malik" adalah yang tidak butuh pada zat dan sifat-Nya segala yang wujud,
bahkan Dia adalah yang butuh kepadaNya segala sesuatu yang menyangkut
segala sesuatu, baik pada zatNya, sifatNya, wujudNya dan kesinambungan
eksistensinya.
Al-Mulku berakar pada kata mim, lam, dan kaf yang mengandung makna
pokok “keabsahan dan kemampuan”. Dari makna yang pertama terbentuk
kerja malaka – yamliku – mulkan artinya menguasai. Dari sini diperoleh kata
malik dan mulk masing-masing artinya raja dan kekuasaan.
B. Mukjizat, Karomah dan Sihir
Konsep Tentang Mukjizat
Mukjizat berasal dari Bahasa Arab yang telah dibakukan ke dalam Bahasa
Indonesia, yaitu al-Mu’jizat (‫)المعجزة‬. Al-mu’jizat adalah bentuk kata
mu’annas (female) dari kata mudhakkar (male) al-mu’jiz. Al-mu’jiz adalah
isim fā’il (nama atau sebutan untuk pelaku) dari kata kerja (fi’l) a’jaza (‫أعجز‬
.(Kata ini terambil dari akar kata ‘ajaza-yu’jizu-ajzan wa ‘ajuzan wa ma’jizan
wa ma’jizatan/ma’jazatan (‫)ومعجزة – ومعجزا – وعجوزا – عجزا – يعجز – عجز‬, yang
secara harfiah antara lain berarti lemah, tidak mampu, tidak berdaya, tidak
sanggup, tidak dapat (tidak bias), dan tidak kuasa. Al-‘ajzu adalah lawan dari
kata al-qudrah yang berarti sanggup, mampu, atau kuasa. Jadi, al-‘ajzu
berarti tidak mampu alias tidak berdaya.
Berdasarkan definisi mukjizat di atas, dapat dikemukakan tiga unsur
pokok mukjizat yaitu:
1. Mukjizat harus menyalahi tradisi atau adat kebiasaan (khariqun lil ‘adah).
Sesuatu (mukjizat) yang tidak menyalahi tradisi, atau kejadiannya sesuai
dengan kebiasaan yang umum atau bahkan lazim berlaku, tidak dapat
dikatakan mukjizat.
Contoh mukjizat lain ialah kemampuan Nabi Sulaiman as
berkomunikasi dengan semua hewan (QS. Al-Anbiya/21: 81 dan QS. Al-
Maidah/5: 110). Begitu pula dengan ketidakterbakaran Nabi Ibrahim as
saat dilemparkan ke dalam kawah yang sedang mendidih (QS. Al-
Anbiya/21: 68-69)
2. Mukjizat ialah harus dibarengi dengan perlawanan. Maksudnya, mukjizat
harus diuji dengan melalui pertandingan atau perlawanan sebagaimana
layaknya sebuah pertandingan. Untuk membuktikan bahwa itu mukjizat,
harus ada upaya konkret lebih dulu dari pihak lain (lawan) untuk
menandingi mukjizat itu sendiri. Dan pihak yang menandingi itu harus
sepadan atau sebanding dengan yang ditandingi.
Contoh, tongkat Nabi Musa as yang dilemparkan menjadi ular
sungguhan yang dalam Al-Qur’an dibahasakan dengan thu’banun mubin,
itu benar-benar ditandingi oleh sahirin (Para penyihir) yang
dikendalikan Fir’aun. Tapi, sihir-sihir yang dikerahkan seluruh kaki
tangan Fir’aun itu kemudian ternyata dikalahkan dan tidak pernah
mampu mengalahkan mukjizat Allah yang diberikan kepada Nabi Musa
as, dalam kaitan ini tongkat yang menjadi ular.
3. Mukjizat itu setelah dilakukan perlawanan terhadapnya, ternyata tidak
terkalahkan untuk selamalamanya. Jika sesuatu/seseorang memiliki
kemampuan luar biasa, tetapi hanya terjadi seketika atau dalam waktu
tertentu, maka itu tidak dikatakan mukjizat.
Contoh, seorang petinju kelas berat sekaliber siapapun, tidak dapat
dikatakan memiliki mukjizat.
Mukjizat sendiri dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu: mukjizat yang
bersifat material indriawi lagi tidak kekal, dan mukjizat material, logis, lagi
dapat dibuktikan sepanjang masa.
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa secara garis besar mukjizat dapat
dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material
inderawi lagi tidak kekal, dan mukjizat immaterial, logis lagi bisa dibuktikan
sepanjang masa. Mukjizat Nabi-Nabi terdahulu kesemuanya merupakan
jenis mukjizat pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan inderawi
dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung
lewat indera oleh masyarakat tempat Nabi tersebut menyampaikan.
Konsep Tentang Karomah
Karomah merupakan bagian dari agama Islam. Maka Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah mempercayai adanya karomah yang dimana karomah ini datangnya
dari sisi Allah. Karomah dianggap sebagai kejadian yang bersifat asumtif dan
datang bukan dengan tujuan untuk merusak akidah. Selain itu, Allah
menciptakan karomah adalah untuk kekasih-kekasih-Nya.
Menurut Syekh Akbar Muhammad Fathurahman, karomah adalah
pemberian dari Allah Swt. dalam bentuk pertolongan-Nya yang diberikan
kepada seseorang yang membela agama Allah. Sifat Karomah adalah
kejadian di luar batas kemampuan manusia pada umumnnya atau keluar
dari kebiasaan pada umumnnya.

Karamah berasal dari bahasa arab ‫ كرم‬berarti kemuliaan, keluhuran, dan


anugerah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengistilahkan
karomah dengan keramat diartikan suci dan dapat mengadakan sesuatu
diluar kemampuan manusia biasa karena ketaqwaanya kepada Tuhan.
Menurut ulama sufi, karamah berarti keadaan luar biasa yang diberikan
Allah SWT kepada para wali-Nya. Wali ialah orang yang beriman, bertakwa,
dan beramal shaleh kepada Allah SWT.
Allah SWT dapat memberi karamah kepada orang beriman, takwa, dan
beramal shaleh menurut kehendaknya. Misalnya, Kejadian yang Dialami
Seorang Ahli Ilmu pada masa Nabi Sulaiman a.s. Ketika Nabi Sulaiman a.s.
sedang duduk di hadapan dengan para tentaranya yang terdiri atas manusia,
hewan, dan jin, beliau meminta kepada mereka mendatangkan singgasana
Ratu Bulqis.
Menurut Abul Qasim al-Qusyairi yaitu karomah merupakan suatu
aktivitas yang dianggap sebagai hal yang bertentangan dengan adat
kebiasaan manusia pada umumnya, yaitu dapat juga dianggap sebagai
realitas sifat wali-wali Allah tentang sebuah makna kebenaran dalam situasi
yang dianggap kurang baik.
Menurut Syeck Ibrahim Al Bajuri dalam kitabnya dijelaskan bahwa
karomah adalah sesuatu luar biasa yang tampak dari kekuasaan seorang
hamba yang telah jelas kebaikannya yang diteyapkan karena adanya
ketekunan didalam mengikuti syariat nabi.
Berikut ciri-ciri seorang hamba yang memiliki karomah diantaranya
yaitu:
1. Tidak memiliki doa-doa khusus sebagai suatu bacaan
2. Karomah hanya terjadi pada seorang yang sholeh
3. Seseorang yang memiliki karomah tidak pernah secara sengaja mengaku-
ngaku bahwa dirinya memiliki karomah.
Sedangkan tujuan dari pemberian karomah tersebut kepada para wali
yaitu:
1. Dapat lebih meningkatkan keimanan kepada Allah
2. Masyarakat menjadi lebih percaya kepada seorang wali Allah, yang
senantiasa meneruskan perjuangan nabi Muhammad SAW
3. Karomah merupakan bukti nyata meninggikan derajat seorang wali agar
dirinya selalu tetap istiqomah di jalan Allah.
Konsepsi Tentang Sihir
Sihir dalam bahasa Arab tersusun dari huruf ‫ر‬, ‫ح‬ ُ ,‫س‬
ُ ) siin, ha, dan ra), yang
secara bahasa bermakna segala sesuatu yang sebabnya nampak samar. Oleh
karenanya kita mengenal istilah ‘waktu sahur’ yang memiliki akar kata yang
sama, yaitu siin, ha dan ra, yang artinya waktu ketika segala sesuatu nampak
samar dan remang-remang.

Para ulama memiliki pendapat yang beraneka ragam dalam memaknai


kata ‘sihir’ secara istilah. Sebagian ulama mengatakan bahwa sihir adalah
benar-benar terjadi ‘riil’, dan memiliki hakikat. Artinya, sihir memiliki
pengaruh yang benar-benar terjadi dan dirasakan oleh orang yang terkena
sihir. Namun ada ulama lain yang menjelaskan bahwa sihir hanyalah
pengelabuan dan tipuan mata semata, tanpa ada hakikatnya.
Ibnul Qudamah rahimahullah mengatakan, “Sihir adalah jampi atau
mantra yang memberikan pengaruh baik secara zhohir maupun batin,
semisal membuat orang lain menjadi sakit, atau bahkan membunuhnya,
memisahkan pasangan suami istri, atau membuat istri orang lain mencintai
dirinya.
Ibnu Faris mengemukakan, Sihir berarti menampakkan kebathilan dalam
wujud kebenaran. Di dalam kitab al-Mu’jamul Wasīth disebutkan bahwa
sihir adalah sesuatu yang dilakukan secara lembut dan sangat terselubung.
Sedangkan di dalam kitab Muhīthul Muhīth disebutkan, sihir adalah
tindakan memperlihatkan sesuatu dengan penampilan yang paling bagus,
sehingga bisa menipu manusia.
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, Sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-
jampi, perkataan yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau
melakukan sesuatu yang mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang
terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya.
Allah Yang Maha Agung berfirman :

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya


baginya penghidupan yang sempit”. [Thāhā: 124].

Berikut gambar peta konsep teori di atas


A. Al-Asmā al-Husnā: Allah, al-Rahmān dan al-Mālik
Pengertian Al-Asmā Al-Husnā

Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Allah

Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Rahmān dan Al-Rahīm

Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Malik

Pengertian Al-Asmā Al-Husnā


secara bahasa terdiri dari dua suku kata, yaitu al-asmā dan al-husnā
yang berarti nama-nama yang terbaik

bilangan al-Asmā' al-Ḥusnā yang populer berjumlah 99 (sembilan


puluh sembilan)
salah satunya Al-Rahman, Al-Rahim, dan Al-Malik.
menurut kamus
besar bahasa Arab

Menurut Ahmad
Husnan

pandangan Quraish
Shihab

Ibnu al-‘Arabi (560-


638 H)

Allah sebagai Tuhan


Yang Maha Esa

Kamus Besar
Bahasa Indonesia
Konsep Al-Asmā'
Al-Husnā
Tentang Allah
Berdasarkan dalil
naqli

Tuhan bersifat Esa

Secara otentik dan


final

Menurut
masyarakat Arab
pra-Islam

Al-Qur’an

Secara Kebahasaan

Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Rahmān dan Al-Rahīm

al-Rahmān Al-Rahīm
artinya " Maha Pemurah di artinya "Maha Penyayang
dunia dan akhirat" di akhirat"
Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Malik

terdiri dari tiga huruf Imam Al-Gazali


yakni menjelaskan arti
"Malik" yang berarti
Mim, Lam, dan Ka raja atau penguasa

B. Mukjizat, Karomah dan Sihir


• Konsep Tentang Mukjizat

Mukjizat

Bahasa Arab yang telah


dibakukan ke dalam Bahasa
Indonesia adalah sesuatu yang 3 unsur pokok mukjizat
luar biasa yang terjadi pada
Nabi atau Rasul

mukjizat harus menyalahi Mukjizat harus di barengi Mukjizat tidak terkalahkan


tradisi atau kebiasaan dengan perlawanan untuk selamanya

• Konsep Tentang Karomah


Lebih meningkatkan keimanan kepada Allah

Lebih percaya kepada wali Allah yang


Tujuan
meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW

Bukti nyata meninggikan derajat seorang wali

Tidak memiliki doa-doa khusus

Ciri-ciri Terjadi pada orang yang sholeh

Karomah
Tidak pernah mengakuai dirinya mempunyai
karomah
• Konsepsi Tentang Sihir

Menurut
Bahasa Arab

Menurut Ibnu Menurut Ibnu


Qudamas Al- Qudamah
Maqdisi rahimahullah

Menurut Ibnu
Faris

Daftar materi
bidang studi
Jumlah bilangan al-Asmā' al-Ḥusnā, menurut beberapa ulama dengan
2 yang sulit
dipahami pada jumlah bilangan 127 dan 132.
modul

Daftar materi yang


sering mengalami
3 miskonsepsi Pengertian Karomah dan Sihir dikalangan masyarakat
dalam
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai