Anda di halaman 1dari 20

Manhaj Salaf : Dialog Ahlussunnah dan Ahlul Bid’ah (Sufi,Jahmiyyah, Mutazilah, dan Mutasyabihat)

Penulis : Azizah

Dialog yang di sertai dengan dalil aqli

Ada yang bertanya mengenai sifat Allah, yang percakapan tersebut dilakukan oleh 2 orang, antara
Ahlul Bid’ah , dan seorang Ahlussunnah

Ahlul bid'ah: Allah ada dimana??

Ahlussunnah: Allah ada diatas 'arsy, diatas langit, sebagaimana tercatat di dalil Al-Qur'an.

Ahlul bid'ah: SALAH!! Allah tidak bertempat!! Kamu sesat kalau begitu, kamu menyamakan Allah
dengan makhluk.

Ahlussunnah: Kenapa kamu bisa berpikir begitu?

Ahlul bid'ah: Karena kalau kamu mengatakan Allah ada diatas, berarti Allah itu terpaut dengan
tempat dong, Allah bisa ditunjuk-tunjuk dong, Allah sama dengan makhluk dong kalau begitu.

Ahlussunnah: Kalau begitu, justru anda lah yang sebenarnya sesat, sedangkan para ulama salaf saja
tidak ada yang menolak sifat Allah diatas 'arsy dengan menyatakan seperti pernyataan anda kok.

Ahlul bid'ah: Sifat Allah beristiwa diatas 'arsy itu maksudnya "istawla" atau artinya menguasai. Bukan
menempat. Kalau anda mengatakan Allah di arsy berarti anda mujassimah, menyamakan Allah
dengan makhluk.

Ahlussunnah: Siapa yang mengatakan Allah bertempat???

Oke, izinkan saya bertanya sedikit.. kita tak usah berbicara soal dzat Allah saja dulu, kita bicara
antara makhluk dengan makhluk saja dulu. Langit dan bumi siapa lebih besar???

Ahlul bid'ah: Tentu saja langit.


Ahlussunnah: Langit ada dimana???

Ahlul bid'ah: Diatas dong...

Ahlussunnah: Menurut mu, langit itu berdiri diatas bumi membutuhkan tiang atau tidak???

Ahlul bid'ah: Tentu saja tidak, langit bisa berdiri sendiri tanpa perlu bersandar dengan bumi.

Ahlussunnah: Itu kamu paham sekarang.. begitu juga dengan sifat Allah, dia Maha Tinggi diatas 'arsy,
tetapi bukan berarti dia membutuhkan tempat, bukan berarti dia menempel di 'arsy seperti yang
anda bayangkan. Jadi anda lah mujassimah sebenarnya, karena anda menolak sifat Allah itu setelah
anda membayangkan bagaimana kaifiyah nya, lalu anda setarakan dengan kapasitas makhluk! Anda
sudah lah mujassimah, mutasyabihat pula!!

Lalu si ahlul bid'ah terdiam dan malu, diapun pulang dengan menahan rasa malunya...

Dalil Naqli

Allah Itu Maha Tinggi, Tidak Seperti Diyakini Para Jahmiyyah

Allah itu Mahatinggi. Inilah akidah penting yang disebutkan oleh Imam Al-Muzani yang menyelisihi
ulama Syafi’iyah.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

‫الَو اِح ُد الَّصَم ُد َلْي َس َلُه َص اِحَب ٌة َو َال َو َلٌد َج َّل َع ِن الَم ِثْي ِل َفَال َش ِبْي َه َلُه َو َال َع ِدْي َل الَّسِمْيُع الَبِص ْيُر الَع ِلْي ُم الَخ ِبْيُر الَم ِنْيُع الَّر ِفْيُع‬

1. Allah itu Maha Esa, Allah itu Ash-Shamad (yang bergantung setiap makhluk kepada-Nya),
yang tidak memiliki pasangan, yang tidak memiliki keturunan, yang Mahamulia dan tidak semisal
dengan makhluk-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang setara dengan Allah. Allah
itu Maha Mendengar, Maha Melihat. Allah itu Maha Mengilmui dan Mengetahui. Allah itu yang
mencegah dan Mahatinggi.

‫َع اٍل َع َلى َع ْر ِش ِه َو ُه َو َد اٍن ِبِع ْلِمِه ِمْن َخ ْلِقِه‬


2. Allah itu Mahatinggi di atas ‘Arsy-Nya. Allah itu dekat pada hamba-Nya dengan ilmu-Nya.
Allah itu Al-Mani’ dan Ar-Rafi’

Allah itu Al-Manii’, mani’ itu artinya mencegah atau kuat, berarti tidak ada yang dapat mengalahkan
Allah. Ar-Rafi’ itu artinya tinggi, mulia kedudukannya. Adapun dalil khusus untuk penetapan nama Al-
Manii’ dan Ar-Rafii’, kami belum mengetahuinya, wallahu a’lam. Namun Al-Manii’ mendekati nama
Allah Al-‘Aziz, yaitu Yang Mahakuat (Yang Mahaperkasa), tidak ada yang bisa mengalahkan.
Sedangkan Ar-Rafii’ mendekati nama Allah Al-‘Ali yang dibahas berikut ini.

Allah itu Mahatinggi

Kalimat Imam Al-Muzani membicarakan tentang sifat Allah Al-‘Uluww (Mahatinggi). Bisa juga disebut
Al-‘Ali, Al-A’la, dan Al-Muta’aail.

Dalil-dalil yang membicarakan nama Allah Al-‘Ali ada di delapan tempat. Di antaranya ayat,

‫َو اَل َي ُئوُدُه ِح ْف ُظ ُهَم ا َۚو ُه َو اْلَع ِلُّي اْلَع ِظ يُم‬


“Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS.
Al-Baqarah: 255)

‫َٰذ ِلَك ِبَأَّن َهَّللا ُه َو اْلَح ُّق َو َأَّن َم ا َي ْد ُعوَن ِمْن ُد وِنِه ُه َو اْلَباِط ُل َو َأَّن َهَّللا ُه َو اْلَع ِلُّي اْلَك ِبيُر‬

“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah,
Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj: 62)
‫ْۖم‬ ‫َأ‬ ‫َٰذ‬
‫ِلُك ْم ِب َّن ُه ِإَذ ا ُد ِع َي ُهَّللا َو ْح َدُه َكَف ْر ُت َو ِإْن ُيْش َر ْك ِبِه ُتْؤ ِم ُنوا َۚف اْلُح ْك ُم ِهَّلِل اْلَع ِلِّي اْلَك ِبيِر‬
“Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila
Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar.” (QS. Al-Mu’min: 12)

Contoh dengan nama Allah Al-A’laa, seperti dalam firman Allah,

‫َس ِّب ِح اْس َم َر ِّب َك اَأْلْع َلى‬

“Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi.” (QS. Al-A’laa: 1)


‫ِإاَّل اْبِتَغ اَء َو ْج ِه َر ِّبِه اَأْلْع َلٰى‬

“tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Rabbnya yang Maha Tinggi.”
(QS. Al-Lail: 20)

Nama Allah Al-Muta’aali terdapat dalam ayat,

‫َعاِلُم اْلَغ ْيِب َو الَّش َهاَدِة اْلَك ِبيُر اْلُم َت َع اِل‬


“Yang mengetahui semua yang ghaib dan yang nampak; Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi.” (QS. Ar-
Ra’du: 9)
Arti Allah Mahatinggi

Al-Baghawi dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa Allah itu Mahatinggi di atas segala sesuatu.

As-Sa’di dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa yang dimaksud Al-‘Uluww adalah Mahatinggi
secara mutlak dari berbagai macam sisi yaitu mencakup:

1. Allah itu Mahatinggi secara dzat, yaitu Allah berada di atas seluruh makhluk-Nya.

2. Allah itu Mahatinggi dari kemuliaan dan sifat-Nya, yaitu tidak ada yang semisal dengan Allah.

3. Allah itu Mahatinggi dari sisi al-qahr, yaitu tidak ada yang dapat mengalahkan Allah, semua
bergerak dengan izin Allah, semua yang terjadi dengan kehendak Allah.

Ada Seribu Dalil Pendukung

Ahmad bin Abdul Halim Al-Harrani (yang dikenal dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) berkata,

‫ َو َق اَل‬. ‫ َتُد ُّل َع َلى َأَّن َهَّللا َت َع اَلى َع اٍل َع َلى اْلَخ ْلِق َو َأَّنُه َف ْو َق ِع َباِدِه‬: ‫ ِفي اْلُقْر آِن ” َأْلُف َد ِليٍل ” َأْو َأْز َي ُد‬: ‫َق اَل َب ْع ُض َأَك اِبِر َأْص َح اِب الَّش اِفِعِّي‬
‫ ِفيِه ” َثاَل ُثِماَئ ِة ” َد ِليٍل َتُد ُّل َع َلى َذ ِلَك‬: ‫َغ ْيُرُه‬
“Sebagian ulama besar Syafi’iyah mengatakan bahwa dalam Al-Qur’an ada seribu dalil atau lebih
yang menunjukkan Allah itu berada di ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya. Sebagian mereka lagi
mengatakan ada tiga ratus dalil yang menunjukkan hal ini.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 5:121)

Ada Ijmak, Kata Sepakat Ulama

‘Abdurrahman bin Abi Hatim berkata, ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata aku diceritakan
dari Sa’id bin ‘Amir Adh-Dhuba’i bahwa ia berbicara mengenai Jahmiyah. Beliau berkata,

‫الَج ْهِمَّي ُة َفَقاَل ُه ْم َش ُّر َق ْو اًل ِمَن الَي ُهْو ِد َو الَّن َص اَر ى َقْد ِإْج َت َمَع الَي ُهْو ُد َو الَّن َص اَر ى َو َأْه ُل اَألْد َي اِن َمَع الُمْس ِلِمْي َن َع َلى َأَّن َهللا َع َّز َو َج َّل َع َلى‬
‫الَع ْر ِش َو قَاُلوا ُه ْم َلْي َس َع َلى َش ْي ٍء‬
“Jahmiyah lebih jelek dari Yahudi dan Nashrani. Telah diketahui bahwa Yahudi dan Nashrani serta
agama lainnya bersama kaum muslimin bersepakat bahwa Allah ‘azza wa jalla menetap tinggi di atas
‘Arsy. Sedangkan Jahmiyah, mereka katakan bahwa Allah tidak di atas sesuatu pun.” (Lihat
Mukhtashar Al-‘Uluw, hlm. 168)

Yang namanya ijmak atau kata sepakat ulama seperti yang kami nukilkan sudah menjadi dalil kuat
bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, menetap tinggi di atas seluruh makhluk-Nya. Siapa yang
menyelisihi akidah ini, dialah yang keliru.

Karena disebutkan dalam hadits,

‫ِإَّن ُأَّمِتى اَل َت ْج َت ِمُع َع َلى َض َالَلٍة‬


“Sesungguhnya umatku tidak akan mungkin bersepakat dalam kesesatan.” (HR. Ibnu Majah, no.
3950)

Referensi:

1. An–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr.
Muhammad Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi.

2. Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul
Muhsin Al-Badr. Penerbit Ad-Duror Al-‘Almiyyah.

3. Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy. Cetakan kedua, 1412 H. Tahqiq: Syaikh Muhammad


Nashiruddin Al-Albani. Penerbit Al-Maktab Al-Islamiy.

4. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun.
Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

Allah itu Mahatinggi, itulah yang diyakini dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak seperti yang diyakini
oleh aliran Jahmiyah dan yang mengikuti pendapatnya.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

‫َع اٍل َع َلى َع ْر ِش ِه َو ُه َو َد اٍن ِبِع ْلِمِه ِمْن َخ ْلِقِه‬

2- Allah itu Mahatinggi di atas ‘Arsy-Nya. Allah itu dekat pada hamba-Nya dengan ilmu-Nya.

Tidak Boleh Ada Ijtihad dalam Masalah Allah itu Mahatinggi

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Masalah Allah itu Mahatinggi bukanlah masalah yang
perlu ada pertentangan di dalamnya yang di mana boleh berijtihad. Bahkan masalah ini bukanlah
diingkari seperti masalah Khawarij, Syi’ah, Qadariyyah, dan Murjiah. Para ulama ketika
mengingatkan tentang masalah Allah itu Mahatinggi lebih dari pembahasan pengingkaran pada
aliran yang tadi disebutkan. Perkataan para ulama dalam hal ini sudah masyhur dan mutawatir.
Imam Abu Bakr Ibnu Khuzaimah—yang digelari imamnya para imam—menyatakan sebagaimana
diriwayatkan oleh Al-Hakim, ‘Siapa yang tidak mau mengatakan Allah itu di atas langit, di atas ‘Arsy,
terpisah dari makhluknya, ia wajib diminta untuk bertaubat.’” (Talbis Al-Jahmiyyah, 2:41-42, dinukil
dari An–Nahju Al-Asma’, hlm. 234-235)

Ibnu Khuzaimah dalam perkataan selanjutnya mengkafirkan orang Jahmiyyah yang menolak Allah itu
Mahatinggi. Yang mengkafirkan Jahmiyah pula adalah Al-Hasan bin ‘Isa (bekas budak ‘Abdullah bin
Al-Mubarak) dan ‘Abdurrahman bin Mahdi.

Keyakinan Jahmiyah tentang Keberadaan Allah Dibantah oleh Para Ulama

Telah shahih dari ‘Ali bin Al-Hasan bin Syaqiq, dia berkata, “Aku berkata kepada Abdullah bin Al-
Mubarak, bagaimana kita mengenal Rabb kita ‘azza wa jalla. Ibnul Mubarak menjawab, “Rabb kita
berada di atas langit ketujuh dan di atasnya adalah ‘Arsy. Tidak boleh kita mengatakan sebagaimana
yang diyakini oleh orang-orang Jahmiyah yang mengatakan bahwa Allah berada di sini yaitu di muka
bumi.” Kemudian ada yang menanyakan tentang pendapat Imam Ahmad bin Hambal mengenai hal
ini. Ibnul Mubarok menjawab, “Begitulah Imam Ahmad sependapat dengan kami.” (Lihat
Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy, hlm. 152)

Diriwayatkan dari Abudllah bin Ahmad ketika membantah pendapat Jahmiyah dan beliau
membawakan sandanya dari Ibnul Mubarak. Ia ceritakan bahwa ada seseorang yang mengatakan
pada Ibnul Mubarak, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (Ibnul Mubarak), sungguh pengenalan tentang Allah
menjadi samar karena pemikiran-pemikiran yang dilontarkan oleh Jahmiyah.” Ibnul Mubarak lantas
menjawab, “Tidak usah khawatir. Mereka mengklaim bahwa Allah sebagai sesembahanmu yang
sebenarnya berada di atas langit sana, namun mereka katakan Allah tidak di atas langit.” (Lihat
Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy, hlm. 152)

Al-Hafizh Abu ‘Abdirrahman bin Al Imam Ahmad dalam kitab bantahan terhadap Jahmiyah, ia
mengatakan, ‘Abbas Al Ambari telah menceritakan padaku, ia mengatakan, Syadz bin Yahya telah
menceritakan pada kami bahwa ia mendengar Yazid bin Harun ditanya tentang Jahmiyah. Yazid
mengatakan, “Siapa yang mengklaim bahwa Allah Yang Maha Pengasih menetap tinggi di atas ‘Arsy
namun menyelisih apa yang diyakini oleh hati mayoritas manusia, maka ia adalah Jahmiy.” (Lihat
Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy, hlm. 168)

‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan bahwa Jahmiyah menginginkan agar dinafikannya


pembicaraan Allah dengan Musa, dinafikannya keberedaan Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy. Orang
seperti ini mesti dimintai taubat. Jika tidak, maka lehernya pantas dipenggal. (Lihat Mukhtashar
Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy, hlm. 170)

Ilmu Allah yang Di Mana-Mana, Bukan Dzat Allah

Disebutkan oleh Adz-Dzahabi, Basyr Al-Haafi memilki pemahaman aqidah yang disebutkan oleh Ibnu
Battoh dalam Al-Ibanah dan selainnya, di antara perkataan beliau adalah: “Beriman bahwa Allah
menetap tinggi (beristiwa’) di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana yang Allah kehendaki. Namun meski
begitu, ilmu Allah di setiap tempat.” (Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy, hlm. 185)

Ibrahim Al-Harbi berkata mengenai perkataan shahih darinya, yaitu Ahmad bin Nashr berkata ketika
ditanya mengenai ilmu Allah, “Ilmu Allah selalu bersama kita, sedangkan Dzat-Nya tetep menetap
tinggi di atas ‘Arsy-Nya.” (Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy, hlm. 186-187)

Harb bin Isma’il Al-Karmani, ia berkata bahwa ia berkata pada Ishaq bin Rohuwyah mengenai firman
Allah,

‫َم ا َي ُك وُن ِمْن َن ْج َو ى َثاَل َث ٍة ِإاَّل ُه َو َر اِبُعُهْم‬

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.” (QS. Al Mujadilah:
7). Bagaimanakah pendapatmu mengenai ayat tersebut?”

Ishaq bin Rohuwyah menjawab, “Dia itu lebih dekat (dengan ilmu-Nya) dari urat lehermu. Namun
Dzat-Nya terpisah dari makhluk. Kemudian beliau menyebutkan perkataan Ibnul Mubarok, “Allah
berada di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya.”

Lalu Ishaq bin Rohuwyah mengatakan, “Ayat yang paling gamblang dan paling jelas menjelaskan hal
ini adalah firman Allah Ta’ala,

‫الَّر ْح َم ُن َع َلى اْلَع ْر ِش اْس َت َو ى‬


“Ar-Rahman (yaitu Allah) menetap tinggi di atas ‘Arsy.” (QS. Thaha: 5) [Makna Istiwa’ sebagaimana
kata Abu ‘Umar yaitu al-istiqrar fi al-‘uluw, artinya menetap tinggi. Lihat An–Nahju Al-Asma’, hlm.
233]

Al-Khollal meriwayatkannya dalam As Sunnah dari Harb. (Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy,
hlm. 191)

“Abu Bakr Al-Khallal mengatakan, telah mengabarkan kepada kami Al-Maruzi. Beliau katakan, telah
mengabarkan pada kami Muhammad bin Shobah An Naisaburi. Beliau katakan, telah mengabarkan
pada kami Abu Daud Al-Khonaf Sulaiman bin Daud. Beliau katakana, Ishaq bin Rohuwyah berkata,
“Allah Ta’ala berfirman,

‫الَّر ْح َم ُن َع َلى اْلَع ْر ِش اْس َت َو ى‬

“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”. Para ulama sepakat (berijma’) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy
dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang
terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah lapis bumi yang ketujuh. (Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-
Dzahabiy, hlm. 194)

Adz-Dzahabi rahimahullah ketika membawakan perkataan Ishaq di atas, beliau rahimahullah


mengatakan, “Dengarkanlah perkataan Imam yang satu ini. Lihatlah bagaimana beliau menukil
adanya ijma’ (kesepakatan ulama) mengenai masalah ini. Sebagaimana pula ijma’ ini dinukil oleh
Qutaibah di masanya.” (Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy, hlm. 194)

Semoga Allah memberikan kita taufik untuk memiliki akidah yang benar.

Referensi:

An–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad
Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi.

Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-
Badr. Penerbit Ad-Duror Al-‘Almiyyah.

Mukhtashar Al-‘Uluw li Adz-Dzahabiy. Cetakan kedua, 1412 H. Tahqiq: Syaikh Muhammad


Nashiruddin Al-Albani. Penerbit Al-Maktab Al-Islamiy.

Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit
Maktabah Dar Al-Minhaj.

Sifat Allah itu Mahasempurna, kita dapat melihat dari perkataan Imam Al-Muzani dalam Syarhus
Sunnah berikut ini dan penjelasannya.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,


‫وَك ِلَم اُت ِهللا َو ُقْد َر ُتُه َو َن ْع ُتُه َو ِص َفاُتُه َك اِم َالٌت َغ ْيُر َم ْخ ُلْو َق اٍت َد اِئَم اٍت َأَز ِلَّياٍت َو َلْي َس ْت ِبُمْح َد َث ات ٍَفَت ِبْيُد َو َال َك اَن َر ُّب َن ا َن اِقًصا َف َي ِز ْيُد‬

‫َج َّلْت ِص َفاُتُه َع ْن ِش ْبِه ِص َفاِت المْخ ُلْو ِقْي َن َو َق ُص َر ْت َع ْن ُه َف َط ُن الَو اِص ِفْي َن‬
“Dan kalimat Allah, qudrah Allah, sifat Allah itu Mahasempurna bukanlah makhluk, selamanya ada,
azali, bukan suatu yang baru yang lantas hilang. Rabb kami tidaklah berkurang dan bertambah. Sifat-
sifat Allah itu Mahamulia, tidak serupa dengan sifat makhluk, tetap kurang apa yang disifatkan oleh
orang-orang yang cerdas tentang Allah.”

Kalimat Allah Yang Mahasempurna

Kalimat Allah yaitu Al-Qur’an, nama dan sifat-Nya, perintah dan larangan-Nya, termasuk sifat Allah
bukanlah makhluk, tidak fana dan musnah.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َو اْت ُل َم ا ُأوِحَي ِإَلْي َك ِمْن ِك َت اِب َر ِّب َك ۖ اَل ُم َب ِّد َل ِلَك ِلَماِتِه َو َلْن َت ِج َد ِمْن ُد وِنِه ُم ْلَت َح ًد ا‬

“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al Quran). Tidak ada
(seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan
tempat berlindung selain dari pada-Nya.” (QS. Al-Kahfi: 27)

Dalam ayat disebutkan,

‫ُقْل َلْو َك اَن اْلَب ْح ُر ِمَد اًد ا ِلَك ِلَماِت َر ِّبي َلَن ِفَد اْلَب ْح ُر َق ْب َل َأْن َت ْن َفَد َك ِلَم اُت َر ِّبي َو َلْو ِج ْئ َن ا ِبِم ْث ِلِه َم َد ًد ا‬

“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)”.” (QS. Al-Kahfi: 109)

Ayat lainnya pula menyebutkan,

‫َو َلْو َأَّنَم ا ِفي اَأْلْر ِض ِمْن َش َج َر ٍة َأْقاَل ٌم َو اْلَب ْح ُر َي ُمُّدُه ِمْن َب ْع ِدِه َس ْب َع ُة َأْبُح ٍر َم ا َن ِفَد ْت َك ِلَم اُت ِهَّللا ۗ ِإَّن َهَّللا َع ِز يٌز َح ِكيٌم‬
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan
kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan)
kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Luqman: 27)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta
perlindungan untuk Al-Hasan dan Al-Husain dengan berkata, ‘Sesungguhnya bapak (nenek moyang)
kalian berdua biasa meminta perlindungan pada Ismail dan Ishak dengan bacaan:

‫ َو ِمْن ُك ِّل َع ْي ٍن َالَّمٍة‬، ‫َأُعوُذ ِبَك ِلَماِت ِهَّللا الَّت اَّمِة ِمْن ُك ِّل َش ْي َط اٍن َو َه اَّمٍة‬
‘AUDZU BI KALIMAATILLAHIT TAAMMATI MIN KULLI SYAITHONIN WA HAAMMATIN, WA MIN KULLI
‘AININ LAAMMATIN’ (Artinya: Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna
dari godaan setan, binatang beracun dan dari pengaruh ‘ain yang buruk).” (HR. Bukhari, no. 3371)

Dari Khaulah binti Hakim As-Sulamiyyah ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫ َلْم َيُضُّر ُه َش ْى ٌء َح َّت ى َي ْر َت ِحَل ِمْن َم ْن ِز ِلِه َذ ِلَك‬. ‫َم ْن َنَز َل َم ْن ِز ًال ُثَّم َق اَل َأُعوُذ ِبَك ِلَماِت ِهَّللا الَّت اَّماِت ِمْن َش ِّر َم ا َخ َلَق‬
“Barang siapa yang singgah di suatu tempat kemudian dia mengucapkan, ‘A’UUDZU BI
KALIMAATILLAAHIT TAAMMAATI MIN SYARRI MAA KHOLAQ (Artinya: Aku berlindung dengan kalimat
Allah yang sempurna dari kejelekan setiap makhluk),” maka tidak ada satu pun yang akan
membahayakannya sampai dia pergi dari tempat tersebut.” (HR. Muslim, no. 2708)

Ibnul Atsir rahimahullah berkata, “Di sini disifatkan dengan kalimat yang sempurna karena tidak
boleh pada kalam Allah kekurangan sedikit pun atau ada aib. Kalam Allah tidaklah seperti kalam
manusia.” (An-Nihayah fii Gharib Al-Hadits wa Al-Atsar, 1:197, dinukil dari Tamam Al–Minnah ‘ala
Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani, hlm. 98).

Kalimat Kauniyyah dan Diniyyah

Kalimat Allah itu ada dua macam:

Pertama: Kalimat kauniyyah, yaitu kalimat yang masuk di dalamnya orang beriman dan orang fajir,
sampai pada Iblis dan bala tentaranya, begitu pula seluruh orang kafir, juga setiap yang masuk dalam
neraka. Itulah yang disebutkan dalam ayat,

‫َو َص َّد َقْت ِبَك ِلَماِت َر ِّبَه ا‬

“Dan Maryam membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-
orang yang taat.” (QS. At-Tahrim: 12)

Kedua: Kalimat diniyyah, yaitu kitab-kitab yang diturunkan yang di dalamnya terdapat perintah dan
larangan. Orang beriman mentaatinya, orang fajir mendurhakainya. Hamba Allah yang bertakwa
merekalah yang taat kepada kalimat diniyyah.

Qudrah Allah

Qudrah Allah (kuasa Allah) termasuk dalam sifat Allah, bukanlah makhluk, sifat ini sesuai dengan
keagungan bagi Allah, tidak sama dengan makhluk, tidaklah fana dan tidak akan hilang.

Allah Ta’ala berfirman,


‫ِإَّن َهَّللا َع َلٰى ُك ِّل َش ْي ٍء َق ِد يٌر‬

“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165)

Dalam ayat lain disebutkan,


‫َو ِهَّلِل ُم ْلُك الَّسَم اَو اِت َو اَأْلْر ِض َو َم ا َب ْي َن ُهَم ا ۚ َي ْخ ُلُق َم ا َي َش اُء ۚ َو ُهَّللا َع َلٰى ُك ِّل َش ْي ٍء َق ِد يٌر‬
“Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-
Maidah: 17)

Allah Ta’ala juga berfirman,

‫َو َم ا َك اَن ُهَّللا ِلُيْع ِج َز ُه ِمْن َش ْي ٍء ِفي الَّسَم اَو اِت َو اَل ِفي اَأْلْر ِض ۚ ِإَّنُه َك اَن َع ِليًما َق ِديًر ا‬

“Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Fathir: 44)

Dari Al-Mughirah bin Syu’bah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengatakan pada dubur shalat
maktubah (akhir shalat wajib),

‫ َو َال َي ْن َف ُع‬، ‫ َو َال ُمْع ِط َي ِلَم ا َم َن ْع َت‬، ‫ َالَّلُهَّم َال َم اِنَع ِلَم ا َأْع َط ْيَت‬،‫ َلُه اْلُم ْلُك َو َلُه اْلَح ْمُد َو ُه َو َع َلى ُك ِّل َش ْي ٍء َق ِدْيُر‬،‫َال ِإَلـَه ِإَّال ُهللا َو ْح َدُه َال َش ِر ْي َك َلُه‬
‫َذ ا اْلَج ِّد ِم ْن َك اْلَج ُّد‬

“LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA
‘ALA KULLI SYAI-IN QODIIR. ALLAHUMMA LAA MAANI’A LIMAA A’THOYTA WA LAA MU’THIYA LIMAA
MANA’TA WA LAA YANFA’U DZAL JADDI MINKAL JADDU (Artinya: Tiada Rabb yang berhak disembah
selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan
tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi
pemiliknya–selain iman dan amal salehnya yang menyelamatkan dari siksaan–. Hanya dari-Mu
kekayaan dan kemuliaan).” (HR. Bukhari, no. 844 dan Muslim, no. 593)

Sifat Allah Tidaklah Berkurang

Sifat Allah itu tidaklah kurang, karena Allah tersucikan dari kekurangan. Allah Ta’ala berfirman,

‫َو ِهَّلِل اْلَم َث ُل اَأْلْع َلٰى ۚ َو ُه َو اْلَع ِز يُز اْلَح ِكيُم‬


“Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS. An-Nahl: 60)

Sifat Allah bukanlah makhluk. Sifat Allah itu terus ada, tidaklah fana. Sifat Allah itu bukan muhdats,
bukan baru saja ada. Sifat Allah dari awal hingga akhir itu ada. Inilah sempurnanya rububiyyah Allah
sebagaimana disebutkan dalam ayat.
‫ُذ ْل‬
‫ُك ُّل َم ْن َع َلْي َه ا َف اٍنَو َي ْب َقٰى َو ْج ُه َر ِّب َك و ا َج اَل ِل َو اِإْلْك َر اِم‬
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Rabbmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar-Rahman: 26-27)

Juga dalam ayat,

‫ُك ُّل َش ْي ٍء َهاِلٌك ِإاَّل َو ْج َه ُه‬

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah.” (QS. Al-Qashshash: 88)

Allah Selamat dari Sifat Kurang


Sifat Allah itu tidak bertambah setelah sebelumnya berkurang. Meniadakan sifat Allah (ta’thil)
termasuk menyatakan sifat Allah itu kurang, dan Allah itu selamat dari sifat kurang.

Sifat Allah itu tidak serupa dengan sifat makhluk. Dalam ayat disebutkan,

‫َلْي َس َك ِم ْث ِلِه َش ْي ٌء ۖ َو ُه َو الَّسِميُع اْلَبِص يُر‬

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”
(QS. Asy-Syura: 11)
‫َو َلْم َي ُك ْن َلُه ُكُفًو ا َأَح ٌد‬

“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 4)

Orang Cerdas Tidak Bisa Memikirkan Semua Sifat Allah

Walaupun orang sangat cerdas dan pintar tidak bisa menggapai semua sifat-sifat Allah, tidak bisa
pikirannya menghayalkannya. Karena Allah tidaklah bisa dilihat oleh siapa pun, tidak ada yang bisa
melihat semisal Allah, tidak ada pula yang bisa menggambarkan tentang sifat-sifat Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

‫اَل ُتْد ِر ُك ُه اَأْلْب َص اُر َو ُه َو ُيْد ِر ُك اَأْلْب َص اَر ۖ َو ُه َو الَّلِط يُف اْلَخ ِبيُر‬

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan
Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 103)

‫َي ْع َلُم َم ا َب ْي َن َأْيِديِه ْم َو َم ا َخ ْلَفُهْم َو اَل ُيِحيُط وَن ِبِه ِع ْلًما‬

“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang
ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (QS. Thaha: 110).

Semoga bermanfaat.

Referensi:

1. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun.
Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

2. Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul
‘Aziz Al-Juhani. alukah.net.

Dalil Allah Beristiwa Di Atas Arsy didalam Al-Qur’an dan di dalam Bible

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ala Rosulillah wa ala alihi wa shohbihi wa sallam. Mengenai
keberadaan Allah tidak disangsikan lagi banyak dalil yang menunjukkannya. Bagi orang yang memiliki
hati nurani yang bersih yang belum tercampuri berbagai noda penyimpangan, jika dia melihat ayat-
ayat berbagai ayat dalam Al Qur’an, dia akan sangat yakin bahwa Allah, sebagai pencipta dan
pemberi rizki baginya berada di atas langit, di atas ‘Arsy-Nya yang mulia. Bukan hanya satu atau dua
dalil yang membicarakan mengenai hal ini, namun sangatlah banyak.

Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi Al Hanafi dalam Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah (2/438-442)
memaparkan 18 jenis dalil yang menjelaskan hal ini. Ini baru jenis dalil. Jadi, jika diperinci lagi bisa
lebih dari 18 dalil. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagian ulama besar
Syafi’iyah mengatakan, “Di dalam Al Qur’an ada 1000 dalil atau lebih yang menunjukkan Allah
berada di atas seluruh makhluk-Nya dan di atas seluruh hamba-Nya.” Selain mereka pun
mengatakan bahwa ada 3000 dalil yang menunjukkan hal ini. (Bayanu Talbisil Jahmiyah, 1/555)
Beberapa jenis dalil dan contoh yang menyebutkan keberadaan Allah di atas seluruh makhuknya
adalah sebagai berikut.

Pertama, dalil tegas yang menyatakan bahwa Allah berada di atas (dengan menggunakan kata fawqo
dan diawali huruf min). Seperti firman Allah,

‫َي َخ اُفوَن َر َّبُهم ِّمن َف ْو ِقِه ْم‬


“Mereka takut kepada Rabb mereka yang (berada) di atas mereka.” (QS. An Nahl : 50)

Kedua, dalil tegas yang menyatakan bahwa Allah berada di atas (dengan menggunakan kata fawqo,
tanpa diawali huruf min). Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,

‫َو ُه َو اْلَقاِهُر َف ْو َق ِع َباِدِه‬


“Dan Dialah yang berkuasa berada di atas sana.” (QS. Al An’am : 18, 61)

Ketiga, dalil tegas yang menyatakan sesuatu naik kepada-Nya (dengan menggunakan kata ta’ruju).
Contohnya adalah firman Allah Ta’ala,

‫َت ْع ُرُج اْلَم اَل ِئَك ُة َو الُّر وُح ِإَلْيِه‬


“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Rabbnya.” (QS. Al Ma’arij : 4).

Sesuatu yang naik pasti dari bawah ke atas.

Keempat, dalil tegas yang menyatakan sesuatu naik kepada-Nya (dengan menggunakan kata
yas’udu). Seperti firman Allah Ta’ala,

‫ِإَلْيِه َي ْص َع ُد اْلَك ِلُم الَّط ِّيُب‬

“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik.” (QS. Al Ma’arij : 4)

Terdapat pula contoh dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Umar. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ِاَّتُقْو ا َد ْع َو َة الَم ْظ ُلْو ِم َف ِإَّن َه ا َت ْص ُعُد ِإَلى ِهللا َك َأَّن َه ا َش َر اَر ٌة‬

“Berhati-hatilah terhadap do’a orang yang terzholimi. Do’anya akan naik (dihadapkan) pada Allah
bagaikan percikan api.” (HR. Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Yang dimaksud dengan ‘bagaikan percikan api’ adalah cepat sampainya (cepat terkabul) karena do’a
ini adalah do’a orang yang dalam keadaan mendesak. (Al Jami’ Al Kabir, 1/806, Asy Syamilah)

Kelima, dalil tegas yang menyatakan sebagian makhluk diangkat kepada-Nya (dengan menggunakan
kata rofa’a). Allah Ta’ala berfirman,

‫َب ْل َر َفَع ُه ُهَّللا ِإَلْيِه‬


“Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya ..” (QS. An Nisa’ : 158)

Keenam, dalil tegas yang menyatakan ‘uluw (ketinggian) Allah secara mutlak mencakup ketinggian
secara dzat, qodr, dan syarf. Seperti firman Allah Ta’ala (pada ayat kursi),

‫َو ُه َو اْلَع ِلُّي اْلَع ِظ يُم‬


“Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Baqarah : 255)

Begitu pula dalam ayat,

‫َو ُه َو اْلَع ِلُّي اْلَك ِبيُر‬

“Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Saba’ : 23)

Juga kitas sering mengucapkan dzikir berikut ketika sujud,

‫ُسْب َح اَن َر ِّب َى اَألْع َلى‬

“Maha suci Rabbku Yang Maha Tinggi.” (HR. Muslim no. 772)

Dalil-dalil yang menyatakan Allah ‘Maha Tinggi’ di sini sudah termasuk menyatakan bahwa Allah
Maha Tinggi secara Dzat-Nya yaitu Allah berada di atas.

Ketujuh, dalil yang menyatakan Al Kitab (Al Qur’an) diturunkan dari sisi-Nya. Sesuatu yang
diturunkan pasti dari atas ke bawah. Firman Allah Ta’ala yang menjelaskan hal ini,
‫ْل‬ ‫ْل‬ ‫ْل‬
‫َت ْن ِز يُل ا ِك َت اِب ِمَن ِهَّللا ا َع ِز يِز ا َح ِكيِم‬
“Kitab (Al Quraan ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Az
Zumar : 1)

‫ِإَّن ا َأْن َز ْلَن اُه ِفي َلْي َلٍة ُم َب اَر َك ٍة ِإَّن ا ُكَّن ا ُم ْن ِذ ِر يَن‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah
yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan : 3)

Kedelapan, dalil tegas yang menyatakan Allah fis sama’. Menurut Ahlus Sunnah, maksud fis sama’ di
sini ada dua: • Fi di sini bermakna ‘ala, artinya di atas. Sehingga makna fis sama’ adalah di atas langit
• Sama’ di sini bermakna ketinggian (al ‘uluw). Sehingga makna fis sama’ adalah di ketinggian Dua
makna di atas tidaklah bertentangan. Contoh dalil tersebut adalah firman Allah Ta’ala,

‫َأَأِم ْنُتْم َم ْن ِفي الَّسَم اِء َأْن َي ْخ ِس َف ِبُك ُم اَأْلْر َض َف ِإَذ ا ِهَي َت ُموُر‬

“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di (atas) langit bahwa Dia akan
menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS. Al
Mulk : 16)

Juga terdapat dalam hadits,

‫الَّر اِحُموَن َي ْر َح ُمُهُم الَّر ْح َم ُن اْر َح ُموا َأْه َل اَألْر ِض َي ْر َح ْم ُك ْم َم ْن ِفى الَّسَم اِء‬
“Orang-orang yang penyayang akan disayang oleh Ar Rahman. Sayangilah penduduk bumi, niscaya
(Rabb) yang berada di atas langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Daud no. 4941 dan At Tirmidzi
no. 1924. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Kesembilan, ayat tegas yang menyatakan Allah beristiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy. ‘Arsy adalah
makhluk Allah yang paling tinggi dan paling besar. Contoh ayat tersebut adalah,
‫الَّر ْح َم ُن َع َلى اْلَع ْر ِش اْس َت َو ى‬

“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas Arsy .” (QS. Thoha : 5)

Kesepuluh, dalil yang menunjukkan disyariatkannya mengangkat tangan ketika berdo’a. Seperti
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ِإَّن َر َّبُك ْم َت َب اَر َك َو َت َع اَلى َح ِيٌّى َك ِر يٌم َي ْس َت ْح ِيى ِمْن َع ْبِدِه ِإَذ ا َر َف َع َي َد ْيِه ِإَلْيِه َأْن َي ُرَّدُه َم ا ِص ْف ًر ا‬

“Sesungguhnya Rabb kalian –Tabaroka wa Ta’ala- Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu pada
hamba-Nya, jika hamba tersebut mengangkat tangannya kepada-Nya, lalu Allah mengembalikannya
dalam keadaan hampa.” (HR. Abu Daud no. 1488. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi
Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Kesebelas, dalil yang menyatakan bahwa Allah turun ke langit dunia di setiap malam. Semua orang
sudah mengetahui bahwa turun adalah dari atas ke bawah. Hal ini sebagaimana terdapat dalam
sebuah hadits muttafaqun ‘alaih,

‫َي ْن ِز ُل َر ُّب َن ا َت َب اَر َك َو َت َع اَلى ُك َّل َلْي َلٍة ِإَلى الَّسَم اِء الُّد ْن َي ا ِحيَن َي ْب َق ى ُثُلُث الَّلْي ِل اآلِخُر َي ُقوُل َم ْن َي ْد ُعوِنى َف َأْس َت ِج يَب َلُه َم ْن َي ْس َأُلِنى َف ُأْع ِط َي ُه َم ْن‬
‫َي ْس َتْغ ِفُرِنى َف َأْغ ِفَر َلُه‬

“Rabb kami –Tabaroka wa Ta’ala turun setiap malamnya ke langit dunia. Hingga ketika tersisa
sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ‘Siapa saja yang berdo’a pada-Ku, niscaya Aku akan
mengabulkannya. Siapa saja yang meminta pada-Ku, niscaya Aku akan memberinya. Siapa saja yang
memohon ampunan pada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya’.” (HR. Bukhari no. 1145 dan
Muslim no. 758)

Kedua belas, dalil yang menanyakan ‘aynallah’ (di mana Allah?). Contohnya dalil dari hadits
Mu’awiyah bin Al Hakam As Sulamiy dengan lafazh dari Muslim, “Saya memiliki seorang budak yang
biasa mengembalakan kambingku sebelum di daerah antara Uhud dan Al Jawaniyyah (daerah di
dekat Uhud, utara Madinah, pen). Lalu pada suatu hari dia berbuat suatu kesalahan, dia pergi
membawa seekor kambing. Saya adalah manusia, yang tentu juga bisa timbul marah. Lantas aku
menamparnya, lalu mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perkara ini masih
mengkhawatirkanku. Aku lantas berbicara pada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah aku harus
membebaskan budakku ini?” “Bawa dia padaku,” beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berujar.
Kemudian aku segera membawanya menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya pada budakku ini,

‫َأْي َن ُهَّللا‬
“Di mana Allah?”

Dia menjawab,

‫ِفى الَّسَم اِء‬


“Di atas langit.”

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi,

‫َم ْن َأَن ا‬

“Siapa saya?”

Budakku menjawab,
‫َأْن َت َر ُسوُل ِهَّللا‬
“Engkau adalah Rasulullah.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َأْع ِتْق َه ا َف ِإَّن َه ا ُمْؤ ِم َن ٌة‬

“Merdekakanlah dia karena dia adalah seorang mukmin.” (HR. Ahmad [5/447], Malik dalam Al
Muwatho’ [666], Muslim [537], Abu Daud [3282], An Nasa’i dalam Al Mujtaba’ [3/15], Ibnu
Khuzaimah [178-180], Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah [1/215], Al Lalika’iy dalam Ushul Ahlis
Sunnah [3/392], Adz Dzahabi dalam Al ‘Uluw [81])

Inilah di antara macam dalil yang dibawakan oleh para ulama dan lebih khusus lagi disebutkan Ibnu
Abil ‘Izz Al Hanafi. Orang yang memperhatikan dalil-dalil di atas dengan seksama pasti akan
mengatakan bahwa Allah berada di atas langit, berada di ketinggian, di atas seluruh makhluk-Nya.
Pembahasan ini masih bersambung pada perkataan sahabat, tabiin dan para ulama mengenai
keberadaan Allah di atas seluruh makhluk-Nya, di atas langit.

Dalil Allah Beristiwa Di Atas Arsy

Nyanyian pengajaran Etan, orang Ezrahi. (89-2) Aku hendak menyanyi tentang kasih abadi Allah
untuk selama-lamanya dengan mulutku aku hendak memaklumkan kesetiaan-Mu dari zaman ke
zaman. (89-3) Aku berkata, “Kasih abadi-Mu teguh selama-lamanya, kesetiaan-Mu Kautetapkan di
langit.” (89-6) Ya Allah, langit akan memuji keajaiban-keajaiban-Mu, serta kesetiaan-Mu dalam
kumpulan malaikat suci. (89-7) Siapakah di langit dapat dibandingkan dengan Allah? Siapakah di
antara makhluk-makhluk ilahi dapat disamakan dengan Allah? (89-8) Dialah Tuhan yang dahsyat
dalam majelis malaikat suci, agung dan ditakuti melebihi semua yang ada di sekeliling-Nya.

Zabur 89:1-2, 5-7

(89-9) Ya Allah, Tuhan semesta alam, siapakah seperti Engkau? Engkau kuat, ya Allah, dan
kesetiaan-Mu mengelilingi-Mu. (89-12) Langit adalah milik-Mu, dan bumi pun milik-Mu. Engkaulah
yang meletakkan dasar dunia dan segala isinya. (89-15) Kebenaran dan keadilan adalah dasar arasy-
Mu, kasih abadi dan kesetiaan nyata dalam segala tindakan-Mu.

Zabur 89:8, 11, 14

(9-8) Tetapi, Allah bersemayam untuk selama-lamanya, Ia telah menetapkan arasy-Nya untuk
penghakiman. (9-9) Dialah yang akan menghakimi dunia ini dengan kebenaran, menghakimi bangsa-
bangsa dengan keadilan.

Zabur 9:7-8

(9-3) Aku hendak bersukacita dan bersukaria karena Engkau, aku hendak melantunkan puji-pujian
demi nama-Mu, ya Yang Mahatinggi. (9-5) Engkau membela perkaraku dan hakku. Engkau
bersemayam di arasy dan menghakimi dengan benar.
Zabur 9:2, 4

Allah hadir di dalam Bait-Nya yang suci, Allah, arasy-Nya ada di surga. Mata-Nya memperhatikan,
pandangan-Nya menguji bani Adam.

Zabur 11:4

Allah bersemayam di atas air bah (Arsy/Arasy), Allah bersemayam sebagai raja untuk selama-
lamanya.

Zabur 29:10

(47-9) Allah memerintah sebagai Raja atas bangsa-bangsa, Allah bersemayam di atas arasy-Nya yang
suci.

Zabur 47:8

Orang yang bersumpah demi Bait Allah, berarti juga bersumpah demi Bait Allah itu dan demi Tuhan
yang bersemayam di situ, dan orang yang bersumpah demi surga, berarti juga bersumpah demi
arasy Allah dan demi Dia yang bersemayam di atasnya.

Matius 23:21-22

Malaikat-malaikat itu berdiri mengelilingi arasy, para tua-tua, dan keempat makhluk itu, lalu sujud
dihadapan arasy itu dan menyembah Allah. Kata mereka, “Amin! Ya Tuhan kami, bagi-Mulah segala
pujian, kemuliaan, kebijaksanaan, ucapan syukur, hormat, kuasa, dan kekuatan sampai selama-
lamanya! Amin!”

Wahyu 7:11-12

(8-1) Untuk pemimpin pujian. Menurut lagu: Gitit. Syair Daud. (8-2) Ya Allah, ya Rabbana, betapa
mulia nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu Kautempatkan melebihi langit.

Zabur 8:1

(8-10) Ya Allah, ya Rabbana, betapa mulia nama-Mu di seluruh bumi!

Zabur 8:9

Siapakah Dia, Raja Yang Mahamulia itu? Allah, Tuhan semesta alam, Dialah Raja Yang Mahamulia! S
ela
Zabur 24:10

Karena beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang bersemayam dalam kekekalan
dan yang suci nama-Nya, “Aku bersemayam di tempat yang tinggi dan suci, tetapi juga bersama-
sama dengan orang yang hancur hati dan rendah hati untuk menyegarkan semangat orang yang
rendah hati dan untuk menyegarkan hati yang hancur.

Yesaya 57:15

Tetapi, Allah, Tuhan semesta alam, akan ditinggikan dalam keadilan, dan Allah Yang Mahasuci akan
menyatakan kesucian-Nya dalam kebenaran.

Yesaya 5:16

DALIL ALLAH BERSEMAYAM DI ATAS ARSY DI DALAM ALQURAN

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫ٱَّلِذي َخ َلَق ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر َض َو َم ا َب ۡي َن ُهَم ا ِفي ِس َّت ِة َأَّياٍم ُثَّم ٱۡس َت َو ٰى َع َلى ٱۡل َع ۡر ِش ۖ ٱلَّر ۡح َٰم ُن َفۡس َئۡل ِبِهۦ َخ ِبيًر ا‬

“yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, (Dialah) Yang Maha Pengasih, maka tanyakanlah (tentang
Allah) kepada orang yang lebih mengetahui (Muhammad).”

(QS. Al-Furqan 25: Ayat 59)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫ِإَّن َر َّبُك ُم ٱُهَّلل ٱَّلِذي َخ َلَق ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر َض ِفي ِس َّت ِة َأَّياٍم ُثَّم ٱۡس َت َو ٰى َع َلى ٱۡل َع ۡر ِش ۖ ُيۡغ ِش ي ٱَّلۡي َل ٱلَّن َه اَر َي ۡط ُلُبُهۥ َح ِثيًث ا َو ٱلَّشۡم َس َو ٱۡل َقَمَر َو ٱلُّن ُجوَم‬
‫ُم َس َّخ َٰر ِۢت ِبَأۡم ِر ِهٓۦ ۗ َأاَل َلُه ٱۡل َخ ۡل ُق َو ٱَأۡلۡم ُر ۗ َت َب اَر َك ٱُهَّلل َر ُّب ٱۡل َٰع َلِميَن‬
“Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia
bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat.
(Dia ciptakan) matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala
penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Maha Suci Allah, Tuhan seluruh alam.”

(QS. Al-A’raf 7: Ayat 54)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


‫ِإَّن َر َّبُك ُم ٱُهَّلل ٱَّلِذي َخ َلَق ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر َض ِفي ِس َّت ِة َأَّياٍم ُثَّم ٱۡس َت َو ٰى َع َلى ٱۡل َع ۡر ِش ۖ ُيَد ِّبُر ٱَأۡلۡم َر ۖ َم ا ِمن َش ِفيٍع ِإاَّل ِم ۢن َب ۡع ِد ِإۡذ ِنِهۦ ۚ َٰذ ِلُك ُم ٱُهَّلل َر ُّبُك ۡم‬
‫َف ٱۡع ُبُدوُه ۚ َأَفاَل َت َذ َّك ُروَن‬
“Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan Bumi dalam enam masa
kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tidak ada yang
dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia.
Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”

(QS. Yunus 10: Ayat 3)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ّل َي ۡج ِر ي َأِلَج ٍل ُّمَس ًّم ى ۚ ُيَد ِّبُر ٱَأۡلۡم َر ُيَفِّصُل‬ٞ‫ٱُهَّلل ٱَّلِذي َر َف َع ٱلَّس َٰم َٰو ِت ِبَغ ۡي ِر َعَم ٍد َت َر ۡو َن َه ا ۖ ُثَّم ٱۡس َت َو ٰى َع َلى ٱۡل َع ۡر ِش ۖ َو َس َّخ َر ٱلَّشۡم َس َو ٱۡل َقَمَر ۖ ُك‬
‫ٱٓأۡلَٰي ِت َلَع َّلُك م ِبِلَقٓاِء َر ِّبُك ۡم ُتوِقُنوَن‬
"Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arsy. Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar menurut
waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu."

(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 2)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ٱُهَّلل ٱَّلِذي َخ َلَق ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر َض َو َم ا َب ۡي َن ُهَم ا ِفي ِس َّت ِة َأَّياٍم ُثَّم ٱۡس َت َو ٰى َع َلى ٱۡل َع ۡر ِش ۖ َم ا َلُك م ِّمن ُدوِنِهۦ ِمن َو ِلٍّي َو اَل َش ِفيٍع ۚ َأَفاَل َتَت َذ َّك ُروَن‬
"Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Bagimu tidak ada seorang pun penolong maupun pemberi
syafaat selain Dia. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"

(QS. As-Sajdah 32: Ayat 4)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫م ۚ َّلُهۥ َم ا ِفي ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو َم ا ِفي ٱَأۡلۡر ِض ۗ َم ن َذ ا ٱَّلِذي َي ۡش َفُع ِع نَد ُهٓۥ ِإاَّل ِبِإۡذ ِنِهۦ ۚ َي ۡع َلُم َم ا َب ۡي َن‬ٞ ‫ة َو اَل َنۡو‬ٞ ‫ٱُهَّلل ٓاَل ِإَٰل َه ِإاَّل ُه َو ٱۡل َح ُّي ٱۡل َقُّيوُم ۚ اَل َت ۡأ ُخ ُذ ُهۥ ِس َن‬
‫َأۡي ِديِه ۡم َو َم ا َخ ۡل َفُهۡم ۖ َو اَل ُيِحيُط وَن ِبَشۡي ٍء ِّم ۡن ِع ۡل ِمِهٓۦ ِإاَّل ِبَم ا َش ٓاَء ۚ َو ِس َع ُكۡر ِس ُّيُه ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر َض ۖ َو اَل َي ُئوُدُهۥ ِح ۡف ُظ ُهَم ا ۚ َو ُه َو ٱۡل َع ِلُّي ٱۡل َع ِظ يُم‬
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya),
tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak
ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan
mereka dan apa yang di belakang mereka dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang
ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar.”

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 255)


Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihaat. Wa shalallahu ala Nabiyyina Muhammad wa ala
alihi wa shohbihi wa sallam.

Penulis Literasi Kajian Ilmiah : Azizah Putri

Anda mungkin juga menyukai