Anda di halaman 1dari 10

I.

ASBABUN NUZUL SURAH AL IKHLAS

- Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid,
beribadah hanya kepadaNya. Dan surat ini berisi tentang pokok-pokok tauhid. Oleh
karena itu, surat ini dinamakan juga Surat Al Asas, Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al
Iman, dan masih banyak nama lainnya.
- Surat ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al Ikhlas ini
terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat An Naas. (At Ta’rif bi Suratil
Qur’anil Karim)
- Sebab turun surat al-Ikhlâs ini adalah pertanyaan orang-orang kafir tentang Allâh Azza
wa Jalla , sebagaimana disebutkan di dalam hadits :

‫َع ْن ُأَبِّي ْبِن َكْع ٍب َأَّن اْلُم ْش ِرِكيَن َقاُلوا ِلَر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اْنُسْب َلَنا َرَّبَك َفَأْنَز َل ُهَّللا ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد ُهَّللا الَّص َم ُد‬
Dari Ubayy bin Ka’ab Radhiyallahu anhu bahwa orang-orang musyrik berkata kepada
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Sebutkan nasab Rabbmu kepada kami!”, maka
Allâh menurunkan: (Katakanlah: “Dia-lah Allâh, yang Maha Esa). [HR. Tirmidzi, no: 3364;
Ahmad, no: 20714; Ibnu Abi ‘Ashim di dalam as-Sunnah 1/297. Dihasankan oleh Syaikh
al-Albani] Hadits ini menunjukkan bahwa surat al-Ikhlâs termasuk surat Makiyyah, dan
nampaknya termasuk surat yang awal turun di kota Makkah.

Ada dua sebab kenapa surat ini dinamakan Al Ikhlash.


a. Dinamakan Al Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan bahwa Surat Al Ikhlas ini
berasal dari ’mengikhlaskan sesuatu’ yaitu membersihkannya/memurnikannya.
Dinamakan demikian karena di dalam surat ini berisi pembahasan mengenai ikhlas
kepada Allah ’Azza wa Jalla. Oleh karena itu, barangsiapa mengimaninya, dia
termasuk orang yang ikhlas kepada Allah.

b. Dinamakan Al Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang Allah


Allah hanya mengkhususkan membicarakan diri-Nya, tidak membicarakan tentang
hukum ataupun yang lainnya. Dua tafsiran ini sama-sama benar, tidak bertolak
belakang satu dan lainnya. (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, 97)
TAFSIR AL IKHLAS

‫ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد‬

1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Tafsir Ayat 1

Kata ( ‫ )ُقْل‬artinya Katakanlah. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga
umatnya.

Al Qurtubhi mengatakan bahwa (‫)ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح د‬maknanya adalah :

‫ َو اَل َو َلد َو اَل َش ِرْيَك‬،‫ َو اَل َنِظ ْيَر َو اَل َص اَح َبَة‬،‫ اَّلِذ ي اَل َش ِبْيَه َلُه‬،‫الَو اِح ُد الِوْتُر‬

“Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya,
tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya.”

Kata ahad (‫ )أحد‬terambil dari akar kata wahdah (‫ )وحدة‬yang artinya kesatuan. Juga kata waahid (‫ )واحد‬yang
berarti satu. Kata ahad dalam ayat ini berfungsi sebagai sifat Allah yang artinya Allah memiliki sifat
tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.

Syaikh Al Utsaimin mengatakan bahwa kalimat ( ‫ )ُهَّللا َأَح ٌد‬artinya Allah Maha Esa-, maknanya bahwa Allah
itu Esa dalam keagungan dan kebesarannya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu bagi-
Nya.

KEUTAMAAN SURAH AL-IKHLAS

‫ (( َو اَّلِذ ي َنْفِس ي ِبَيِدِه إَّنَها‬: } ‫ { ُقْل ُهَو ُهللا َأَح ٌد‬: ‫ َقاَل ِفي‬، – ‫ َأَّن َرُسْو َل ِهللا – َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: – ‫َو َع ْن َأِبي َسِع ْيٍد الُخْد ِري – َرِض َي ُهللا َع ْنُه‬
)) ‫ َلَتْع ِد ُل ُثُلَث الُقْر آِن‬.

‫ َو َقاُلوا‬، ‫ (( َأَيْع ِج ُز َأَح ُد ُك ْم َأْن َيْقَر َأ ِبُثُلِث الُقْر آِن ِفي َلْيَلٍة )) َفَشَّق َذ ِلَك َع َلْيِهْم‬: ‫ َقاَل َأِلْص َح اِبِه‬، – ‫ َأَّن َرُسْو َل ِهللا – َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫َوِفي ِر َو اَيٍة‬
‫ ُثُلُث اْلُقْر آِن )) َر َو اُه الُبَخ اِري‬: } ‫ (( { ُقْل ُهَو ُهللا َأَح ٌد ُهللا الَّص َم ُد‬: ‫ أُّيَنا ُيِط يُق َذ ِلَك َيا َرُسْو َل ِهللا ؟ َفَقاَل‬: .
Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda tentang surah “Qul huwallahu ahad (surah Al-Ikhlas)”, “Demi diriku yang ada pada tangan-Nya,
sesungguhnya surah tersebut sama dengan sepertiga Al-Qur’an.”

Sedangkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepada para sahabatnya, “Apakah salah seorang di antara kalian merasa lemah untuk membaca
sepertiga Al-Qur’an pada satu malam?” Maka itu berat bagi mereka, dan mereka berkata, “Siapakah di
antara kami yang sanggup melakukan itu, wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata, “Qul huwallahu ahad Allahush shamad (surah Al-Ikhlas) adalah sepertiga Al-Qur’an.”
(HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 5051; Fath Al-Bari, 9:95]

٢﴿ ‫﴾ُهَّللا الَّص َم ُد‬


2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Tafsir Ayat 2

- Ibnu Abbas menjelaskan tafsir ayat ini. Maksudnya adalah, seluruh makhluk bergantung kepada Allah
dalam kebutuhan dan sarana mereka. Dialah Tuhan yang Maha Sempurna dalam perilaku-Nya. Maha
Mulia yang maha Sempurna dalam kemuliaan-Nya. Maha Besar yang Maha Sempurna dalam
kebesaran-Nya.
- Al Hasan mengatakan, arti ayat ini adalah Allah Maha Hidup lagi terus menerus mengurus
makhlukNya.
- Ash-Shamad adalah satu nama di antara Asmaul Husna yang dimiliki Allâh Azza wa Jalla . Penjelasan
para Ulama Salaf tentang makna ash-Shamad berbeda-beda, tetapi semua perbedaan itu bisa
diterima, karena maknanya tidak kontradiksi, bahkan saling melengkapi. Oleh karena itu semua arti
itu dapat ditetapkan pada diri Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
- Inilah keterangan para Ulama tentang makna ash-Shamad:
a. (Rabb) yang segala sesuatu menghadap kepada-Nya dalam memenuhi semua kebutuhan dan
permintaan mereka. Ini pendapat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dari riwayat ‘Ikrimah.
b. As-Sayyid (Penguasa) yang kekuasaan-Nya sempurna; as-Syarîf (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya
sempurna; al-‘Azhîm (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna; al-Halîm (Maha Sabar) yang
kesabaran-Nya sempurna; al-‘Alîm (Mengetahui) yang ilmu-Nya sempurna; al-Hakîm (Yang
Bijaksana) yang kebijaksanaan-Nya sempurna. Dia adalah Yang Maha Sempurna dalam seluruh
sifat kemuliaan dan kekuasaan, dan Dia adalah Allâh Yang Maha Suci. Sifat-Nya ini tidak layak
kecuali bagiNya, tidak ada bagi-Nya tandingan dan tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya.
Maha Suci Allâh Yang Maha Esa dan Maha Perkasa. Ini pendapat Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu
dari riwayat ‘Ali bin Abi Thalhah Radhiyallahu anhu.
c. Yang Maha Kekal setelah semua makhluk-Nya binasa. Ini pendapat al-Hasan dan Qatâ
d. Al-Hayyu al-Qayyûm (Yang Maha Hidup, Maha berdiri sendiri dan mengurusi yang lain), yang
tidak akan binasa. Ini pendapat al-Hasan.
e. Tidak ada sesuatupun yang keluar dari-Nya dan Dia tidak makan. Ini pendapat ‘Ikrimah.
f. Ash-Shamad adalah yang tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Ini pendapat ar-Rabi’ bin
Anas.
g. Yang tidak berongga. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Musayyib, Mujahid,
Abdullah bin Buraidah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atha bin Abi Rabbah, ‘Athiyah al-‘Aufi, adh-
Dhahhak, dan as-Suddi.
h. Yang tidak memakan makanan dan tidak minum minuman. Ini pendapat asy-Sya’bi.
i. Cahaya yang bersinar. Ini pendapat Abdullah bin Buraidah

KEUTAMAAN SURAH AL-IKHLAS

‫ { ُقْل ُهَو ُهللا أَح ٌد } َقاَل‬: ‫ ِإِّني ُأِح ُّب َهِذِه الُّسوَر َة‬، ‫ َيا َر ُسوَل ِهللا‬: ‫ َأَّن َر ُج ًال َقاَل‬: – ‫َو َع ْن َأَنٍس – َر ِض َي ُهللا َع ْنُه‬
‫ َو َر َو اُه الُبَخاِرُّي ِفي َص ِح ْيِح ِه َتْع ِلْيقًا‬. )) ‫ (( َحِد ْيٌث َحَس ٌن‬: ‫ َو َقاَل‬، ‫ (( ِإَّن ُحَّبَها َأْدَخ َلَك الَج َّنَة )) َر َو اُه الِّتْر ِمِذ ُّي‬: .

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, “Ada seorang lelaki berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya
aku mencintai surah ini, ‘Qul huwallahu ahad’ (surah Al-Ikhlas).’ Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya dengan mencintainya dapat memasukkanmu ke
surga.’” (HR. Tirmidzi. Ia berkata bahwa hadits ini hasan. Hadits ini juga dikeluarkan oleh
Al-Bukhari dalam kitab sahihnya secara mu’allaq, tanpa sanad). [HR. Tirmidzi, no. 2901 dan
Al-Bukhari secara mu’allaq, Fath Al-Bari, 2:255. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly menyatakan
dalam Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:216, sanad hadits ini hasan].

٣﴿ ‫﴾َلْم َيِلْد َو َلْم ُيوَلْد‬

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

Tafsir Ayat 3

- Kalimat ( ‫ )َلْم َيِلْد‬sebagaimana dikatakan Maqotil, ”Tidak beranak kemudian mendapat warisan.”
- Kalimat ( ‫ )َو َلْم ُيوَلْد‬maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik Arab
mengatakan bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan bahwa ’Uzair
adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah.
Dalam ayat ini, Allah meniadakan itu semua.” (Zadul Masiir)
- Syaikh Musa’id ath-Thayyâr hafizhahullah berkata, “Yaitu: (Allah) ini Yang berhak diibadahi, Dia tidak
dilahirkan sehingga akan binasa. Dia juga bukan suatu yang baru yang didahului oleh tidak ada lalu
menjadi ada. Bahkan Dia adalah al-Awwal yang tidak ada sesuatupun sebelum-Nya, dan al-Âkhir
yang tidak ada sesuatupun setelah-Nya.” [Tafsir Juz ‘Amma, 1/77, Syaikh Musa’id ath-Thayyaar]
- Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Di antara kesempurnaan Allah adalah Allah tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan karena Allah tidak membutuhkan yang lain sama
sekali. Tidak ada pula yang serupa dengan Allah. Tidak ada yang menyamai Allah dalam
nama, sifat, dan perbuatan-Nya. Surah ini mengandung tauhid asma’ wa sifat.” (Tafsir
As-Sa’di, hlm. 984)

9 WAKTU DIANJURKAN MEMBACA SURAH AL-IKHLAS

Pertama: waktu pagi dan sore hari.

Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash bersama dengan maw’idzatain
(surat Al Falaq dan surat An Naas) masing-masing sebanyak tiga kali. Keutamaan yang
diperoleh adalah: akan dijaga dari segala sesuatu (segala keburukan).

Dari Mu’adz bin Abdullah bin Khubaib dari bapaknya ia berkata,

‫ ِلُيَص ِّلَى َلَنا َفَأْد َر ْك َناُه َفَقاَل « َأَص َّلْيُتْم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َخ َر ْج َنا ِفى َلْيَلِة َم َطٍر َو ُظْلَم ٍة َش ِد يَدٍة َنْطُلُب َر ُسوَل ِهَّللا‬
‫ َفُقْلُت َيا َر ُسوَل ِهَّللا َم ا‬.» ‫ َفَلْم َأُقْل َشْيًئا ُثَّم َقاَل « ُقْل‬.» ‫ َفَلْم َأُقْل َشْيًئا ُثَّم َقاَل « ُقْل‬.» ‫ َفَلْم َأُقْل َشْيًئا َفَقاَل « ُقْل‬.»
» ‫َأُقوُل َقاَل « (ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد ) َو اْلُمَعِّو َذ َتْيِن ِح يَن ُتْمِس ى َو ِح يَن ُتْص ِبُح َثَالَث َم َّراٍت َتْك ِفيَك ِم ْن ُك ِّل َش ْى ٍء‬

Pada malam hujan lagi gelap gulita kami keluar mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk shalat bersama kami, lalu kami menemukannya. Beliau bersabda, “Apakah
kalian telah shalat?” Namun sedikitpun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda,
“Katakanlah“. Namun sedikit pun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, “Katakanlah“.
Namun sedikit pun aku tidak berkata-kata. Kemudian beliau bersabda, “Katakanlah“.
Hingga aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku katakan?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah (bacalah surat) QUL
HUWALLAHU AHAD DAN QUL A’UDZU BIRABBINNAAS DAN QUL A’UDZU BIRABBIL FALAQ
ketika sore dan pagi sebanyak tiga kali, maka dengan ayat-ayat ini akn mencukupkanmu
(menjagamu) dari segala keburukan.” (HR. Abu Daud no. 5082 dan An Nasai no. 5428.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Kedua: sebelum tidur.

Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An Naas dengan
terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak tangan, lalu keduanya ditiup, lalu
dibacakanlah tiga surat ini. Setelah itu, kedua telapak tangan tadi diusapkan pada anggota
tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Cara
seperti tadi diulang sebanyak tiga kali.
Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

‫َأَّن الَّنِبَّى – صلى هللا عليه وسلم – َك اَن ِإَذ ا َأَو ى ِإَلى ِفَر اِش ِه ُك َّل َلْيَلٍة َج َم َع َك َّفْيِه ُثَّم َنَفَث ِفيِهَم ا َفَقَر َأ ِفيِهَم ا ( ُقْل ُهَو‬
‫ُهَّللا َأَح ٌد ) َو ( ُقْل َأُعوُذ ِبَر ِّب اْلَفَلِق ) َو ( ُقْل َأُعوُذ ِبَر ِّب الَّناِس ) ُثَّم َيْمَس ُح ِبِهَم ا َم ا اْسَتَطاَع ِم ْن َجَسِدِه َيْبَد ُأ ِبِهَم ا‬
‫َع َلى َر ْأِس ِه َوَو ْج ِهِه َو َم ا َأْقَبَل ِم ْن َجَسِدِه َيْفَع ُل َذ ِلَك َثَالَث َم َّراٍت‬

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau
mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan
dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq)
dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua
telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah,
dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari
no. 5017)

‫َو َلْم َي ُك ْن َلُه ُكُفًو ا َأَح ٌد‬

4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Tafsir Ayat 4

- Kata kufuwan (‫ )كفوا‬terambil dari kata kufu’ (‫ )كفؤ‬yang artinya sama. Tidak ada seorang pun
yang setara apalagi sama dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

- Dialah yang memiliki segala sesuatu dan yang menciptakannya, maka mana mungkin Dia
memiliki tandingan dari kalangan makhlukNya yang bisa mendekati atau menyamaiNya.

- Menurut Sayyid Qutb, makna ayat ini adalah, tidak ada yang sebanding dan setara dengan
Allah. Baik dalam hakikat wujudnya maupun dalam sifat dzatiyahnya

- Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak ada seorangpun yang menyamai-Nya dalam
seluruh sifat-sifat-Nya”. [Syarh Aqîdah Wasitiyah, hlm. 114, penerbit. Dar Ibnu Haitsam]

- Syaikh Musa’id ath-Thayyâr hafizhahullah berkata, “Dan tidak ada tandingan yang menyamai-
Nya dalam nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya.” [Tafsir Juz ‘Amma, 1/77,
Syaikh Musa’id ath-Thayyâr]

9 WAKTU DIANJURKAN MEMBACA SURAH AL-IKHLAS


Ketiga: ketika ingin meruqyah (membaca do’a dan wirid untuk penyembuhan
ketika sakit).

Bukhari membawakan bab dalam shohihnya ‘Meniupkan bacaan ketika ruqyah’. Lalu
dibawakanlah hadits serupa di atas dan dengan cara seperti dijelaskan dalam point kedua.

‫َع ْن َعاِئَش َة – رضى هللا عنها – َقاَلْت َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – ِإَذ ا َأَو ى ِإَلى ِفَر اِش ِه َنَفَث ِفى‬
‫ َقاَلْت َعاِئَش ُة َفَلَّم ا‬. ‫ َو َم ا َبَلَغ ْت َيَداُه ِم ْن َج َسِدِه‬، ‫ ُثَّم َيْمَس ُح ِبِهَم ا َو ْج َهُه‬، ‫َك َّفْيِه ِبُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد َو ِباْلُمَعِّو َذ َتْيِن َج ِم يًعا‬
‫اْش َتَك ى َك اَن َيْأُم ُر ِنى َأْن َأْفَعَل َذ ِلَك ِبِه‬

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
hendak tidur, beliau akan meniupkan ke telapak tangannya sambil membaca QUL
HUWALLAHU AHAD (surat Al Ikhlas) dan Mu’awidzatain (Surat An Naas dan Al Falaq),
kemudian beliau mengusapkan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah berkata, “Ketika
beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu (sama seperti ketika beliau hendak tidur,
-pen).” (HR. Bukhari no. 5748)

Jadi tatkala meruqyah, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An Naas dengan
cara: Terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak tangan lalu keduanya ditiup lalu
dibacakanlah tiga surat tersebut. Setelah itu, kedua telapak tangan tadi diusapkan pada
anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan.
Cara seperti ini diulang sebanyak tiga kali.

Keempat: wirid seusai shalat (sesudah salam).

Sesuai shalat dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An Naas masing-masing
sekali. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata,

‫َأَم َر ِني َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأْن َأْقَر َأ اْلُمَعِّو َذ اِت ُد ُبَر ُك ِّل َص اَل ٍة‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk membaca


mu’awwidzaat di akhir shalat (sesudah salam).” (HR. An Nasai no. 1336 dan Abu Daud no.
1523. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Yang
dimaksud mu’awwidzaat adalah surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani. (Fathul Bari, 9/62)

Kelima: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah fajar (qobliyah shubuh).

Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al Kafirun dibaca pada
raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada
raka’at kedua.
Dari’ Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ { ُقْل ُهَو ُهللا َأَح ٌد } َو { ُقْل َيا َأُّيَها الَك اِفُرْو َن‬: ‫ِنْع َم ِت الُّسْو َر َتاِن َيْقَر ُأ ِبِهَم ا ِفي َر ْك َع َتْيِن َقْبَل الَفْج ِر‬

“Sebaik-baik surat yang dibaca ketika dua raka’at qobliyah shubuh adalah Qul huwallahu
ahad (surat Al Ikhlash) dan Qul yaa ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun).” (HR. Ibnu
Khuzaimah 4/273. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Silsilah Ash Shohihah bahwa hadits
ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 646). Hal ini juga dikuatkan dengan hadits
Ibnu Mas’ud yang akan disebutkan pada point berikut.

Keenam: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah ba’diyah maghrib.

Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al Kafirun dibaca pada
raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada
raka’at kedua.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

‫ َيْقَر ُأ ِفى الَّر ْك َع َتْيِن َبْع َد اْلَم ْغ ِرِب َو ِفى الَّر ْك َع َتْيِن َقْبَل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َم ا ُأْح ِص ى َم ا َسِم ْع ُت ِم ْن َر ُسوِل ِهَّللا‬
‫َص َالِة اْلَفْج ِر ِب (ُقْل َيا َأُّيَها اْلَك اِفُروَن ) َو (ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد‬

“Aku tidak dapat menghitung karena sangat sering aku mendengar bacaan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat pada shalat dua raka’at ba’diyah maghrib dan
pada shalat dua raka’at qobliyah shubuh yaitu Qul yaa ayyuhal kafirun (surat Al Kafirun)
dan qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash).” (HR. Tirmidzi no. 431. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Ketujuh: dibaca ketika mengerjakan shalat witir tiga raka’at.

Ketika itu, surat Al A’laa dibaca pada raka’at pertama, surat Al Kafirun pada raka’at kedua
dan surat Al Ikhlash pada raka’at ketiga.

Dari ‘Abdul Aziz bin Juraij, beliau berkata, “Aku menanyakan pada ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (setelah membaca
Al Fatihah) ketika shalat witir?”

‘Aisyah menjawab,

‫ َقاَلْت َك اَن َيْقَر ُأ ِفى اُألوَلى ِب (َس ِّبِح اْس َم َر ِّبَك اَألْع َلى) َو ِفى الَّثاِنَيِة‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َك اَن ُيوِتُر َر ُسوُل ِهَّللا‬
. ‫ِب (ُقْل َيا َأُّيَها اْلَك اِفُروَن ) َوِفى الَّثاِلَثِة ِب (ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد ) َو اْلُمَعِّو َذ َتْيِن‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada raka’at pertama: Sabbihisma robbikal a’la
(surat Al A’laa), pada raka’at kedua: Qul yaa ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan pada
raka’at ketiga: Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan mu’awwidzatain (surat Al Falaq
dan An Naas).” (HR. An Nasai no. 1699, Tirmidzi no. 463, Ahmad 6/227)

Dalam riwayat yang lain disebutkan tanpa surat al mu’awwidzatain.

‫ ُيوِتُر ِب (َس ِّبِح اْس َم َر ِّبَك اَألْع َلى) َو (ُقْل َيا َأُّيَها‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َع ْن ُأَبِّى ْبِن َكْع ٍب َقاَل َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا‬
) ‫اْلَك اِفُروَن ) َو (ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد‬

Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya
melaksanakan shalat witir dengan membaca Sabbihisma robbikal a’la (surat Al A’laa), Qul
yaa ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash)” (HR.
Abu Daud no. 1423 dan An Nasai no. 1730)

Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan,

‫َو َقْد َأْنَك َر َأْح َم ُد َو َيْح َيى ْبُن َم ِع يٍن‬. ‫ َو ُهَو َض ِع يٌف‬، ‫َو َحِد يُث َعاِئَش َة ِفي َهَذ ا اَل َيْثُبُت ؛ َفِإَّنُه َيْر ِو يِه َيْح َيى ْبُن َأُّيوَب‬
. ‫ِز َياَد َة اْلُمَعِّو َذ َتْيِن‬

“Hadits ‘Aisyah tidaklah shahih. Di dalamnya ada seorang perowi bernama Yahya bin Ayyub,
dan ia dho’if. Imam Ahmad dan Yahya bin Ma’in telah mengingkari penambahan
“mu’awwidzatain”.” (Al Mughni, 1/831)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan,

‫ والمعوذتين وهذا إسناد ضعيف عبد العزيز بن جريج ال‬: ‫ صحيح لغيره دون قوله‬: ‫تعليق شعيب األرنؤوط‬
‫يتابع في حديثه‬

“Hadits ini shahih kecuali pada perkataan “al mu’awwidzatain”, ini sanadnya dho’if karena
‘Abdul ‘Aziz bin Juraij tidak diikuti dalam haditsnya.” (Tahqiq Musnad Al Imam Ahmad bin
Hambal, 6/227)

Jadi yang tepat dalam masalah ini, bacaan untuk shalat witir adalah raka’at pertama
dengan surat Al A’laa, raka’at kedua dengan surat Al Kafirun dan raka’at ketiga dengan
surat Al Ikhlas (tanpa mu’awwidzatain).

Namun bacaann ketika witir ini sebaiknya tidak rutin dibaca, sebaiknya diselingi dengan
berganti membaca surat lainnya. Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah mengatakan,
‫ وال يداوم عليها فينبغي قراءة غيرها أحيانًا حتى ال يعتقد العامة وجوب القراءة‬،‫والظاهر أنه يكثر من قراءتها‬
‫بها‬

“Yang nampak dari hadits yang ada, hendaklah bacaan tersebut seringkali saja dibaca,
namun tidak terus-terusan. Sudah seharusnya seseorang membaca surat yang lain ketika
itu agar orang awam tidak salah paham,ditakutkan mereka malah menganggapnya sebagai
perkara yang wajib.” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 24/43)

Kedelapan: dibaca ketika mengerjakan shalat Maghrib (shalat wajib) pada malam
jum’at.

Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat
Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.

Dari Jabir bin Samroh, beliau mengatakan,

‫ ( َقْل َيا َأُّيَها الَك اِفُرْو َن ) َو ( ُقْل ُهَو ُهللا‬: ‫َك اَن الَّنِبُّي صلى هللا عليه وسلم َيْقَر ُأ ِفي َص َالِة الَم ْغ ِر ِب َلْيَلَة الُج ُمَعِة‬
‫َأَح ٌد‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika shalat maghrib pada malam Jum’at
membaca Qul yaa ayyuhal kafirun’ dan ‘Qul ‘ huwallahu ahad’. ” (Syaikh Al Albani dalam
Takhrij Misykatul Mashobih (812) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Kesembilan: ketika shalat dua rak’at di belakang maqom Ibrahim setelah thowaf.

Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,

‫ ( قل هو هللا أحد ) و ( قل‬: ‫ هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين‬: ‫فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين‬
) ‫ ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو هللا أحد‬: ‫يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية‬

“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan
Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut, beliau
membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al
Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun
(surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 56)

Alhmadulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ’ala nabiyyina


Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Anda mungkin juga menyukai